Anda di halaman 1dari 10

AKTIVITAS ANTIFUNGI FRAKSI n-HEKSAN, FRAKSI ETIL ASETAT DAN

FRAKSI AIR DAUN TAKOKAK (Solanum torvum Sw.) TERHADAP


PERTUMBUHAN JAMUR Candida albicans

ANTIFUNGAL ACTIVITY OF N-HEXAN FRACTION, ETHYLE ACETATE


FRACTION AND WATER FRACTION TAKOKAK LEAVES
(Solanum torvum Sw.) AGAINST Candida albicans

Nadia Aisy Andika


Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Palembang
(nadiayaya67@gmail.com)

ABSTRAK
Latar Belakang: Candida albicans adalah salah satu jamur yang sering menyebabkan berbagai
penyakit infeksi kulit. C.albicans dapat menyebabkan keputihan, sariawan, infeksi kulit, infeksi kuku,
infeksi paru-paru dan organ lain serta penyakit kandidiasis. Daun takokak sering digunakan untuk
pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Namun, informasi atau pengetahuan mengenai
efektivitasnya dalam pengobatan penyakit infeksi kulit akibat jamur masih sedikit. Sebab itulah,
penulis melakukan penelitian tentang uji aktivitas antifungi fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi air daun takokak terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji aktivitas antijamur dengan menentukan diameter zona hambat.
Metode: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium yang dilakukan dengan mengukur
diameter zona hambat antijamur fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air daun takokak
(Solanum torvum Sw.) yang dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 50% b/v, 25% b/v, 12,5% b/v,
6,25% b/v, 3,12% b/v, 1,56% b/v, 0,78% b/v terhadap jamur Candida albicans. Pengujian aktivitas
antijamur dilakukan dengan metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) yang merupakan metode uji
kepekaan langsung.
Hasil: Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat antijamur pada fraksi ekstrak daun
takokak, hanya fraksi air yang mempunyai zona hambat terhadap jamur Candida albicans dengan
konsentrasi 12,5% , 25%, dan 50% yang masing-masing zona hambatnya 8,5 mm (kategori sedang),
10,5 mm (kategori kuat), dan 12,5 mm (kategori kuat). Kontrol negatif n-heksan, etil asetat dan
aquadest tidak memiliki aktivitas antijamur dengan daya hambat sebesar 0 mm dan kontrol positif
clotrimazole memiliki aktivitas antijamur dengan daya hambat 12 mm (kategori kuat).
Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraksi air daun takokak (Solanum
torvum Sw.) memiliki aktivitas antijamur kategori kuat terhadap jamur Candida albicans menurut
David dan Stout (1971).
Kata kunci : Fraksinasi, Daun Takokak, Uji Aktivitas Antifungi, candida albicans

