Anda di halaman 1dari 15

SOSIALISASI BAHAYA RABIES DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI

ANTISIPASI PENULARAN SEJAK DINI

Dosen Fasilitator :
Ayu Citra Mayasari, SPd., M.Kes

Nama Kelompok :
Lolita Paya Lembong Padang (2310002)
Afriani Cahya Widyaningrum (2310006)
Ajeng Lustia Dewi Maharani (2310010)
Aliyah Hayu Atsilah (2310012)
Bagus Suryo Bintoro (2310024)
Delina Prigata Asih (2310030)
Mochamad Yusuf Romadhon (2310064)
Naiana Laura Putriayu (2310072)
Rakasiwi (2310086)
Widiartama Adi Purwanto (2310112)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktunya. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan.
Adapun tema pada makalah ini adalah “Sosialisasi Bahaya Rabies di Sekolah Dasar sebagai
Antisipasi Penularan Sejak Dini”.

Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Tuhan karuniakan kepada
kami, sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber dan melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini kami dengan maksimal dan sebaik-baiknya menyusun makalah.
Oleh karena itu, kami mengucapakan terimakasih kepada ibu Dr. Farida, S.ST., M.Kes., ibu
Ayu Citra Mayasari, S.Pd., M.Kes., dan ibu Iis Fatmawati, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku dosen
pengampu mata kuliah "Promosi Kesehatan&Pendidikan Kesehatan" serta semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
motivasi dan semangat dalam pembuatan tugas makalah ini.Harapan kami informasi dan materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Terlepas dari semua itu kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuranga
baik dari segi penyusunan kalimat ataupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Surabaya, Senin 01 April 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................iii
1. Kerangka Konsep Promosi Kesehatan ................................................................. 1
1.1 Definisi Promosi Kesehatan ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Promosi Kesehatan ............................................................................. 1
1.3 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan................................................................ 1
1.4 Sejarah Promosi Kesehatan............................................................................. 2

2. Perilaku Manusia dan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Dalam


Penyakit Rabies ............................................................................................................ 4
2.1 Definisi Perilaku ............................................................................................. 4
2.2 Perilaku Manusia ............................................................................................ 4
2.3 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Dalam Penyakit Rabies ................. 4
2.4 Kasus Rabies di Indonesia .............................................................................. 6
2.5 Pengelompokan Perilaku ................................................................................ 7
2.6 Ranah Perilaku ................................................................................................ 7
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat............................................ 8

3. Kesimpulan ............................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10
LAMPIRAN................................................................................................................ 12

iii
KERANGKA KONSEP PROMOSI KESEHATAN

1.1 Definisi Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan mempunyai definisi yang lebih luas dibandingkan pendekatan
pendidikan kesehatan yang sebatas memberikan informasi terhadap orang-orang sehingga
mereka dapat mengambil tindakan untuk mengoptimalkan kesehatan seseorang. Promosi
kesehatan tidak hanya meliputi pemberian informasi, tetapi juga menekankan pada
penguatan individu dan tindakan yang diarahkan untuk mengubah kehidupan masyarakat,
dengan meningkatkan struktur komunitas yang mendukung, pengurangan kondisi ekonomi
yang merugikan, mengurangi bahaya lingkungan dan ditopang dengan kebijakan politik.
(Abdussamad et al., 2021).

Program kesehatan yang dirancang untuk mendorong orang untuk berpartisipasi dalam
semua kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan untuk meningkatkan kesehatan
mereka dikenal sebagai promosi kesehatan (Siregar, Harahap and Aidha, 2020).

Kebangkitan pendidikan kesehatan adalah promosi kesehatan yang dapat diartikan


sebagai kombinasi pendidikan kesehatan dan kebijakan publik tentang kesehatan. Menurut
Elwes (1987); "Promosi" ketika digunakan dalam konteks kesehatan, dapat dipahami
sebagai perubahan kesehatan, mempromosikan, membantu, mendorong, dan menjadikan
sesuatu yang lebih baik atau memberi dampak positif terhadap kesehatan individu dan
masyarakat..

