Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAFSIR MARAH LABID KARYA SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI


Ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Studi Tafsir
Nusantara dengan dosen pengampu Ustadz Ibnu Khladun M. IRKH.

Oleh:
Muhammad Hildan 2142115006
Muhammad Faisal 2142115011
Rizal Rahman 2142115014
Reza Ananda Farhan 2142115084

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2024
PEMBAHASAN

A. Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani


Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki nama lengkap Abu Abd al-Mu'ti
Muhammad Nawawi ibn Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani. Ialebih dikenal
dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani. Dilahirkan di Kampung
Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang Banten.1
Beliau lahir pada tahun 1230 H atau 1813 M. Silsilah keturunan Syaikh
Muhammad Nawawi dari ayahnya adalah Kyai Umar bin Kyai Arabi bin Kyai Ali
bin Kyai Jamad bin Janta, bin Kyai Masqun bin Kyai Masnun bin Kyai Maswi bin
Kyai Tajul Arusy Tanara bin Maulana Hasanuddin Banten bin Maulana Syarif
Hidayatullah Cirebon bin Raja Amatudin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana
Jamaluddin Akbar Husain bin Imam Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah
Adzmah Khan bin Amir Abdullah Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad
Sahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali Qasim bin Sayyid Alwi bin Imam Ubaidillah
bin Imam Ahmad Mubajir Ilalahi bin Imam Isya Al-Naqib bin Imam Muhammad
Naqib bin Imam Ali Aridhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad Al-
Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Khusain bin Sayyidatuna Fatimah
Zahra binti Muhammad Rasulallah SAW. Kemudian dari silsilah keturunan pihak
Ibunya adalah bahwa Nawawi Putra Nyi Zubaidah binti Muhammad Singaraja.
Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh
Nawawi:
1. Syekh Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)
2. H. Sahal al-Bantani
3. Syekh Baing Yusuf Purwakarta
4. Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi
5. Syekh Ahmad Zaini Dahlan
6. Syekh Abdul Ghani al-Bimawi
7. Syekh Yusuf Sumbulaweni

1
Kafabihi Mahrus, Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya, (Kendal: Pondok
Pesantren Al-Itqon, 2007), 4.
8. Syekh Abdul Hamid Daghestani
9. Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi
10. Syekh Ahmad Dimyati
11. Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali
12. Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki
13. Syekh Junaid al-Batawi
14. Syekh Zainuddin Aceh
15. Syekh Syihabuddin
16. Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari
17. Syekh Abdush Shamad bin
18. SyekhAbdurahman al-Falimbani
19. Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani
20. Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani2
Pada usia lima tahun beliau belajar langsung dibawah asuhan Ayahandanya
‘Umar bin Araby seorang ulama yang pertama membangun pondok pesantren di
daerahnya. dari Ayahnyalah Muhammad Nawawi mendapatkan Ilmu Pengetahuan
khususnya Ilmu Agama seperti Bahasa Arab, tauhid, fiqih dan tafsir. Setelah itu
barulah Muhammad Nawawidan kedua adiknya Ahmad dan Tamim belajar kepada
ulama-ulama lain seperti Kyai Sahal di Bantam dan Kyai Yusuf seorang Ulama
terkenal di Purwakarta.
Murid-muridnya yang berasal dari Nusantara banyak sekali yang kemudian
menjadi ulama terkenal. Di antara mereka ialah: Kiai Haji Hasyim Asy’ari
Tebuireng, Jawa Timur; Kiai Haji Raden Asnawi Kudus, Jawa Tengah; Kiai Haji
Tubagus Muhammad Asnawi Caringin, Banten; Syeikh Muhammad Zainuddin bin
Badawi as-Sumbawi (Sumba, Nusa Tenggara); Syeikh Abdus Satar bin Abdul
Wahhab as-Shidqi al-Makki; Sayid Ali bin Ali al-Habsyi al-Madani dan lain-lain.
Tok Kelaba al-Fathani juga mengaku menerima satu amalan wirid dari Syeikh
Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani yang diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani.

