Anda di halaman 1dari 10

Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum

Vol. 17 No. 1, 2017, 56-65

Artikel Hasil Penelitian

Universalism Vs. Cultural Relativism dan Implementasinya dalam Hak


Kebebasan Beragama Di Indonesia

Belardo Mega Jaya, Muhammad Rusli Arafat


Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Indonesia

Abstract
One of human right issue which is always debate is conflict of two different
between "ideologies / perspectives" in the application of human rights on a
Artikel Diterima: na-tional scale, there are universalism and cultural relativism, it will make
1 Mei 2017 different way to human right application in countries, one of them is to appli-
cation of right to religion. This research is normative. The result of this re-
Artikel Disetujui: search showed that universalism put human right (HAM) as universal values
29 Mei 2017 as formulated in International Bills of Human Rights. Human rights have
been naturally owned by an individual. This is the universal nature of those
Artikel Diterbitkan: rights where human rights are a natural rights theory and apply to anyone
10 Juni 2017 and everywhere. These rights cannot revoke by anyone, and also cannot be
trans-ferred from human to other human or regulated by the state. The State
is obliged to fulfill those rights. In contrast to cultural relativism, which
rejects the view of universal rights.
Keywords: Human Right, Right to Religion
Abstrak
Salah satu isu hak asasi manusia yang selalu menjadi perdebatan adalah
konflik antara dua “ideologi/perspektif” yang berbeda dalam penerapan
hak asasi manusia dalam skala nasional, yaitu universalisme (universalism)
dan relativisme budaya (cultural relativism), hal tersebut akan menye-
babkan perbedaan dalam hal penerapan hak asasi manusia di negara-
negara, salah satunya dalam penerapan dalam hak kebebasan beragama
(right to reli-gion). Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil
Korespondensi Penulis: penelitian menunjukkan bahwa Universalisme menempatkan HAM
muhammadrusliarafat@gmail.com sebagai nilai-nilai universal sebagaimana dirumuskan dalam berbagai
bentuk International Bills of Human Rights. Hak asasi manusia telah secara
alamiah dimiliki oleh seorang individu. Inilah sifat universal dari hak-hak
tersebut dimana hak asasi manusia merupakan hak kodrati (natural rights
theory) dan berlaku terhadap siapa saja (everyone) dan dimana saja
(everywhere). Hak–hak ini tidak dapat dicabut oleh siapa pun, dan juga
tidak bisa dipindah tangankan dari manusia yang ke manusia yang lainnya
atau diatur oleh negara. Negara berkewajiban pemenuhan hak-hak ter-
sebut. Berbeda dengan relativisme budaya (cultural relativism), yang
menolak pandangan adanya hak yang bersifat universal.
Kata Kunci : HAM, Hak Kebebasan Beragama
57 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

PENDAHULUAN PEMBAHASAN
Salah satu isu hak asasi manusia yang selalu Pengertian Universalisme (Universalism) dan
menjadi perdebatan adalah konflik antara dua Relativisme Budaya (Cultural Relativism)
“ideologi/perspektif” yang berbeda dalam pene-
Universalisme (Universalism)
rapan hak asasi manusia dalam skala nasional,
Pandangan universal mengenai HAM arti-
yaitu universalisme (universalism) dan relativis-
nya menempatkan HAM sebagai nilai-nilai univer-
me budaya (cultural relativism).1 Perdebatan
sal sebagaimana dirumuskan dalam berbagai
panjang tentang universalisme dan relativisme di
bentuk International Bills of Human Rights dengan
dalam hak asasi manusia telah membelah negara-
tidak mempertimbangkan faktor dan konfigurasi
negara Barat yang mayoritas mendukung uni-
sosial budaya serta konteks ruang dan waktu yang
versalisme hak asasi manusia dengan negara-ne-
melekat pada masing-masing negara atau bangsa.
gara Timur yang mengedepan-kan relativisme
HAM ditempatkan sebagai nilai dan norma yang
budaya. Hal tersebut dikarenakan terdapat per-
melintasi yurisdiksi negara-negara.3 Pasal 55
bedaan dalam konsep filosofis hak asasi manusia.
Point (c) Piagam PBB menyatakan penghormatan
Negara-negara Barat selalu membela prio-
universal untuk, dan pengakuan terhadap, hak-
ritas mereka mengenai hak asasi manusia. Bagi
hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
mereka, hak asasi manusia telah secara alamiah
bagi semua tanpa perbedaan terhadap ras, jenis
dimiliki oleh seorang individu dan harus diakui
kelamin, bahasa, atau agama. Selanjutnya, kemu-
secara penuh dan dihormati oleh pemerintah. Bagi
dian Pasal 56 Piagam PBB menyatakan bahwa
negara-negara Timur dan non-liberal, hak asasi
semua Anggota berjanji untuk mengambil langkah
manusia dianggap ada hanya dalam suatu masya-
bersama atau terpisah dengan bekerjasama de-
rakat dan dalam suatu negara. Hak asasi manusia
ngan Organisasi untuk pencapaian yang dican-
tidak ada sebelum adanya negara, melainkan di-
tumkan di dalam Pasal 55. Pasal tersebut men-
berikan oleh negara, dengan demikian negara da-
dalilkan bahwa hak asasi manusia bersifat uni-
pat membatasi hak asasi manusia jika diperlukan.2
versal dan negara-negara harus mengakui dan
Perbedaan perspektif tersebut membuat suatu
mengambil tindakan terhadap pemenuhan hak-
permasalahan bagi penerapan hak asasi manusia,
hak tersebut.4
salah satunya dalam hak beragama. Penerapan
Perspektif Barat secara umum, sebagai-
hak beragama menjadi multitafsir yang dipenga-
mana yang umum didefinisikan, termasuk di
ruhi oleh adanya perbedaan pandangan atau
dalam instrumen hak asasi manusia PBB, hak asasi
perspektif terhadap Hak tersebut.
manusia dipandang sebagai hak-hak yang secara
alamiah5 telah melekat pada diri manusia sejak
RUMUSAN MASALAH
keberadaannya dan tanpa hak-hak tersebut ma-
Berdasarkan permasalahan pada pendahu- nusia tidak dapat hidup sebagai manusia,“Human
luan di atas, dirumsukan masalah kedalam ru- rights could be generally defined as those rights
musan masalah sebagai berikut: Pertama, Apa which are inherent in our nature and without which
yang dimaksud dengan universalisme (universa- we can not live as human being”.6 Bagi penganut
lism) dan relativisme budaya (cultural relativism); paham universal, setiap orang (everyone) memi-
Kedua bagaimana penerapannya dalam hak kebe- liki hak asasi dan kebebasan fundamental secara
basan beragama di Indonesia.