1.2 Tujuan Promosi Kesehatan


Promkes, atau promosi kesehatan, memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan.
2. Mendorong perubahan perilaku yang lebih sehat, seperti pola makan sehat, olahraga
teratur, dan kebiasaan hidup bersih.
3. Mengurangi angka penyakit dan kematian yang dapat dicegah melalui tindakan
pencegahan.
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi kesehatan yang akurat dan dapat
dipercaya.
5. Memperkuat kapasitas individu dan komunitas dalam mengelola dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri.

1.3 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan dilakukan di rumah sakit dalam rangka mengembangkan pengertian
dari pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit tekait dengan masalah kesehatan serta
upaya pencegahannya. Promosi kesehatan berupaya untuk meningkatkan kesadaran serta
minat pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit serta berperan aktif dalam usaha
penyembuhan dan pencegahan penyakit. Promosi kesehatan secara umum adalah
memampukan individu maupun masyarakat supaya meningkat kemampuan diri dalam

1
peningkatan derajat kesehatan WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi mengenai
promosi kesehatan promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk
meningkatkan kontrol, dan meningkatkan, kesehatan mereka. Untuk mencapai
kesejahteraan yang lengkap fisik, mental, dan sosial, kesejahteraan, individu atau kelompok
harus dapat mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan
untuk mengubah atau mengatasi lingkungan.

Promosi kesehatan memiliki 4 ruang lingkup, ruang lingkup tesebut, antara lain tingkat
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Keempat ruang lingkup ini memiliki target
sasaran masing-masing dari kelompok sehat hingga kelompok sakit untuk memaksimalkan
pemulihan atau kemampuan tinggal. Rumah sakit dapat memenuhi keempat lingkup untuk
menunjang kesembuhan pasien serta menjaga keluarga pasien dan masyarakat tetap sehat.
Ottawa Charter dalam Notoatmojo (2007), mendorong pemerintah dan organisasi
kesehatan lain dalam pelaksanaan promosi kesehatan melalui 5 strategi promosi kesehatan
yaitu Health Public Policy, Supportive Environment, Reorient Health Services, Personal
Skill, dan Community Action, yang jika dalam bahasa Indonesia yaitu kebijakan
berwawasan kesehatan, lingkungan yang mendukung, reorientasi pelayanan kesehatan,
ketrampilan individu, dan gerakan masyarakat.

1.4 Sejarah Promosi Kesehatan


Perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan
Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh perkembangan Promosi Kesehatan
International yaitu dimulainya program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang
Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi Kesehatan
(Departemen Kesehatan, 1994).

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan


setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi Internasional pertama
tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986.

Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi
serta prinsip-prinsip dasar Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu itu di
Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup terkenal
hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula istilah-istilah populer lain seperti
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran Sosial) dan
Mobilisasi Sosial.

Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah seperti uraian


berikut ini:
1. Sebelum Tahun 1965
Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-program
kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan,
terutama pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb.

2
Sasarannya perseorangan (individu), supaya sasaran program lebih kepada perubahan
pengetahuan seseorang.

2. Periode Tahun 1965-1975


Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada masyarakat. Saat itu juga
dimulainya peningkatan tenaga profesional melalui program Health Educational Service
(HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang bersifat individual walau sudah
mulai aktif ke masyarakat. Sasaran program adalah perubahan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan.

3. Periode Tahun 1975-1985


Pada 1980-an, istilah "Penyuluhan Kesehatan" mulai digunakan di Indonesia, dengan
program PKM dan Posyandu bertujuan untuk membina masyarakat. Meskipun
pendidikan kesehatan menekankan informasi melalui media, perubahan perilaku
masyarakat lamban. WHO memperkenalkan istilah "promosi kesehatan" pada 1984,
yang tidak hanya fokus pada perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yang
mendukung.

