Anda di halaman 1dari 38

JFSP Vol.7, No.

2, November 2021, Hal: 180-188 ,pISSN: 2549-9068, eISSN: 2579-4558

Jurnal Farmasi Sains dan Praktis


(JFSP)
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/pharmacy

Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan


(Ruellia tuberosa L.) terhadap Candida albicans

Anti-Fungal Activity Test of Pletekan Leaves Liquid Soap (Ruellia


tuberosa L.) on Candida albicans

Ahmad Fuad Masduqi ; Mighfar Syukur


Department of Pharmacy, ABSTRAK
Sekolah Tinggi Ilmu Jamur Candida albicans merupakan spesies patogen yang menyebabkan
Farmasi, Semarang 50192, kandidiasis. Tanaman pletekan memiliki potensi sebagai tanaman obat. Tanaman
Indonesia ini terbukti memiliki efek salah satunya sebagai antimikroba. Tujuan dalam
penelitian ini untuk mengetahui apakah sabun cair ekstrak daun pletekan dapat
Submitted: 22-01-2021 menghambat pertumbuhan Candida albicans dan apakah ada perbedaan aktivitas
Revised: 05-05-2021 antijamur sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan pada konsentrasi 20%, 40%,
Accepted: 09-06-2021 dan 60%. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi maserasi, skrining
senyawa metabolit sekunder dan dilanjutkan uji dengan KLT. Formulasi sabun
Corresponding author: cair dari ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda. Selanjutnya penelitian
ahmad_fuadm@yahoo.com dilakukan uji aktivitas antijamur dengan metode sumuran pada sediaan sabun cair
ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) terhadap pertumbuhan Candida
albicans. Hasil skrining dan KLT menunjukkan ekstrak daun pletekan
mengandung flavonoid, steroid, triterpenoid, dan alkaloid. Uji sediaan sabun cair
meliputi organoleptis, pH, homogenitas dan viskositas masuk dalam kriteria
Standar Nasional Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak daun pletekan
(Ruellia tuberosa L.) dalam sediaan sabun cair dapat menghambat pertumbuhan
Candida albicans. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal dan homogen. Terdapat perbedaan signifikan aktivitas antijamur pada
sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan konsentrasi 20%, 40% dan 60% yang
dihasilkan berturut-turut sebesar 8.456mm; 12.186mm; dan 14.293mm. Aktivitas
antijamur menunjukkan konsentrasi ekstrak berbanding lurus dengan zona
hambat yang dihasilkan.
Kata kunci: Antijamur, Daun Pletekan, Candida Albicans, Sabun Cair
ABSTRACT
The fungus Candida albicans is a pathogenic species that causes candidiasis.
Pletekan plant has potential as a medicinal plant. This plant is proven to have
one of the effects as an antimicrobial. The purpose of this study was to determine
whether the pletekan leaf extract liquid soap could inhibit the growth of Candida
albicans and whether there were differences in the antifungal activity of the liquid
soap pletekan leaf extract at a concentration of 20%, 40%, and 60%. This study
used maceration extraction methods, screening for secondary metabolites and
continued with TLC tests. Liquid soap formulations from extracts with different
concentrations. Furthermore, the research was carried out to test the antifungal
activity by using the good method on liquid soap for the pletekan leaf extract
against the growth of Candida albicans. Screening and TLC results showed that
the pletekan leaf extract contained flavonoids, steroids, triterpenoids, and
alkaloids. Liquid soap preparations including organoleptic, pH, homogeneity,
and viscosity are included in the criteria for the Indonesian National Standard.
The results showed that pletekan leaf extract in a liquid soap preparation could
inhibit the growth of Candida albicans. The results of statistical tests show that
the data are normally distributed and homogeneous. There were differences in
the antifungal activity of the liquid soap for pletekan leaf extract with a
concentration of 20%, 40%, and 60% which resulted in a succession of 8,456mm;
12,186mm; and 14,293mm. The antifungal activity showed that the extract
concentration was directly proportional to the resulting inhibition zone.
Keywords: Antifungal, Candida Albicans, Liquid Soap, Pletekan Leaves

Page | 180
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

1. PENDAHULUAN
Berdasarkan total keseluruhan spesies eukariotik yang diprediksikan berjumlah 8,7 juta
berada di bumi, 611 ribu spesies termasuk dalam golongan jamur. Sekitar 1% dari total jamur,
memiliki sifat terhadap tubuh manusia (Brown et al., 2012; Mora et al., 2011). Indonesia
merupakan negara dengan iklim tropis, sehingga menunjang jamur pathogen tumbuh dengan baik,
antara lain Candida sp.
Candida sp diketahui sebagai jamur dimorfik yang secara normal terdapat pada organ tubuh
mamalia. Akan tetapi, jika jumlah jamur meningkat dapat menimbulkan masalah. Candida
albicans salah satu spesies patogen yang dapat menyebabkan penyakit kandidiasis. Kandidiasis
merupakan penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida
albican, dan dapat mengenai mulut, kulit, kuku, vagina, bronkus, dan paru, dapat menyerang
manusia pada semua tingkat umur baik perempuan maupun laki-laki.
Ruellia tuberosa L merupakan tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat. Senyawa
metabolit sekunder seperti flavonoid, steroid, triterpenoid, dan alkaloid terdapat pada tanaman
tersebut. Tanaman Ruellia tuberosa mengandung berbagai jenis flavanoid antara lain kirsimaritin,
sorbifolin, kirsilol 4’-glukosida, kirsimarin, dan pedalitin (Lin et al., 2006). Ruellia tuberosa
dilaporkan mempunyai berbagai macam potensi salah satunya sebagai antimikroba. Selain itu,
daun pletekan dapat digunakan sebagai obat pada demam, pilek, hipertensi, sifilis, kencing batu,
bronchitis, kanker, penyakit jantung, dan gangguan pencernaan (Chothani et al., 2012; Rajan et
al., 2012). Konsentrasi 500 mg/L ekstrak Ruellia tuberosa memiliki kemampuan menghambat
bakteri E. Coli dan S. Aureus serta memiliki kemampuan sebagai antijamur terhadap Candida
Albicans (Handayani et al., 2020; Kader et al., 2012)
Sabun cair kewanitaan sangat banyak sekali dipasaran. Namun, sangat sedikit dijumpai
sabun dengan bahan aktif alami. Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh tanaman Ruellia tuberosa
ini, dikembangkan menjadi sediaan sabun cair dan diuji daya antijamur terhadap Candida
albicans.

2. METODE
2.1. Pembuatan Ekstrak
Penyarian senyawa kimia dalam daun pletekan dilakukan dengan metode maserasi
perbandingan 1:5 (etanol 96%) selama 3 x 24 jam. Rendaman disaring dengan kain kola lalu
diambil filtratnya. Maserat yang diperoleh diuapkan diatas penangas air suhu kurang dari 700C
sampai didapat ekstrak kental.

2.2. Uji Bebas Etanol dan Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Pletekan
Ekstrak kental daun pletekan diuji bebas etanol, ditambahkan masing-masing 1 mL asam
asetat glasial dan asam sulfat pekat didalam tabung reaksi, lalu tutup dengan kapas dan
dipanaskan. Sampel negatif mengandung etanol apabila sudah tidak tercium bau ester. Ekstrak
daun pletekan ditambahkan 2 ml larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 2% dan ditambahkan 5 tetes
H2SO4 (p) ke dalam ekstrak. Warna berubah dari jingga menjadi hijau kebiruan (Ikhsanudin &
Mardhiyah, 2017).
Uji alkaloid: Ekstrak ditambah 1 mL HCl 2 N dan 9 mL akuades panas. Pemanasan selama
2 menit, lalu saring. Kemudian filtrat dipisah jadi dua. Pertama diteteskan pada kertas saring, lalu
disemprotkan pereaksi dragendorff. Jika kertas saring berubah warna menjadi merah atau jingga
menunjukkan adanya alkaloid. Kedua ditambah pereaksi Mayer, jika terdapat endapat putih maka
positif terdapat alkaloid, filtrat ketiga ditambah pereaksi bouchardat, jika terdapat endapan coklat
hitam maka positif alkaloid. Uji flavonoid: Ekstrak ditambah akuades, didihkan selama 5 menit
kemudian disaring, ditambah serbuk magnesium, HCl(p), dan amil alkohol, kemudian dikocok
kuat dan biarkan memisah. Hasil positif jika lapisan amil alkohol menjadi warna merah jingga
atau kuning jingga. Uji Saponin: Ekstrak ditambahkan 10 mL akuades panas, tunggu sebentar lalu

Page | 181
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

kocok dengan kuat selama 10 detik, hasilnya buih dengan tinggi 1 -10 cm yang tidak hilang jika
ditambah 1 tetes larutan HCl 2 N dalam waktu tidak kurang dari 10 menit. Uji Tanin: Ekstrak
ditambahkan mL air panas dan ditambah 1 mL NaCl 10%. Kemudian saring dan masukkan dalam
tabung. Lalu tambahkan 3 tetes gelatin 0,5%, hasil positif jika terdapat endapan (Junairiah et al.,
2019). Uji triterpenoid dan steroid: Ekstrak ditambah eter 10 mL. Didiamkan waktu 2 jam,
kemudian disaring. Hasilnya kemudian diuapkan hingga ada residu. Residu diberikan 2 tetes asam
asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4(p). Hasil positif jika terbentuk warna hjau pada residu untuk
steroid dan warna merah pada residu untuk triterpenoid (Marjoni, 2016).

2.3. Identifikasi KLT Ekstrak Daun Pletekan (Ruellia tuberosa L.)


Alkaloid Etil asetat:metanol : air (6:4:2) penampak bercak dragendorff. Noda yang terbentuk
diamati, berwarna coklat jingga berlatar belakang kuning. Flavonoid n-butanol : asam asetat : air
(4:1:5) penampak bercak NH3 (uap amoniak), noda yang diamati warna kuning muda hingga
jingga. Saponin Kloroform: metanol : air (64:50:10) penampak bercak vanilin – asam sulfat dan
dipanaskan sampai suhu 110℃ selama 5 sampai 10 menit. Noda yang terbentuk diamati, berwarna
merah muda jambu – lembayung hijau kebiruan. Tanin Etil asetat : metanol : air (100:13,5:10)
penampak bercak FeCl3 5%. Diamati warna biru kehitaman. Steroid dan triterpenoid n-heksan :
etil asetat (17:3) penampak bercak Anisaldehid-H2SO4p (dipanaskan), diamati warna steroid dan
triterpenoid memberikan warna merah ungu, ungu tua, hijau biru atau merah (Harborne, 2006).

2.4. Pembuatan Sabun Cair


Bahan yang dibutuhkan ditimbang sesuai dengan formula. Kemudian KOH sebanyak 25
gram dilarutkan dengan akuades 20 ml secara perlahan dengan pemanasan suhu 50°C hingga
basis pasta lembut. Minyak sayur 40 ml ditambahkan zaitun 10 ml dipanaskan pada suhu 50°C,
lalu larutan KOH dicampurkan dan diaduk dengan menggunakan mikser sampai membentuk
pasta yang kental. Setelah jadi pasta kental didiamkan 24 jam.
Pasta padat yang terbentuk dari hasil pendiaman ditambahkan akuades (sampai mendapatkan
kekentalan yang diinginkan) sambil diterus dipanaskan dengan api kecil hingga semua pasta larut
dan menjadi larutan jernih. Gliserin diukur sesuai formula yang dibutuhkan, ditambahkan sedikit
demi sedikit kedalam campuran pasta di cawan, aduk sampai homogen dan terbentuk basis sabun
cair. Langkah yang terakhir ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) ditimbang diatas kaca
arloji, dimasukkan pelan-pelan pada campuran sebelumnya, aduk perlahan sampai homogen, add
dengan akuades hingga 100 gram. Formula sabun cair ekstrak daun pletekan ditunjukkan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Formula Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan


Bahan Formula I Formula II Formula III
Ekstrak Daun Pletekan 20 gram 40 gram 60 gram
Minyak sayur 40 ml 40 ml 40 ml
Zaitun 10 ml 10 ml 10 ml
KOH 25 gram 25 gram 25 gram
Gliserin 5 gram 5 gram 5 gram
Akuades ad 100 gram 100 gram 100 gram

2.5. Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan


Evaluasi sabun cair meliputi organoleptis, homogenitas, pH, dan viskositas. Organoleptis
pengamatan organoleptis sabun cair ekstrak daun pletekan dilakukan dengan panca indra atau
secara visual meliputi warna, bau, bentuk dan konsistensi, guna melihat tampilan sediaan dari
sabun cair yang dihasilkan (Irmayanti et.al., 2014). Homogenitas pengamatan dilakukan secara
visual. Sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan diletakkan diantara dua object glass, lalu kedua
object glass ditekan. Lapisan sediaan yang dibuat harus setipis mungkin untuk mempermudah
pengamatan. pH sabun cair diperbolehkan antara 8-11 menurut SNI 06-4085-1996. Sebelumnya

Page | 182
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

larutan dapar dengan pH 7digunakan untuk kalibrasi pH meter. Elektroda pH meter dicelupkan
kedalam sabun cair, diamati angka digital bila telah stabil kemudian pH yang tertera dicatat,
pengujian dilakukan pada suhu ruang. Viskositas pengamatan viskositas dilakukan dengan
mempersiapkan sabun cair ekstrak daun pletekan, kemudian dimasukkan dalam wadah, siapkan
alat viscometer brookfield, dipasang spindel nomor 63 dan diatur kecepatan 50 rpm. Kemudian
sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan diukur viskositasnya, dicatat hasil pada monitor (Nurlina
et al., 2013).

2.6. Pengujian Aktivitas Antijamur Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan


Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) diukur 10 ml sebagai lapisan pertama, kemudian
secara asetik dimasukkan pada cawan petri steril dan diamkan sampai memadat, 5 cylinder cup
diletakkan diatas permukaan media yang telah memadat. Di pipet 5µl suspensi jamur yang sudah
disetarakan kekeruhannya dengan standar baku ½ Mc Farland, dimasukkan ke dalam erlenmayer
berisi 20 ml SDA lalu dihomogenkan. Masukkan pada cawan petri steril kemudian ratakan dengan
memutar arah angka 8 dan diamkan sampai padat. Setelah memadat, ambil cylinder cup yang
terdapat dalam media. Sumuran yang terbentuk isi dengan 30 µl sediaan uji dengan konsentrasi
20%, 40%, 60%. Kontrol (+) sabun cair kewanitaan merk X di pasaran dan kontrol (-) adalah
basis masing-masing sebanyak 100 g. Replikasi dilakukan sebanyak 5. Inkubasi dengan suhu
24˚C selama 3x24 jam. Zona bening hasil uji diukur dengan jangka sorong. Diameter zona bening
diukur sebanyak empat kali.