ABSTRACT

Background: Candida albicans is a fungus that often causes various skin infections. C. albicans can
cause vaginal discharge, canker sores, skin infections, nail infections, lung and other organ infections
and candidiasis. Takokak leaves are often used for the treatment of skin diseases caused by fungi.
However, there is little information or knowledge regarding its effectiveness in the treatment of
fungal skin infections. For this reason, the authors conducted research on the antifungal activity test
of the n-hexane fraction, ethyl acetate fraction and water fraction of takokak leaves on the growth of
Candida albicans fungi. This study aims to test the antifungal activity by determining the diameter of
the zone of inhibition.
Methods: This type of research is a laboratory experimental conducted by measuring the diameter of
the antifungal inhibition zone of the n-hexane fraction, ethyl acetate fraction, and the water fraction
of takokak leaves (Solanum torvum Sw.) Made with various concentrations, namely 50% w / v, 25% w
/ v, 12.5% w / v, 6.25% w / v, 3.12% w / v, 1.56% w / v, 0.78% w / v against Candida albicans. The
antifungal activity test was carried out using the agar plate diffusion method (Kirby Bauer) which is a
direct sensitivity test method.
Results: Based on the measurement results of the diameter of the antifungal inhibition zone in the
takokak leaf extract fraction, only the water fraction had an inhibition zone against Candida
albicans with a concentration of 12.5%, 25%, and 50%, each with an inhibition zone of 8.5 mm
(medium category. ), 10.5 mm (strong category), and 12.5 mm (strong category). The negative
control n-hexane, ethyl acetate and aquadest did not have antifungal activity with an inhibitory power
of 0 mm and the positive control clotrimazole had antifungal activity with 12 mm inhibition (strong
category). Conclusion: From the results of the study it can be concluded that the water fraction of
takokak leaves (Solanum torvum Sw.) Has a strong category of antifungal activity against the fungus
Candida albicans according to David and Stout (1971).
Keywords : Fractionation, takokak leaves, anti-fungal activity test, candida albicans
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan
lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat obat yang didapat melalui penelitian ilmiah. 1 Salah satu
tanaman obat yang juga merupakan sayuran indigenous di Indonesia adalah takokak. Takokak
(Solanum torvum Swartz atau S. ferrugium Jack) merupakan salah satu bahan tanaman obat
tradisional untuk pengobatan penyakit lambung, pinggang kaku dan bengkak terpukul, batuk kronis,
bisul atau koreng, jantung berdebar maupun nyeri jantung, dan menurunkan tekanan darah tinggi. 2
Di daerah Gorontalo khususnya di Kecamatan Lemito Kabupaten Pohuwato, tanaman takokak
tumbuh liar di semak dan hutan-hutan terbuka. Masyarakat menggunakan tanaman takokak sebagai
tanaman tradisional untuk pengobatan penyakit kulit seperti bisul, panu atau kurap, serta koreng. 3
Namun yang menjadi masalah dalam penggunaan obat tradisional ini adalah kurangnya informasi atau
pengetahuan mengenai tumbuhan takokak yang dipakai sebagai obat tradisional dalam pengobatan
penyakit kulit.
Salah satu jamur atau fungi yang sering menyebabkan berbagai penyakit infeksi di Indonesia
antara lain adalah Candida albicans. Candida albicans adalah suatu jamur uniseluler yang merupakan
flora normal rongga mulut, usus besar, dan vagina. C.albicans dapat menyebabkan keputihan,
sariawan, infeksi kulit, infeksi kuku, infeksi paru-paru dan organ lain serta penyakit kandidiasis.4
Tumbuhan takokak memilki golongan senyawa polifenol seperti flavonoid dan tanin.
Golongan senyawa ini dilaporkan sebagai komponen antimikrobial. 5 Selain itu, banyak asam lemak
yang terdapat pada tanaman takokak diketahui memiliki sifat antibakteri dan antijamur. Penelitian
yang dilakukan oleh Tri Widiyastuti (2016) tentang Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Ciplukan
(Physalls angulata L), Daun Takokak (Solanum torvum Swartz), dan Daun Tomat (Solanum
lycorpersicum L) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun takokak mempunyai aktivitas antifungi
penghambatan dalam kategori lemah terhadap pertumbuhan C.albicans dengan DDH ≤ 5 mm
dibandingkan dengan kontrol positif yaitu 12,59 mm. Pada penelitian tersebut, konsentrasi sampel
ekstrak etanol daun daun takokak yang memiliki aktivitas antifungi yang paling tinggi terhadap
pertumbuhan C.albicans adalah konsentrasi 60%.6
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa ekstrak etanol daun takokak
dimungkinkan memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans. Namun, hingga saat ini
belum ada penelitian yang mengungkapkan tentang aktivitas antijamur hasil fraksinasi daun takokak
terhadap jamur Candida albicans sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Jika penelitian
terbukti efektif, maka akan menjadi solusi baru untuk pengobatan kasus infeksi akibat Candida
albicans.

METODE
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium yang dilakukan dengan mengukur diameter
zona hambat antijamur fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air daun takokak (Solanum
torvum Sw.) yang dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 50% b/v, 25% b/v, 12,5% b/v, 6,25% b/v,
3,12% b/v, 1,56% b/v, 0,78% b/v terhadap jamur Candida albicans. Pengujian aktivitas antijamur
dilakukan dengan metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) yang merupakan metode uji kepekaan
langsung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2020 di Laboratorium Farmakognosi
Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
Palembang.