2
https://qotrunnada-depok.ponpes.id/read/79/biografi-syekh-muhammad-nawawi-al-jawi-
al-bantani, diakses pada 24 Maret 2024
Di masa kecil, Nawawi al-Bantani mengenyam pendidikan dari orang
tuanya. Kemudian ia belajar kepada Kyai Sahal (Banten) dan KH. Yusuf
(Purwakarta). Pada sekitar usia 15 tahun, ia menunaikan ibadah haji ke Mekkkah
dan bermukim di sana selama 3 tahun. Selama itu, ia banyak menimba ilmu
pengetahuan dari beberapa syekh di perguruan tinggi di Masjidil Haram, seperti
Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan.
Selain itu, ia juga belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad
Khathib al-Hanbali.
Pada sekitar tahun 1248 H (1831 M), ia kembali ke tanah kelahirannya di
Tanara dan mengelola pesantren peninggalan orang tuanya. Namun karena kondisi
politik kolonial yang tidak menguntungkan, maka selama tinggal selama 3 tahun di
Tanara, ia kembali ke Mekkah dan memperdalam lagi ilmu pengetahuannya kepada
Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Yusuf Sumulawaini, dan Syekh Abdul Hamid ad-
Daghistani. Di Mekkah, beliau tinggal di perkampungan Syi’b Ali. Selain belajar
di Mekkah dan Madinah, beliau juga pernah menimba ilmu pengetahuan di Mesir
dan Syam (Siria).
Dengan bekal ilmu pengetahuan yang ditekuninya selama sekitar 3 dekade,
Nawawi al-Bantani kemudian mengajar di Masjidil Haram, Mekkah. Murid-murid
beliau berasal dari berbagai pelosok dunia, termasuk Indonesia. Seorang murid
Syekh Nawawi al-Bantani yang bernama Syekh Abdus Sattar ad-Dahlawi
menceritakan, bahwa sejak belajar di Mekkah, Madinah, Mesir, dan Siria, beliau
(Syekh Nawawi al-Bantani) dikenal sebagai seorang yang sangat bersahaja, taqwa,
zuhud, dan tawadlu’ di samping memiliki jiwa dan kepekaan sosial yang sangat
tinggi serta bertindak tegas dalam hal kebenaran. Beliau adalah seorang ulama
bermadzhab Syafi’iy yang dikenal sangat ahli dalam ilmu tafsir, tauhid, fiqih,
lughah, dan juga tasawuf.
Pernah suatu ketika beliau diajak berkunjung untuk pertama kalinya ke
Mesir oleh Syekh Abdul Karim bin Bukhari bin Ali (seorang tokoh tarekat
Qadiriyah yang juga berasal dari Tanara-Banten). Meskipun beliau (Syekh
Nawawi) baru pertama kali ke Mesir, nama beliau saat itu sudah sangat populer dan
amat disegani oleh ulama-ulama di sana lantaran tulisan-tulisannya yang banyak
dibaca dan dipelajari.
Sesampainya di Mesir, para ulama Mesir bertanya kepada Syekh Abdul
Karim bin Bukhari bin Ali: “Kami telah banyak mendengar tentang seorang ulama
asal Jawa di Mekkah yang bernama Syekh Muhammad Nawawi. Tulisan-tulisannya
telah berulangkali dicetak di sini. Sungguh, jika di ibaratkan makanan, tulisan-
tulisan beliau sangat lezat rasanya. Kami semua sangat mendambakan bisa bertemu
dengan beliau.” Syekh Abdul Karim bin Bukhari bin Ali lalu memegang pundak
Syekh Nawawi dan menjawab: “Hadza Huwa (inilah beliau)”. Kontan setelah
mereka mengetahui Syekh Nawawi berada di tengah-tengah mereka, mereka
langsung berrebut mencium tangan beliau.
Syekh Nawawi al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun, pada tanggal 25
Syawal 1314 H (1897 M) di kediamannya di Syi’b Ali, Mekkah. Jenazah beliau
dikebumikan di pekuburan Ma’la, Mekkah, berdampingan dengan kuburan Syekh
Ibnu Hajar al-Haitsami dan Siti Asma’ binti Abi Bakar Ra. Beliau wafat
meninggalkan 4 orang puteri : Ruqayyah, Nafisah, Maryam (dinikahkan dengan
murid beliau yang bernama KH. Asy’ari – Bawean), dan Zahrah.3
B. Karya-Karya Syaikh Nawawi Al-Bantani
1. Bidang Tauhid
a. Tijan al-Durrar ‘ala Risalah al-Bajuri selesai ditulis 1927 H,
dicetak pertama pada tahun 1301 H di Mesir
b. Al-Simaral-Yailah Fi al-Riyad al-Bad’ah ‘ala Mukhtasar al-Syaikh
Muhammad Hasbullah, cetak pertama 1299 di Mesir.
c. Zari’ah al-Yaqin ‘ala Ummi al-Barahin, cetak pertama 1315 H di
Mekkah
d. Fath al-Majid Fi Syarah al-Durr al-Fard, selesai ditulis 1294 H,
cetak pertama 1296 di Mesir.
e. Qami’al-Tuhyan ‘ala Manzumah Syu’ab al-Iman, cetak pertama di
Mesir.