2.7. Analisis Statistik


Data yang didapat dianalisis secara statistika menggunakan SPSS. Data yang diperoleh
apabila normal dan homogen dianalisis secara statistika dengan menggunakan uji parametik one
way anova dengan taraf kepercayaan 95%, jika hasilnya terdapat perbedaan dari kelompok lalu
uji pasca anava Post Hoc. Data yang diperoleh apabila salah satu tidak memenuhi syarat
normalitas ataupun homogenitas, maka digunakan kruskal-wallis, jika hasilnya ada perbedaan
antar kelompok lalu uji mann-whitney.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Simplisia didapatkan dari Desa Ujungwatu, Donorojo, Kabupaten Jepara. Hasil ekstrak daun
pletekan dari 500 gram serbuk didapatkan ekstrak kental sebanyak 37,8120 gram, sehingga
randemen sebesar 7,56 %. Ekstrak yang sudah di dapat, sebelum digunakan perlu dilakukan uji
bebas etanol. Uji tersebut bertujuan mengetahui bahwa ekstrak yang di dapat benar-benar sudah
tidak mengandung etanol untuk digunakan sebagai pengujian aktivitas antijamur. Uji bebas etanol
ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dapat dilihat pada Tabel 2.
Ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) kemudian dilanjutkan uji skrining fitokimia
sebagai uji pendahuluan. Skrining fitokimia dilakukan guna mengetahui senyawa yang terdapat
dalam ekstrak. Hasil uji skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3.
Uji skrining fitokimia ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) memperlihatkan adanya
beberapa senyawa kimia diantaranya: alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid. Uji
pendahuluan skrining fitokimia yang dilakukan kemudian dilanjutkan dengan uji penegasan
skrining fitokimia dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Uji ini
digunakan untuk mempertegas kandungan senyawa pada test skrining fitokimia ekstrak daun
pletekan (Ruellia tuberosa L.). Pemilihan metode ini karena Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
mempunyai kelebihan yaitu keserbagunaan, kecepatan, kepekaan, lebih banyak dengan pelarut,
terulangnya bilangan Rf apabila dengan satu senyawa perbandingan atau lebih untuk penandaan
(Harborne, 2006). Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.)
disajikan dalam Tabel 4.

Page | 183
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

Tabel 2. Uji Bebas Etanol Ekstrak Daun Pletekan


Hasil pustaka (+)
Sampel Prosedur Hasil sampel Keterangan
etanol
Ekstrak Daun Ekstrak + asam asetat + Tercium bau etil Tidak tercium bau Bebas
Pletekan H2SO4(P) pemanasan asetat etil asetat etanol
Ekstrak Daun Ekstrak + 2 ml K2CrO7 + Terbentuk warna Terbentuk warna Bebas
Pletekan 5 ml H2SO4 hijau kebiruan coklat kehitaman etanol

Tabel 3. Uji Skrining Fitokimia Serbuk dan Ekstrak Daun Pletekan


Hasil positif Hasil Kesimpulan
Uji Fitokimia Pereaksi berdasarkan
literatur Serbuk Ekstrak Serbuk Ekstrak
endapan merah endapan endapan
Dragendorff + +
bata merah bata merah bata
Tidak terdapat Tidak terdapat
Mayer endapan putih - -
Alkaloid endapan putih endapan putih
endapan endapan
endapan coklat
bouchardat coklat coklat + +
kehitaman
kehitaman kehitaman
Lapisan Lapisan Lapisan
Sebuk
2+ amylalkohol amylalkohol amylalkohol
Mg +HCl(p)
Flavonoid terbentuk terbentuk terbentuk + +
ml
warna merah warna merah warna merah
amylalkohol
jingga jingga jingga
Terbentuk busa Terbentuk bus Terbentuk
Saponin HCl 1% + +
stabil stabil busa stabil
Terbentuk Terbentuk Terbentuk
Tanin FeCl3 1% + +
warna biru warna biru warna biru
Eter + asam
stearat Terbentuk Terbentuk Terbenntuk
Triterpenoid + +
anhidrat + cincin violet cincin violet cincin violet
H2SO4

Tabel 4. Uji KLT Ekstrak Daun Pletekan


Warna Noda
Identifikasi Eluen Rf Keterangan
Literatur Hasil

Etil asetat : Merah, coklat latar


Alkaloid Metanol : Air belakang kuning 0,81 +
(6:4:2) (Harborne, 2006) Coklat berlatar
belakang kuning
Butanol : Asam
asetat : Air Kuning - hijau
Flavonoid 0,27 +
(4:1:5) (Harborne, 2006)
Kuning kehijauan
Etil asetat :
Biru - hitam
Tanin Metanol : Air 0,32 +
(Hanani, 2015)
(100:13,5:10)
Biru kehitaman
Kloroform :
Merah muda
Saponin Metanol : Air 0,65 +
(Hanani, 2015)
(64:50:10) Merah Muda
n-heksan : Etil Kemerahan
Triterpenoid asetat (Arundina et al., 0,43 +
(17:3) 2015)
Kemerahan

Berdasarkan uji penegasan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan hasil
bahwa ekstrak daun pletekan (Ruellia Tuberosa L.) mengandung senyawa yang sama dengan hasil
skrining fitokimia yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya pembuatan sabun cair ekstrak

Page | 184
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

daun pletekan dengan komposisi yang sesuai. Uji sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan
disajikan Tabel 5.
Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kontrol negatif (basis) dengan sediaan
sabun cair konsentrasi 20%, 40% dan 60%. (Kasenda, 2016) bentuk yaitu cair, bau dan warna
yaitu memiliki bau dan warna yang khas merupakan standar SNI uji pada sabun cair. Uji
organoleptis menunjukkan bentuk semi padat; warna sediaan mulai dari hijau dan hijau
kehitaman. Bau sabun cair khas ekstrak daun pletekan. Uji pH merupakan salah satu syarat mutu
sabun cair (Dimpudus et al., 2017). Hal tersebut dilakukan karena sabun cair kontak langsung
dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, pH semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin
mendekati asam. Akan tetapi berdasarkan pengujian, semua formula sabun cair telah memenuhi
kriteria sebagai sabun cair yang baik. Kulit mampu bertahan dan beradaptasi secara cepat
terhadap produk yang memiliki pH 9,0-10,0 (Tarun et al., 2014) menyatakan bahwa.
Homogenitas sediaan semuanya menunjukkan homogen. Hasil uji viskositas semakin tinggi
konsentrasi semakin tinggi nilai viskositasnya (cps). Viskositas sediaan menjadi salah satu yang
mempengaruhi stabilitas busa pada sabun cair (Rasyadi et.al., 2019). Selanjutnya dilakukan uji
aktivitas antijamur sediaan sabun cair terhadap Candida albicans, sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 6 dan Gambar 1.

Tabel 5. Uji Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan


Konsentrasi ekstrak (%) Kontrol negatif
Uji
20 40 60 (Basis)
Organoleptis:
1. Bentuk Semi padat Semi padat Semi padat Semi padat
2. Warna Hijau Hijau kehitaman Hijau kehitaman Putih bening
3. Bau Khas ekstrak Khas ekstrak Khas ekstrak Tidak berbau
pH 10,65 8,96 8,06 13,7
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen
Viskositas (cps) 2178 2437 2603 2855

Tabel 6. Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan Terhadap Candida albicans
Sabun cair ekstrak daun pletekan (mm)
Replikasi K(+) (mm) K(-) (mm)
20% 40% 60%
1 8,485 12,265 14,380 10,315 0,000
2 8,580 12,120 14,345 9,980 0,000
3 8,510 12,130 14,215 10,395 0,000
4 8,280 12,270 14,315 10,015 0,000
5 8,452 12,220 14,220 10,080 0,000
6 8,430 12,110 14,280 10,255 0,000
Rata-rata 8,456 12,186 14,293 10,173 0,000

Data menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak berbanding lurus dengan zona hambat. Hal
tersebut terjadi karena semakin besar kandungan senyawa aktif hasil metabolit sekunder ekstrak
daun pletekan dalam sediaan sabun cair. Analisis normalitas melaporkan bahwa data normal, nilai
sig >0,05. Uji homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi homogen, dengan nilai sig
>0,05. Hasil ANOVA melaporkan bahwa tiap perlakuan terdapat perbedaan secara signifikan
antara konsentrasi 20%, 40% dan 60% (nilai sig. <0,5). Hasil terbaik pada konsentrasi 60% karena
terlihat bahwa zona bening yang dihasilkan paling besar.
Sesuai dengan hasil uji skrining fitokimia dan KLT ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa
L.) mengandung senyawa antara lain : alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid.
Senyawa aktif tersebut yang berfungsi sebagai senyawa antijamur pada sediaan sabun cair. Khan
et al. (2016) menyatakan bahwa senyawa alkaloid bekerja sebagai penghambat biosintesa asam
nukleat pada jamur. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk mengganggu pembentukan

Page | 185
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

peseudohifa selama proses perkembangan jamur. Selain itu, protein ekstraseluler akan
membentuk kompleks dengan flavonoid sehingga terlarut, dan dapat juga bereaksi dengan
dinding sel sehingga terjadi denaturasi protein yang menyebabkan kebocoran (Aboody &
Mickymaray, 2020). Hal ini diperkuat oleh penelitian (Gutiérrez-Venegas et al., 2019),
pembentukan pseudohifa khamir pada Candida albicans selama proses patogenesis dapat
dihambat atau diganggu dengan adanya senyawa flavonoid.
Senyawa aktif yang berperan dalam sabun cair menghambat aktivitas antijamur adalah
saponin. Senyawa aktif ini dapat menyebabkan gangguan permeabilitas membran sebagai akibat
dari terbentuknya komplek dengan sterol (Faizal & Geelen, 2013). Ekstrak daun pletekan juga
mengandung senyawa tannin yang dapat menghambat kerja enzim katalase dan enzim-enzim
lainnya. Pada penghambatan kerja enzim pembentuk ergosterol pada fungi, akan menyebabkan
proses produksi ergosterol terhambat sehingga akan mengakibatkan membran plasma sel tidak
terbentuk dengan sempurna. Hal ini akan berdampak pada proses reproduksi fungi (Rahmah &
Rahman, 2010). Triterpenoid yang ada dalam daun pletekan mempunyai mempunyai fungsi
sebagai antifungi. Porin bereaksi dengan triterpenoid menghasilkan ikatan polimer yang kuat pada
membran luar dinding sel mikroba dan mengakibatkan rusaknya porin. Porin rusak berakibat
masuknya senyawa yang dapat mengurangi permeabilitas dinding sel mikroba menyebabkan
kurangnya asupan nutrisi sehingga mikroba terhambat tumbuh kembangnya bahkan mati (Pandey
& Kumar, 2013).

Gambar 1. Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Pletekan Terhadap Candida
albicans

4. KESIMPULAN
Sediaan sabun cair ekstrak daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) memiliki aktivitas antijamur
terhadap Candida albicans. Terdapat perbedaan signifikan aktivitas antijamur sabun cair pada
konsentrasi 20%, 40%, dan 60% terhadap Candida albcans. Zona hambat konsentrasi 20%, 40%
dan 60% yang dihasilkan berturut-turut sebesar 8,456mm; 12,186mm; dan 14,293mm.

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang atas terselenggaranya Hibah
Penelitian Yayasan Tahun Anggaran 2020.

6. KONFLIK KEPENTINGAN
Penulis dan peneliti menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan dalam pelaksanaan
penelitian ini.

7. DAFTAR PUSTAKA
Aboody, M. S. Al, & Mickymaray, S. (2020). Anti-fungal efficacy and mechanisms of flavonoids. In
Antibiotics. https://doi.org/10.3390/antibiotics9020045