HASIL
Pada penelitian ini, simplisia yang digunakan untuk ekstraksi daun takokak (Solanum torvum
Swartz) adalah sebanyak 500 gram dengan menggunakan cairan penyari etanol 96% sebanyak
5,5 liter diekstraksi dengan metode maserasi. Hasil penyarian kemudian didestilasi vakum hingga
tinggal 500 ml saja, lalu di pekatkan lagi dengan rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak
kental. Berikut hasil yang didapatkan:

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun Takokak (Solanum torvum Swartz)

Berat Volume Berat


Simplisi Rendemen
Penyari Simplisia Penyari Ekstrak
a (%)
(gr) (Liter) (gr)

Daun Etanol
500 5,5 liter 70,50
Takokak 96% 14,1%

Dari ekstrak kental yang didapat, selanjutnya dilakukan fraksinasi bertingkat dengan pelarut polar
(aquadest), semi polar (etil asetat), dan non polar (n-heksan) dan hasilnya dipekatkan kembali dengan
rotary evaporator. Adapun hasil yang diperoleh yaitu fraksi n-heksan sebanyak 2,68 gram, fraksi etil
asetat sebanyak 2,1 gram, dan fraksi air sebanyak 13,4 gram. Selanjutnya, ekstrak kental daun takokak
dan masing-masing fraksi yang didapatkan diidentifikasi senyawa aktifnya yang kemudian disajikan
dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Uji Identifikasi Senyawa Aktif yang terkandung dalam Fraksi Ekstrak Daun
Takokak (Solanum torvum Swartz)

Fraksi
No Fraksi Fraksi
Senyawa Kimia Pereaksi Etil Keterangan
. n-heksan Air
Asetat
HCl pekat +
1. Flavonoid - - - (+) warna merah
Logam Mg
Pereaksi
(+) endapan
2. Alkaloid Mayer - - +
putih
(HgCl2 + KI)
Triterpenoid (+)
Eter + Pereaksi
Triterpenoid warna merah
3. Liebermann- + + +
dan Steroid Steroid (+)
Burchard Merah
warna biru
(+) buih yang
4. Saponin Air - - +
stabil
+ (+)hijau
Tanin, Fenol, Biru kehitaman/hijau
5. - -
dan PolifenolLarutan FeCl3 kehita biru hingga
man hitam

Keterangan :

(+) : Reaksi Positif

(-) : Reaksi Negatif

Dari ekstrak kental masing-masing fraksi kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi
50% b/v, 25% b/v, 12,5% b/v, 6,25% b/v, 3,12% b/v, 1,56% b/v, 0,78% b/v dengan pelarutnya
masing-masing dan dimasukkan ke dalam vial untuk selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas
antijamur. Setelah diinkubasi selama 1x24 jam, diamati dan diukur zona hambat yang terbentuk. Hasil
pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah :
Tabel 6. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Aktivitas Antijamur Fraksi n-Heksan,
Fraksi Etil Asetat, dan Fraksi Air Ekstrak Daun Takokak (Solanum torvum Swartz)
terhadap jamur Candida albicans selama 1 x 24 jam

Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm)


No Bahan Uji
(%) b/v P1 P2 Rata-Rata Daya Hambat
50% 0 0 0 Tidak ada
25% 0 0 0 Tidak ada
Fraksi n-heksan 12,5% 0 0 0 Tidak ada
Daun Takokak
1. 6,25% 0 0 0 Tidak ada
(Solanum torvum
Swart) 3,12% 0 0 0 Tidak ada
1,56% 0 0 0 Tidak ada
0,78% 0 0 0 Tidak ada
50% 0 0 0 Tidak ada
25% 0 0 0 Tidak ada
Fraksi Etil Asetat 12,5% 0 0 0 Tidak ada
Daun Takokak
2. 6,25% 0 0 0 Tidak ada
(Solanum torvum
Swart) 3,12% 0 0 0 Tidak ada
1,56% 0 0 0 Tidak ada
0,78% 0 0 0 Tidak ada
50% 12 13 12,5 Kuat
25% 10 11 10,5 Kuat
Fraksi Air 12,5% 8 9 8,5 Sedang
Daun Takokak
3. 6,25% 0 0 0 Tidak ada
(Solanum torvum
Swart) 3,12% 0 0 0 Tidak ada
1,56% 0 0 0 Tidak ada
0,78% 0 0 0 Tidak ada
4. Kontrol Positif Clotrimazol 12 12 12 Kuat
5. Kontrol Negatif I n-Heksan 0 0 0 Tidak ada
6. Kontrol Negatif II Etil Asetat 0 0 0 Tidak ada
7. Kontrol Negatif III Aquadest 0 0 0 Tidak ada