4. Periode Tahun 1985-1995


Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas
memberdayakan masyarakat. Direktoral PKM berubah menjadi Pusat PKM, yang
tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran sosial bidang
kesehatan. Saat itu pula PKMD menjadi Posyandu. Tujuan dari PKM dan PSM saat itu
adalah perubahan perilaku. Pandangan (visi) mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’
tentang Promosi Kesehatan.

5. Periode Tahun 1995 sampai Sekarang


Pada tahun 1997, istilah PKM diganti menjadi Promosi Kesehatan, dengan fokus pada
pemberdayaan massa, kemitraan, politik kesehatan, dan perubahan kebijakan serta
lingkungan. Ini sesuai dengan prinsip Promosi Kesehatan dalam Piagam Ottawa yang
menekankan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan
mereka. Perubahan ini juga sejalan dengan perkembangan internasional dalam bidang
kesehatan, termasuk perubahan nama unit Health Education di WHO menjadi unit
Health Promotion. Deklarasi Jakarta, hasil Konferensi Internasional Promosi Kesehatan
ke IV, menjadi tonggak penting dalam perkembangan promosi kesehatan di Indonesia.

3
PERILAKU MANUSIA DAN PERILAKU PENCARIAN
PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYAKIT RABIES

2.1 Definisi Perilaku


Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Menurut Skinner, seperti yang dikutip
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar.

2.2 Perilaku Manusia


Meskipun rabies merupakan masalah serius, terdapat indikasi bahwa sebagian
masyarakat mungkin belum sepenuhnya menyadari tingkat bahaya yang dihadapi. Hal ini
tercermin dari rendahnya cakupan vaksinasi anjing, yang menunjukkan adanya kurangnya
respons yang cukup terhadap upaya pencegahan penyakit ini.

Pengetahuan pemilik anjing tentang gejala rabies dan upaya-upaya untuk menjaga
anjing mereka dari paparan rabies juga memengaruhi peran manusia dalam mengendalikan
penyebaran penyakit ini. Namun, masih ada tantangan dalam cara pemeliharaan hewan
penular rabies, seperti kecenderungan untuk melepas hewan peliharaan ke lingkungan yang
tidak terkontrol.

Tanggapan terhadap kasus gigitan hewan yang diduga terinfeksi rabies juga
mencerminkan perilaku manusia terhadap penyakit ini. Reaksi cepat dan tepat, termasuk
melaporkan dan mencari perawatan medis yang sesuai, merupakan langkah penting dalam
mencegah penyebaran lebih lanjut.

Tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam program vaksinasi hewan penular
rabies juga merupakan indikator perilaku manusia terhadap rabies. Pentingnya edukasi dan
penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program
vaksinasi sangat diperlukan.

Perilaku manusia terhadap rabies sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran, dan
respons terhadap ancaman penyakit ini. Upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian rabies sangat penting untuk
mengatasi masalah ini secara efektif.

2.3 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Dalam Penyakit Rabies


Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dalam kasus penyakit rabies umumnya
dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya penyakit ini, aksesibilitas
layanan kesehatan, dan kepercayaan terhadap sistem kesehatan. Faktor lain seperti budaya
dan pengetahuan lokal juga dapat memengaruhi apakah seseorang mencari perawatan
medis setelah terpapar rabies. Penting bagi pemerintah dan penyedia layanan kesehatan

4
untuk meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas layanan guna mencegah penyebaran
penyakit rabies yang mematikan ini.

Pengetahuan merupakan hasil dari proses pengindraan manusia, yang melibatkan


penggunaan indra seperti mata dan telinga. Mayoritas pengetahuan seseorang diperoleh
melalui pendengaran dan penglihatan. Perilaku manusia mencakup semua aktivitas yang
dapat diamati, baik langsung maupun tidak langsung oleh orang lain. Pencegahan rabies
adalah upaya untuk mengurangi risiko paparan terhadap hewan yang terinfeksi virus rabies.
Oleh karena itu, upaya penyuluhan terus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies, dengan harapan dapat meningkatkan
partisipasi dalam upaya pencegahan penyakit tersebut.