Page | 186
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

Arundina, I., Budhy S., T. I., Luthfi, M., & Indrawati, R. (2015). Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Sudamala (Artemisia vulgaris L.). Majalah Kedokteran Gigi Indonesia.
https://doi.org/10.22146/majkedgiind.9226
Brown, G. D., Denning, D. W., & Levitz, S. M. (2012). Tackling human fungal infections. In Science.
https://doi.org/10.1126/science.1222236
Chothani, D. L., Patel, M. B., & Mishra, S. H. (2012). HPTLC Fingerprint Profile and Isolation of Marker
Compound of Ruellia tuberosa . Chromatography Research International.
https://doi.org/10.1155/2012/180103
Cushnie, T. P. T., & Lamb, A. J. (2005). Antimicrobial activity of flavonoids. In International Journal of
Antimicrobial Agents. https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2005.09.002
Dimpudus, S. A., Yamlean, P. V. Y., & Yudistira, A. (2017). Formulasi Sediaan Sabun Cair Antiseptik
Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Dan Uji Efektivitasnya Terhadap Bakteri
Staphylococcus Aureus Secara in Vitro. Pharmacon, 6(3), 208–215.
https://doi.org/10.35799/pha.6.2017.16885
Faizal, A., & Geelen, D. (2013). Saponins and their role in biological processes in plants. In Phytochemistry
Reviews. https://doi.org/10.1007/s11101-013-9322-4
Gutiérrez-Venegas, G., Gómez-Mora, J. A., Meraz-Rodríguez, M. A., Flores-Sánchez, M. A., & Ortiz-
Miranda, L. F. (2019). Effect of flavonoids on antimicrobial activity of microorganisms present in
dental plaque. Heliyon. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2019.e03013
Hanani, E. (2015). Analisis Fitokimia. In Egc.
Handayani, S. N., Purwanti, A., Windasari, W., & Ardian, M. N. (2020). Uji Fitokimia dan Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kencana Ungu (Ruellia tuberosa L.). Walisongo Journal of
Chemistry. https://doi.org/10.21580/wjc.v3i2.6119
Harborne, J. . (2006). Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan (ahli bahasa :
Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro). ITB, Bandung.
Ikhsanudin, A., & Mardhiyah, S. (2017). Formulasi dan Uji Antijerawat Gel Ekstrak Etanol 70% Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn.) terhadap Bakteri Propionibacterium acnes.
Ojs.Uho.Ac.Id.
Irmayanti, P. Y. N. P. A. D. W. C. I. S. A. (2014). Optimasi Formula Sediaan Sabun Mandi Cair Dari
Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana Linn.). Jurnal Kimia, 8(2), 237–242.
Junairiah, J., Ni’matuzahroh, N., Zuraidassanaaz, N. I., & Sulistyorini, L. (2019). Isolation And
Identification Of Secondary Metabolites Of Black Betel (Piper betle L. var Nigra). Jurnal Kimia
Riset. https://doi.org/10.20473/jkr.v3i2.12064
Kader, M. A., Parvin, S., uzzaman Chowduri, M. A., & Haque, M. E. (2012). Antibacterial, antifungal and
insecticidal activities of Ruellia tuberosa (L.) root extract. Journal of Bio-Science.
https://doi.org/10.3329/jbs.v20i0.17720
Kasenda, J. C. et. al. (2016). Formulasi Dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Ekstrak Etanol
Daun Ekor Kucing (Acalypha Hispida Burm.F) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(3), 40–47.
https://doi.org/https://doi.org/10.35799/pha.5.2016.12936
Khan, H., Mubarak, M. S., & Amin, S. (2016). Antifungal Potential of Alkaloids As An Emerging
Therapeutic Target. Current Drug Targets. https://doi.org/10.2174/1389450117666160719095517
Lin, C.-F., Huang, Y., Cheng, L.-Y., Sheu, S.-J., & Chen, C. (2006). Bioactive flavonoids from Ruellia
tuberosa. J Chin Med.
Marjoni, M. R. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. In Dasar-Dasar Fitokimia
Untuk Diploma III Farmasi.
Mora, C., Tittensor, D. P., Adl, S., Simpson, A. G. B., & Worm, B. (2011). How many species are there on
earth and in the ocean? PLoS Biology. https://doi.org/10.1371/journal.pbio.1001127
Nurlina, N., Attamimi, F., Rosvina, R., & Tomagola, M. I. (2013). Formulasi Sabun Cair Pencuci Tangan
Yang Mengandung Ekstrak Daun Kemangi (Occimum basilicum L.). As-Syifaa Jurnal Farmasi, 5(2),
119–127.
Pandey, A. K., & Kumar, S. (2013). Perspective on Plant Products as Antimicrobials Agents: A Review.
Pharmacologia. https://doi.org/10.5567/pharmacologia.2013.469.480
Rahmah, N., & Rahman, A. K. (2010). Uji fungistatik ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap Candida
albicans. Bioscientiae.
Rajan, M., Kishor Kumar, V., Satheesh Kumar, P., Swathi, K. R., & Haritha, S. (2012). Antidiabetic,
antihyperlipidaemic and hepatoprotective activity of methanolic extract of Ruellia tuberosa Linn
leaves in normal and alloxan induced diabetic rats. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research.
Rasyadi, Y., Yenti, R., & Jasril, A. P. (2019). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak
Etanol Buah Kapulaga (Amomum compactum Sol. ex Maton). PHARMACY: Jurnal Farmasi
Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 16(2), 188.
https://doi.org/10.30595/pharmacy.v16i2.5675

Page | 187
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Masduqi, A.F. dan Syukur, M., 2021

Tarun, J., Susan, J., Suria, J., Susan, V. J., & Criton, S. (2014). Evaluation of pH of bathing soaps and
shampoos for skin and hair care. Indian Journal of Dermatology. https://doi.org/10.4103/0019-
5154.139861

Page | 188
JFSP Vol.7, No.2, November 2021, Hal: 180-188
Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 6.No.1 Juni 2020
Avaiable online at www.jurnal-pharmaconmw.com/jmpi
p-ISSN : 2442-6032
e-ISSN : 2598-9979

Formulasi Dan Uji Aktivitas Sediaan Sabun Cair Pembersih


Kewanitaan Ekstrak Daun Waru (Hibiscus tiliaceus) Terhadap Jamur
Candida albicans

Nikeherpianti Lolok, Nurhatidjah Awaliyah, Windi Astuti


Program Studi Farmasi, STIKES Mandala Waluya, Kendari

ABSTRAK
Keputihan merupakan salah satu dari gejala One-Way ANNOVA. Hasil penelitian
gangguan organ reproduksi yang disebabkan menunjukkan bahwa ekstrak daun waru positif
oleh jamur yang ditandai dengan keluarnya mengandung senyawa flavanoid, saponin,
cairan berlebih dari vagina sehingga triterpenoid dan sterol, tanin dan polifenol.
menimbulkan bau yang tidak sedap yang Ekstrak dalam formulasi sediaan sabun cair
biasanya dialami oleh wanita. Daun waru pembersih kewanitaan ekstrak daun waru
(Hibiscus tiliaceus) merupakan salah satu memenuhi syarat evaluasi fisik dimana sabun
tanaman yang berpotensi sebagai antijamur. cair pembersih kewanitaan tersebut tetap
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk berwarna hijau pekat, bau khas mawar serta
mengetahui stabilitas fisik sediaan sabun cair bentuknya cair. Sabun cair pembersih
pembersih kewanitaan ekstrak daun waru serta kewanitaan ekstrak daun waru dengan
untuk mengetahui konsentrasi paling baik konsentrasi 5% memiliki daya hambat sebesar
dalam menghambat aktivitaas terhadap jamur 21,10 mm, konsentrasi 10% sebesar 21,77 mm
Candida albicans. Penelitian dilakukan secara dan konsentrasi 15% sebesar 20,55 mm
laboratorium eksperimental, sampel terhadap jamur Candida albicans dengan
diekstraksi dengan metode maserasi diperoleh hasil analisis anova yang signifikan
menggunakan pelarut etanol 96% dan 0,01 (p<0,05).
diperoleh ekstrak kental sebanyak 99,94 gram.
Ekstrak kental digunakan sebagai antijamur Kata Kunci: Sabun cair pembersih
dalam pembuatan sabun cair pembersih kewanitaan, ekstrak daun waru
kewanitaan pada konsentrasi ekstrak 5%, 10%, (Hibiscus tiliaceus), Antijamur,
dan 15%. Selanjutnya dilakukan skrining Candida albicans
fitokimia, formulasi sediaan serta evaluasi fisik
sediaan meliputi uji organoleptik, pH, Penulis Korespondensi :
homogenitas, tinggi busa dan uji iritasi. Nikeherpianti Lolok
Selanjutnya uji aktivitas antijamur dilakukan Program Studi Farmasi, STIKES Mandala
dengan menggunakan metode cakram disk. Waluya, Kendari
Analisis data dilakukan dengan menggunakan E-mail : nikeherpianti.apt@gmail.com

PENDAHULUAN
Kesehatan organ reproduksi daerah yang penting untuk dirawat dan
sangatlah penting untuk diperhatikan, butuh perhatian khusus karena
dimana organ reproduksi misalnya letaknya yang tertutup.
pada wanita seperti vagina merupakan
60

Keputihan atau dikenal dengan penduduk wanita di Kota Kendari


istilah medisnya Flour Albus, adalah (Darma,dkk 2017) dan sekitar 85-95%
cairan yang berlebihan yang keluar dari keputihan disebabkan oleh jamur
vagina. Cairan keputihan yang normal Candida albicans (Handayani, dkk
itu berwarna putih jernih, bila 2017).
menempel pada pakaian dalam akan Penanganan dari keputihan yang
berwarna kuning terang konsistensi disebabkan oleh Candida albicans
seperti lender, encer atau kental dapat berupa perilaku sehat dalam
tergantung siklus hormon, tidak berbau menjaga kebersihan alat kelamin,
dan tidak menimbulkan keluhan Menjaga kebersihan pakaian dalam,
(Indah, 2011). dan mencuci tangan sebelum mencuci
Prevalensi masalah kesehatan alat kelamin serta penggunaan obat-
refroduksi di Indonesia semakin obat kimia (Marhaeni, 2016). Obat-
meningkat. Berdasarkan hasil obat keputihan diantaranya adalah
penelitian menyebutkan bahwa tahun Flusitosin, Ketokenazol, Flukonazol,
2010, 52% wanita di Indonesia Posakonazol, dan Ekinokandin
mengalami keputihan, kemudian pada fluconazole yang merupakan beberapa
tahun 2011, 60% wanita pernah pilihan pengobatan antifungal Candida
mengalami keputihan, sedangkan albicans (Katzung, 2013). Penggunaan
tahun 2012 hampir 70% wanita di antijamur yang tidak sesuai dengan
Indonesia pernah mengalami aturannya sering menjadi penyebab
keputihan, dan pada tahun 2013 bulan terjadinya resistensi jamur (Elin dkk,
januari hingga agustus hampir 55% 2008), sehingga hal inilah yang
wanita pernah mengalami keputihan. memicu untuk mencari agen-agen
Kasus flour albus di Sulawesi Tenggara pengobatan yang baru yang lebih
pada tahun 2010 mencapai 37 kasus efektif dalam menghambat aktivitas
dengan prevalensi 33.8 per 1.000.000 jamur dan memiliki efek samping yang
penduduk wanita. Terjadi peningkatan lebih rendah salah satu upaya yang
kasus flour albus pada tahun 2011, dilakukan ialah dengan penggunaan
mencapai 90 kasus dengan prevalensi bahan tradisional karena dinilai
80.5 per 1.000.000 penduduk wanita. memiliki efek samping yang lebih kecil
Terjadi penurunan kasus kasus flour dibandingkan dengan yang berasal dari
pada tahun 2012 mencapai 54 kasus bahan kimia dan harganya yang relatif
dengan prevalensi 49.6 per 1.000.000 terjangkau (Putri, 2010).

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


61

Salah satu tanaman obat kewanitaan (Feminime Hygiene)


tradisional yang banyak dimanfaatkan ekstrak daun waru terhadap jamur
di Indonesia adalah daun waru candida albicans sebagai antifungi dan
(Hibiscus tiliaceus L.) dimana daun sebagai bukti ilmiah. Penelitian ini
waru mengandung senyawa saponin, dapat menjadi upaya untuk mengatasi
flavanoid, polifenol dan triterpenoid masalah keputihan dan meminimalkan
yang dapat berkasiat sebagai antifungi penggunaan obat-obat kimia dan
(Saleh, dkk.,2020) dan berdasarkan memperkecil efek samping yang
penelitian yang dilakukan kusuma ditimbulkan akibat penggunaan obat
(2009) tanaman waru yang memiliki kimia.
khasiat antifungi ialah pada bagian METODE PENELITIAN
batangnya dimana pada konsentrasi Adapun tujuan dari penelitian
15,8% berefek sebagai antifungi dan ini yaitu untuk mengetahui stabilitas
kandungan pada batang tanaman waru fisik sediaan sabun cair pembersih
ialah alkaloid, triterpenoid, flavanoid kewanitaan (Feminime Hygiene) dari
dan karbohidrat dan pada daun ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus)
tanaman waru pada konsentrasi 5% serta untuk mengetahui konsentrasi
sampai 20% menunjukkan efek efektif sediaan sabun cair pembersih
antibakteri yang terus meningkat, kewanitaan (Feminime Hygiene) dari
kandungan yang terdapat pada daun ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus)
tanaman waru ialah saponin, steroid, memiliki aktivitas antifungi terhadap
tanin, polifenol, dan flavanoid Candida albicans.
(Lusiana,dkk 2013). A. Alat Penelitian
Untuk menjaga sistem organ Adapun alat-alat yang
kewanitaan biasanya wanita digunakan dalam penelitian ini yaitu,
menggunakan cairan pembersih untuk autoklaf (Mammert), batang
membersihkannya dan umumnya pada pengaduk, cawan porselin, cawan petri,
masyarakat didaerah perkotaan lebih gelas kimia (pyrex), erlenmeyer, batang
menyukai hal-hal yang praktis sehingga pengaduk, gelas ukur (pyrex), hot
sediaan sabun cair dipilih, karena lebih plate, inkubator (yenaco), jangka
mudah digunakan juga lebih higienis. sorong, jarum ose, kertas saring, kapas,
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu lumpang dan alu, lakban hitam, pH
dilakukan pengujian tentang potensi meter, pingset, pipet ukur pyrex 10 ml,
sediaan sabun cair pembersih pipet ukur (pyrex), pipet tetes (pyrex) 1

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


62

ml, cakramdisk, rotavapor, tabung Setelah itu sampel ditiriskan untuk


reaksi (pyrex), rak tabung, timbangan mengurangi kandungan air pada saat
analitik, timbangan digital, water bath, sortasi basah, kemudian dilakukan
wadah maserasi, laminar air flow perajangan, daun waru yang telah
(Cryste), lampu spiritus dan oven dirajang kemudian diangin-anginkan
(yenaco), vakum, dan rotavapor. hingga kering lalu ditimbang.
B. Bahan Penelitian 4. Ekstraksi
Bahan-bahan yang digunakan Dilakukan proses ekstraksi
dalam penelitian ini yaitu, daun waru, dengan menggunakan metode
Propilen glikol (Dow), Setil alkohol maserasi. Adapun sampel daun waru
(Lansida), Adeps lanae yang digunakan sebanyak 832,88 g
(Dwilabmandiri), Cera flava kemudian ditambahkan pelarut etanol
(Dwilabmandiri), Asam sitrat 96% sebanyak 6.246 mL hingga sampel
(Emprove), Oleum rosae terendam atau selapis di atas
(Dwilabmandiri), Aquadest (Maxlab), permukaan sampel. Wadah ditutup
Media PDA (Potato Dekstrosa Agar), toples dengan lakban hitam yang
DMSO, dan Etanol 96%. sebelumnya dilapisi dengan almunium
C. Prosedur Kerja foil, kemudian wadah disimpan
1.Pengambilan Sampel disimpan selama 3 hari pada suhu
Sampel diperoleh dari Desa kamar, terlindung dari cahaya. Dengan
Lalonggowuna Kec. Tongauna Kab. perlakuan tiap hari diaduk sebanyak 3
Konawe. kali sehari yakni pagi, siang dan sore
2. Determinasi Sampel hingga pada hari ke-3. Kemudian
Determinasi sampel dilakukan maserat yang diperoleh disaring
di Laboratorium Biologi Fakultas FKIP kemudian dikumpulkan, lalu
Universitas Halu Oleo dengan nomor dipekatkan dalam rotary evaprator
surat 30/BIO/PL/IV/2019. (65oC, 60 rpm) hingga menghasilkan
3. Pengolahan Sampel ekstrak kental .
Sampel yang digunakan adalah 5. Skrining Kandungan Kimia
daun waru. Daun waru yang telah a . Pemeriksaan Alkaloid
dipetik kemudian disortasi kering Larutan ekstrak uji sebanyak
dipisahkan daun dari batang, setelah 2 mL diuapkan di atas cawan
daun dipisahkan dari batangnya porselin hingga di dapat residu.
kemudian dilakukan sortasi basah. Residu kemudian dilarutkan