1 Rhona K.M Smith, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Yog- chean Ethics”, yang menguraikan suatu argumentasi yang
yakarta: Pusham UII, hlm. 18. mendukung keberadaan ketertiban moral yang bersifat
2 Ibid., hlm. 22. alamiah, dalam Nur Asmarani, Tori Hak Asasi Manusia
3 Halili, 2015, Hak Asasi Manusia: Dari Teori ke Pedagogi, (HAM), Jurnal Hukum dan Masyarakat, Vol. 14, No. 1,
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri, hlm.8. Januari, 2015, hlm. 35.
4 United Nations, UN Charter, dapat diakses di www.un.org/ 6 Abu al A‘la al-Mawdûdî, 1993, “Human Rights, the West and
en/charter-united-nations/. Islam,” dalam Tahir Mahmood (ed.), Human Rights in Isla-
5 Pemikiran Hak Asasi Manusia sebagai hak yang alamiah ini mic Law, New Delhi: Institute of Objective Studies, hlm. 2-
berasal dari tulisan Aristoteles dalam karyanya “Nicoma- 4.
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 58

mutlak,7 sehingga HAM berlaku universal untuk kepada negara.12 Hak–hak ini tidak dapat dicabut
semua orang (all person) dan berlaku sama oleh siapa pun, dan juga tidak bisa dipindah
dimanapun (everywhere).8 Hal tersebut menda- tangankan dari manusia yang ke manusia yang
lilkan bahwa meskipun setiap orang terlahir de- lainnya.13 John Locke menyatakan bahwa, negara
ngan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan hadir justru untuk melaya ni kepentingan dan
berada dalam budaya dan kewarganegaraan yang pemenuhan hak-hak tersebut.14
berbeda-beda, ia tetap mempunyai atau memiliki
hak-hak tersebut. Relativisme Budaya (Cultural Relativism)
Menurut Universalisme, Hak asasi manusia Isu relativisme budaya baru muncul men-
adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan ka- jelang berakhirnya Perang Dingin sebagai respon
rena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau terhadap klaim universal dari gagasan HAM In-
berdasarkan hukum positif, melainkan semata- ternasional. Gagasan tentang relativisme budaya
mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.9 mendalilkan bahwa kebudayaan merupakan
Rhoda E. Howard, seorang sosiolog, pendukung satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah
paham universalisme menyatakan bahwa hak moral. Semua kebudayaan mempunyai hak hi-
asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia dup serta martabat yang sama yang harus di-
karena ia adalah manusia.10 Hak-hak ini dimiliki hormati15, dengan demikian HAM harus diletak-
oleh manusia semata-mata karena mereka adalah kan dalam konteks budaya tertentu di masing-
manusia, bukan karena mereka adalah warga masing negara. Dengan dalil tersebut relativisme
negara dalam suatu negara.11 Inilah sifat universal budaya menyatakan bahwa “there is no such
dari hak-hak tersebut dimana hak asasi manusia thing as universal rights” yang merupakan suatu
merupakan hak kodrati (natural rights theory). penolakan terhadap pandangan adanya hak yang
Berkenaan dengan teori hak kodrati ini, John bersifat universal apalagi bila hak tersebut dido-
Locke, dalam bukunya The Second Treatise of Civil minasi oleh suatu budaya tertentu.16
Government and a Letter Concerning Toleration, Pandangan ini kemudian berkembang pa-
mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa da abad ke-18 setelah Johann Gottfried von
semua individu dikaruniai oleh alam suatu hak Herder mengklaim bahwa tiap-tiap bangsa me-
yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepe- miliki keunikan sendiri-sendiri yang menga-
milikan, yang merupakan milik mereka sendiri kibatkan nilai universal adalah suatu keboho-
dan tidak dapat dicabut atau diambil oleh negara. ngan, yang ada hanyalah bersifat kewilayahan
Melalui suatu ‘kontrak sosial’ perlindungan atas dan ketaksengajaan (contingent).17 Relativisme
hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan berpandangan bahwa perlindungan hak asasi
7 Rhona K.M Smith, 2010, Texts and Materials on Interna- 13 Wolhoff, 1995, Pengantar Imu Hukum Tata Negara Repubik
tional Human Right, Second edition, Routledge, London Indonesia, Jakarta: Timun Mas, hlm. 120.
and Newyork, hlm. 36. 14 John Locke, Two treaties of Goverment, In the Former, The
8 Henry J. Steiner dan Phillip Aston, 2000, International Hu- False Principles and Foundation of Sir Robert Filmer, and His
man Rights in Context, Law, Politics, Moral, Oxford Univer- Followers, Are Detected and Overthrown: The Latter, Is an
sity Press, New York, hlm. 366. Essay Concerning the Original, Extent, and End, of Civil
9 Jack Donnelly, 2003, Universal Human Rights in Theory and Government, A new Edition, Printed for Thomas Tegg,
Practice, Ithaca and London: Cornell University Press. hlm. London, 1823, hlm. 16 dapat diakses secara online di
7-21. Lihat juga Maurice Cranston, 1973, What are Human socserv2.socsci.mcmaster.ca/econ/ugcm/3ll3/locke/gov
Rights?, New York: Taplinger, hlm. 70. ernment.pdf.
10 Rhoda E. Howard, 2000, Penjelajahan Dalih Relativisme Bu- 15 Jack Donnelly, Op. Cit., hlm. 89-93.
daya (terjemahan). Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 16 Todung Mulya Lubis, 1993, In search of Human Rights
hlm.1. Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-
11 RP. Claude dan Burns H. Wston, 1992, Human Rights in the 1990, Jakarta: Gramedia, hlm. 18-19 dalam Andrey
World Community, University of Pennsylvania Press, Phila- Sujatmoko, 2009, Training Metode Pendekatan Pengaja-
delphia, hlm. 14-30. ran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan Pencarian Bahan
12 John Locke, 1964, The Second Treatise of Civil Government Hukum HAM Bagi Dosen-Dosen Hukum HAM, Sejarah,
and a Letter Concerning Toleration, disunting oleh J.W. Teori, Prinsip dan Kontroversi HAM, Yogyakarta, 12 - 13
Gough, Oxford, Blackwell, sebagaimana dikutip oleh Maret 2009, hlm. 17.
Parluhutan Siregar, Etika Politik Global: Isu Hak-Hak Asasi 17 Pranoto Iskandar, 2010, Hukum HAM Internasional, Sebuah
Manusia, Jurnal Medan Agama, Volume 6, Nomor 1, 2014, Pengantar Kontekstual, IMR Press, Malang, 156
hlm. 2, dapat diakses secara online di http://jurnal
medanagama.org/index.php/medag/article/view/24.
59 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