Upaya penyuluhan dan fasilitasi vaksinasi terus dilakukan untuk meningkatkan sikap
dan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan rabies. Analisis statistik menunjukkan
adanya hubungan antara sikap dan tindakan pencegahan penyakit rabies. Sikap pemilik
anjing dan budaya atau suku mempengaruhi perilaku pencegahan rabies, seperti
memastikan akses vaksinasi yang mudah dan mempraktikkan cara pemeliharaan anjing
yang baik. Kepercayaan dan adat juga memengaruhi pembentukan perilaku kegiatan
penyuluhan promosi kesehatan dapat diarahkan untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat terkait rabies.

1. Penyuluhan tentang Pengetahuan Dasar Rabies: Kegiatan ini dapat mencakup informasi
tentang gejala rabies, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan yang efektif.
Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penyakit ini, mereka akan lebih
mungkin untuk mengambil tindakan pencegahan yang tepat.

2. Demonstrasi Praktis Pencegahan: Melakukan demonstrasi langsung tentang cara-cara


yang efektif untuk mencegah rabies, seperti bagaimana memberikan vaksin kepada
hewan peliharaan, menghindari kontak dengan hewan liar, dan tindakan yang harus
diambil jika terjadi gigitan hewan.

3. Sosialisasi Program Vaksinasi: Menginformasikan kepada masyarakat tentang


pentingnya vaksinasi hewan peliharaan mereka secara teratur dan memfasilitasi akses
ke vaksinasi tersebut. Menyediakan informasi tentang lokasi dan jadwal vaksinasi serta
cara untuk mengaksesnya.

4. Kolaborasi dengan Komunitas Lokal: Melibatkan tokoh masyarakat, pemimpin suku,


atau kelompok-kelompok lainnya dalam kegiatan penyuluhan dapat membantu
menyebarkan pesan tentang pencegahan rabies secara lebih efektif dalam komunitas.

5. Penggunaan Media Komunikasi: Menggunakan berbagai media komunikasi seperti


brosur, poster, dan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang rabies dan
tindakan pencegahannya. Video edukatif dan kampanye online juga bisa menjadi alat
yang efektif untuk mencapai khalayak yang lebih luas.

5
Dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan promosi kesehatan yang mencakup berbagai
aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan pencegahan rabies, diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi risiko penyebaran penyakit ini.

2.4 Kasus Rabies di Indonesia


Di Indonesia, rabies merupakan masalah kesehatan serius yang tersebar di banyak
provinsi, termasuk Bali. Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang
menyerang sistem saraf pusat manusia dan hewan, seperti anjing, kucing, dan mamalia
lainnya. Virus rabies biasanya ditularkan melalui gigitan atau cakaran dari hewan yang
terinfeksi. Penyakit ini memiliki gejala awal seperti demam, sakit kepala, dan kelelahan,
namun dapat berkembang menjadi gejala lebih serius, termasuk kejang, kesulitan bernapas,
dan gangguan neurologis lainnya. Rabies sering kali berakhir dengan kematian jika tidak
diobati. Oleh karena itu, pencegahan melalui vaksinasi hewan peliharaan dan respons cepat
terhadap gigitan hewan yang diduga terinfeksi rabies sangat penting untuk mencegah
penyebaran penyakit ini.

Kasus rabies pertama kali dikonfirmasi di Bali pada November 2008, dan jumlah kasus
positif terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa dalam
tiga tahun terakhir, jumlah kasus di Bali mencapai 626, dengan peningkatan signifikan dari
tahun ke tahun. Selain itu, kasus berulang sering terjadi di beberapa daerah di Bali, seperti
Kabupaten Jembrana, Buleleng, Karangasem, dan Bangli. Meskipun upaya vaksinasi
anjing telah dilakukan, cakupannya masih rendah, dengan hanya sekitar 14,54% anjing
yang divaksinasi hingga Mei 2022. Sekitar 5% dari anjing di Bali adalah liar, sementara
sisanya dimiliki oleh masyarakat. Namun, masih banyak anjing yang dibiarkan berkeliaran,
baik secara sengaja maupun tidak, yang menyulitkan pengendalian penyakit rabies.