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


63

dengan 5 mL HCl 2 N. Larutan c. Tanin dan Polifenol


yang didapat kemudian dibagi ke Larutan ekstrak uji sebanyak 1 mL
dalam 3 tabung reaksi. Tabung direaksikan dengan larutan besi
pertama ditambahkan dengan (III) klorida 10%, jika terjadi
HCl 2 N yang berfungsi sebagai warna biru tua, biru kehitaman
blanko. Tabung kedua atau hitam kehijauan
ditambahkan Pereaksi menunjukkan adanya senyawa
Dragendorff sebanyak 3 tetes dan polifenol dan tanin.
tabung ketiga ditambahkan d. Pemeriksaan Saponin
Pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Ekstrak uji dimasukkan ke
Terbentuknya endapan jingga dalam tabung reaksi,
pada tabung kedua dan endapan ditambahkan 10 mL air panas,
putih hingga kekuningan pada dinginkan dan kemudian dikocok
tabung ketiga menunjukkan kuat-kuat selama 10 detik.
adanya alkaloid (Idadi,2013). Terbentuk buih yang mantap
b. Pemeriksaan Sterol dan selama tidak kurang dari 10 menit
Triterpenoid setinggi 1-10 cm. Pada
Ekstrak dilarutkan dalam penambahan HCl 2 N, buih tidak
0,5 mL kloroform, lalu ditambah hilang.
dengan 0,5 mL asam asetat e. Pemeriksaan Flavonoid
anhidrat. Selanjutnya, campuran Larutan ekstrak uji sebanyak
ini ditetesi dengan 2 mL asam 1 ml diuapkan hingga kering,
sulfat pekat melalui dinding sisanya dibasahkan dengan
tabung tersebut. Bila terbentuk aseton P, ditambahkan sedikit
warna hijau kebiruan serbuk halus asam borat P dan
menunjukkan adanya sterol. Jika serbuk halus asam oksalat P,
hasil yang diperoleh berupa cincin dipanaskan hati-hati di atas
kecokelatan atau violet pada penangas air dan dihindari
perbatasan dua pelarut, pemanasan berlebihan. Sisa yang
menunjukkan adanya diperoleh dicampur dengan 10
triterpenoid (Idadi, 2013). mL eter P, dan kemudian diamati
dengan sinar UV 366 nm; larutan
berfluorosensi kuning intensif,
menunjukkan adanya flavonoid.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


64

6. Formula minyak dalam lumpang secara


Bahan Formula bersamaan dan digerus hingga
A B C Kontr Kegu terbentuk emulsi kemudian
(% (% (% ol naan
) ) ) negat ditambahkan air sedikit demi sedikit
if
sambil terus digerus, tambahkan
Ekstrak 5% 10 15 - Zat
Daun % % Aktif ekstrak daun waru, oleum rosae, dan
Waru
Na 10 10 10 10 % Emulg asam sitrat kemudian lalu digerus
Lauril % % % ator
Sulfat hingga homogen dan dicukupkan
Propilen 4% 4% 4% 4% Pelem
glikol but volumenya dengan aquades hingga 50
dan
pelem mL. Dimasukkan ke dalam wadah yang
bab
Setil 2% 2% 2% 2% Pembe telah disiapkan dan ditutup hingga
alKohol ntuk
sabun rapat.
Adeps 2% 2% 2% 2% Pembe
lanae ntuk 8. Evaluasi Stabilitas Fisik Sediaan
sabun
Cera 2% 2% 2% 2% Pembe Sabun Cair Pembersih Kewanitaan
flava ntuk
sabun (Feminime Hygiene) Ekstrak Daun
Asam 0,2 0.2 0.2 0.25 % Pengat
sitrat 5% 5% 5% ur pH Waru
Oleum 1 1 1 1 mL Pengar a. Uji Organoleptik
rosae mL mL mL oma
Aquades Ad Ad Ad Ad 50 Pelaru Sediaan dianalisa mengenai
t 50 50 50 mL t
mL mL mL bentuk, warna dan bau dari
sediaan sabun cair, secara visual.
7. Prosedur Kerja Pembuatan Sediaan b. Uji pH
Sabun Cair Kewanitaan (Feminime Pengukuran pH sediaan
Hygiene) Ekstrak Daun Waru dilakukan dengan menggunakan
Ditimbang ekstrak daun waru, kertas pH. Dimasukkan kertas pH
sodium laurill sulfat, propilen glikol, kedalam sediaan sabun yang telah
oleum rosae, setil alkohol, adeps lanae, dibuat, kemudian ditunggu
cera flava, asam sitrat dan aquadest. hingga kertas pH kering.
Dibuat fase minyak dengan melebur c. Uji homogenitas
setil alkohol, adeps lanae, cera flava Sebanyak 1 mL sediaan
pada suhu 70oC diatas hot plate, Dibuat sabun ekstrak daun waru dan
fase air dengan melebur sodium laurill diletakkan diatas kaca arloji
sulfat, propilen glikol dan aquadest kemudian lalu diraba apakah
diatas hot plate pada suhu 70oC. terdapat butiran kasar pada
Dicampurkan fase air kedalam fase sediaan tersebut.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


65

d. Uji Tinggi Busa kapas yang telah dilapisi kain


Sediaan dipipet sebanyak 1 kasa, dibungkus tabung reaksi
mL, dimasukkan ke dalam tabung dan erlenmeyer menggunakan
reaksi, kemudian ditambahkan kertas dan dimasukkan alat yang
aquades hingga 10 mL, dikocok tidak berskala kedalam oven pada
dengan membolak-balikkan suhu 180oC selama 2 jam.
tabung reaksi, lalu segera diukur Sedangkan alat yang berskala
tinggi busa yang dihasilkan. Lalu, dimasukkan kedalam autoklaf
tabung didiamkan selama 5 dan kunci rapat, kemudian
menit, kemudian diukur lagi disambungkan pada stok kontak,
tinggi busa yang dihasilkan ditunggu hingga mencapai suhu
setelah 5 menit. 121OC selama 15 menit, dibuka
e. Uji iritasi tutup/klem autoklaf, dikeluarkan
Prinsip Uji iritasi mukosa uap dari autoklaf dan dikeluarkan
vagina adalah sediaan uji alat-alat yang telah disterilisasi.
dipaparkan kedalam lapisan b. Sterilisasi media
mukosa vagina hewan uji selama Adapun prosedur sterilisasi
tidak kurang dari 5 kali media dalam penelitian ini yaitu
pemaparan dengan selang waktu terlebih dahulu dibungkus media
antar pemaparan 24 jam. Selama yang telah dibuat dengan
pemaparan, jaringan mukosa menggunakan kertas kemudian
vagina diamati kemungkinan dibuka tutup autoklaf serta
adanya eritema, eksudat dan aluminiumnya dan dimasukkan
udema. media kedalam autoklaf, ditutup
9. Penyiapan Sterilisasi rapat autoklaf, lalu di kunci rapat
a. Sterilisasi alat dan disambungkan pada stok
Adapun prosedur sterilisasi kontak, ditunggu hingga
alat dalam penelitian ini yaitu, mencapai suhu 121OC selama 15
disiapkan alat yang akan menit., dibuka tutup/klem
digunakan kemudian dibersihkan autoklaf dan dikeluarkan uap dari
alat tersebut dengan sabun dan autoklaf, dikeluarkan media yang
air dan dikeringkan. Selanjutnya telah disterilkan, didinginkan
ditutup mulut tabung reaksi dan kemudian dicairkan hingga larut,
erlenmeyer dengan menggunakan media siap digunakan.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


66

c. Pembuatan Media PDA biakan jamur Candida albicans


Ditimbang 3,9 g, yang telah diremajakan dimedia
dimasukkan ke dalam PDA, dimasukkan kedalam
enlenmeyer, kemudian dilarutkan tabung reaksi yang telah berisi
dengan aquadest hingga 100 mL. larutan NaCl 0,9% sebanyak 9 mL
Lalu dikocok hingga , dipanaskan kemudian dikocok hingga
dalam air mendidih sambil diperoleh suspensi jamur.
dikocok sekali-kali selama 1 menit 10. Pengujian Zona Hambat Sabun Cair
atau sampai serbuk larut Kewanitaan Ekstrak Daun Waru
sempurna. Dimasukkan kedalam Terhadap Pertumbuhan Jamur
tabung reaksi sebanyak 5 mL. Candida albicans dengan metode
Disterilkan kedalam autoklaf cakram disk
pada suhu 121oC selama 15 menit. Sebanyak 1 mL suspensi
Diletakkan tabung dengan posisi mikroba uji dimasukkan ke dalam
miring kurang lebih 15 menit, cawan petri yang masing-masing berisi
biarkan memadat media siap 15 ml media PDA, Setelah media padat
digunakan sebagai media diletakkan kertas cakram steril yang
pertumbuhan untuk jamur telah dicelupkan sediaan uji. Lalu
Candida albicans. diinkubasi selama 48 jam pada suhu
30oC. Diamati adanya pertumbuhan
d. Penyiapan Jamur uji mikroba uji dan diukur daerah
Prosedur penyiapan jamur hambatan dengan jangka sorong
pada penelitian ini yaitu (Anggraini, 2012).
dilakukan Peremajaan Jamur, D. Pengumpulan dan
diambil satu ose biakan murni Pengelolaan Data
jamur Candida albicans dengan Pengolahan data pada penelitian
menggunakan jarum ose yang ini khusus dilakukan menggunakan
telah disterilkan, digoreskan pada Analisis One-Way ANOVA
media PDA miring, diinkubasi menggunakan perangkat program
pada suhu 35-37°C selama 24 jam. SPSS versi 20 dengan membandingkan
Selanjutnya dilakukan hasil dari pengujian daya hambat
pembuatan suspensi jamur sediaan terhadap jamur Candida
dengan cara sebanyak satu ose albicans.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


67

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Hasil Ekstraksi Ekstrak Etanol 96% Daun Waru Dengan Metode Maserasi

Pelarut Berat Serbuk Warna Ekstrak Berat Ekstrak Hasil


Pekat Pekat Rendemen (%)

Etanol 832,88 gr Hijau Pekat 99,94 gr 11,99%


96% Kehitaman

Tabel 2. Hasil dari Uji Fitokimia Ekstrak Daun Waru


No Senyawa Kimia Hasil Keterangan

1. Alkaloid
- Dragendrof (-) Tidak terbentuk endapan jingga
- Mayer (-) Tidak terbentuk endapan putih hingga
kekuningan
2. Flavanoid (+) Terbentuk warna kuning intensif
3. Saponin (+) Terbentuk gelembung dan busa
4. Sterol (+) Terbentuk warna hijau kebiruan
5. Triterpenoid (+) Terbentuk cincin kecoklatan pada
perbatasan dua pelarut
6. Tannin dan polifenol (+) Terbentuk warna biru kehitaman
Keterangan:
(+) : Hasil Uji Positif
(-) : Hasil Uji Negatif

Tabel 3. Hasil dari pemeriksaan organoleptik sediaan sabun cair pembersih kewanitaan ekstrak daun
waru
Sediaan Pemeriksaan Pengamatan Pada Minggu Ke-
I II III IV
A Warna Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat
B Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat
C Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat Hijau Pekat
D Putih Keruh Putih Keruh Putih Keruh Putih Keruh
E Orens Muda Orens Muda Orens Muda Orens Muda
A Bau/ Aroma Bau khas Bau khas Bau khas Bau khas
mawar mawar mawar mawar

B Bau khas Bau khas Bau khas Bau khas


mawar mawar mawar mawar
C Bau khas Bau khas Bau khas Bau khas
mawar mawar mawar mawar
D Bau khas Bau khas Bau khas Bau khas
mawar mawar mawar mawar
E Bau khas Bau khas Bau khas Bau khas
lactacyd® lactacyd® lactacyd® lactacyd®
A Bentuk Cair Cair Cair Cair
B Cair Cair Cair Cair
C Cair Cair Cair Cair
D Cair Cair Cair Cair
E Cair Cair Cair Cair
Keterangan :
A : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 5%
B : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 10%
C : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 15%
D : Formulasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Tanpa Ekstrak

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


68

E : Kontrol Positif (Sediaan Sabun Cair Kewanitaan)

Tabel 4. Hasil dari Pemeriksaan pH Sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak Daun Waru

Sediaan Pengamatan Minggu Ke- Rata-rata


I II III IV
A 3 3 3 3 3
B 4 4 4 4 4
C 4 4 5 5 4,5
D 3 3 3 3 3
E 3 3 3 3 3
Keterangan :
A : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 5%
B : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 10%
C : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 15%
D : Formulasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Tanpa Ekstrak
E : Kontrol Positif (Sediaan Sabun Cair Kewanitaan)

Tabel 5. Hasil dari Pemeriksaan Tinggi Busa Sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak
Daun Waru

Sediaa Pengamatan (Minggu ke)


n
I II III
IV
Setelah Setela Setelah Setela Setelah Setela Setelah Setela
dikoco h5 dikoco h5 dikoco h5 dikoco h5
k menit k menit k menit k menit
A 1,5 cm 1,5 cm 2,5 cm 2,5 cm 2,5 cm 2 cm 2 cm 2 cm
B 1,5 cm 1,5 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm
C 1 cm 1 cm 2 cm 1,5 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm
D 1 cm 1 cm 2,5 cm 2,5 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm
E 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm
Keterangan :
A : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 5%
B : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 10%
C : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 15%
D : Formulasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Tanpa Ekstrak
E : Kontrol Positif (Sediaan Sabun Cair Kewanitaan)

Tabel 6. Hasil dari Pemeriksaan homogenitas Sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak
Daun Waru
Sediaan Pengamatan Minggu Ke-
I II III IV
A Homogen Homogen Homogen Tidak Homogen
B Homogen Homogen Homogen Homogen
C Homogen Homogen Homogen Homogen
D Homogen Homogen Tidak Homogen Tidak Homogen
E Tidak Homogen Tidak Homogen Tidak Homogen Tidak Homogen
Keterangan :
A : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 5%
B : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 10%
C : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 15%
D : Formulasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Tanpa Ekstrak
E : Kontrol Positif (Sediaan Sabun Cair Kewanitaan)