Keterangan :

P1 : Perlakuan 1

P2 : Perlakuan 2

Kontrol Positif : Disc Clotrimazole

Kontrol Negatif I : n-Heksan

Kontrol Negatif II : Etil Asetat

Kontrol Negatif III : Aquadest


PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan sampel berupa daun takokak (Solanum torvum Sw.) yang masih
segar sebanyak 7 kg untuk diolah menjadi simplisia. Daun takokak dikumpulkan, lalu disortasi basah
(untuk memisahkan bahan asing dan pengotor), dicuci bersih, dirajang halus (untuk mempermudah
cairan penyari menarik senyawa kimia melalui sel-sel simplisia tanaman), kemudian dikeringkan
dengan terhindar dari sinar matahari langsung, disortasi kering dan ditimbang sebanyak 500 gram.
Pembuatan ekstrak pada penelitian ini menggunakan metode maserasi didasarkan atas sampel
yang berjenis daun dengan tekstur yang lunak dan komposisi senyawa yang pada umumnya rusak
oleh pemanasan. Hal ini didukung oleh teori J.B.Harbone (1987) yang menyatakan bahwa ragam
ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi. 7 Proses
maserasi dilakukan di dalam bejana tertutup dan terhindar dari cahaya langsung agar senyawa-
senyawa hasil dari maserasi tidak mengalami oksidasi. Selama proses maserasi, perlu dilakukan
pengadukan untuk menjaga keseimbangan konsentrasi larutan di dalam maupun di luar sel 8. Prinsip
ekstraksi metode maserasi adalah terjadinya proses difusi larutan penyari ke dalam sel tumbuhan yang
mengandung senyawa aktif. Difusi tersebut mengakibatkan tekanan osmosis dalam sel menjadi
berbeda dengan keadaan di luar sel. Sehingga senyawa yang memiliki kepolaran yang sama dengan
pelarut kemudian terdesak karena adanya perbedaan tekanan osmosis di dalam dan luar sel. 9 Proses
ekstraksi serbuk daun takokak ini, digunakan pelarut etanol, karena etanol mempunyai beberapa
keuntungan seperti relatif lebih selektif, sulit ditumbuhi kapang dan kuman, tidak beracun, netral, dan
sedikitnya panas yang diperlukan untuk pemekatan. 10 Selain itu, mayoritas zat aktif tumbuhan
merupakan jenis senyawa kimia organik yang kompleks dan kurang dapat larut dalam air.11
Selain metode maserasi, penelitian ini juga menggunakan metode fraksinasi dengan tujuan
memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda dalam dua pelarut. Adapun pelarut
yang digunakan yaitu pelarut n-heksan, etil asetat dan pelarut air. Pelarut-pelarut ini mempunyai
kemampuan untuk menarik senyawa yang terdapat dalam ekstrak secara berbeda-beda. N-heksan
adalah pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, etil asetat adalah pelarut semi polar
akan melarutkan senyawa semi polar dan metanol adalah pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar.12
Fraksinasi dengan ekstraksi cair-cair dilakukan dengan pengocokan. Metode fraksinasi yang
dilakukan menggunakan corong pisah dengan memanfaatkan perbedaan massa jenis pelarut. Pelarut
yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada dilapisan bawah, dan yang memiliki massa jenis
lebih kecil akan berada di lapisan atas. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan
terpisah sesuai dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut
yang tingkat kepolarannya sama dengan senyawa tersebut. 13
Hasil ekstrak yang didapatkan adalah 70,50 dari bobot simplisia 500 g dengan persen berat
rendemen adalah 14,1% (Tabel 1.). Persentase ini masuk dalam range rendemen yaitu 10%-15% yang
menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
berlangsung sempurna.14 Selanjutnya ekstrak kental sebanyak 50 gram diencerkan dengan aquadest
120 ml, lalu difraksinasi dengan corong pisah secara bergiliran dengan pelarut n-heksan (non-polar),
pelarut etil asetat (semi polar) dan pelarut air (polar). Pada penelitian Fajri1, Marfu’ah, dan Artanti
(2018), menyatakan bahwa ekstrak daun ketepeng cina, fraksi etanol menunjukkan adanya
kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid, pada fraksi kloroform yaitu mengandung
tanin, saponin, alkaloid, dan flavonoid, serta pada fraksi n-heksan mengandung, alkaloid, saponin,
tanin, dan terpenoid.15 Sedangkan pada penelitian Romauli Sihite, 2017 menyatakan bahwa Fraksi n-
heksana daun sambang darah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid dan fraksi etil asetat
menunjukkan adanya glikosida, flavonoid, saponin dan tanin.16