manusia yang universal merupakan bentuk in- yang dinilai tidak begitu urgent bagi bangsa-
tervensi budaya (cultural imperialism) dari bang- bangsa Asia.21 Pada Konferensi Dunia tentang
sa Barat. Universalisme tersebut merusak kera- Hak Asasi Manusia di Wina tahun 1993, atas
gaman budaya dan bentuk hegemonisasi budaya desakan negara-negara berkembang, disepakati
(cultural hegemonisation) menuju satu dunia adanya kelonggaran-kelonggaran tertentu yang
modern.18 Menurut Howard, relativisme budaya diberikan PBB dalam pelaksanaan hak asasi ma-
merupakan konsepsi absolutisme budaya yang nusia. Disebutkan juga bahwa kekhususan-ke-
menyatakan bahwa budaya suatu masyarakat khususan nasional, regional, serta berbagai latar
adalah nilai etis tertinggi, HAM tidak dapat sejarah, budaya, dan agama harus selalu diper-
didukung jika pelaksanaannya mengakibatkan timbangkan tanpa mengurangi tugas semua ne-
perubahan di dalam sebuah budaya itu sendiri, gara untuk memajukan semua hak asasi manusia
maka pelaksanan HAM tersebut harus dise- (Pasal 5 Deklarasi Wina 1993).22
suaikan pada budaya di masing-masing negara.19
Asosiasi Antropologi Amerika (American Anthro- Universalisme (Universalism) Dan Relativisme
pologial Association) mengeluarkan suatu per- Budaya (Cultural Relativism) Penerapannya
nyataan di hadapan Komisi HAM PBB ketika Ko- Dalam Hak Kebebasan Beragama Di Indonesia
misi ini sedang mempersiapkan rancangan De- Perspektif Ham Di Regional Asean
klarasi Universal HAM yang menginginkan per- Menghadapi persoalan universalisme dan
lunya dipikirkan, dalam rangka menyusun suatu relativisme ini, banyak negara di kawasan-ka-
deklarasi, untuk menyelesaikan masalah-masa- wasan regional mencoba mendefinisikan ulang
lah seperti: bagaimana Deklarasi nantinya dapat hak asasi manusia. Di kawasan Asean misalnya,
berlaku bagi seluruh manusia dan tidak me- pernah dideklarasikan (Bangkok Declaration)
rupakan suatu pernyataan mengenai hak-hak suatu pernyataan mengenai “kewajiban-kewa-
(statement of rights) yang hanya menggam- jiban dasar bagi masyarakat dan pemerintah di
barkan nilai-nilai yang lazim terdapat di negara- negara-negara ASEAN”.23 Dalam Deklarasi Bang-
negara Eropa Barat dan Amerika.20 kok dinyatakan bahwa di samping HAM bersifat
Gagasan bahwa hak asasi manusia terikat universal haruslah dipahami dengan mem-
dengan konteks budaya juga diusung oleh ne- perhatikan pentingnya kekhasan regional dan
gara-negara berkembang dan negara-negara nasional dan beragam latar belakang historis,
Islam. Gagasan ini begitu mengemuka pada budaya dan keagamaan.24 Walaupun Deklarasi
dasawarsa 1990-an terutama menjelang Konfe- Bangkok tersebut menyebutkan HAM sebagai
rensi Dunia Hak Asasi Manusia di Wina disua- suatu konsep yang “universal” namun wakil ne-
rakan oleh para pemimpin dan cendikiawan gara-negara Asia pada umumnya berpendapat
negara-negara tersebut. Para pemimpin negara- bahwa konsep yang HAM tidak “universal”, me-
negara di kawasan Lembah Pasifik Barat, misal- lainkan hasil kebudayaan politik Barat, dan pada
nya, mengajukan klaim bahwa apa yang mereka dasarnya kurang sesuai untuk diterapkan begitu
sebut sebagai “nilai-nilai Asia” (Asian Values) saja di negara-negara Timur, yang tengah meng-
lebih relevan untuk kemajuan di kawasan ini, hadapi tantangan-tantangan ekonomi, sosial,
dibandingkan “nilai-nilai Barat” (Western dan politik yang sangat berbeda dengan apa yang
values), seperti hak asasi manusia dan demokrasi dialami oleh negara-negara Barat. Oleh karena