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


69

Tabel 7. Hasil Uji Iritasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak Daun Waru

Sediaan Pengamatan hari ke-


I II III IV V
A Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi
B Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi
C Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi

D Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi
E Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi mengiritasi
Keterangan :
A : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 5%
B : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 10%
C : Formulasi dengan Konsentrasi Ekstrak 15%
D : Formulasi Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Tanpa Ekstrak
E : Kontrol Positif (Sediaan Sabun Cair Kewanitaan)

Tabel 8. Hasil diameter zona hambat ekstrak daun waru dengan metode cakram disk
Reflikasi
No Konsentrasi Rata-rata (mm)
I II III
1. 5% 11 10 10 10.33 mm
2. 10% 12 12 12 12 mm
3. 15% 11 11 11 11 mm

Tabel 9. Rata-rata hasil diameter zona hambat sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan daun
Waru dengan metode Cakram disk

Hasil Pengamatan
Pemeriksaa
Sediaan
n Perlakuan Perlakuan Perlakuan Rata-rata
I II III (mm)
A (5%) 21,66 mm 20.33 mm 21,33 mm 21,10 mm
B (10%) 22,66 mm 21,33 mm 21,33 mm 21,77 mm
C (15%) Jamur 20 mm 20 mm 21,66 mm 20.55 mm
D Candida 15,66 mm 13,66 mm 16,66 mm 15,32 mm
(Lactacyd®) albicans
E 16 mm 20 mm 20 mm 18,66 mm
(Blanko)
Keterangan :
Perlakuan I : Hasil Rata-rata dari A1 B1 C1 D1 E1
Perlakuan II : Hasil Rata-rata dari A2 B2 C2 D2 E2
Perlakuan III : Hasil Rata-rata dari A3 B3 C3 D3 E3

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


70

Grafik Rata-rata (mm) Zona Terhadap


Jamur Candida albicans
25

20

15

10

0
A B C D E

Gambar 1. Grafik Deviasi Zona Hambat Sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak Daun
Waru
Keterangan:
A : Daya hambat sediaan dengan konsenstrasi ekstrak 5%
B : Daya hambat sediaan dengan konsenstrasi ekstrak 10%
C : Daya hambat sediaan dengan konsenstrasi ekstrak 15%
D : Daya hambat sediaan Lactacyd®
E : Daya hambat blanko (sediaan tanpa ekstrak)

Sampel yang digunakan pada Metode maserasi dipilih karena


penelitian ini ialah tumbuhan daun dapat mengekstraksi senyawa aktif
waru (Hibiscus tiliaceus). Daun waru dengan baik melalui perendaman tanpa
yang digunakan pada penelitian ini pemanasan sehingga dapat
diperoleh di desa Lalongngowuna menghindari kerusakan komponen
Kecamatan Tongauna Kabupaten senyawa yang labil dan tidak tahan
Konawe karena didaerah tersebut panas (Dean.2009). Pelarut yang
banyak tumbuh ditepi sungai. digunakan yaitu etanol 96%, pemilihan
Pengambilan sampel dilakukan pada pelarut tersebut karena lebih mudah
pagi hari karena saat pagi hari melarutkan senyawa-senyawa
intensitas cahaya matahari masih metabolit aktif yang berefek sebagai
rendah, suhu lingkungan rendah, antijamur seperti fenol, tanin, dan
kelembaban udara tinggi, sehingga flavanoid. Metode tersebut dilakukan
tingkat evaporasi rendah, transpirasi selama 3 hari dengan sesekali
tanaman rendah, dan tekanan turgor pengadukan yang bertujuan agar
tanaman menjadi tinggi yang ditandai semua bagian simplisia dapat
dengan kondisi fisik daun yang segar bercampur dengan etanol kemudian
dan hijau (Dwinatari, 2015). Setelah dilanjutkan dengan penyaringan,
proses pengambilan sampel, dilakukan Filtrat kemudian dipekatkan dengan
pengeringan dan penyerbukan.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


71

rotary evaporator (Dwicahyani, menunjukkan hasil dengan


dkk.,2019) terbentuknya cincin kecoklatan, uji
Hasil Ekstrak daun waru sterol menunjukkan warna hijau
ditunjukkan pada tabel 1 dengan kebiruan, dan pada uji alkaloid
perhitungan rendemen yang diperoleh menunjukkan hasil negatif karena tidak
sebesar 11,99%. Perhitungan rendemen terbentuk endapan putih hingga
ini dapat berfungsi untuk mengetahui kukuningan. Hasil yang diperoleh
berapa persentase jumlah ekstrak daun tersebut tidak sesuai dengan hasil
waru dengan simplisia daun waru yang skrining fitokimia yang dilakukan oleh
digunakan. Ekstrak kental yang Supartono (2016) yang meliputi uji
diperoleh akan dilakukan skrining alkaloid, saponin, flavanoid dan tanin
fitokimia serta dilanjutkan ke tahap dimana pada uji yang dilakukannya
formulasi. ekstrak daun waru positif mengandung
Skrining fitokimia dilakukan senyawa alkaloid, saponin, dan tanin
untuk mengetahui kandungan ekstrak sedangkan untuk flavanoid tidak
daun waru. Skrining fitokimia terkandung dalam ekstrak daun waru
dilakukan meliputi uji alkaloid, tanin dan pada uji skrining fitokimia yang
dan polifenol, sterol dan triterpenoid, dilakukan oleh Lusiana (2013) yang
saponin dan flavanoid. Berdasarkan meliputi uji saponin, tanin, polifenol,
Tabel 2 diketahui bahwa ekstrak daun flavanoid, sterol dan triterpenoid,
waru mengandung senyawa flavonoid, ekstrak daun waru mengandung
tanin, saponin, polifenol, triterpenoid senyawa saponin, steroid, tanin,
dan sterol. Sedangkan kandungan polifenol, dan flavanoid sedangan
senyawa alkaloid tidak terkandung triterpenoid tidak terkandung dalam
dalam ekstrak daun waru. Dimana pada ekstrak daun waru. Adanya perbedaan
uji flavanoid menunjukkan hasil positif hasil yang diperoleh dikarenakan
dengan terbentuknya warna kuning perbedaan kondisi lingkungan tiap
intensif, pada uji tanin dan polifenol suatu daerah itu berbeda-beda mulai
menunjukan hasil positif yang dari suhu hingga tanahnya hal ini
ditunjukkan dengan terbentuknya sejalan dengan Marini (2016)
warna hitam kehijauan, pada uji mengatakan bahwa adanya perbedaan
saponin menunjukkan hasil positif hasil dikarenakan dari kandungan hara
karena setelah proses pengocokan tanah dan menurut Meisarani (2016)
timbul busa, pada uji triterpenoid

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


72

perbedaan hasil yang diperoleh karena kewanitaan stabil selama penyimpanan


pengaruh kondisi lingkungan. pada suhu kamar (25oC), dimana hal
Evaluasi stabilitas fisik sediaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
sabun cair pembersih kewanitaan Uji pH merupakan salah satu
meliputi pengamatan organoleptik, syarat mutu sabun cair kewanitaan. Hal
pengukuran pH, pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui
homogenitas, tinggi busa. Evaluasi keamanan sediaan saat digunakan agar
aktivitasnya diamati menggunakan tidak mengiritasi kulit bagian
metode pengujian iritasi serta uji kewanitaan dan dapat menimbulkan
aktivitas sediaan sabun cair pembersih masalah dan merusak flora normal
kewanitaan terhadap jamur Candida dalam vagina jika pH-nya tidak sesuai
albicans. dengan pH pada daerah kewanitaan.
Uji organoleptik dilakukan untuk Berdasarkan uji pH yang dilakukan dari
mengetahui karakteristik fisik sabun minggu pertama hingga keempat
cair pembersih kewanitaan ekstrak sediaan sabun cair pembersih
daun waru apakah telah memenuhi kewanitaan ekstrak daun waru dengan
kriteria yang diinginkan atau tidak. konsentrasi ekstrak 5% memiliki pH 3,
Pengujian ini dilakukan secara visual konsentrasi 10% memiliki pH 4 dan
berdasarkan karakteristik bentuk, konsentrasi 15% pada minggu pertama
warna dan bau sediaan sabun cair hingga kedua memiliki pH 4 dan pada
pembersih kewanitaan, pemeriksaan minggu ketiga dan keempat memiliki
organoleptik dilakukan selama 4 pH 5 walaupun terjadi perubahan pH
minggu. Berdasarkan hasil pada konsentrasi 15% pada minggu
pengamatan organoleptik ketiga dan keempat namun pH tersebut
menunjukkan bahwa sediaan sabun masih masuk dalam range pH sediaan
cair pembersih kewanitaan ekstrak sabun cair kewanitaan, dimana
daun waru dengan berbagai menurut Chusniasih (2018)
konsentrasi seperti 5%, 10% dan 15% persyaratan pH sabun cair pembersih
dari minggu pertama hingga keempat kewanitaan yang sesuai dengan pH
tetap berwarna hijau pekat, bau khas normal daerah kewanitaan yaitu pH
mawar, cair dan tidak ada 3,5-4,5 dan persyaratan pH sediaan
pertumbuhan bakteri maupun jamur, sabun cair pembersih kewanitaan
hal tersebut menunjukkan bahwa menurut mutmainah (2016) berkisar
sediaan sabun cair pembersih antara pH 5.5 -8,5 nilai tersebut tidak

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


73

akan mengganggu flora normal bakteri ini sejalan dengan pernyataan


dalam vagina. anggraini (2012) dimana hal tersebut
Berdasarkan hasil pengukuran uji dikaitkan pada nilai estetika yang
tinggi busa pada sediaan sabun cair disukai konsumen, namun untuk sabun
pembersih kewanitaan menunjukkan pembersih kewanitaan (feminine
bahwa tidak adanya perbedaan yang hygiene) tidak boleh tinggi atau busa
secara signifikan pada minggu pertama harus rendah.
hingga minggu keempat, hasil tinggi Pemeriksaan homogenitas
busa diperoleh sediaan dengan sediaan sabun cair pembersih
konsentrasi ekstrak 5% memiliki tinggi kewanitaan ekstrak daun waru yang
busa 1,5 cm hingga 2,5 cm, konsentrasi dilakukan dari minggu pertama hingga
10% memiliki tinggi busa 1,5 cm hingga keempat menunjukkan bahwa pada
2 cm dan konsentrasi 15% memiliki minggu pertama hingga minggu kedua
tinggi busa antara 1 cm hingga 2 cm hal sediaan dengan konsentrasi ekstrak
tersebut dapat dilihat pada tabel 5. 5%, 10% 15% dan blanko homogen dan
Adanya perbedaan tinggi busa yang sediaan E tidak homogen. Pada minggu
diperoleh dari ketiga sediaan selama ketiga sediaan yang homogen ialah
pengujian dikarenakan timbulnya busa sediaan dengan konsentrasi ekstrak
diakibatkan oleh adanya pengocokan 5%, 10% dan 15% sedangkan sediaan
sementara pengocokkan ini dilakukan blanko serta lactacyd® tidak homogen
oleh manusia sehingga kekuatan dan pada minggu keempat sediaan
pengocokkan itu tidak bisa distabilkan yang homogen ialah sediaan dengan
sehingga hasil tinggi busa tidak sama konsentrasi ekstrak 10% dan 15%
tiap waktu hal ini sejalan dengan sedangkan sediaan dengan konsentrasi
pernyataan Jusnita (2017) adanya 5%, blanko dan lactacyd® tidak
perbedaan tinggi busa dari sediaan homogen, hal tersebut dapat dilihat
dikarenakan dari kuatnya pengojokkan pada tabel 6. Penyebab ketidak
pada saat pengujian. Uji tinggi busa homogenan yang terjadi pada mingga
dilakukan untuk melihat seberapa keempat terhadap sediaan dengan
banyak busa dihasilkan. Tidak ada konsentrasi ekstrak 5% dikarenakan
syarat tinggi busa minimum atau konsentrasi ekstraknya masih sedikit
maksimum untuk suatu produk karena sehingga intensitas warnanya itu tidak
tinggi busa tidak menunjukkan sepekat dengan konsentrasi ekstrak
kemampuan dalam membersihkan. Hal 10% dan 15% jadi homogenitasnya

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


74

masih dapat terlihat, dan didukung kemerahan yang timbul pada vagina
juga dengan sediaan blanko dimana kelinci dimana pengamatan edema dan
pada minggu ketiga sediaan blanko eritema dilakukan secara visual dan
tersebut tidak homogen, karena diraba sehingga dapat dinyatakan
sediaan blanko tersebut tidak stabil dan bahwa sabun pembersih kewanitaan
berhubung sediaan dengan konsentrasi (feminine hygiene) tidak dapat
5% intensitas warnanya masih dapat mengiritasi kulit, hal ini sejalan dengan
terlihat homogen atau tidaknya penelitian yang dilakukan oleh Rahmi
sehingga pada minggu keempat sediaan (2017) dimana ia mengatakan bahwa
dengan konsentrasi 5% jadi tidak sediaan sabun cair pembersih
homogen jadi ketidak homogenannya kewanitaan yang tidak dapat
sesuai dengan sediaan blanko mengiritasi dapat ditandai dengan
sedangkan untuk konsentrasi 10% dan tidak adanya edema atau eritema pada
15% tetap homogen terlihat karena kulit.
intensitas warnanya terlalu gelap jadi Pengujian aktivitas antijamur
tidak ada perbedaan antara bertujuan untuk menentukan
homogenitas dengan warna ekstraknya kemampuan ekstrak daun waru
dimana sudah menyatu dengan sediaan (Hibiscus tiliaceus) dalam
serta didukung juga oleh kontrol positif menghambat pertumbuhan jamur.
(lactacyd®) yang digunakan dimana Dilakukan dengan menggunakan
dari awal semenjak dibeli sudah tidak metode cakram disk, penggunaan
homogen sehingga untuk homogenitas metode ini karena teknik yang
pada sediaan sabun cair kewanitaan sederhana dan mudah. Jamur yang
tidak terlalu dipermasalahkan. digunakan dalam pengujian ini ialah
Uji iritasi dilakukan untuk Candida albicans karena jamur
mengetahui apakah sediaan aman tersebut merupakan penyebab
untuk digunakan atau tidak. keputihan yang paling utama pada
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan wanita. Media PDA (Potato Dekstrosa
bahwa sediaan sabun pembersih Agar) digunakan pada pengujian ini
kewanitaan (feminine hygiene) dengan karena media tersebut biasa digunakan
konsentrasi ekstrak 5%, 10% dan 15% untuk media pertumbuhan jamur.
tidak mengiritasi hal tersebut ditandai Diameter zona hambat terhadap
dengan tidak adanya edema atau jamur Candida albicans dipengaruhi
pembengkakan dan eritema atau oleh konsentrasi ekstrak daun waru,