3
https://an-nur.ac.id/biografi-syaikh-muhammad-nawawi-al-bantani/, diakses pada 24
Maret 2024.
f. Qahru al-Gais Fi Syarh Masa’il Abi al-Lays, cetak pertama 1301 H
di Mesir.
g. Al-Nahjah al-Jayyidah Li Hilli Tafawwut al- ‘Aqidah Syarah
Manzumah al- Tauhid, cetak pertama 1303 H di Mesir.
h. Nur al-Zulam ‘ala Manzumah ‘Aqidah al- ‘Awwam, selesai ditulis
1277 H., cetak pertama 1303 H di Mesir.
2. Bidang Tarikh atau Sejarah
a. Al-Ibriz al-Dani Fi Mawlid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-
‘Adnani, cetak pertama 1299 H di Mesir.
b. Bugyah al-‘Awwam Fi Syarh Mawlid Sayyid al-Anam ‘Ala Mawlid
Ibn al-Juzi, cet pertama 1297 H di Mesir.
c. Targib al-Musytaqin Li bayan Manzumah Sayyid al-Barzah Fi
Maulid Sayyid al-Awwalin wa al-Akhirin, cetak pertama 1292 H
diMesir.
d. Al-Durrar al-Bahiyah Fi Syarh al-Khasa’is al-Nabawiyah Syarh
Qissah al-Mi’raj li al-Barzanji, cetak pertama 1298 H di Mesir.
e. Madarij al-Su’ud ila iktisa’ al-Burud”, Syarh ‘ala Mawlid al-
Barzanji, selesai ditulis pada tahun 1293 H, cetak pertama 1296 H
di Mesir.
f. Syarh al-Burdah, cetak pertama 314 H, di Makkah.
g. Fath al-Samad al-‘Alim ‘ala Mawlid al-Syaikh ahmad ibnu Qasim,
selesai ditulis 1286 H, cetak pertama 1292 H di Mesir.
3. Bidang Tasawwuf
a. Al-Risalah al-Jami’ah Bayn Usul al-Din wa al-Fiqh wa al- Taswwuf
cetak pertama 1292 H di Mesir.
b. Syarh ‘ala Manzumah al-Syaikh Muhammad al-Dimyati Fi al-
Tawassul Bi Asm’Allah al-Husna, cetak pertama 1302 H di Mesir.
c. Misbah al-Zulm ‘ala al-Manhaj al-Atamm Fi Tabwib al-Hikam,
Syarh al-Minahaj li al-Syaikh ‘AH ibn Hisam al-Din al-Hindl, cetak
pertama 1314 H di Makkah.
d. Nasa’ih al-‘Ibad Syarh ‘ala al-Mawa’iz Li Syitiab al-Din Ahmad bin
Hajar al-‘Asqalani, cetak pertama 1311 H di Mesir.
e. Salalim al-Fudala’ al-Manzumah al-Musammmah Hidayah al-
Azkiya’ila Tariq al-Awliya, cetak pertama 1315 H di Makkah.
f. Muraqi al-‘Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah karya Abu Hamid
al- Ghozali terbit tahun 1881 M.
4. Bidang Fiqih
a. Bahjah al-Wasa’il Bi Syarh al-Msa’il Syarh ‘ala al-Risalah al-
Jami’ah, cetak pertama 1292 H di Mesir.
b. Al-Tawsyih’ala Syarh Ibn al-Qasim al-Guzi ‘ala Matn al-Taqrib Li
Abi Syuja’, selesai ditulis awal abad 13 H cetak pertama 1314 di
Mesir.
c. Sulam al-Munajat ‘ala’ Safinah al-Salam Li Syaikh ‘Abd Allah bin
yahya al-Hadrami, cetak pertama 1297 H di Mesir.
d. Suluk al-Jadah ‘ala al-Risalah al-Musammah bi Lum’ah al-
Mufadah Fi Bayan al-Jum’ah wa al-Mu’adah, cetak pertama 1300
H di Mesir. Syarh ‘ala Akahs Manasik Malamah al-Khatib.
e. Al-’Iqd al-Samln Syarh Manzumah al-Sittin Mas’alah al-
Musammah al-Fath al-Mubin, cetak pertama 1300 H di Mesir.
f. Uqud al-Lujjyn Fi Bayan Huquq al-Zawjayn, selesai ditulis 1294 H,
cetak pertama 1296 H di Mesir.
g. Fath al-Mujib Bi Syarh Mukhtasar al-Khatib Fi Manasiq al-Hajj,
cetak pertama 1276 H di Mesir.
h. Qut al-Habib al-Garib, Hasyiyah’, cetak pertama 1301 H di Mesir.
i. Kasyifah al-Saja bi Syarh Safinah al-Naja, selesai ditulis 1277 H
cetak pertama 1292 H di Mesir.
j. Mirqah Su’ud al-Tasdiq Bi Syarh Sulam al-Taufiq ila Mahbbah al-
Ilah ‘ala al-Tahqiq, cetak pertama 1292 H di Mesir.
k. Nihayah al-Zayn Fi Irsyad al-Mubtadi’in Bi Syarh Qurrah al-‘Ayn
Bi Muhimmah al-Din, cetak pertama 1297 H di Mesir.
5. Bidang Hadist
a. Tanqih al-Qawl al-Hasis, Syarh Lubab al-Hadis Li Jalal al-Din al-
Suyuti, tidak ada keterangan cetak pertama.
6. Bidang Tajwid
a. Hilyah al-Sibyan ‘ala Fath al-Rahman, tidak ada keterangan cetak
pertama.
7. Bidang Ilmu Alat/Bantu
a. Fath Gafir al-Khatti’ah ‘ala al-Kawakib al-Jaliyyah FI Nazm al-
Ajtupiyyah, cetak pertama 1298 H di Mesir.
b. Al- Fusus al-Yaqutiyyah ‘ala al-Bahiyyah Fi Abwah al-Tasriyyah,
cetak pertama 1299 H di Mesir.
c. Lubab al-bayan, syarh ‘ala Risalah al-Syaykh Husain al-Maliki Fi
alIsti’arat, cetak pertama 1301 H di Mesir.
d. Kasyf al-Nurutiyyah ‘an Satr al-Ajrumiyyah, cetak pertama 1298 H
di Mesir.
8. Bidang Tafsir
Marah Labid Li Kasyf Ma’na Qur’an Majid, yang juga disebut al- Tafsir
al-Munir Li Ma’alim al-Tanzil, cetak pertama 1305 H. DiMesir. Karya-
karya Syaikh Muhammad Nawawi kebanyakan berupa syarh (komentar
atau penjelas lanjut) atas karya ulama sebelumnya. Namun ternyata
kemampuannya sebagai komentator menunjukan bahwa ilmunya cukup
mumpuni4
C. Karakteristik Tafsir Marah Labid
Kitab tafsir Marah Labid ditulis lengkap 30 juz dan ditulis berbahasa Arab,
berbeda dengan kitab-kitab ulama Nusantara yang lain, yang kebanyakan menulis
tafsir menggunakan bahasa Nusantara, seperti jawa, Melayu, maupun bahasa
Indonesia. Kitab tafsir Marah Labid ditulis seperti al-Qur’an, berurutan, sistematis,
dimulai dari surah al Fatihah hingga surah an-Nas.

