Anda di halaman 1dari 6

BAB III

SPT TAHUNAN
WAJIB PAJAK BADAN

Oleh:
Kelompok 3

Ni Kadek Arianti (12)


Ni Kadek Dwi Putri (16)
Ni Komang Yuniasih (19)
Ni Luh Putu Nita Cahyani Putri (20)
Ni Nyoman Sancita Dewi (22)
Putu Farina Cahyarani (33)

SMK N 1 GIANYAR
Tahun Ajaran 2023/2024
A. SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Jenis-Jenisnya
I. Pengertian SPT Tahunan
SPT Tahunan merupakan surat yang digunakan para Wajib Pajak untuk melaporkan
segala bentuk perhitungan dan pembayaran pajak, baik untuk objek pajak maupun
bukan pajak. SPT Tahunan memiliki 2 jenis yaitu SPT Tahunan pribadi dan SPT
Tahunan Badan.
II. Jenis Formulir SPT Tahunan
Formulir SPT terbagi menjadi empat, yaitu:

1 SPT Tahunan nomor 1770SS untuk wajib pajak dengan penghasilan kotor
tidak lebih dari 60 juta, selain itu ia bekerja hanya untuk satu perusahaan
atau lembaga sepanjang setahun.
2 SPT Tahunan nomor 1770S untuk Wajib Pajak yang berstatus karyawan yang
berpenghasilan kotor lebih dari 60.000.000 atau bekerja untuk dua atau lebih
perusahaan dalam rentang waktu setahun.
3 SPT Tahunan nomor 1770 diperuntukkan bagi pegawai dengan penghasilan
lain atau penghasilan tambahan baik kurang Rp 60 juta atau lebih Rp 60 juta
per tahun. Jenis SPT ini juga diperuntukkan bagi wajib pajak non pegawai.
4 SPT Tahunan nomor 1771 bagi Wajib Pajak Badan hanya memiliki satu jenis
formulir, yaitu formulir SPT 1771, berbeda dengan lapor SPT Tahunan pribadi
yang memiliki lebih dari satu formulir. Badan usaha atau perusahaan yang
menggunakan SPT 1771 ini diberlakukan untuk Badan Usaha seperti
Perseroan Terbatas (PT), Commanditer Venture (CV), Usaha Dagang (UD),
organisasi, yayasan dan perkumpulan.

III. Formulir SPT Tahunan nomor 1771


Dikarenakan pada BAB kali ini kita akan membahas mengenai SPT Tahunan Wajib
Pajak Badan maka formulir SPT Tahunan yang akan kita bahas yaitu formulir SPT
Tahunan nomor 1771

Formulir umum SPT Tahunan Badan 1771 terdiri dari enam formulir umum, yaitu:
 Formulir 1771 I
merupakan formulir isian untuk memberitahukan laporan keuangan
komersial dan penghitungan penghasilan neto fiskal.
 Formulir 1771 II
merupakan formulir yang diisi untuk memberitahukan perincian harga pokok
penjualan (HPP), biaya usaha secara komersial, dan biaya dari luar usaha.
 Formulir 1771 III
Formulir 1771 III merupakan formulir yang diisi untuk melaporkan kredit
pajak dalam negeri.
 Formulir 1771 IV
Formulir ini merupakan formulir yang digunakan untuk melaporkan jumlah
penghasilan yang dikenakan PPh final, jumlah PPh final yang dibayarkan dan
jumlah penghasilan yang bukan merupakan objek PPh selama tahun pajak
yang bersangkutan
 Formulir V
Formulir ini merupakan formulir yang digunakan untuk melaporkan daftar
pemegang saham/pemilik modal dan jumlah dividen yang dibagikan serta
daftar susunan pengurus dan komisaris.
 Formulir VI
Formulir ini merupakan formulir yang digunakan untuk melaporkan daftar
penyertaan modal pada perusahaan afiliasi, daftar utang dari pemegang
saham dan/atau perusahaan afiliasi, daftar piutang kepada pemegang saham
dan/atau perusahaan afialisi.