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


75

serta dalam pengukuran zona hambat Berdasarkan tabel 8 sediaan sabun


dapat diketahui terbentuknya zona pembersih kewanitaan ekstrak daun
bening yang terdapat disekitar cakram waru yang memiliki aktivitas tertinggi
disk. Pada penelitian ini menggunakan dalam menghambat pertumbuhan
tiga perlakuan dan disetiap perlakuan jamur Candida albicans ialah pada
terdiri dari tiga ulangan. konsentrasi 10% dengan zona hambat
Pengujian zona hambat pada 21,77 mm. Jika dibandingkan dengan
media cakram disk dengan mengisi kontrol negatif (blanko tanpa ekstrak)
kontrol positif, kontrol negatif dan dan kontrol positif (lactacyd®) daya
sediaan sabun cair pembersih hambat sediaan sabun pembersih
kewanitaan ekstrak daun waru dengan kewanitaan dengan konsentrasi 5%,
masing-masing konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15% masih memiliki daya
10% dan 15% pada media yang telah hambat yang lebih tinggi, dimana zona
diinokulasi jamur Candida albicans hambat sediaan dengan konsentrasi 5%
didalam cawan petri. ialah 21,10 mm, sediaan dengan
Pengujian daya hambat konsentrasi 10% ialah 21.77 mm dan
digunakan lactacyd® sebagai kontrol untuk sediaan konsentrasi 15% ialah
positif dan blanko (sediaan tanpa 20,55 mm sedangkan untuk kontrol
ekstrak) sebagai kontrol negatif. negatif zona hambatnya ialah 18,66
Kontrol positif berfungsi untuk mm dan untuk kontrol positif zona
membandingkan daya hambat dari hambatnya ialah 15,32 mm dan untuk
kelompok perlakuan (sampel) dengan daya hambat ekstrak daun waru
obat kimia yang sering digunakan berdasarkan tabel 9 hasil pengujian
sebagai anti jamur, sedangkan kontrol diperoleh bahwa konsentrasi ekstrak
negatif digunakan untuk mengetahui daun waru yang memiliki aktivitas
apakah pelarut dan bahan tambahan tertinggi dalam menghambat
yang digunakan dapat mempengaruhi pertumbuhan Candida albicans ialah
hasil uji anti jamur atau tidak. Hasil pada konsentrasi 10% dengan zona
pengamatan zona hambat ekstrak daun hambat 12 mm.
waru dan sediaan sabun cair pembersih Adanya perbedaan daya hambat
kewanitaan dalam berbagai yang diperoleh dimana konsentrasi
konsentrasi diketahui bahwa ekstrak 10% lebih memiliki daya hambat yang
daun waru mampu menghambat lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan jamur Candida albicans. sediaan yang konsentrasi 15%

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


76

dikarenakan kemampuan hambat antijamur diantaranya flavanoid,


maksimum dari ekstrak tersebut saponin, sterol dan triterpenoid serta
berada pada konsentrasi 10% dan tanin dan polifenol.
menurut Ardelia (2010) perbedaan Senyawa antijamur mempunyai
konsentrasi diameter zona hambat berbagai mekanisme penghambatan
pada berbagai konsentrasi terhadap sel jamur. Djunaedy (2008)
menunjukkan bahwa perbedaan menyatakan bahwa senyawa antijamur
konsentrasi mempengaruhi efektivitas memiliki mekanisme kerja dengan cara
suatu obat. Dalam hal ini, sediaan menetralisasi enzim yang terkait dalam
sabun pembersih kewanitaan ekstrak invasi dan kolonisasi jamur, merusak
daun waru 10% memberikan zona membran sel jamur, menghambat
hambat yang paling luas terhadap sistem enzim jamur sehingga
pertumbuhan jamur Candida albicans mengganggu terbentuknya ujung hifa
dibandingkan dengan konsentrasi dan mempengaruhi sintesis asam
lainnya. Dimana sediaan dengan nukleat dan protein.
konsentrasi 15% justru memberikan Flavonoid merupakan golongan
efek yang lebih kecil dibanding dengan terbesar dari senyawa polifenol.
sediaan yang konsentrasi 10% dan 5%. Flavonoid bekerja dengan cara
Dengan demikian, konsentrasi paling denaturasi protein sehingga
besar belum tentu memberikan daerah meningkatkan permeabilitas membran
hambat yang paling luas. Hal ini dapat sel. Denaturasi protein menyebabkan
terjadi karena bioaktivitas suatu gangguan dalam pembentukan sel
fitofarmaka sangat dipengaruhi oleh sehingga merubah komposisi
interaksi senyawa yang ada komponen protein (Wahyuningtyas,
didalamnya. 2008). Cowan (1999) dalam Firdaus
Terbentuknya zona hambat pada (2015), menambahkan bahwa senyawa
masing-masing sediaan dengan fenol yang terdapat pada flavonoid
konsentrasi ekstrak 5%, 10% dan 15% dapat mendenaturasi protein sel dan
dikarenakan adanya zat-zat aktif atau mengerutkan dinding sel sehingga
senyawa metabolit sekunder yang menyebaban lisisnya dinding sel
dapat menghambat pertumbuhan jamur. Selain itu, senyawa fenol
jamur Candida albicans. Dimana melalui gugus hidroksi yang akan
ekstrak daun waru mengandung berikatan dengan gugus sulfihidril dari
senyawa yang dapat berkhasiat sebagai protein jamur sehingga mampu

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


77

mengubah konformasi protein berarti lebih kecil dari 0,05 (p<0,05)


membran sel target yang maka H0 ditolak sehingga bisa
mengakibatkan pertumbuhan sel disimpulkan bahwa sediaan sabun cair
jamur terganggu bahkan dapat pembersih kewanitaan ekstrak daun
mengalami kematian. waru memiliki aktivitas antijamur.
Saponin merupakan golongan Analisis lanjutan LSD dilakukan untuk
metabolit yang dapat menghambat mengetahui perbedaan setiap
atau membunuh Candida albicans konsentrasi sediaan sabun cair
dengan cara menurunkan tegangan pembersih kewanitaan, hasil uji
permukaan membran sterol dari analisis LSD menunjukkan tidak
dinding sel Candida albicans, sehingga adanya perbedaan efek daya hambat
permeabilitasnya meningkat. yang signifikan dari ketiga sediaan
Permeabilitas yang meningkat dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%.
mengakibatkan cairan intraseluler KESIMPULAN
yang lebih pekat tertarik keluar sel Berdasarkan uraian hasil
sehingga nutrisi, zat-zat metabolisme, penelitian diatas maka dapat
enzim, protein dalam sel keluar dan disimpulkan bahwa sediaan sabun cair
jamur mengalami kematian pembersih kewanitaan Ekstrak Daun
(Hardiningtyas, 2009). Ismaini (2011) Waru memenuhi syarat stabilitas fisik
menambahkan, triterpenoid bersifat sediaan yang meliputi uji Organoleptik,
toksik yang dapat menimbulkan pH, Homogenitas, dan Tinggi Busa,
kerusakan pada organel-organel sel pada formula dengan konsentrasi 5%,
sehingga menghambat terjadinya 10% dan 15% dan juga Sabun cair
pertumbuhan jamur patogen. pembersih kewanitaan ekstrak daun
Hasil dari pengujian aktivitas waru dengan konsentrasi 5% memiliki
antijamur terhadap jamur Candida aktivitas antijamur Candida albicans
albicans dilakukan uji statistik dengan dengan hasil zona hambat 21,10 mm
One-Way ANNOVA dan dilanjutkan dengan kategori kuat, konsentrasi 10%
dengan analisis LSD untuk mengetahui memiliki zona hambat 21,77 mm
ada tidaknya pengaruh konsentrasi dengan katergori kuat dan konsentrasi
terhadap zona hambat yang dihasilkan. 15% memiliki zona hambat 20,55 mm
Berdasarkan hasil uji statistik dengan katergori kuat dimana (p<0,05)
One-Way ANNOVA diperoleh hasil yaitu 0,01 dengan pengujian One Way
yang signifikan dengan nilai 0,01 yang ANNOVA.

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


78

UCAPAN TERIMA KASIH Candida albicans. Program Studi


Sarjana Farmasi Universitas
Dengan selesainya penelitian Malahayati
ini, penulis mengucapkan terima kasih Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida
Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza
kepada semua pihak yang telah dalam Rangka
Pengendalian Patogen Tular Tanah pada
berkontribusi yaitu Dr. PH. Hj. Tasnim, Tanaman Kedelai (Glycine max L.).
S.KM., M.PH, selaku ketua STIKES Embryo, 5 (2):149-157.
Dwinatari, Kurnia Indrawan., dan Murti
Mandala Waluya Kendari , Apt. Waode Bayu Yosi, 2015. The Effect Of
Harvesting Time And Degree Of
Yuliastri, S.Farm.,M.Si selaku selaku Leaves Maturation On Vitexecarpin
Ketua Program Studi Farmasi STIKES Level In Legundi Leaves (Vitex
trifolia L.). Universitas Gadjah
Mandala Waluya Kendari, Staf Mada: Yogyakarta
Administrasi STIKES Mandala Waluya Darma, muhammad, dkk. 2017. Hubungan
pengetahuan,vulva
Kendari, Laboratorium Farmakognosi- hygiene,stres,danpola
makandengan kejadian infeksi flour
Fitokimia dan Biofarmasi STIKES albus(keputihan) pada remaja siswi
Mandala Waluya Kendari, sma negeri 6 kendari 2017. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
mahasiswa(i) Program Studi Farmasi Halu Oleo: Kendari
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan
STIKES Mandala Waluya Kendari, Makanan. 2001. Inventaris
serta seluruh pihak yang telah Tanaman Obat Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik
membantu selama penulis melakukan Indonesia Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan: Jakarta
penelitian. Elin, Yulinah, S., Retnosari, Andjarwati., I
DAFTAR PUSTAKA Sigit., Ketut, I Adnyana., Prayitno, A.
S., dan Kusnandar. 2008. Iso
Anggraini. 2012. Formulasi Sabun Cair Farmakoterapi. Jakarta: ISFI
dari Ekstrak Batang Nanas (Ananas Handayani, A.M.,dkk. 2017. Sabun Cair
comosus L) Untuk Mengatasi Jamur “Granat Putih” (Punica Granatum)
Candida Albicans. Padang : STIFA Sebagai Obat Keputihan.
Riau Universitas Muhammadiyah
Ardelia, Patra Inova., Andrizi Fauziah., dan Magelang
Hamidy Yulis M. 2010. Aktivitas Hardiningtyas, S. D. 2009. Aktivitas
Antijamur Air Perasan Daun Seledri Antibakteri Ekstrak Karang Lunak
(Apium graveolens L.) Terhadap Sarcophyton Sp. Yang
Candida albicans Secara In Vitro. Difragmentasi dan Tidak
Fakultas Kedokteran Riau: Riau Difragmentasi di Perairan Pulau
Dwicahyani, U., Isrul, M., & Noviyanti, W. Pramuka, Kepulauan Seribu.
O. N. 2019. Formulasi Sediaan Skripsi. Institut Pertanian: Bogor.
Lipstik Ekstrak Kulit Buah Ruruhi Idadi, 2013 dalam L.G.E, Windsrini.,
(Syzygium policephalum Merr) Astuti, K. W., N.K., Warditiani.
Sebagai Pewarna. Jurnal Mandala Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
Pharmacon Indonesia, 5(02), 91-103. Kulit Buah Manggis (Garcinia
Chusniasih, Dewi., Elsyana Vida, dan mangostana L.). Universitas
Susanti Fauziah Arini. 2018. Uji Udayana: Bali
Efektivitas Antijamur Sabun Cair Indah, 2011., Dalam Suryandri Dyah Fitri
Pembersih Kewanitaan Ekstrak dan Zulfa Rufaida. 2013. Hubungan
Aseton Daun Jambu Biji Terhadap pemakaian sabun pembersih

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


79

kewanitaan dengan terjadinya officinale var Rubrum) serta uji


keputihan pada wanita usia subur aktivitasnya sebagai antikeputihan.
(WUS) didesa karang jeruk Fakultas farmasi sekolah tinggi ilmu
kecamatan jatirejo kabupaten farmasi Yayasan Pharmasi:
mojokerto. Politeknik Kesehatan Semarang
Majapahit. Putri, Z.F. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri
Ismaini, L. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper
Ekstrak (Centella asiatica (L.) betle L.) terhadap
Urban terhadap Fungi Patogen Propionibacterium acne dan
pada Daun Anggrek (Bulbophyllum Staphylococcus aureus
flavidiflorum Carr.). Jurnal multiresisten. Skripsi. Fakultas
Penelitian Sains, 4 (1): 47-50. Farmasi Universitas
Jusnita, nina., Riska arguer syah. 2017. Muhammadiyah: Surakarta
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Rahmi,dkk. 2017. Formulasi Sabun
Sediaan Shampo Dari Ekstrak Pembersih Kewanitaan (Feminime
Etanol Daun Pare (Momordica Hygiene) dari Ekstrak Kulit Buah
charantia Linn.). Fakultas Farmasi Durian (Durio zibethinus Murray).
Universitas 17 Agustus 1945: Jakarta Akademi Farmasi Bina Husada
Katzung, bertram G., Susan B. Masters, Kendari, STIKES Mandala Waluya
Anthony J. Trevor. 2013. Kendari
Farmakologi dasar dan klinik edisi Saleh, A., Yuliastri, W. O., Isrul, M.,
bahasa indonesia, Ricky Soeharsono Pusmarani, J., Juliansyah, R., &
edisi 12. EGC: Jakarta Dewi, C. (2020). Ethnomedicinal
Kusuma Irawan W., Edi Sukaton dan Yong- Study of Medicinal Plants used
ung Kim. 2009. Antifungal Activity
against Infectious Disease by Muna
and Phytochemical Study of Selected
Medicinal Plants in East Tribe of South-East Sulawesi,
Kalimantan. Departemen Farmasi Indonesia. Research Journal of
Herbal Rekayasa, College of Herbal Pharmacy and Technology, 13(4),
Bio-industri, Daegu Haany 1829-1834.
University, Gyeongsangbuk-do: Supartono, dkk. 2016. Uji Antibakteri
Korea Selatan Ekstrak Daun waru (Hibiscus
Lusiana, kesi., Hartati soetjipto dan Dewi tiliaceus L.) Terhadap
K.A.K. Hastuti. 2013. Aktivitas Staphylococcus aureus,
Antibakteri dan Kandungan Staphylococcus epidermidis dan
Fitokimia Ekstrak Daun Waru Penapisan Kandungan Kimia.
Lengis (Hibiscus tiliaceus L.) Sebagai Institut Sains dan Teknologi
Bahan Dasar Pembuatan Sampo Nasional: Bogor.
Marhaeni, Gusti Ayu. 2016. Keputihan
Pada Wanita. Politeknik Kesehatan Wahyuningtyas, E. 2008. Pengaruh
Denpasar: Bali Ekstrak Graptophyllum pictum
Marini, dkk., 2016. Hubungan Kandungan terhadap Pertumbuhan Candida
Hara Tana dengan Produksi albicans pada Plat Gigi Tiruan Resin
Senyawa Metabolit Sekunder Pada Akrilik. Indonesian Journal of
Tanaman Duku (Lansium Dentistry, 15 (3):187191.
domesticum Cor var Duku) dan
Potensinya Sebagai Larvasida.
Sumatera Selatan
Meisarani, Agi., dan Rahmadhania Mega
Zelika. 2016. Kandungan Senyawa
Kimia dan Bioaktivtas. Universitas
Padjadjaran: Bandung
Mutmainah dan Yuvianti Dwi Prayanto.
Formulasi dan evaluasi sabun cair
ekstrak etanol jahe merah (Zingiber