4
Yasin, Melacak Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani, (Semarang: RaSAIL Media
Group, 2007), 74-78
Adapun proses penulisan kitab tafsir Marah Labid mulai ditulis oleh Syekh
Nawawi pada tahun 1860 M, dan selesai pada hari Selasa malam Rabu 5 Rabi’ul
Awal 1305 H atau 1884 M. Tafsir tersebut beliau tulis setelah adanya permohonan
dari orang-orang mulia yang ada di sekelilingnya agar Syekh Nawawi menulis tafsir
alQur’an.
Kitab ini pertama kali dicetak dan diterbitkan oleh penerbit Abd al-Razzâq,
Kairo tahun 1305 H, kemudian di penerbit Mushthafâ al-Bâb al-Halabî, Kairo tahun
1355 H. Kemudian diterbitkan di Singapura oleh penerbit al-Haramain sampai
empat kali cetakan, kemudian di Indonesia oleh penerbit Usaha Keluarga,
Semarang. Selanjutnya diterbitkan pula oleh penerbit al-Maimanah di Arab Saudi
dengan nama Tafsîr al-Nawawî dalam dua jilid. Kemudian pada tahun 1994
diterbitkan oleh penerbit Dâr al-Fikr, Beirut dengan nama al-Tafsîr al-Munîr li
Ma`alim al-Tanzîl. 5
1. Latar Belakang Penyusunan
Kitab tafsir ini ditulis sebagai jawaban atas permintaan beberapa koleganya
agar ia menulis sebuah kitab tafsir sewaktu berada di Mekkah. Meskipun pada
awalnya beliau ragu untuk menulis tafsir karena takut masuk dalam kategori apa
yang disabdakan Rasul saw.: siapa yang menfasirkan al-Qur’an (hanya) dengan
akalnya maka dia telah melakukan kesalahan sekalipun benar tafsirannya), tetapi
setelah dipertimbangkan dengan matang, dengan penuh ketawadhuan, beliau tidak
berambisi menjadikan tafsir sebagai target transmisi ilmu yang baru, tetapi hanya
akan mengikuti contoh para pendahulunya dalam menafsirkan al-Qur’an.
Karenanya, beliau mengatakan di pendahuluannya bahwa dalam tafsir tersebut
dirujuk beberapa kitab tafsir standar yang menurutnya otoritatif dan kompeten,
yaitu: al-Futûhât al-Ilâhiyyah karya Sulaiman al-Jamal (w. 1790 M.), Mafâtîh al-
Ghaib karya Fakhruddin al-Râzy (w. 1209 M.), al-Sirâj al-Munîr karya al-Syirbîni
(w. 1570 M.), Tanwîr alMiqbâs karya al-Fairuzabadi (w. 1415 M.), dan Irsyad al-
`Aql al-Salîm karya Abû Su`ûd (w. 1574 M.).6 juga merujuk pada Tanwir al-

