Anda di halaman 1dari 28

Peningkatan Kelarutan Kurkumin Serbuk Kunyit (Curcuma Longa Linn.

) dalam Air
Melalui Modifikasi Struktur sebagai Micelle dengan Maltodextrin/Erythritol

Curcumin Solubility Enhancement Of Turmeric Powder (Curcuma Longa Linn.) In Water


Solution Through Structure Modification As Micelle with Maltodextrin/Erythritol

Oleh:
Lea Thrusty Devi Maharani
652018011

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi
Sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelas Sarjana Sains

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2021
Peningkatan Kelarutan Kurkumin Serbuk Kunyit (Curcuma Longa Linn.) dalam Air
Modifikasi Struktur sebagai Micelle dengan Maltodextrin/Erythritol

Curcumin Solubility Enhancement Of Turmeric Powder (Curcuma Longa Linn.) In Water


Solution Through Structure Modification As Micelle with Maltodextrin/Erythritol

Oleh :

Lea Thrusty Devi Maharani


652018011
TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika


guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Disetujui oleh,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Yohanes Martono, S.Si., M.Sc. dr. Jodelin Muninggar, M.Sc.

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Cucun Alep Riyanto, S. Pd., M. Sc. Dr. Adi Setiawan, M. Sc.

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


SALATIGA

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
mencurahkan berkat dan rahmat bagi kita semua. Hanya karena kebaikan Kasih dan Berkat-Nya
lah yang menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peningkatan Kelarutan
Kurkumin Serbuk Kunyit (Curcuma longa Linn) dalam Air Melalui Modifikasi Struktur Sebagai
Micelle dengan Maltodextrin/Erythritol”.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains (S.Si) pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya
Wacana. Tidak dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras, kegigihan, serta kesabaran dalam
pengerjaan skripsi ini. Oleh karena usaha yang maksimal dan kemampuan yang Tuhan berikan
kepada penulis, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat
selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek Indonesia yang telah mendanai penelitian ini
melalui program Penelitian Terapan (PT) pada tahun 2021.
2. PT. Sinar Herba Radix selaku mitra usaha dan mendukung selama penelitian
berlangsung.
3. Bapak Agustinus Budiono dan Ibu Sri Sulasmini selaku orang tua penulis yang
senantiasa memberi dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan tugas akhir dengan baik.
4. Bapak Dr. Yohanes Martono, M.Sc selaku pembimbing utama dan Ibu dr. Jodelin
Muninggar, M.Sc selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, dan nasehat serta berbagai pengalaman kepada penulis
dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
5. Bapak Lutiyono S.Si selaku staf laboran yang telah membantu penulis selama
penelitian di laboratorium.
6. Segenap Dosen Fakultas Sains dan Matematika yang telah mendidik dan
memberikan ilmu selama kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana dan juga
seluruh staf yang dengan sabar melayani segala administrasi selama proses
penelitian ini. Serta pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapat berkat dari Tuhan Yesus
Kristus. Kami menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan, karena keterbatasan
ilmu yang saya miliki. Penulis mengharapkan saran dan juga kritik yag sifatnya membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi bidang Sains khususnya Kimia serta bisa dikembangkan lebih lanjut.

Salatiga, 4 April 2022

Penulis
Peningkatan Kelarutan Kurkumin Serbuk Kunyit (Curcuma longa) dalam Air Melalui
Modifikasi Struktur sebagai Micelle dengan Maltodekstrin/Erythritol

Lea Thrusty Devi Maharani1*, Jodelin Muninggar 2, Yohanes Martono1

1
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga 50711, Jawa Tengah, Indonesia

2
Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga 50711, Jawa Tengah, Indonesia


*
Email : 652018011@student.uksw.edu

ABSTRAK

Kurkumin yang terdapat dalam kunyit memiliki berbagai aktivitas farmakologi, antara lain
anti-inflamasi, antioksidan,anti-kanker, anti-mikroba, anti-alergi, hipoglikemik dan
immunomodulator. Namun senyawa kurkumin ini sukar larut dalam air dan memiliki
bioavailabilitas yang rendah dalam air. Oleh karena itu diperlukan inovasi untuk meningkatkan
kelarutan kurkuminoid dalam air dan bioavailabilitasnya, kemudian muncul solusi dengan
menggabungkan kurkumin dengan suatu material tertentu untuk mempermudah dalam aplikasi
klinisnya. Senyawa maltodextrin dan eritritol dipilih untuk memodifikasi struktur kurkumin guna
meningkatkan kelarutannya dalam air karena senyawa ini memiliki kelarutan yang tinggi dalam
air. Respon Surface Methodology (RSM) digunakan untuk menentukan variasi kunyit dan lama
waktu refluks guna menghasilkan kurkumin yang mudah larut dalam air. Model permukaan
diperoleh pada model quadratic dengan nilai R-squared sebesar 0,9780; Adjusted R-squared
sebesar 0,9597 dan Predicted R-squared sebesar 0,9153. Metode optimasi menggunakan RSM
dengan desain optimasi 23 central composit design (CCD) dengan 2 peubah dan 3 level faktor.
Dengan 2 variasi tersebut adalah kadar kunyit dan lama waktu refluks, diperoleh model optimasi
yang dihasilkan dari prediksi RSM konstrasi kurkumin sebesar 36,329‰ (b/v) dengan lama waktu
refluks selama 27 menit, variasi ini dapat melarutkan kurkuminoid sebesar 3,954 µg/ml. High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) digunakan untuk mengukur kadar kurkuminoid
dalam sampel optimasi 96 kali lebih besar dari pada kontrol.
Kata Kunci : kunyit, kurkumin, peningkatan, kelarutan, micelle, air, HPLC, maltodextrin,
eritritol, spektrofotometri UV-Vis.