Lolok, Dkk., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 6(1);2020 : 59-80


PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL DAUN TURI (Sesbania


grandiflora L.) DAN UJI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans

FORMULATION OF LIQUID SOAP PREPARATION OF HUMMINGBIRD (Sesbania


grandiflora L.) LEAF ETHANOL EKSTRACT AND THE ANTIFUNGAL TEST OF
Candida albicans

Mariando N. Ering1), Paulina V. Y. Yamlean1), Irma Antasionasti1)


1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
*e-mail : mariando.ering98@gmail.com

ABSTRACT

The leaves of Hummingbird (Sesbania grandiflora L.) contain flavonoid compounds, saponins and tannins
that are antifungal. This research aims to formulate liquid soap extracts of Hummingbird leaf ethanol and
test the effectiveness of the antifungal preparations of the liquid soap of Hummingbird leaf ethanol with a
concentration of 4%, 6%, 8%, 10% and 12% of the fungus growth of Candida albicans. This research uses
experimental methods. The formulation of this liquid soap of Hummingbird leaf ethanol is conducted
organoleptic test, pH, high foam, moisture content, free alkaline content, and type weights. Testing the
effectiveness of antifungal to Candida albicans growth is done by diffusion method. Liquid soap preparations
of Hummingbird leaf ethanol extract meet the standards set by SNI for organoleptic testing, pH test, Foam
High test, water content test, free alkali rate test, and type weight test. Based on the anti-fungal testing of the
preparation of a liquid soap extract of Hummingbird leaf ethanol to the fungus Candida albicans obtained
the results of all preparations have a resistance to fungi and strong categorized.

Keywords: Hummingbird leaves, Liquid soap, Antifungal

ABSTRAK

Daun Turi (Sesbania grandiflora L.) memiliki kandungan senyawa flavonoid, saponin dan tannin
yang bersifat sebagai antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sabun cair ekstrak etanol
daun Turi dan menguji efektivitas antijamur sediaan sabun cair ekstrak etanol daun Turi dengan konsentrasi
4%, 6%, 8%, 10% dan 12% terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Penelitian ini menggunakan
metode eksperimental. Formulasi sediaan sabun cair ekstrak etanol daun Turi ini dilakukan pengujian
organoleptik, pH, tinggi busa, kadar air, kadar alkali bebas, dan bobot jenis. Pengujian efektivitas antijamur
terhadap pertumbuhan Candida albicans dilakukan dengan metode difusi. Sediaan sabun cair ekstrak etanol
daun turi memenuhi standar yang ditetapkan SNI pada pengujian organoleptik, uji pH, uji tinggi busa, uji
kadar air, uji kadar alkali bebas, dan uji bobot jenis. Berdasarkan pengujian antijamur sediaan sabun cair
ekstrak etanol daun Turi terhadap jamur Candida albicans didapatkan hasil semua sediaan memiliki daya
hambat terhadap jamur dan dikategorikan kuat.

Kata Kunci: Daun Turi, Sabun Cair, Antijamur

334
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

PENDAHULUAN METODOLOGI PENELITIAN


Waktu dan Tempat Penelitian
Infeksi Candida albicans pada manusia
biasanya disebut kandidiasis. Kandidiasis dapat Penelitian ini akan dilaksanakan pada
mengenai mukosa mulut, alat kelamin, kuku, bulan November 2019-Februari 2020 di
kulit, bronki atau paru-paru. Penyakit ini Laboratorium Farmasi Lanjut Program Studi
ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyerang Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
semua umur baik laki-laki maupun perempuan. Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi.
Berdasarkan beberapa kasus yang terjadi,
penderita kandidiasis ini 70% perempuan (Farizal Bentuk Penelitian
dan Dewa, 2017). Penyakit infeksi masih menjadi
masalah serius di Indonesia ditambah dengan Penelitian ini ialah penelitian
semakin meluasnya resistensi mikroba terhadap eksperimental laboratorium dengan membuat
obat-obat antibiotika yang tersedia. Hal tersebut fomulasi sediaan sabun cair ekstrak etanol daun
mendorong pentingnya penggalian sumber obat- Turi (Sesbania grandiflora L.) dengan konsentrasi
obat antimikroba lain dari bahan alam. Tanaman 4%, 6%, 8%, 10% dan 12%.
obat diketahui potensial untuk dikembangkan
lebih lanjut pada pengobatan infeksi, namun Alat dan Bahan
masih banyak yang belum dibuktikan bio- Alat
aktivitasnya secara ilmiah (Astriani, 2011).
Oleh karena itu, perlu dilakukan Alat yang akan digunakan dalam
pembuktian bioaktivasi senyawa yang berasal dari penelitian ini ialah alat-alat gelas (pyrex ® Iwaki),
daun Turi dan efektif untuk menanggulangi pH meter (Emeltron), batang pengaduk,
infeksi kandidiasis. Tanaman Turi mengandung timbangan analitik (BB Adam), inkubator
beberapa senyawa aktif yaitu tannin, flavonoid (Ecocell MMM Group), autoklaf (ALP), oven,
dan saponin yang dapat menghambat blender (Philips), piknometer (pyrex ® Iwaki),
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan jarum ose, pinset, mistar berskala, jangka sorong,
Candida albicans (Ratna et al, 2016). alumunium foil (Klin Pak), toples, hot plate
Sabun adalah suatu sediaan yang magnetic stirrer (Nesco Lab) dan ayakan.
digunakan oleh masyarakat sebagai pembersih
kulit. Berbagai jenis sabun yang beredar di Bahan
pasaran dalam bentuk yang bervariasi seperti
sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun Bahan yang akan digunakan dalam
pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk penelitian ini ialah daun Turi (Sesbania
krim, padatan atau batangan, bubuk dan cair. grandiflora L.), isolat jamur Candida albicans,
Sabun cair saat ini banyak diproduksi karena Minyak Zaitun, Kalium Hidroksida (KOH),
penggunaannya yang lebih praktis dan bentuk Natrium Carboksil Metil Celulosa (Na-CMC),
yang menarik dibanding bentuk sabun lain Sodium Lauryl Sulfate (SLS), Asam Stearat, Butyl
(Mutmainah dan Franyoto, 2015). Hidroksi Anisol (BHA), Indikator Fenolftelein,
Di samping itu sabun dapat digunakan Pengaroma Rose, Alkohol 96%, Potato Dextrose
untuk mengobati penyakit, seperti mengobati Agar (PDA), BaCl22H2O, H2SO4, NaCl, HCl,
penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri dan Betadin SC dan Aquadest.
jamur. Sabun dapat digunakan sebagai obat yakni
dengan membersihkan tubuh sehingga
kemungkinan terserang penyakit akan berkurang.

335
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

Prosedur Penelitian Ekstrasi


Penyiapan dan Pengambilan Sampel
Proses ekstrasi serbuk daun Turi
Pengambilan sampel daun Turi (Sesbania (Sesbania grandiflora L.) dibuat dengan cara
grandiflora L.) di Kelurahan Sagrat, Kecamatan maserasi. Serbuk daun Turi ditimbang sebanyak
Matuari, Kota Bitung. Sampel dipreparasi dan 500 g dan dimasukan dalam toples lalu
daun yang terkumpul dicuci bersih dengan air ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2500
mengalir untuk menghilangkan pengotor. mL dan didiamkan selama 3 hari sambil sesekali
Pengeringan daun dilakukan dengan cara diangin- diaduk. Setelah 3 hari, sampel yang direndam
anginkan di dalam ruangan selama 6 hari sampai kemudian disaring dengan menggunakan kertas
daun kering. Daun kering kemudian diserbuk lalu saring dan menghasilkan filtrat 1 dan debris 1.
diayak menggunakan ayakan tepung dan Debris 1 yang ada kemudian direndam lagi
dilanjutkan dengan proses ekstrasi. (remaserasi) dengan pelarut yang sama selama 2
hari sambil sesekali diaduk. Setelah 2 hari, sampel
disaring sehingga menghasilkan filtrat 2 dan
debris 2. Filtrat 1 dan 2 dicampurkan menjadi satu
lalu dievaporasi di dalam oven pada suhu 40℃
sehingga diperoleh ekstrak kental daun Turi.

Formulasi Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Turi

Tabel 1. Formula sabun cair ekstrak etanol daun Turi (Sesbania grandiflora L.)

Konsentrasi
Bahan Fungsi Satuan
Basis F1 F2 F3 F4 F5
Ekstrak Etanol Daun
Zat Aktif 4% 6% 8% 10% 12%
Turi
Minyak Zaitun Asam Lemak mL 15 15 15 15 15 15
KOH Basa mL 8 8 8 8 8 8
Pengisi dan
Na-CMC g 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Pengental
SLS Surfaktan g 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Asam Stearat Penetral g 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
BHA Antioksidan g 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Pengaroma Rose Pengaroma mL 1 1 1 1 1 1
Aquades Pelarut mL ad 50 ad 50 ad 50 ad 50 ad 50 ad 50

Pembuatan Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun natrium karboksil metal selulosa yang telah
Turi dikembangkan dalam aquades panas, diaduk
Semua bahan yang akan digunakan hingga homogen. Kemudian ditambahkan asam
ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan takaran stearat, diaduk hingga homogen. Ditambahkan
yang dianjurkan. Dimasukkan minyak zaitun sodium laurel sulfat, diiaduk hingga homogen.
sebanyak 15 mL ke dalam gelas kimia, kemudian Ditambahkan butyl hidroksi anisol, lalu diaduk
ditambahkan dengan kalium hidroksida 40% hingga homogen. Dimasukkan ekstrak etanol daun
sebanyak 8 mL sedikit demi sedikit sambil terus Turi, diaduk hingga homogen. Sabun cair
dipanaskan pada suhu 50°C hingga mendapatkan ditambahkan dengan aquades hingga volumenya
sabun pasta. Sabun pasta ditambahkan dengan 100 mL, dimasukkan ke dalam wadah bersih yang
kurang lebih 15 mL aquades, lalu dimasukkan telah disiapkan. Pembuatan sabun cair ekstrak

336
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

etanol daun Turi disesuaikan dengan masing- Sediaan sabun cair harus melewati uji pH,
masing konsentrasi. yang bertujuan untuk melihat nilai pH dari sediaan
sabun cair. Nilai pH yang diperbolehkan untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN sediaan sabun cair menurut SNI antara 8-11. Hal
Proses formulasi sediaan sabun cair ektrak ini penting dilakukan karena sabun cair akan
daun Turi dibuat pertama dengan membuat basis bersentuhan langsung dengan kulit. Jika pH yang
sabun cair dari asam lemak dan basa kemudian dimiliki oleh sediaan sabun cair tidak memenuhi
ditambahkan zat tambahan dan zat aktif secara standar, maka dapat menimbulkan masalah pada
bertahap kulit. Kulit memiliki kapasitas ketahanan dan dapat
Tabel 2. Hasil uji organoleptik dengan cepat beradaptasi terhadap produk yang
Sediaan Bentuk Bau Warna memiliki pH 8.0-10.8 (Frost dan Horowitz, 1982).
Basis Sabun Cair Cair Khas Putih Berdasarkan hasil pengujian terhadap sediaan
Sabun cair sabun cair ekstrak daun Turi, menunjukan bahwa
Cair Khas Hijau
konsentrasi 4%
nilai pH berada diantara 8-11. Sabun cair bersifat
Sabun cair
Cair Khas Hijau basa karena sabun cair merupakan garam alkali
konsentrasi 6%
Sabun cair dari asam lemak. Maka sediaan sabun cair ektrak
Cair Khas Hijau Tua daun turi memenuhi standart dari SNI.
konsentrasi 8%
Sabun cair
Cair Khas Hijau Tua
konsentrasi 10% Tabel 4. Hasil uji tinggi busa
Sabun cair Tinggi busa
Cair Khas Hijau Tua Sediaan Keterangan
konsentrasi 12% (mm)
Memenuhi
Basis Sabun Cair 75
Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan syarat
untuk melihat bentuk fisik dari sediaan sabun cair Sabun cair Memenuhi
73
yang dibuat meliputi bentuk, warna dan bau. konsentrasi 4% syarat
Bentuk dari sediaan sabun cair yang dibuat ialah Sabun cair Memenuhi
73
konsentrasi 6% syarat
berbentuk cair. Warna yang dihasilkan ialah warna
Sabun cair Memenuhi
hijau, dimana semakin tinggi konsentrasi maka 71
konsentrasi 8% syarat
akan semakin gelap karena dipengaruhi oleh Sabun cair Memenuhi
konsentrasi ekstrak daun turi. Aroma yang 70
konsentrasi 10% syarat
dihasilkan ialah aroma khas, yaitu aroma antara Sabun cair Memenuhi
70
pengaroma rose dan aroma alami dari ekstrak daun konsentrasi 12% syarat
turi yang tercampur. Sediaan sabun cair ekstrak
daun turi memenuhi standar yang ditetapkan SNI Pengujian yang selanjutnya dilakukan ialah
yaitu berbentuk cair, aroma dan warna khas. pengujian tinggi busa. Tujuan dari pengujian busa
ialah untuk melihat daya busa dari sabun cair.
Tabel 3. Hasil uji pH Berdasarkan SNI, tinggi busa dari sediaan sabun
Sediaan pH Keterangan cair harus berada diantara 13-220mm. Tinggi busa
Basis Sabun Cair 9,80 Memenuhi syarat yang didapatkan pada pengujian, menunjukan nilai
Sabun cair tinggi busa pada sediaan sabun cair berada diantara
9,03 Memenuhi syarat
konsentrasi 4% 70-75 mm, yang artinya masih memenuhi standar
Sabun cair yang ditetapkan SNI. Jika busa yang dihasilkan
9,12 Memenuhi syarat
konsentrasi 6% terlalu banyak dapat mengakibatkan kulit teriritasi.
Sabun cair
9,14 Memenuhi syarat Karena banyaknya busa menunjukan juga
konsentrasi 8%
Sabun cair banyaknya SLS (Sodium Lauryl Sulfate) yang
8,95 Memenuhi syarat digunakan sebagai pembusa, dimana senyawa
konsentrasi 10%
Sabun cair tersebut dapat mengiritasi kulit jika digunakan
9,04 Memenuhi syarat
konsentrasi 12% terlalu banyak dalam sabun.
337
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