5
Faijul Akhyar et al, Diskursus Metodologi Dan Karya-Karya Tafsir Al-Qur’an Generasi
Awal Di Indonesia, (Yogyakarta: Zahir Publishing, 2021), 49
6
Aan Parhani, Metode Penafsiran Syekh Nawawai Al-Bantani Dalam Tafsir Marah
Labid, (Makassar: 2013), 14
Miqbas karya al-Firuzzabadi (w.1415). kitab kitab ini sebenarnya bisa dibilang
jarang beredar dan tidak mudah didapatkan, tetapi saat itu Syekh Nawawi
memperoleh dan menggunakannya sebagai refrensi. 7
2. Tartib (Sistematika)
Teknis penulisan tafsir Marah Labid dimulai dengan penulisan ayat demi
ayat. Penulisan ayat tidak menggunakan nomor atau pun tanda akhir ayat. Adapun
pemisah antar surat ditandai dengan penulisan basmalah, kecuali antar surat al-
Anfâl dan al-Tawbah, disertai penjelasan tentang nama surat, kelompok makkiyah
atau madaniyah, dan jumlah ayat, kalimat, serta huruf. Pada surat-surat tertentu
yang masih diperselisihkan makkiyah atau madaniyah, Syekh Nawawi selalu
menuliskan keduanya sekaligus “makkiyah atau madaniyah”.
3. Manhaj (Motode Penafsiran)
Menurut Rifa’i, tafsir Marah Labid dalam metode penulisannya merupakan
tafsir ijmali karena ketika Syekh Nawawi menafsirkan sebuah ayat, beliau
menjelaskannya dengan ringkas dan padat. Namun, tafsir ini juga terkadang
menafsirkan lebih rinci dari berbagai aspek seperti asbab al-nuzul, qira’at, kosakata,
riwayat riwayat, dan pendapat para ulama, sehingga tafsir ini juga bisa disebut
dengan tahlili. Sementara jika dilihat dari segi bentuk, Marah Labid merupakan
campuran antara model bil ma’tsur dan bil ra’yi. Dalam banyak tempat Syekh
Nawawi kerap menafsirkan suatu ayat dengan riwayat-riwayat, baik itu dari ayat
al-Qur’an itu sendiri, hadis nabi, perkataan sahabat, maupun sumber dari tabi’in.
Dalam konteks tafsir bi al-ra’yi, beliau memahami bi al-ra’y bukan berarti bahwa
seseorang boleh menyelami langsung al-Qur’an dengan tanpa dibekali perangkat
ilmu yang memadai sebagai alat bantunya. Menurutnya, bi al-ra’y berarti seseorang
berijtihad memahami al-Qur’an dengan dilandaskan kepada perangkat perangkat
ilmiyah dan syar'iyah. Dalam menafsirkan ayat dengan pendekatan keilmuan,
beliau senantiasa mengutip pendapat pakar dalam bidangnya. Beliau senantiasa
memulai dengan perkataan ahl ma’ani berkata atau langsung menyebut tokohnya.