18 Ibid., hlm. 367. kum Nasional VIII diselenggarakan oleh BPHN DepKeh &
19 Rhona K.M Smith, Njäl Høstmælingen, dkk, Op.Ct., hlm. 20. HAM. Denpasar, 2003, hlm. 4 sebagaimana dikutip dalam
20 Todung Mulya Lubis, Op. Cit., hlm. 19-20. Marzuki, The Perspectives of the Constitutional Court on
21 Rhona K.M Smith, Njäl Høstmælingen, dkk, Op.Cit., hlm. 21. Human Rights, Jurnal Yudisial, Vol. 6 No. 3, Fakultas Hukum
22 Miriam Budiardjo, “HAM dan Tap MPRS. No.XXV”, Majalah Universitas Islam Indonesia, Desember 2013: 189 – 206,
Forum Keadilan, 9 April 2000, hlm. 43. Sebagaimana hlm 192.
dikutip dalam Ikhwan Matondang, Op.Cit., hlm. 212. 24 Association of Southeast Asian Nations, The Asean De-
23 Soetandyo Wignjosoebroto, “Hubungan Negara dan claration (Bangkok Declaration), dapat diakses di
Masyarakat dalam Konteks Hak Asasi Manusia; Sebuah agreement.asean.org/media/download/2014011715415
Tinjauan Historik dari Relativisme Budaya – Politik”. 9.pdf. Lihat juga Iskandar, Op.Cit., hlm. 159.
Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hu-
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 60

itu, Deklarasi Bangkok menekankan pentingnya bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.31


latar belakang sejarah, kebudayaan, dan agama Negara Republik Indonesia sebagai negara hu-
dalam memahami dan melaksanakan konsep kum sangat mengakui dan menjunjung tinggi
hak-hak asasi manusia.25 Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manu-
Menurut kebudayaan politik Asia, salah sia yang harus dilindungi dan harus dihormati
satunya Indonesia, yang senantiasa mereka uta- demi peningkatan martabat kemanusiaan, kese-
makan adalah kepentingan masyarakat secara jahteraan, dan kecerdasan serta keadilan. 32 Oleh
keseluruhan, bukan hak individu. Keharmonian karena itu Indonesia merupakan negara yang
sangat dihargai, sedangkan konflik dianggap se- mendukung ketentuan-ketentuan internasional
bagai sumber perpecahan dan hal-hal buruk lain- yang berkaitan dengan HAM seperti Deklarasi
nya. Jika yang diutamakan hanya hak individu Universal Hak Asasi Manusia/DUHAM (Declara-
saja, dikhawatirkan pemerintah tidak dapat tion of Human Right), Kovenan Internasional
menjamin keharmonian masyarakat.26 HAM me- Hak-Hak Sipil dan Politik (International Cove-
lekat secara perseorangan, tetapi manusia tidak nant on Civil and Political Rights), dan lain-lain.
dapat menghindar dari kodrat sebagai makhluk Insturmen-instrumen tersebut merupakan suatu
sosial. Karena itu, sesuai dengan kodrat manusia pengakuan hak asasi manusia yang universal,
sebagai makhluk individu dan sosial, maka harus yang melakat kepada setiap manusia secara
dijaga keseimbangan dan keselarasan antara ke- alamiah.33
bebasan individu dan tanggungjawab sosial, pe- Sebagai implementasinya, kebebasan be-
laksanaan nilai-nilai HAM merupakan wewe- ragama dijamin dalam Undang-Undang Dasar
nang dan tanggungjawab pemerintah atau nega- Tahun 1945, yaitu dalam Pasal 28E dan 29. Pasal
ra bersangkutan.27 Kemudian pada tanggal 19 28E menyatakan bahwa “setiap orang bebas me-
November 2012, ASEAN kembali menetapkan meluk agama dan beribadat menurut agamanya,
ASEAN Human Rights Declaration.28 Deklarasi meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
tersebut menegaskan kembali komitmen ASEAN sikap sesuai dengan hati nuraninya”, sedangkan
terhadap hak asasi manusia.29 Menurut deklarasi Pasal 29 ayat (1) menyatakan ”Negara berdasar-
tersebut, penerapan HAM di tingkat regional kan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga
Asia harus tetap mempertimbangkan karakteris- negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendu-
tik, perbedaan sejarah, budaya, dan agama di duk untuk memeluk agamanya masing-masing
masing-masing negara, serta menjaga keseimba- dan untuk beribadat menurut agamanya dan ke-
ngan hak dan kewajiban.30 percayaannya itu”. UUD Tahun 1945, menentu-
kan bahwa hak kebebasan beragama bukan pem-
Perspektif HAM Di Indonesia berian negara atau bukan pemberian golongan
Tuntutan yang dikehendaki pada saat era melainkan berdasarkan keyakinan, hingga tidak
reformasi adalah penguatan Hak Asasi Manusia dapat dipaksakan dan memang agama dan ke-
(HAM) dan demokrasi. Dua tuntutan itulah yang percayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu
menjadi urgensi dalam kehidupan berbangsa, sendiri tidak memaksakan setiap manusia untuk

25 Marzuki, Op.Cit., hlm 192-193. 29 Preamble ASEAN Human Rights Declaration, dapat diakses
26 Haris Munandar, Pembangunan Politik, Situasi Global, dan di http://asean.org/asean/asean-charter/.
Hak Asasi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 30 Wahyudi Djafar, dkk, Memperkuat Perlindungan Hak Asasi
1994, hlm. 453. Sebagaimana dikutip dalam Marzuki, Manusia di ASEAN, International NGO Forum on Indonesia
Op.Cit., hlm 193. Development (INFID), Desember 2014, hlm 25-26.
27 B.J. Habibie, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang 31 Ahmad Muladi, Politik Hukum, Akademia Permata, Jakarta,
Indonesia Menuju Demokrasi, THC. Mandiri, Jakarta, 2006, 2014, hlm. 37.
hlm. 474-479. Sebagaimana dikutip dalam Marzuki, 32 Laurensius Arliman S, Penyelesaian Konflik Antar Umat
Loc.Cit. Beragama (Studi Pada Komnas HAM Perwakilan Sumatera
28 E Book Oak Fondation, Kewajiban Negara dalam Pena- Barat, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, e-ISSN 2460-1543,
nganan Kasus-Kasus Pelanggaran HAM dan Pelanggaran Vol. 2, Nomor, Tahun 2015, hlm. 1. Lihat juga Laurensius
HAM yang Berat di Indonesia, Buku Panduan Mengukur Arliman S., Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku
Kewajiban Negara, The Commission for Disappearances Tindak Pidana, Deepublish, Yogyakarta, 2015, hlm. 3.
and Victims of Violence, Jakarta, Mei 2014, hlml. 18. 33 Al Khanif, Hukum dan Kebebasan beragama di Indonesia,
LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2010, hlm. 81.
61 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