Tabel 5. Hasil uji kadar air Alkali bebas dalam bentuk K2O
Sediaan Kadar air Keterangan merupakan alkali yang tidak diikat sebagai
Tidak memenuhi senyawa. Tujuan dari pengujian ini untuk
Basis Sabun Cair 62,65%
syarat mengukur kandungan alkali bebas yang terbentuk,
Sabun cair hal ini penting karena alkali memiliki sifat yang
59,83% Memenuhi syarat
konsentrasi 4%
keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit
Sabun cair
58,57% Memenuhi syarat (Rizky, 2013). Kadar maksimal alkali bebas yang
konsentrasi 6%
Sabun cair ditetapkan SNI ialah 0,1%. Hasil yang diperoleh
58,48% Memenuhi syarat menunjukan kadar alkali bebas berada kurang dari
konsentrasi 8%
Sabun cair 0,1%.
54,96% Memenuhi syarat
konsentrasi 10%
Sabun cair Tabel 7. Hasil uji bobot jenis
51,05% Memenuhi syarat
konsentrasi 12% Bobot
Sediaan Keterangan
Selanjutnya dilakukan pengujian kadar air jenis(gr/ml)
untuk mengetahui kandungan kadar air dalam Memenuhi
Basis Sabun Cair 1,018
sediaan sabun cair. Tujuan dari pengujian ini untuk syarat
mengukur kadar air dalam sediaan, dimana kadar Sabun cair Memenuhi
1,014
konsentrasi 4% syarat
air dapat menyebabkan mudahnya bakteri, kapang
Sabun cair Memenuhi
dan khamir untuk berkembang biak sehingga 1,033
konsentrasi 6% syarat
mempengaruhi perubahan terhadap sediaan. Kadar Sabun cair Memenuhi
1,047
air maksimum untuk sediaan sabun cair harus konsentrasi 8% syarat
<60% sesuai yang telah ditetapkan oleh SNI. Hasil Sabun cair Memenuhi
1,015
yang didapatkan menunjukan bahwa semua konsentrasi 10% syarat
sediaan sabun cair memiliki kadar air berada di Sabun cair Memenuhi
1,035
konsentrasi 12% syarat
bawah 60% kecuali pada basis sabun cair yang
memiliki kadar air di atas dari 60%. Penyebab
Pengujian bobot jenis bertujuan untuk
kadar air dari basis sabun cair lebih dari 60%
menentukan mutu dan melihat kemurnian dari
disebabkan karena beberapa bahan bersifat
suatu senyawa, dalam hal ini khususnya sabun cair
higroskopis seperti SLS (Sodium Lauryl Sulfate)
yang dihasilkan. Untuk bobot jenis sediaan sabun
dan Na-CMC (Natrium Carboxy Methyl Cellulose.
cair yang ditetapkan SNI berada diantara 1,01-
Tabel 6. Hasil uji kadar alkali bebas 1,10. Sedangkan hasil dari pengujian bobot jenis
Kadar alkali dari sediaan sabun cair berada diantara 1,018
Sediaan Keterangan
bebas sampai 1,035, artinya sediaan sabun cair yang
Memenuhi dibuat memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Basis Sabun Cair 0,046%
syarat SNI. Nilai bobot jenis dipengaruhi oleh bahan
Sabun cair Memenuhi
0,046% penyusun dan sifat fisiknya. Menurut Gaman dan
konsentrasi 4% syarat
Sabun cair Memenuhi sherington (1990) penurunan bobot jenis
0,056% disebabkan oleh adanya lemak atau etanol dalam
konsentrasi 6% syarat
Sabun cair Memenuhi larutan.
0,065%
konsentrasi 8% syarat
Sabun cair Memenuhi
0,075%
konsentrasi 10% syarat
Sabun cair Memenuhi
0,075%
konsentrasi 12% syarat

338
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

Tabel 8. Hasil pengujian antijamur


Hasil pengukuran diameter zona hambat (mm)
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Rata-rata Keterangan
K(-) 1 1 2 1,3 Lemah
K(+) 15 15 16 15,3 Kuat
F1 (4%) 15 17 18 15,3 Kuat
F2 (6%) 14 12 16 12,7 Kuat
F3 (8%) 11 14 13 11,3 Kuat
F4 (10%) 10 16 19 13,7 Kuat
F5 (12%) 17 10 21 14,7 Kuat
menunjukan bahwa rata-rata data menunjukan
Hasil dari pengujian antijamur dari sediaan nilai signifikansi >0,05 yang artinya bahwa data
sabun cair ektrak daun Turi menunjukkan bahwa
semua sediaan memiliki zona bening dengan tersebut terdistribusi normal. Selanjutnya
diameter lebih dari 10mm dan kurang dari 20mm. dilakukan uji Homogenitas dan hasilnya
Kriteria daya hambat antibakteri menurut Davis menunjukan nilai signifikansi <0,05 yang artinya
dan Stout (1971) dikategorikan berdasarkan data tersebut tidak homogen. Menurut Uyanto
diameter zona hambat yang terbentuk yaitu (2009), apabila data yang terdistribusi normal dan
diameter zona hambat 5mm atau kurang tidak homogen, maka dilakukan uji Brown-
dikategorikan lemah, zona hambat 5-10mm Forsythe. Data yang dihasilkan dari uji Brown-
dikategorikan sedang, zona hambat 10-20mm Forsythe menunjukan nilai signifikansi
dikategorikan kuat dan zona hambat 20mm atau 0,139>0,05 yang dapat diartikan data tersebut
lebih dikategorikan sangat kuat. Dengan begitu homogen. Kemudian hasil dari uji One Way
maka dapat dikatakan bahwa sediaan sabun cair Anova menunjukan nilai signifikansi <0,05
ekstrak daun Turi memiliki kategori yang kuat sehingga H0 ditolak dan terima H1. Maka terdapat
dalam membunuh jamur Candida albicans. perbedaan kekuatan daya hambat antijamur
Dalam hasil penelitian menunjukan terhadap jamur Candida albicans antara sediaan
bahwa diameter zona hambat yang paling kuat sabun cair ekstrak etanol daun Turi pada
adalah sabun cair ekstrak daun turi dengan konsentrasi 4%, 6%, 8%, 10% dan 12% dengan
konsentrasi 4%. Dimana jika merujuk pada kadar basis sabun cair dan Betadin SC.
flavonoid, saponin dan tannin sebagai zat Penyebab dari sediaan sabun cair ekstrak
antijamur, seharusnya semakin tinggi konsentrasi daun Turi memiliki kemampuan untuk
maka semakin tinggi pula daya hambat yang membunuh mikroorganisme karena daun Turi
seharusnya dihasilkan. Hal ini disebabkan karena mengandung saponin, flavonoid dan tannin yang
semakin tinggi konsentrasi membuat tingkat dapat berperan sebagai anti-mikroorganisme.
kelarutan menurun sehingga zat aktif tidak dapat Flavonoid dan saponin dapat mengakibatkan
berdifusi ke dalam agar sehingga didapatkan denaturasi protein sehingga meningkatkan
hasil daya hambat yang berkurang (Putra et al, permeabilitas membran sel. Denaturasi protein
2015). menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel
Data penelitian diameter zona daya sehingga mengubah komposisi protein
hambat yang didapatkan kemudian dilakukan uji (Wahyuningtias, 2008). Sedangkan mekanisme
statistik dengan metode One Way Anova penghambatan tannin yaitu dengan cara dinding
menggunakan aplikasi SPSS versi 26. Sebelum sel yang sebelumnya telah mengalami lisis yang
dilakukan pengujian One Way Anova data hasil diakibatkan oleh flavonoid dan saponin, sehingga
penelitian harus dilakukan uji Normalitas dan uji menyebabkan senyawa tannin dapat dengan
Homogenitas sebagai syarat untuk dilakukan uji mudah masuk kedalam sel dan mengkoagulase
One Way Anova. Hasil dari uji Normalitas protoplasma sel mikroorganisme (Masduki,
1996).

339
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

Selain sediaan sabun cari ekstrak daun Davis, W.W. dan Stout, TR. 1971. Disc Plate
Turi yang memiliki zona hambat, ternyata basis Methods of Microbiological Antibiotic
sabun cair memiliki zona hambat dengan Assay. Microbiology.
diameter rata-rata 1,3mm dan dikategorikan Farizal, J. dan Dewa, E. A. R. S. 2017. Identifikasi
lemah. Penyebabnya diduga karena dalam Candida albicans pada Saliva Wanita
pembuatan sabun cair itu menggunakan minyak Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
zaitun sebagai asam lemaknya. Minyak zaitun Teknologi Laboratorium. 6(2):67-74.
mengandung fenolik dan vitamin E. Menurut
Frost, P., dan Horowitz, S. 1982. Principals of
Guenther (1987), senyawa fenolik aktif bersifat Cosmetics for the Dermatologist. C.V
sebagai antimikroorganisme dengan mekanisme Mosby Co. England.
membentuk kompleks dengan protein sel
sehingga menghambat kerja enzim pada Gaman, P. M. dan Sherrington. 1994. Ilmu Pangan,
mikroorganisme. Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi 2. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

KESIMPULAN Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Penerbit


Universitas Indonesia, Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
Syamsuhidayat, S. S. dan Hutapea, J. R. 1991.
disimpulkan bahwa, ekstrak etanol daun Turi Inventaris Tanaman Obat Indonesia.
(Sesbania grandiflora L.) dapat diformulasikan Departemen Kesehatan RI Badan
menjadi sediaan sabun cair dengan konsentrasi 4%, Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
6%, 8%, 10% dan 12%. Dengan hasil pengujian Batu.
mutu sediaan sabun cair ekstrak etanol daun Turi
Masduki, I. 1996. Uji Efek Antibakteri Ekstrak Biji
(Sesbania grandiflora L.) memenuhi standar yang Pinang (Areca catechu) terhadap S.
ditetapkan oleh SNI pada pengujian organoleptik, aureus dan E. coli secara in vitro. Jurnal
uji pH, uji tinggi, uji kadar air, uji alkali bebas dan Cermin Dunia Kedokteran. 104: 21-29.
uji bobot jenis. Berdasarkan pengujian antijamur
sediaan sabun cair ektrak etanol daun Turi Mutmainah, dan Franyoto, Y. D. 2015. Formulasi
dan Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Etanol
(Sesbania grandiflora L.) terhadap jamur Candida
Jahe Merah (Zingiber officinale var
albicans didapatkan hasil semua sediaan memiliki Rubrum) Serta Uji Aktivitasnya Sebagai
daya hambat terhadap jamur dan dikategorikan Antikeputihan. Jurnal Ilmu Farmasi &
kuat. Farmasi Klinik. 12(1): 1-7.

Putra, Ikhsan, A., Erly dan Machdawaty, M. 2015.


SARAN
Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit
Batang Salam (Syzigium polyanthum
Disarankan untuk penelitian lebih lanjut (Wight) Walp) terhadap Staphylococcus
untuk melakukan pengujian yang belum dilakukan aureus dan Escherichia coli secara
yaitu uji viskositas dan uji asam lemak bebas. invitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(2):
Untuk mendapat produk yang lebih disukai 497-501.
masyarakat, sebaiknya sediaan sabun cair Ratna, St., Rahim, A. R. dan Hasyim, H. 2018.
menghilangkan warna dan bau dari ekstrak. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Turi
Putih (Sesbania grandiflora L.) Terhadap
DAFTAR PUSTAKA Pertumbuhan Candida albicans dan
Staphylococcus aureus. Jurnal Media
Astriani. 2011. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Farmasi. 14(1): 17-21.
Daun Turi (Sesbania grandiflora L.)
Secara KLT-Bioautografi. [skripsi]. Rizky, D. N. 2013. Penetapan Kadar Alkali Bebas
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara
Islam Negri Alauddin, Makassar.
340
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020

Titrimetri. [skripsi]. Universitas Sumatra


Utara, Medan.

SNI. 1996. Sabun Mandi Cair. SNI 06-4085-1996.


Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

SNI. 2017. Sabun Mandi Cair. SNI 4084-2017.


Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Susanti, G. 2016. Aktivitas Senyawa Antibakteri


Infusa Daun Turi Terhadap Bakteri
Bacillus Subtillis dan Escherichia coli
secara in vitro. [skripsi]. Program Studi
Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Ngudi Waluyo Ungaran, Semarang.

Uyanto, S. S. 2009. Pedoman Analisis dengan


SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wahyuningtyas, E. 2008. Pengaruh Ekstrak


Graptophyllum pictum terhadap
Pertumbuhan Candida albicans pada Plat
Gigi Tiruan Resin Akrilik. Indonesian
Journal of Dentistry, 15(3):187- 191.

341

Anda mungkin juga menyukai