7
Anas Mujahiddin, Telaah Tafsir Marah Labid Karya Nawawi Al-bantani, (Bogor:
2021), 84
Kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan tafsir Marah labid adalah standar
kitab-kitab tafsir yang dijadikan kurikulum di Universitas Al-Azhar. Adapun kitab-
kitab tafsir yang disebut Syekh Nawawi menjadi rujukan tafsir Marah Labid:
a. Al-Futuhat al-Ilahiyyah/Tafsir al-Jamal yang merupakan Hasyiyah Tafsir
Tafsir al-Jalalayn karangan Sulaiman Al-Jamal, wafat 970.
b. Mafatih al-Ghaib/Tafsir Al-Razi, karangan Fakhruddin al-Razi wafat 1209
M.
c. Al-Siraj al-Munir karangan Syamsuddin ibn Muhammad ibn Muhammad
al-Syarbini, wafat 1570 M.
d. Tanwir al-Miqbas karangan Fairuzzabadi, wafat 1415 M.
e. Tafsir Abi Su’ud karangan Ibn Su’ud, wafat 1574 M.8
4. Corak Penafsiran
Corak atau kecenderungan tafsir beliau dipengaruhi oleh keluasan ilmu
beliau yang meliputi berbagai bidang ilmu agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya kitab-kitab karangan beliau dari berbagai disiplin ilmu keagamaan. Oleh
sebab itu, ketika mengkaji kitab tafsir karya beliau, akan didapati berbagai aspek
kajian di dalamnya. Mustamin menyingkap setidaknya lima bidang ilmu, yaitu:
ulum al-Qur’an, ilmu bahasa (nahw, sharf, dan balâghah), fiqh, ushul fiqh, ilmu
kalam (teologi), dan tasawuf.
Bidang ulumul Qur’an mencakup bahasan tentang i`jâz al-Qur’ân, muhkam
dan mutasyâbih, tartîb al-âyat wa al-suwar, `ilm almunâsabât, asbâb al-Nuzûl, waqf
dan washal, dan nâsikh dan mansukh, al-Makki wa madani. Sedangkan di bidang
fiqih, ia memiliki kecenderungan dengan Madzhab Syafi’iyyah. Meskipun
demikian, bukan berarti beliau fanatik dan menolak madzhab lain. Hal ini terlihat
dari beberapa ayat yang beliau tafsirkan, beliau juga terkadang membandingkan
empat madzhab yang ada. Dalam masalah teologi beliau menganut paham ahlus-
sunnah wa aljama’ah yang afiliasinya kepada Imam Asy’ari dan Imam Maturidiy.
Syekh Nawawi merupakan pengamal Thareqat Qadiriyah, sehingga dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an beliau juga banyak menggunakan ilmu-ilmu

8
Faijul Akhyar et al, Op. Cit, 51.
tasawuf/sufi. Syekh Nawawi juga termasuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan pendekatan ilmu Qira’at, sehingga jarang ditemukan ayat yang tidak
dikomentari perbedaan qira’atnya dan terkadang mengemukakan argumentasi
setiap penganut qira’at yang ada. Selain itu, dalam tafsir Marah Labid juga ada
terdapat kisah-kisah israiliat yang tidak beliau berikan komentar mengenai hal
tersebut. Sebagai contoh ketika beliau menafsirkan surah Yusuf ayat 4.9
Ansor Bahary menyebutkan tafsir Marah Labid memiliki kemiripan dengan
Tafsir Jalalain yang ditulis oleh al-Suyuthi dan al-Mahalli di mana oleh para
pengamat tafsir termasuk dalam metode ijmali. Hanya saja tafsir Marah Labid
memiliki kelebihan berkat penafsiran ayat dengan ayat. Dalam memberikan
penafsiran menurut bahasa, Nawawi al-Bantani selalu merujuk kepada alQur’an itu
sendiri. Umpamanya kata “al-rahim” dalam al-Fatihah ditafsirkan dengan surat al-
Ahzab/33:43.
Kitab tafsir ini berupaya melestarikan orientasi pemikiran ulama-ulama
abad pertengahan semisal Ibnu Katsir, Jalalain, dan lain sebagainya, sekalipun salah
referensi yang digunakan sebagai rujukan oleh Nawawi al-Bantani adalah Tafsir
Mafatih al Ghayb yang sangat kental akan ra’yu-nya. Oleh karena itu, tafsir Marah
Labid sering dipandang sebagai tabyin (penjelasan) dan kumpulan kutipan-kutipan
yang merujuk pada kitab-kitab yang disebutkan sebelumnya. 10
D. Contoh Penafsiran Marah Labib
Contoh penafsiran Nawawi al Bantani dalam Tafsir Marah Labid secara
aplikatif akan ditampilkan surah al Fatihah. Namun sebelumnya, akan dikemukakan
kandungan-kandungan penafsiran surah tersebut secara global, karena cukup
reflektif dan masih sangat relevan (di masanya), bahwa di satu sisi Nawawi al
Bantani mengikuti para kaum salaf dan tidak menambahkan apapun (di karyanya)
agar ilmu tetap berkesinambungan, dan pada sisi lain ia juga menggaris bawahi
dalam muqaddimah, bahwa di setiap masa ada pembaharuan. Karena itu, dalam
konteks ini, Nawawi menjelaskan kandungan penafsiran al Fatihah yang cukup