memeluk dan menganutnya.34 bahwa “Terhadap orang, organisasi atau aliran


Indonesia kemudian menetapkan peratu- kepercayaan, mereka masih terus melanggar
ran perundang-undangan mengenai hak asasi ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penganut,
manusia, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun anggota dan/atau anggota pengurus organisasi
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang- yang bersangkutan dari aliran itu dipidana de-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Penga- ngan pidana penjara selama-lamanya lima ta-
dilan Hak Asasi Manusia tampaknya berusaha hun”.38
mengakomodasi berbagai pemikiran hak asasi Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan
manusia yang berkembang, baik yang bersumber ketentuan Pasal 18 DUHAM, yang menyatakan
dari hukum internasional, mau pun dari tradisi bahwa:
agama dan budaya yang hidup di Indonesia.35 “Setiap orang berhak atas kebebasan pi-
Dalam penerapannya, HAM di Indonesia kiran, hati nurani dan agama; dalam hal
dipahami sebagai nilai, konsep dan norma yang ini termasuk kebebasan berganti agama
atau kepercayaan, dengan kebebasan
hidup dan berkembang di masyarakat, keberla-
untuk menyatakan agama atau keperca-
kuan hak asasi manusia di Indonesia disesuaikan yaan dengan cara mengajarkannya, mela-
dengan sejarah dan budaya yang berlaku di In- kukannya, beribadat dan menta-atinya,
donesia. Kebudayaan tersebut mempunyai hak baik sendiri maupun bersama-sama de-
hidup serta martabat yang sama yang harus di- ngan orang lain, di muka umum maupun
hormati,36 sehingga dalam pelaksanaan HAM, sendiri.
Indonesia juga berlandaskan kepada nilai-nilai,
Selain itu, pembatasan terhadap keya-
sejarah, dan budaya yang berlaku di Indonesia.
kinan beragama tersebut tidak sesuai dengan
Salah satunya adalah mengenai hak dalam
Pasal 18 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil
kebebasan beragama (right to religion). Dalam
dan Politik yang menyatakan bahwa :
penjelasan umum Pasal 1 Penetapan Presiden
“Setiap orang berhak atas kebebasan ber-
Republik Indonesia Nomor 1/PNPS/1965 yang
fikir, berkeyakinan dan beragama, Tidak
kemudian melalui Undang-Undang Nomor 5 Ta- seorang pun boleh dipaksa sehingga meng-
hun 1959 Penetapan Presiden tersebut diubah gangu kebebasannya untuk menganut
menjadi Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 ten- atau menerima suatu agama atau keper-
tang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau cayaan sesuai dengan pilihannya”.
Penodaan Agama, menjelaskan bahwa agama
yang diakui di Indonesia terdiri dari 6 (enam) Hak kebebasan beragama dan berkeya-
agama, yaitu: Islam, Kristen Protestan, Katolik, kinan tersebut dengan demikian terbagi menjadi
Budha, Hindu, dan Konghuchu (Confusius).37 dua unsur yang berbeda, yakni forum internum
Pasal 1 aturan tersebut menyatakan bah- dan forum externum. Forum internum merupakan
wa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka kebebasan dalm memilih keyakinan atau agama
umum menceritakan, menganjurkan atau me- sesuai dengan hati nurani manusia, sedangkan
ngusahakan dukungan umum, untuk melakukan forum eksternum merupakan hak kebebasan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di dalam berprilaku keagamaan yang berasal dari
Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan ke- ajaran agama dan keyakinan yang dianut oleh
agamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan manusia, yaitu beribadah, menulis dan menye-
keagamaan dari agama itu, penafsiran dan ke- barkan ajaran agama, mendirikan perkumpulan
giatan mana menyimpang dari pokok-pokok dan organisasi keagamaan, pembangunan sarana
ajaran agama itu. Kemudian Pasal 3 menyatakan ibadah, hari libur agama, berdiskusi agama, dan
lain-lain.39

34 CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Sekitar HAM Dewasa 37 Laurensius Arliman S, Op.Cit., hlm. 381. Lihat juga Pen-
Ini, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 30. jelasan Pasal 1 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang
35 Ikhwan Matondang, Universalitas dan Relativitas HAM, Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Jurnal Miqot, Vol. XXXII No. 2 Juli-Desember 2008, Fakultas 38 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Ushuluddin IAIN Imam Bonjol, Padang, hlm. 212. Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
36 Jack Donnelly, Op. Cit., hlm. 89-93. 39 Al Khanif, Op.Cit., hlm. 110.
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 62