B. Laporan Keuangan yang Diperlukan dalam pelaporan SPT Tahunan Wajib


Pajak Badan
Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan
utama yaitu neraca dan laporan laba rugi. Laporan keuangan disusun dengan maksud
menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yanag
berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan. Laporan
keuangan, dalam proses pembuatannya terbagi atas 4 bagian yaitu:
 Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan laporan yang menyajikan penghasilan dan beban
entitas untuk suatu periode yang merupakan kinerja keuangannya. Di dalam
laporan laba rugi, suatu perusahaan dianggap mengalami laba apabila jumlah
pendapatannya lebih besar dari jumlah beban yang dikeluarkan.

 Laporan Perubahan Ekuitas


Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menunjukkan perubahan ekuitas
pemilik yang terjadi selama periode waktu tertentu.

 Neraca
Neraca atau laporan posisi keuangan merupakan informasi yang menyajikan
asset, kewajiban, dan ekuitas suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu
periode akuntansi yang menunjukkan pesisi keuangan dari perusahaan tersebut
pada akhir periode.
 Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan laporan yang menyajikan informasi perubahan kas
dan setara kas estitas, yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi
selama satu periode dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

C. Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba akuntansi yang berbeda
dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto atau laba yang sesuai
dengan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak badan dan
wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan pendekatan akuntansi (komersial). Koreksi fiskal dapat dikelompokkan
menjadi beda permanen (permanent differences) dan beda sementara (timing
differences).

Rekonsiliasi (Koreksi) fiskal terdiri dari dua macam, yaitu


1 Koreksi positif, terjadi apabila laba menurut fiskal bertambah. Koreksi fiskal
positif biasanya dilakukan akibat adanya hal-hal berikut:
 Beban yang tidak diakui oleh pajak
 Peyusutan komersial lebih besar daripada peyusutan fiskal
 Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal
 Peyusutan fiskal positif lainnya
2 Koreksi negatif, yang terjadi apabila laba menurut fiskal berkurang. Koreksi
negative biasanya dilakukan akibat adanya hal-hal seperti:
 Penghasilan tidak termasuk obajek pajak
 Penghasilan dikenakan Pph final
 Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal
 Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal
 Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya

D. Menghitung Pajak Penghasilan


 Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Terkait Aturan PP Nomor 46 Tahun 2013
Wajib pajak badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 dalam satu tahun pajak
dikenai PPh Final dengan tarif sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari setiap tempat usaha.
 Menghitung PPh dengan Tarif PPh Berdasarkan Pasal 31 E UU PPh No. 36 Tahun
2008
Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 maka perhitungan PPh
terutangnya adalah:

50% x 25% x seluruh penghasilan kena pajak

Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 sampai Rp.


50.000.000.000,00 maka penghitungan penghitungan PPh terutangnya adalah:

(50% x 25%) x penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 25% x penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Pembahasan Kasus
Studi kasus 1 (Perhitungan pajak penghasilan dengan tarif pph pasal 31 E UU Pph No. 36
Tahun)

PT Usaha Sukses bergerak di bidang mebel. Data pada tahun 2012 menurut pembukaan adalah
sebagai berikut:

Penjualan Rp. 4.250.000.000


Persediaan 1 januari 2012 Rp. 850.000.000
Pembelian selama tahun 2012 Rp. 3.250.000.000(+)
Tersedia Dijual Rp. 4.100.000.000
Persediaan 31 Desember 2012 Rp. 750.000.000(-)
Harga Pokok Penjualan Rp. 3.350.000.000(-)
Laba Bruto Usaha Rp. 900.000.000
Beban Operasional Usaha:
Biaya Gaji Rp. 92.500.000
Biaya Penyusutan Rp. 62.500.000
Biaya Perlengkapan Kantor Rp. 12.250.000
Biaya Perjalanan Dinas Rp. 14.500.000
Biaya Bunga Rp. 22.500.000
Biaya Sewa Gedung Rp. 24.500.000
Biaya Teleppon dan Listrik Rp. 13.500.000(+)
Total Biaya Rp. 240.250.000(-)
Laba Neto Usaha Rp. 659.750.000

Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang:

Rumus: Pajak Penghasilan = 50% x 25% x seluruh penghasilan kena pajak

Pajak Penghasilan = 50% x 25% X Rp. 659.750.000 = Rp. 82.468.750

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar PT Usaha Sukses adalah Rp. 82.468.750

Anda mungkin juga menyukai