ABSTRACT
Curcumin found in turmeric has a variety of pharmacological activities, among others including
anti-inflammatory, antioxidant, anti-cancer, anti-microbial, anti-allergic, hypoglycemic and
immunomodulator. However, the components of curcumin are difficult to dissolve in the water and
have low bioavailability in water. Therefore, innovation is needed to increase curcuminoid
solubility in water and its bioavailability, and then a solution arises by combining curcumin with
a certain material to facilitate its clinical application. Maltodextrin and erythritol compounds
were chosen to modify the structure of curcumin to increase its solubility in water because these
compounds have high solubility in water. Response Surface Methodology (RSM) is used to
determine the variety of turmeric and the length of time reflux to produce curcumin that is easily
soluble in water. The surface model is obtained on a quadratic model with an R-squared value of
0.9780; Adjusted R-squared by 0.9597 and Predicted R-squared by 0.9153. The optimization
method uses RSM with an optimization design of 23 central composite designs (CCD) with 2
changes and 3 levels of factors. By these 2 variations, turmeric levels and the length of reflux time,
obtained optimization model resulting from the prediction of RSM curcumin concentration of
36,329‰ (b / v) with a reflux length of 27 minutes, this variation can dissolve curcuminoids by
3,954 μg / ml. High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) was used to measure
curcuminoid levels in optimization samples 96 times greater than controls.

Keyword : turmeric, curcumin, enhancement, solubility, micelle, water, HPLC, maltodextrin,