Berkaitan dengan hal tersebut, pihak-pihak Sunda Wiwitan, dan kepercayaan lokal lainnya
yang tidak setuju terhadap aturan yang ditetapkan dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan
dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang penuh dan perlindungan hukum dari Pemerintah
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Indonesia seperti yang diberikan oleh pasal 29
Agama mengajukan uji materiil (judicial review) ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.43
terhadap aturan-aturan tersebut. Para pemohon Perlindungan tersebut juga dijamin dalam
mendalilkan bahwa pasal-pasal yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang HAM. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan 1999 tentang HAM menyatakan bahwa: ”hak ber-
Agama di atas telah menyebabkan kerugian agama, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
konstitusional para pemohon karena menim- dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh sia-
bulkan diskriminasi agama terhadap selain enam papun”, kemudian Pasal 22 menyatakan bahwa
agama yang diakui di Indonesia yang mana ber- “setiap orang bebas memeluk agamanya masing-
tentangan dengan prinsip hak asasi manusia masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dalam kebebasan beragama sebagaimana diatur dan kepercayaannya itu, dimana negara menjamin
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya
(DUHAM), Kovenan Internasional Hak-hak Sipil masing-masing dan untuk beribadat menurut aga-
dan Politik dan instrumen hukum internasional manya dan kepercayaannya itu”.
lainnya, serta melanggar ketentuan UUD 1945. 40 Dapat dilihat juga bahwa UUD 1945 tidak
Majelis Hakim menolak dalil para pemohon ter- menentukan agama dan kepercayaan apa saja
sebut. Majelis Hakim menyatakan bahwa Undang- yang diakui secara sah, bahkan peraturan per-
Undang Pencegahan Penodaan Agama tidak sedi- undang-undangan yang ada di bawahnya juga ti-
kitpun mematikan kemajemukan agama yang ada dak menyebutkan agama dan kepercayaan yang
dan tumbuh di Indonesia, karena semua penganut diakui. Oleh karena itu, tidak ada pembatasan
agama mendapat pengakuan dan jaminan per- terhadap hak untuk memilih agama dan keya-
lindungan yang sama.41 kinan, setiap orang bebas menentukan keyakin
Penulisan dan pengakuan enam agama dan agamanya, semua agama dan aliran keper-
disebabkan karena 6 macam Agama ini adalah cayaan yang dianut masyarakat Indonesia diakui
agama-agama yang dipeluk hampir seluruh pen- dan disahkan bahkan mendapatkan suatu per-
duduk Indonesia pada saat itu. Hal ini dapat lindungan hukum dari Pemerintah Indonesia.
dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama- Pembatasan yang dimaksud dalam Pasal 1
agama di Indonesia, karena 6 macam agama ini Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pence-
adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh gahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Aga-
penduduk Indonesia.42 Ketentuan tersebut dapat ma adalah pembatasan dalam hal penerapan dari
dilihat dalam Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang keyakinan dan agama yang dipilih, seperti men-
No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalah- ceritakan, menganjurkan atau mengusahakan du-
gunaan dan/atau Penodaan Agama, yang menya- kungan umum, untuk melakukan penafsiran, men-
takan bahwa tidak berarti agama-agama lain yang dirikan perkumpulan dan segala kegiatan yang
tidak termasuk dalam 6 macam agama yang telah berkaitan dengan keagamaan yang menyerupai
diakui, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto, kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu. Ma-
Taoism, Kejawen (keyakinan mistis dari Jawa), jelis Hakim menyatakan bahwa dalil pemohon

40 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/harmonisasi-


tentang Pengujian UU No. 1 Tahun 1965 tentang Penya- rpp/62-data-perkembangan-litigasi/486-putusan-
lahgunaan dan/atau Penodaan Agama, dapat diakses di mahkamah-konstitusi-terhadap-uu-pencegahan-
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/. penyalahgunaan-danatau-penodaan-agama.html.
41 Kemenkumhan RI, Ringkasan Putusan Mahkamah Konsti- 42 Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965
tusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tentang Pengujian UU No. 1 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Agama, Media Publikasi Peraturan Perundang-Undangan 43 Ibid.
dan Informasi Hukum, dapat diakses secara online di
63 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

yang menyatakan negara tidak berhak melakukan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tun-
intervensi terhadap kebebasan beragama tidaklah duk hanya pada pembatasan-pembatasan yang
tepat, karena tindakan tersebut merupakan suatu ditetapkan oleh undang-undang yang tujuannya
upaya pemerintah untuk memelihara keamanan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
dan ketertiban masyarakat umum yang terganggu penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan
karena adanya pertentangan dalam masyarakat kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk
yang terjadi akibat penyebaran paham keagamaan memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal
yang dianggap oleh sebagian masyarakat me- kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum
nyimpang.44 dalam suatu masyarakat yang demokratis. 47 Selain
Mahkamah menilai rumusan Pasal 1 Un- itu diatur juga pada Pasal 18 ayat (3) Kovenan
dang-Undang Pencegahan Penodaan Agama yang Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang
memberikan larangan kepada setiap orang untuk menyatakan bahwa Kebebasan pada forum eks-
mempublikasikan penafsiran berbeda dari agama ternum hanya dapat dikenai pembatasan-pemba-
yang dianut di Indonesia adalah bentuk dari tin- tasan yang ditentukan oleh hukum dan yang
dakan pencegahan (preventive action) dari ke- diperlukan untuk melindungi keselamatan, keter-
mungkinan terjadinya konflik horizontal di antara tiban, kesehatan, atau kesusilaan umum, atau hak-
masyarakat Indonesia. Mahkamah memahami hak dan kebebasan-kebebasan mendasar milik
bahwa agama merupakan perihal yang sakral orang lain.48 Dengan pertimbangan-pertimbangan
yang amat sensitif bagi kebanyakan orang. Kebe- tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,
radaan agama, bukan saja sebagai keabsolutan dalam putusannya Menyatakan menolak per-
hubungan transenden pribadi (individu) melain- mohonan para Pemohon untuk seluruhnya.49
kan telah menjadi sebuah modal sosial yang ber- Dengan demikian, Indonesia adalah ne-
peran besar dalam sendi-sendi kemasyarakatan.45 gara yang menggunakan paradigma relativisme
Larangan tersebut adalah pembatasan dalam fo- budaya (cultural relativism) dalam penerapan
rum eksternum, yaitu forum yang dapat dibatasi hak kebebasan berkeyakinan dan beragama,
karena unsur ini yang sangat berpotensi bersing- dimana pada penerapan hak hak asasi manusia
gungan dengan hak dan kebebasan beragama harus disesuaikan pada sejarah, agama, dan
yang dimiliki oleh orang lain dan bisa menim- nilai-nilai budaya yang berlaku di Indonesia. Hak
bulkan gangguan terhadap ketertiban dan keama- beragama sebagai hak individu adalah hak asasi
nan masyarakat, berbeda dengan forum internum yang melekat dalam setiap diri manusia se-
yang merupakan kebebasan mutlak atau kebe- menjak ia lahir, namun dalam konteks berbangsa
basan yang tidak bisa dibatasi (non-derogable dan bernegara, hak beragama juga telah menjadi
rights), hal ini dikarenakan forum internum ber- sebuah hak kolektif masyarakat untuk dapat de-
sentuhan langsung dengan keyakinan hati dan ngan tenteram dan aman menjalankan ajaran
kecenderungan pikiran, oleh karena itu tidak agamanya tanpa merasa terganggu dari pihak
mungkin pikiran dapat diambil dan dibatasi.46 lain, oleh karena itu, hak beragama dalam kon-
Hal tersebut diatur pada Pasal 29 ayat (2) teks hak asasi individu tidak dapat dipisahkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang me- dari hak beragama dalam konteks hak asasi
nyatakan bahwa dalam menjalankan hak-hak dan komunal. Pembatasan mengenai nilai-nilai aga-
44 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Martinus Nijhoff Publisher, Leiden, 2004, sebagaimana
tentang Pengujian UU No. 1 Tahun 1965 tentang Penya- diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosko, dkk, Kebebasan
lahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Lihat juga Harian Beragama atau Berkeyakinan: Sejauk Mana? Sebuah
Republika, “Solusi Kemelut Ahmadiyah”, Jumat, 15 Agustus Referensi tentang Prinsip-Prinsip dan Praktik, Kanisius,
2008, hlm. 27. Sebagaimana dikutip oleh Sodikin, Hukum Yogyakarta, 2010, hlm. 203.
dan Hak Kebebasan Beragama, Jurnal Cita Hukum, ISSN: 47 Pasal 29 ayat (2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2356-1440, VOL. I NO. 2, Fakultas Syariah dan Hukum UIN 48 Pasal 18 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan
Syarif Hidayatullah, Jakarta, Desember 2013, hlm. 182, Politik.
dapat diakses di journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/ 49 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009
article/view/2989. tentang Pengujian UU No. 1 Tahun 1965 tentang Penya-
45 Ibid. lahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
46 Tore Lindholm, W. Cole Durham, Jr. Bahia G. Tahzib Lie,
Facilitating Freedom of Religion or Belief: A Desbook,
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 64