Fraksinasi dilakukan sebanyak 3 kali lalu dicuci dengan NaCl jenuh dan dipekatkan dengan
rotary evaporator. Hasil ekstrak kental yang diperoleh untuk fraksi n-heksan sebanyak 2,68 gram,
fraksi etil asetat sebanyak 2,1 gram, dan fraksi air sebanyak 13,4 gram. Dari ketiga fraksi yang
diperoleh yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat sebanyak dan fraksi air dilakukan uji identifikasi
senyawa aktif kembali dan uji aktivitas antijamur untuk melihat zona hambat yang terbentuk.
Identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun takokak (Solanum torvum Sw.)
dilakukan dengan menambahkan pereaksi-pereaksi pada fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi
air. Dari hasil uji identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam daun takokak menunjukkan
adanya senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, dan triterpenoid pada fraksi air, sedangkan
untuk fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan menunjukkan hasil negatif untuk uji identifikasi alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, polifenol, fenol dan hasil positif hanya pada triterpenoid.
Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antifungi. Secara umum,
flavonoid merupakan senyawa polifenol.17 Senyawa fenol akan mendenaturasi protein sel dan
mengerutkan dinding sel sehingga dapat melisiskan dinding sel jamur.18 Senyawa fenol juga dapat
merusak membran sel sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.19 Flavonoid juga diketahui menghambat sintesis asam
nukleat serta metabolisme energi sel dengan cara membentuk ikatan hidrogen atau interkalasi dengan
nukleosida dan menghambat respirasi sel.20
Mekanisme saponin sebagai mekanisme kerja saponin sebagai antijamur adalah menurunkan
tegangan permukaan sehingga mengakibatkan kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler
keluar. Saponin bersifat surfaktan yang berbetuk polar sehingga akan memecahkan lemak pada
membran sel yang pada akhirnya menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel. Hal tersebut
mengakibatkan proses difusi bahan atau zat-zat yang diperlukan oleh jamur dapat terganggu,
akibatnya sel jamur dapat membengkah dan bahkan pecah. Alkaloid memiliki aktivitas antimikroba
dengan menghambat esterase, DNA, RNA polymerase, dan respirasi sel serta berperan dalam
interkalasi DNA. Alkaloid akan berikatan dengan ergostrerol membentuk lubang menyebabkan
kebocoran membrane sel. Hal ini mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel dan kematian sel pada
jamur.21 Sedang bagi tumbuhan yang mengandung senyawa triterpenoid terdapat nilai ekologi karena
senyawa ini berkerja sebagai anti fungus, insektisida, anti pemangsa, antibakteri dan anti virus. 17
Setelah dilakukan uji identifikasi senyawa aktif, selanjutnya dilakukan penetapan diameter zona
hambat antijamur menggunakan metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) yang merupakan metode
uji kepekaan langsung dengan mikroba uji jamur Candida albicans. Jamur ini dioleskan pada media
SDA (Saboraud Dekstrosa Agar) sehingga dapat berkembang biak dengan baik. Untuk pengujian
larutan antijamur digunakan cakram kertas yang sebelumnya dibuat menggunakan kertas saring yang
bentuknya disesuaikan dengan perforator.
Pada penelitian ini, digunakan konsentrasi untuk uji pendahuluan dengan metode pengenceran
bertingkat untuk mengetahui konsentrasi terendah dari fraksi ekstrak daun takokak yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Adapun fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi air yang digunakan diencerkan dari konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%, 1,56%,