9
Aan Parhani, Loc. Cit, 19-20
10
Ansor Bahary, “Tafsir Nusantara: Studi Kritis terhadap Marah Labid Nawawi al
Bantani,” dalam Jurnal Ulul Albab edisi no. 2, Vol. XVI, 2015, 185.
visioner, tanggap, dan maju dalam meneropong, minyikapi kondisi umat Islam di
belahan dunia Muslim, padahal kita tahu Indonesia khususnya pada masa tersebut
adalah masa kolonialisme dan imperialisme.
Berikut ini contoh penjelasannya kandungan al Fatihah yang cukup visioner dalam
penafsiran Nawawi al Bantani di saat kondisi yang tidak menguntungkan.
Menurutnya, surat al Fatihah secara global memiliki empat kandungan pokok.
1. Tauhid atau ‘ilm al Ushul yang berisi tentang semua persoalan
ketuhanan. Hal ini terkandung dalam ayat (alhamdulillahi rabb al
‘alamin) dan ayat ke-3 (al rahman al rahim). Selain itu, berisi persoalan
kenabian, yang terkandung dalam ayat ke-7 (alladzina an’amta
‘alaihim) dan tentang hari akhir yang terkandung dalam ayat ke-4
(maliki yaumiddin).
2. ‘Ilm al Furu’ yang paling besarnya adalah persoalan ibadah-ibadah.
Ibadah-ibadah tersebut menyangkut baik harta maupun fisik, karena
keduanya merupakan persoalan persoalan kehidupan seperti
mu’amalah, munakahat, dan hukum-hukum mengenai perintah dan
larangan. Aspek harta (dalam konteks sekarang ekonomi) dan fisik
(kesehatan) yang cukup dominan, karena akses kedua hal tersebut
sangat sulit ketika dalam kondisi imperialisme saat itu.
3. ‘Ilm Tahshil al Kamalat yang disebut ilmu akhlak seperti penekanan
istiqamah pada jalan yang benar, terkandung dalam ayat ke-5 (iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’in), sedang yang penekanannya pada syari’at,
semuanya yang terkandung dalam al shirat al mustaqim dengan tanpa
mengikutsertakan lafal ihdina.
4. Persoalan tentag kisah-kisah para nabi dan kaum yang beruntung masuk
surga terdapat pada alladzina ‘an ‘amta ‘alaihim, sedang kaum yang
tidak beruntung seperti orang-orang kafir masuk dalam ghayr al
maghdhubi ‘alaihim (Nawawi, tt: 2-3).
Kemudian, untuk penafsiran Nawawi al Bantani secara tafshil atau
terperincinya sebagai berikut:
1. Lafal bismillah ditafsirkan, menghubungkan seluruh huruf yang berada
dalam lafal itu secara artifisial, seperti al ba’ diartikan dengan bahaullah
berarti kehebatan Allah, wa al sin pada ism diartikan sanauhu fala
syaya’ a’ala minhu berarti peraturan atau syariat Allah yang tinggi dan
tidak ada tandingannya, dan seterusnya.
2. Lafal alhamdulillah ditafsirkan dengan syukur atau bersyukur hanya
kepada Allah terhadap nikmat-nikmat-Nya yang berlimpah kepada
hamba-hamba-Nya yang telah Allah SWT. Tunjukan untuk mereka
kepada iman.
3. Lafal Rabbi al ‘alamin ditafsirkan, Allah SWT adalah sang pencipta
mahluk dan pemberi rizki serta menggerakkannya dari satu tempat ke
tempat lain;
4. Lafal al rahman ditafsirkan, sebagai sang Maha Pangasih rizki baik
terhadap orang yang baik ataupun orang yang jahat sekalipun dan
menjauhkan musibah di antara mereka.
5. Lafal ar rahim ditafsirkan, Allah SWT Yang telah menutupi dosa dosa
mereka di dunia, dan mengasihinya dan di akhirat dengan
memasukannya ke dalam syurga.
6. Lafal malikiyaumiddin ini sebelum ditafsirkan secara langsung, terlebih
dahulu Nawawi al Bantani menguraikan aspek qiraat, bahwa lafal malik
itu dibaca dengan bi itsbat al alif (dengan menetapka huruf alif yang
berarti di baca panjang) menurut qurra’ ‘Ashim, Kisai’ dan Ya’qub,
sehingga bacaan tersebut berimplikasi pada penafsiran.
7. Lafal iyyaka na’budu ditafsirkan, kita tidak boleh menyembah satu pun
kecuali hanya Engkau Allah SWT.
8. Lafal wa iyyaka nasta’in ditafsirkan, kepada Engkau kami memohon
atas hamba-hambamu, maka tak ada kekuatan yang dapat
menghindarkan diri dari musibah maksiat kecuali dengan kekuatan-Mu.
Demikian juga sebaliknya, tidak ada kekuatan untuk dapat taat kepada-
Nya kecuali dengan pertolongan-Mu.
9. Lafal ihdinasshirathal mustaqim ditafsirkan, semoga Engkau tetap
tambahkan hidayah pada agama Islam.
10. Lafal shirath al ladzina an’amta ‘alaihim ditafsirkan, agama mereka
yang telah Aku (Allah SWT) anugrahkan kepadanya, yakni agama para
Nabi, shaddiqin, syuhada, dan shalihin.
11. Lafal ghayri al maghdhub ditafsirkan bukan agama Yahudi yang Aku
(Allah SWT) murkai.
12. Lafal ‘alayhim wala al dhallin ditafsirkan, bukan juga nama Nashara
(sekarang Kristen) yang mereka telah sesatkan dari Islam.
PENUTUP