Analisis menunjukkan bahwa vaksinasi hewan penular rabies (HPR) merupakan kunci
keberhasilan dalam memberantas rabies. Korelasi yang signifikan antara seroproporsi
serum dan kasus rabies menunjukkan pentingnya vaksinasi dalam menekan penyebaran
penyakit ini. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan program vaksinasi,
seperti cara pemeliharaan HPR yang diliarkan/dilepaskan, rendahnya pengetahuan pemilik
anjing tentang gejala rabies, dan kecenderungan masyarakat untuk membiarkan anjing
berkeliaran di tempat umum. Model sosial ekologi menyoroti kompleksitas faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku dan keputusan masyarakat terkait rabies, mulai dari tingkat
individu hingga kebijakan pemerintah. Pentingnya pemahaman dan partisipasi masyarakat
dalam program vaksinasi HPR di Bali sangat diperlukan untuk mengatasi masalah rabies
secara efektif.

6
2.5 Pengelompokan Perilaku
Berdasarkan teori SOR tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi :
a. Perilaku tertutup (covert behavior): perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
b. Perilaku terbuka (Overt behavior): perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang
lain (dari luar) atau obseravable behavior.

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk dua
macam, yakni:
a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

2.6 Ranah (Domain) Perilaku


Benyamin Bloom (1908) dalam (Notoatmodjo, 2010) seorang ahli psikologi pendidikan
membedakan adanya tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif
(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dikembangkan menjadi
tiga tingkat ranah prilaku sebagai berikut :
a. Pengetahuan (Knowledge)
Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yakni:
1.Tahu (know)
2.Memahami (comprehension)
3.Aplikasi (application)
4.Analisis (analysis)
5.Sintesis (synthesis)
6.Evaluasi (evaluation)
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senag-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
1. Menerima (receiving):
2. Menanggapi (responding)
3. Menghargai (valuing)
4. Bertanggung jawab (responsible)

7
c. Tindakan atau Praktik (practice)
Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik).
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya,
yakni:
1.Praktik terpimpin (guided response)
2.Praktik secara mekanisme (mechanism)
3.Adopsi (adoption)

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat


Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat antara lain:
1.Tingkat Pendidikan
2.Pengetahuan
3.Umur
4.Lingkungan

8
KESIMPULAN

Promosi kesehatan merupakan upaya menyeluruh untuk mendorong masyarakat


berpartisipasi dalam meningkatkan derajat kesehatannya, yang mencakup pemberian
informasi, penguatan individu, serta perubahan lingkungan dan kebijakan yang mendukung.
Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran, mengubah perilaku ke arah lebih sehat, mencegah
penyakit, memperluas akses informasi kesehatan, dan memberdayakan masyarakat dalam
mengelola kesehatannya sendiri. Dalam kasus penyakit rabies di Indonesia, perilaku manusia
seperti pengetahuan tentang gejala, cara pemeliharaan hewan, serta pencarian layanan
kesehatan ketika terpapar sangat berpengaruh dalam upaya pengendalian penyebaran penyakit
ini. Oleh karena itu, kegiatan penyuluhan dan promosi kesehatan yang komprehensif melalui
berbagai media dan pendekatan sangat diperlukan untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan
tindakan pencegahan rabies di masyarakat secara efektif.

9
DAFTAR PUSTAKA

Armawati Abidin, A. B., Soroaka, P. S. I. K. S. B., & Sulawesi Selatan, I. (2020).


HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP UPAYA
PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TOMONI TIMUR TAHUN 2020.
Astuti, D. A. (2023). Promosi Kesehtan Untuk Bidan (M. K. Dr. Ns. Adius Kusnan, S.Kep. &
M. K. Dr. dr. Asriati (eds.)). EUREKA MEDIA AKSARA, JUNI 2023 ANGGOTA
IKAPI JAWA TENGAH NO. 225/JTE/2021.
Chintya Devi, Reynaldy Bimatara, Ayu Fitri Lestari, J. D. E. S., 1234Departemen Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku, P. S. K., & Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
PSDKU Universitas Airlangga, B. (2015). PENERAPAN PROMOSI KESEHATAN
(PKRS) DI RUMAH SAKIT ISLAM FATIMAH BANYUWANGI Implementation of
Health Promotion in Fatimah Islamic Hospital Banyuwangi.
Huwae, L. B. S., Sanaky, M., & Pirsouw, C. G. (2020). Hasil Penelitian GAMBARAN
PENGETAHUAN , SIKAP , DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG
PENCEGAHAN RABIES DI DESA MOREKAU KECAMATAN SERAM BARAT
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2018 Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Coresponding author email : laurahuwae@yahoo.com ISSN 2686-5165 ( online )
Volume 2 , Nomor 1 , April 2020 Pendahuluan Rabies merupakan penyakit infeksi akut
susunan saraf pusat pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh virus rabies , yang
termasuk genus Lyssavirus dari family kesehatan masyarakat di seluruh dunia kasus ,
diikuti oleh Sulawesi Utara sebanyak Jumlah kasus tersebut menurun cukup jauh
dibandingkan tahun sebelumnya . Berbeda dengan di Maluku , kasus GHPR didapatkan
meningkat cukup jauh dari tahun sebelumnya yaitu menjadi sebanyak 1 . 405 kasus
dengan 6 kasus kematian akibat hasil rabies uji ( Lyssa ). rabies termasuk Indonesia
karena memiliki tingkat kematian yang cukup besar . Berdasarkan data World Health
Organization ( WHO ), rabies diperkirakan menyebabkan 59 . 000 kematian per tahun
di seluruh dunia dengan angka kematian hampir 100 %. Sekitar 56 % di antaranya
terjadi di Asia dan 44 % di Afrika , provinsi yang endemis Berdasarkan data
Laboratorium Kesehatan Hewan Tipe B Ambon , jumlah kasus positif rabies di Provinsi
Maluku lima tahun terakhir , sejak 2013 hingga 2017 sangat bervariasi setiap tahunnya
, dengan jumlah spesimen positif terbanyak terdapat di Kota Ambon kemudian diikuti
Kabupaten Seram Bagian Barat . 7 Tinggi rendahnya kasus rabies pada hewan dan
manusia oleh di faktor suatu daerah Berdasarkan data dan informasi Ditjen P2P
Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 , kasus kematian akibat rabies sejak tahun 2009
sampai dengan tahun cenderung dipengaruhi pengetahuan masyarakat tentang bahaya
penyakit rabies dan kesadaran masyarakat terkait tindakan pencegahan terhadap rabies
, baik dalam hal memelihara hewan yang baik dan benar yaitu melakukan vaksinasi
rutin dan tidak menurun , tetapi kembali meningkat pada tahun 2015 menjadi 118
kematian , dan kemudian penurunan di menjadi Demikian juga dengan kasus Gigitan
Hewan Penular Rabies ( GHPR ) dan kasus yang digigit yang diberi Vaksin Anti Rabies
( VAR ) mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu Kasus GHPR pada tahun 2016
paling banyak terjadi di Bali yaitu sebanyak 33 . 103 membiarkan hewan peliharaan
berkeliaran bebas ataupun dalam hal pelayanan kesehatan setelah digigit hewan
penular rabies untuk mendapatkan p…. 2(April), 47–58.

10
Ira Nurmala, Adi Nugroho, Nur Laily, Fauzie Rahman, V. Y. A. (2018). PROMOSI
KESEHATAN.
Made Indra Wijaya, Made Agus Hendrayana, M. K. W. G. (2023). Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(24), 103–116.
Syahfitri, R. I. (2023). Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Pencegahan Penyakit
Rabies. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

11
LAMPIRAN

Gambar 2.1 Rabies Dari Gigitan Anjing

12

Anda mungkin juga menyukai