0,78%. Uji aktivitas antijamur dilakukan dua kali pengulangan, dimulai dari konsentrasi 50%.
Pembanding yang digunakan sebagai kontrol positif adalah paperdisc yang berisi clotrimazole.
Clotrimazole dipilih karena merupakan salah satu obat anti jamur yang sering digunakan. Mekanisme
clotrimazole adalah menghambat biosintesa sterol, terutama ergostol, sebuah komponen penting untuk
membran sel jamur, sehingga meningkatkan permeabilitas membran. Gangguan pada membran sel
jamur menyebabkan kebocoran isi intraselular, sehingga menghambat pertumbuhan sel (fungistatik)
atau menyebabkan lisis dan kematian sel (fungisidal). Sedangkan pelarut n-heksan, etil asetat dan air
digunakan sebagai kontrol negatif untuk melihat apakah pelarut ekstrak ikut mempengaruhi zona
hambatan terhadap jamur atau tidak.
Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antijamur sebagai berikut : diameter zona
hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona
hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat.
Dari hasil uji aktivitas antijamur fraksi ekstrak daun takokak (Solanum torvum Sw.) terhadap
jamur Candida albicans yang telah diinkubasi 1 x 24 jam, menunjukkan aktivitas antijamur yang
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari diameter zona bening yang terbentuk di sekitar cakram fraksi air
daun takokak dan kontrol positif, sedangkan pada fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan kontrol
negatif tidak menunjukkan adanya zona bening yang terbentuk.
Berdasarkan tabel 3. Fraksi n-heksan (P1,P2) dan fraksi etil asetat (P1,P2) pada konsentrasi
0,78% b/v sampai 50% b/v keduanya tidak menunjukkan aktivitas antijamur ditandai dengan tidak
terbentuknya zona bening disekitar cakram. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
Pertama, proses fraksinasi ekstrak menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat tidak dapat
menarik senyawa aktif (flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, fenol, dan polifenol) secara sempurna
sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan jamur candida albicans. Hal ini disebabkan oleh
pelarut n-heksan dan etil asetat yang digunakan masih kurang banyak sehingga saat proses fraksinasi
dilakukan, batas pemisahan antara dua pelarut yang massa jenis nya berbeda itu tidak terlalu nampak
dan zat aktif tanaman tidak dapat ditarik dengan optimal. Kegagalan penarikan zat aktif ini dibuktikan
dengan hasil uji identifikasi senyawa aktif fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat pada tabel 2. Yang
menunjukkan reaksi negatif (-) pada tes alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol dan polifenol.
Walaupun kedua fraksi tersebut menunjukkan hasil positif(+) untuk senyawa triterpenoid yang
berpotensi sebagai senyawa antijamur, namun aktivitas antijamur tetap tidak terdeteksi karena kadar
zatnya yang rendah. Hal ini terlihat saat uji identifikasi triterpenoid yang timbul pada cawan adalah
warna merah yang tidak pekat.
Kedua, ekstrak yang digunakan tidak terlalu banyak sehingga zat aktif yang dikandung pun
kadarnya rendah. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan jumlah pelarut yang tersedia dan kapasitas
corong pisah yang digunakan.
Ketiga, penelitian ini menggunakan kertas saring sebagai media perlekatan ekstrak, sehingga
kelemahannya yaitu tidak dapat mengukur jumlah ekstrak yang diserap. Jadi ada kemungkinan saat
pengujian ekstrak tidak terserap secara sempurna pada kertas saring. Selain itu bisa juga disebabkan