ma sebagai nilai-nilai komunal (communal va- budaya (cultural relativism), yang menolak pan-
lues) masyarakat adalah pembatasan yang sah dangan adanya hak yang bersifat universal. HAM
menurut konstitusi. Hal tersebut bertujuan un- harus dan diletakkan dalam konteks budaya
tuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan ber- tertentu di masing-masing negara. Kebudayaan
negara yang lebih baik (the best life possible).50 merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak
Tradisi keagamaan di Indonesia memang atau kaidah moral. Semua kebudayaan mempu-
memiliki kekhasan dan keunikan yang memang nyai hak hidup serta martabat yang sama yang
tidak dapat diintervensi oleh negara lain, selain harus dihormati, maka penerapan HAM harus
memberikan hak kebebasan beragama, negara tetap mempertimbangkan karakteristik, perbe-
juga berhak memberikan pengaturan dan pem- daan sejarah, budaya, dan agama di masing-
batasan atas kebebasan beragama demi kepen- masing negara.
tingan umum, yakni demi terciptanya ketertiban Di Indonesia, penerapan dan pelaksanaan
masyarakat umum.51 Penghormatan negara In- HAM harus disesuaikan pada nilai-nilai dan bu-
donesia atas berbagai konvensi serta perangkat daya yang berlaku di Indonesia (relativisme bu-
hukum internasional termasuk hak asasi ma- daya). Penghormatan negara Indonesia atas ber-
nusia haruslah tetap berdasarkan pada sejarah, bagai konvensi serta perangkat hukum inter-
budaya, falsafah dan konstitusi Negara Kesatuan nasional termasuk hak asasi manusia haruslah
Republik Indonesia. Elemen inilah yang meru- tetap berdasarkan pada sejarah, budaya, falsafah
pakan salah satu elemen yang menandakan per- dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indo-
bedaan pokok antara negara hukum Indonesia nesia. Contohnya pada penerapan hak kebe-
dengan negara hukum Barat. Inilah yang menjadi basan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Di-
ciri khas kebebasan beragama menurut pers- mana Pemerintah memberikan pengaturan hu-
pektif hukum Indonesia yang berbeda dengan kum yang diperlukan untuk melindungi kesela-
norma universal sebagaimana diatur dalam De- matan, ketertiban, kesehatan, atau kesusilaan
klarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kove- umum, atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan
nan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.52 mendasar milik orang lain. Hak beragama dalam
konteks hak asasi individu tidak dapat dipisah-
PENUTUP kan dari hak beragama dalam konteks hak asasi
Berdasarkan Uraian tersebut dapat disim- komunal yang bertujuan untuk mewujudkan
pulkan bahwa terdapat perbedaan dalam konsep kehidupan berbangsa dan bernegara dan demi
filosofis hak asasi manusia, maka muncul dua terciptanya ketertiban masyarakat umum.
ideologi/pandangan yang berbeda terhadap
konsep Hak Asasi Manusia yaitu universalisme DAFTAR PUSTAKA
(universalism) dan relativisme budaya (cultural Al Khanif, 2010. Hukum dan Kebebasan beragama
relativism). Universalisme menempatkan HAM di Indonesia. Yogyakarta: LaksBang Media-
sebagai nilai-nilai universal sebagaimana diru- tama;
al-Mawdûdî, Abu al A‘la. 1993. “Human Rights, the
muskan dalam berbagai bentuk International
West and Islam,” dalam Tahir Mahmood
Bills of Human Rights. Hak asasi manusia telah (ed.), Human Rights in Islamic Law, New
secara alamiah dimiliki oleh seorang individu. Delhi: Institute of Objective Studies;
Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut di- Arliman S, Laurensius. “Penyelesaian Konflik An-
mana hak asasi manusia merupakan hak kodrati tar Umat Beragama (Studi Pada Komnas
(natural rights theory). Hak–hak ini tidak dapat HAM Perwakilan Sumatera Barat”. Padja-
dicabut oleh siapa pun, dan juga tidak bisa dipin- djaran Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2, No. Tahun
2015.
dah tangankan dari manusia yang ke manusia
Arliman S. Laurensius. 2015. Komnas HAM dan
yang lainnya. Negara berkewajiban pemenuhan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,
hak-hak tersebut. Berbeda dengan relativisme Yogyakarta: Deepublish;