Kesimpulan
Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki nama lengkap Abu Abd al-Mu'ti
Muhammad Nawawi ibn Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani. Ialebih dikenal
dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani. Dilahirkan di Kampung
Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang Banten. Beliau merupakan
keturunan ke-12 Sunan Gunung Jati atau Maulana Syarif Hidayatullah.
Syekh Nawawi al-Bantani memulai perjalanan menuntu ilmunya sejak
umur lima tahun dengan berguru kepada ayahnya, Syekh Umar bin Araby dan
mendapatkan Ilmu Pengetahuan khususnya Ilmu Agama seperti Bahasa Arab,
tauhid, fiqih dan tafsir. Setelah itu barulah Muhammad Nawawidan kedua adiknya
Ahmad dan Tamim belajar kepada ulama-ulama lain hingga ke tanah suci.
Syekh Nawawi al-Bantani memiliki banyak karya pada bidang tauhid,
tarikh, tasawuf, fiqih, hadist, tajwid, ilmu bantu, dan tafsir yang khususnya
melahirkan Tafsir Marah Labid. Kitab tafsir Marah Labid ditulis lengkap 30 juz dan
ditulis berbahasa Arab, berbeda dengan kitab-kitab ulama Nusantara yang lain,
yang kebanyakan menulis tafsir menggunakan bahasa Nusantara, seperti jawa,
Melayu, maupun bahasa Indonesia. Kitab tafsir Marah Labid ditulis seperti al-
Qur’an, berurutan, sistematis, dimulai dari surah al Fatihah hingga surah an-Nas.
Corak atau kecenderungan tafsir beliau dipengaruhi oleh keluasan ilmu
beliau yang meliputi berbagai bidang ilmu agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya kitab-kitab karangan beliau dari berbagai disiplin ilmu keagamaan. Oleh
sebab itu, ketika mengkaji kitab tafsir karya beliau, akan didapati berbagai aspek
kajian di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Faijul et al. Diskursus Metodologi Dan Karya-Karya Tafsir Al-Qur’an


Generasi Awal Di Indonesia. Yogyakarta: Zahir Publishing. 2021.
Bahary, Anshor. Tafsir Nusantara: Studi Kritis terhadap Marah Labid Nawawi al
Bantani,” dalam Jurnal Ulul Albab edisi no. 2. Vol. XVI. 2015.
Mahrus, Kafabihi. Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya. Kendal: Pondok
Pesantren Al-Itqon. 2007.
Mujahidin, Anas. Telaah Tafsir Marah Labid Karya Nawawi Al-bantani. Bogor.
2021.
Parhani, Aan. Metode Penafsiran Syekh Nawawai Al-Bantani Dalam Tafsir Marah
Labid. Makassar. 2013.
Yasin. Melacak Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani. Semarang: RaSAIL Media Group.
2007.
https://qotrunnada-depok.ponpes.id/read/79/biografi-syekh-muhammad-nawawi-al-
jawi-al-bantani.
https://an-nur.ac.id/biografi-syaikh-muhammad-nawawi-al-bantani/

Anda mungkin juga menyukai