pada saat pencelupan kertas saring pada sampel kurang lama, sehingga ekstrak belum menempel
dengan baik pada kertas saring.
Pada fraksi air (P1) dan (P2) konsentrasi 50% dan 25% menunjukkan adanya aktivitas antijamur
dengan rata-rata diameter zona hambat masing-masing yaitu 12,5 mm dan 10,5 mm termasuk kategori
kuat. Sedangkan pada konsentrasi 12,5% memiliki rata-rata diameter zona hambat sebesar 8,5 mm
termasuk kategori sedang dan konsentrasi 6,25%, 3,12%, 1,56%, 0,78% tidak memiliki aktivitas
antijamur. Kemampuan fraksi air daun takokak (Solanum torvum Sw.) dalam menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans kemungkinan disebabkan oleh zat kimia yang terkandung
didalamnya yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid, dan polifenol yang berfungsi sebagai
antijamur.22 Walaupun tidak diketahui secara pasti zat aktif mana yang berpengaruh dalam
menghambat pertumbuhan Candida albicans, namun hal ini membuktikan bahwa ternyata zat kimia
pada daun takokak ini dapat terlarut dengan sangat baik di air (pelarut polar) dan ekstraknya memiliki
aktivitas antijamur mulai dari konsentrasi 12,5%. Hal ini dibuktikan dengan hasil fraksinasi ekstrak
daun takokak paling banyak didapatkan menggunakan pelarut air yaitu sebanyak 13,4 gram.
Clotrimazole sebagai kontrol positif menunjukkan diameter zona hambat sebesar 12 mm yang
tergolong kategori daya hambat kuat. Sedangkan untuk kontrol negatif yaitu pelarut n-heksan, etil
asetat dan air tidak menunjukkan adanya daerah hambat. Hal ini membuktikan bahwa zona hambat
yang dihasilkan dari fraksi air ekstrak daun takokak (Solanum torvum Sw.) terhadap jamur Candida
albicans tidak disebabkan oleh pelarut yang digunakan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Fraksi air dari ekstrak daun takokak (Solanum torvum Sw.) memiliki aktivitas antijamur
sedangkan pada fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat tidak memiliki aktivitas antifungi terhadap jamur
Candida albicans. Fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dari daun takokak (Solanum torvum Sw.)
pada konsentrasi 0,78% b/v sampai 50% b/v tidak menunjukkan aktivitas antifungi sehingga tidak
dapat dikategorikan. Sedangkan pada fraksi air konsentrasi 12,5% , 25%, dan 50% masing-masing
menunjukkan aktivitas antifungi dengan rata-rata diameter hambat masing-masing 8,5 mm (daya
hambat sedang), 10,5 mm (daya hambat kuat), dan 12,5 mm (daya hambat kuat). Untuk kontrol positif
yaitu Clotrimazole memiliki diameter zona hambat 12 mm yang tergolong kategori daya hambat kuat.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode ekstraksi, media uji, dan
teknik uji aktivitas antifungi yang berbeda untuk mengetahui potensi antifungi yang dimiliki oleh
daun takokak (Solanum torvum Sw.) dan cara pemanfaatannya untuk dikembangkan sebagai bahan
baku pengobatan penyakit infeksi akibat Candida albicans.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Muhamad Taswin,
S.Si., Apt., MM., M.Kes dan Bapak M. Nizar, S.Pd., MM selaku pembimbing dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah ini yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayati, N. L. D. and Nofianti, T. 2014. Penelusuran Potensi Antifertilitas Buah Takokak
(Solanum torvum Swartz) melalui Skrining Fitokimia dan Pengaruhnya terhadap Siklus
Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus).11(1),
(https://ejurnal.stikesbth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/view/49), Diakses 10 Januari
2020).
2. Sirait N. 2009. Terong Cepoka (Solanum torvum) Herba yang Berkhasiat sebagai Obat.