50 Ibid. Vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012- 51 Ibid.


016019/PUU-IV/2006. 52 Marzuki, Op.Cit., hlm. 201.
65 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

Asmarani, Nur. “Tori Hak Asasi Manusia (HAM)”, Locke, John. 1964. The Second Treatise of Civil
Jurnal Hukum dan Masyarakat, Vol. 14, No. Government and a Letter Concerning Tole-
1, Januari, 2015. ration, disunting oleh J.W. Gough, Black-
B.J. Habibie, 2006. Detik-Detik yang Menentukan: well: Oxford University Press;
Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Lubis, Todung Mulya. 1993. In search of Human
Jakarta: THC. Mandiri; Rights Legal-Political Dilemmas of Indone-
Bosko, Rafael Edy. Dkk. 2010. Kebebasan Beraga- sia’s New Order, 1966-1990, Jakarta: Gra-
ma atau Berkeyakinan: Sejauk Mana? Se- media;
buah Referensi tentang Prinsip-Prinsip dan Marzuki, “The Perspectives of the Constitutional
Praktik, Yogyakarta: Kanisius; Court on Human Rights”. Jurnal Yudisial.
Budiardjo, Miriam. “HAM dan Tap MPRS. No.XXV”, Vol. 6 No. 3, Fakultas Hukum Universitas
Majalah Forum Keadilan, 9 April 2000. Islam Indonesia, Desember 2013.
Claude, RP. & Wston, Burns H. 1992. Human Rights Matondang, Ikhwan. Universalitas dan Relativitas
in the World Community, University of HAM, Jurnal Miqot, Vol. XXXII, No. 2,
Pennsylvania Press, Philadelphia; Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol,
Cranston, Maurice. 1973. What are Human Rights?. Juli-Desember 2008.
New York: Taplinger; Muladi, Ahmad. 2014. Politik Hukum, Jakarta:
CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2003. Sekitar Akademia Permata, 2014.
HAM Dewasa Ini. Jakarta: Djambatan; Munandar, Haris. 1994. Pembangunan Politik, Si-
Djafar, Wahyudi. Dkk. 2014. Memperkuat Perlin- tuasi Global, dan Hak Asasi di Indonesia, Ja-
dungan Hak Asasi Manusia di ASEAN, Inter- karta: Gramedia Pustaka Utama;
national NGO Forum on Indonesia Develop- Siregar, Parluhutan. “Etika Politik Global: Isu Hak-
ment (INFID), Desember 2014. Hak Asasi Manusia”. Jurnal Medan Agama,
Donnelly, Jack. 2003. Universal Human Rights in Vol. 6, No. 1, 2014,
Theory and Practice, Ithaca and London: Smith, Rhona K.M. 2010. Texts And Materials on
Cornell University Press; International Human Right, Second edition,
Halili, 2015, Hak Asasi Manusia: Dari Teori ke Routledge, London and Newyork;
Pedagogi, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Sodikin, “Hukum dan Hak Kebebasan Beragama”,
Universitas Negeri; Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 2, 2013;
HandBook Oak Fondation, Kewajiban Negara Soetandyo. “Hubungan Negara dan Masyarakat
dalam Penanganan Kasus-Kasus Pelangga- dalam Konteks Hak Asasi Manusia; Sebuah
ran HAM dan Pelanggaran HAM yang Berat Tinjauan Historik dari Relativisme Budaya
di Indonesia, Buku Panduan Mengukur – Politik”. Makalah disampaikan pada
Kewajiban Negara, Jakarta: The Commis- Seminar Pembangunan Hukum Nasional
sion for Disappearances and Victims of Vio- VIII diselenggarakan oleh BPHN DepKeh &
lence, Mei 2014. HAM. Denpasar, 2003.
Harian Republika, “Solusi Kemelut Ahmadiyah”, Steiner, Henry J. dan Phillip Aston. 2000. Interna-
Jumat, 15 Agustus 2008. tional Human Rights in Context, Law, Poli-
Howard, Rhoda E. 2010. Penjelajahan Dalih Rela- tics, Moral. New York: Oxford University
tivisme Budaya (terjemahan). Jakarta: PT. Press;
Pustaka Utama Grafiti; Sujatmoko, Andrey. Teori, Prinsip dan Kontroversi
Iskandar, Pranoto. 2010. Hukum HAM Internasio- HAM, Training Metode Pendekatan Penga-
nal, Sebuah Pengantar Kontekstual. Malang: jaran, Penelitian, Penulisan Disertasi dan
IMR Press; Pencarian Bahan Hukum HAM Bagi Dosen-
Kemenkumhan RI, Ringkasan Putusan Mahkamah Dosen Hukum HAM, Sejarah Yogyakarta,
Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 ten- 12- 3 Maret 2009.
tang Pengujian UU No. 1 Tahun 1965 ten- Tore Lindholm, W. Cole Durham, Jr. Bahia G.
tang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Tahzib Lie. 2004. Facilitating Freedom of
Agama, Media Publikasi Peraturan Perun- Religion or Belief: A Desbook, Leiden:
dang-Undangan dan Informasi Hukum, da- Martinus Nijhoff Publisher;
pat diakses secara online di http://ditj United Nations, UN Charter, dapat diakses di
enpp.kemenkumham.go.id/harmonisasi- www.un.org/en/charter-united-nations/
rpp/62-data-perkembangan-litigasi Wignjosoebroto,
/486-putusan-mahkamah-konstitusi-
terhadap-uu-pencegahan-penyalahguna
an-danatau-penodaan-agama.html

Anda mungkin juga menyukai