Warta Penelitian dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 15 (3) : 1.
3. Rasyid, P., Saraswati, D., Mustapa, M. A., 2015. UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI
EKSTRAK ETANOL DAUN TAKOKAK (Solanum torvum) TERHADAP BAKTERI. J.Farmasi
& Kesehatan. hal.54.
4. Tortora. 2004. Microbiology anIntroduction 8thEdition. hal. 573-574.
5. Kusirisin W, Jaikang C, Chaiyasut C, Narongchai P. Effect of Polyphenolic Compounds from
Solanum torvum on Plasma Lipid Peroxidation, Superoxide anion and Cytochrome P450 2E1
in Human Liver Microsomes. Medicinal Chemistry. 2009; 5 (6): 583.
6. H Tri. 2016. Uji Aktivitas antifungi ekstrak etanol daun ciplukan(Physalis Angulata L), daun
takokak (Solanum torvum Swartz) dan daun tomat (Solanum Lycopersicum L) terhadap
pertumbuhan Candida albicans. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Farmasi Universitas Sebelas
Maret (Tidak Diterbitkan), hal.28
7. Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Terjemahan Oleh : Padmawinata, K dan F. Soedito, ITB, Bandung, Indonesia, hal. 102, 125,
147, 234
8. Voight, R. 1995. Buku Pendidikan Teknologi Farmasi Edisi ke 5. Gadja Mada University
Press. Yogyakarta, Indonesia, hal. 564, 568,570
9. Dean, J, 2009. Extraction Techniques In Analytical Science. London: John Wiley And Sons
LTD, pp. 43-46.
10. Eka Ramadhan, A., & Aprival Phaza, H. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan
Jumlah Stage Pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale Rosc) Secara Batch.
Skripsi, Jurusan Teknik Kimia UNDIP (Tidak dipublikasikan), hal.29
11. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.
12. Laksono Bags Darahony, 2012. Fraksinasi ekstrak halmida sp dengan menggunakan pelarut
metanola dan heksan, Universitas Padjajaran.
13. Suwendiyanti, R., 2014. Efektivitas Ekstrak Akar, Batang, Kulit Batang, Daun, dan Fraksi
Avicennia marina sebagai Antioksidan. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
UNPAD (tidak dipublikasikan), hal.13-14.
14. Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-5, 10-11.
15. Fajril, M., Nurul, M., Lija O.A., 2018. Aktivitas Antifungi Daun Ketepeng Cina (Cassia alata
L.) Fraksi Etanol, N-Heksan, Dan Kloroform Terhadap Jamur Microsporium canis.
Pharmasipha. 2(1)
16. Romauli Sihite. 2017. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksana dan Etil
asetat Daun Sambang Darah (Excoecaria cochinchinensis Lour) Terhadap Candida albicans
dan Microsporum gypseum. Skripsi, Fakultas Farmasi USU (Tidak dipublikasikan), hal.55-56
17. Robinson,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, , Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung. hal. 191-216.
18. Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia Terbitan Kedua. Bandung:
Penerbit ITB. Hal. 486-488.
19. Pelezar dan Chan. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. diterjemahkan oleh Ratna Siri
Hadioetomo. Teja Imas. S. Sutami. Sri Lestari. Universitas Indonesia. Jakarta
20. Cushnie. T. P. Tim. Andrew J. Lamb. 2005.Antimicrobial Activity of
Flavonoids.International Journal of Antimicrobial Agents 26. 343-356
21. Mycek, M.J., R.A., Harvey, P.C., Champe, B.D., Fisher, 2001. Farmakope Ulasan
Bergambar : Obat-obat Antijamur (Edisi ke-2). Terjemah Oleh: Agus, A Widya Medika,
Jakarta, Indonesia, hal. 341-7.
22. Ratnawati, J., Riyanti, S., Fitriani, H., 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Daun Takokak
(Solanum torvum Swartz) Secara In Vitro dengan Metode DPPH (1,1 difenil-2-
pikrilhidrazil). Cimahi: Jurusan Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.

Anda mungkin juga menyukai