erythritol, spectrophotometer UV-Vis.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan dalam
segala aspek kehidupan manusia. Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang
penting, dan memiliki nilai yang istimewa dari segi ekonomi dan sebagai paru-paru bumi.
Tumbuhan merupakan tempat disintesisnya senyawa organik kompleks sehingga
menghasilkan rangkaian gugus senyawa dengan struktur yang beragam. Pengobatan
tradisional merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya hayati yang spesifik.
Sebagai negara hutan hujan tropis, Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman tumbuhan
yang dapat digunakan sebagai obat tradisional.
Obat tradisional masih ditempatkan sebagai komplemen pengobatan alternatif, artinya
hanya digunakan bila terjadi kelangkaan obat modern. Namun peningkatan harga bahan obat
diikuti oleh peningkatan harga obat-obatan sehingga menyulitkan masyarakat yang kurang
mampu mengakses layanan kesehatan. Keadaan ini dapat diantisipasi melalui penggunaan
bahan baku alternatif khususnya melalui pemanfaatan aneka jenis tumbuhan sebagai bahan
baku obat-obatan tradisional maupun modern (Wiraharja et al., 2002).
Begitu banyak bahan baku dalam obat tradisional yang kita ketahui salah satunya adalah
kunyit. Kunyit (Curcuma longa Linn) merupakan tanaman suku temu-temuan (Zingiberaceae)
yang banyak dibudidayakan di daerah tropis Asia. Rimpang kunyit sering dimanfaatkan untuk
memberi warna dan rasa pada makanan (Ammon and Wahl, 1991).
Kurkumin adalah derivat polifenol hidrofobik dari rimpang tanaman Curcuma longa.
Kurkumin merupakan suatu bahan obat spektrum luas yang memiliki berbagai aktivitas
biologis dan farmakologis, diantaranya sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba, dan
anti kanker (Song et al., 2011; Mahmood et al., 2015). Selain itu, kurkumin juga mempunyai
aktivitas dapat melindungi hati, melindungi ginjal, melindungi saraf, mencegah serangan
infark miokardial (Mahmood et al., 2015). Kurkumin diklasifikasikan ke dalam
Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas II karena kelarutannya dalam air rendah
(11 ng/mL) dan permeabilitas yang baik dengan log P = 3.29 (Calahorra et al., 2018). Kelarutan
yang buruk ini menyebabkan bioavailabilitas kurkumin rendah pada pemberian secara oral
(Calahorra et al., 2018).
Misel adalah agregat yang terdiri dari beberapa molekul surfaktan, terbentuk sebagai
hasil interaksi termodinamik antara pelarut, terutama air dengan molekul hidrofobik (Myers,
2006). Kelebihan misel adalah dapat meningkatkan kelarutan bahan obat yang sukar larut
dalam air dengan melarutkan obat dalam inti misel (Cagel et al., 2017). Penelitian yang
dilakukan oleh (Song et al., 2011) menunjukkan bahwa kelarutan kurkumin yang dibuat dalam
misel dapat meningkat sebesar 300 mg/mL. Selain itu, sistem enkapsulasi misel memiliki
kelebihan yaitu memperlambat degradasi kurkumin selama penyimpanan (Sahu et al., 2010).
Bahkan, ada penelitian yang melaporkan bahwa misel yang digunakan sebagai penghantaran
obat secara per oral, dapat meningkatkan penyerapan obat di saluran gastrointestinal, sehingga
meningkatkan bioavailabilitas obat (Ahmad et al., 2014; Reddy et al., 2015; Janas et al., 2016;
Ghadi and Dand, 2017). Secara umum, misel dapat dibentuk dari surfaktan atau polimer
ampifilik yang disebut misel polimerik (Wang et al., 2017). Misel polimerik merupakan salah
satu sistem penghantaran obat menggunakan suatu polimer amfifilik yang memiliki ukuran
antara 10-200 nm (Patil et al., 2015)
Senyawa polisakarida dapat digunakan untuk membuat misel dengan kurkumin, salah
satu senyawa polisakarida yang digunakan adalah maltodekstin. Maltodekstrin adalah salah
satu kelas dalam karbohidrat yang dapat diekstrak dalam berbagai sumber tumbuh-tumbuhan.
Maltodekstrin dapat diproduksi melalui proses enzimatis atau hidrolisis asam dari pati yang
selanjutnya melalui proses permunian dan pengeringan spray drying. Dari proses tersebut
menghasilkan bubuk putih dengan tingkat kemurnian tinggi dan aman dari kontaminasi
mikroorganisme. Biasanya maltodekstrin digunakan untuk pembuatan produk makanan dan
minuman seperti minuman berenergi (Takeiti et al., 2010). Selain itu, maltodekstrin memiliki
sifat larut dalam air dapat difungsikan sebagai agen control pembekuan dan pengentalan serta
sumber prebiotik (Brouns et al., 2007). Selain senyawa polisakarida, gula alkohol juga dapat
digunakan untuk membentuk misel. Gula alkohol yang digunakan adalah erythritol. Erythritol
((2R,3S)-Butan-1,2,3,4-tetrol) milik keluarga gula alkohol juga dikenal sebagai poliol, yang
terbentuk karena proses hidrolisis aldehida atau keton kelompok dalam berbagai karbohidrat
(Bilaux et al. 1991). Erythritol dapat digunakan dalam berbagai macam formulasi padat dan
cair, termasuk bubuk granulasi, tablet, tablet saluting, tablet hisap ramah konsumen, permen
karet obat, sirup, dan seperti yang disebutkan sebelumnya, sebagai produk perawatan mulut
(Michaud dan Haest 2003). Untuk penggunaan farmasi, interaksinya dengan air dan
stabilitasnya yang tinggi pada suhu dan asam atau lingkungan basa adalah kuncinya
(Grembecka 2015). Kebaruan penelitian adalah mengkombinasi senyawa polisakarida dan
gula alkohol untuk membentuk misel dengan kurkumin melalui metode pemanasan refluks.
Pada penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya, kurkumin berhasil diisolasi
dengan kemurnian 93% dari temulawak dan kunyit (Martono dan Soetjipto, 2014) serta metoda
yang telah dikembangkan untuk purifikasi ekstrak mengandung steviol glikosida yang
didapatkan dari Stevia rebaudiana dengan lebih efektif. (Martono, 2018; (Martono,
Adiwibowo, and Aminu 2020)). Interaksi kurkumin dengan ekstrak air Stevia rebaudiana serta
madu juga sudah dilakukan studi interaksinya untuk aktivitas antidiabetes dan antioksidan
(Martono dan Soetjipto, 2014; Martono dkk., 2018). Pada penelitian ini akan dilakukan studi
peningkatan kelarutan kurkumin dalam serbuk kunyit. Metode yang dilakukan dengan
memodifikasi metode yang dikembangkan Nguyen et al. (2017) melalui pemanasan refluks
dan penambahan senyawa hidrofilik erythritol.
1.2 Tujuan
1 Menghasilkan polimer misel kurkumin dengan proses modifikasi struktur kurkumin
dengan polisakarida maltodextrin/erythritol menggunakan metode pemanasan refluks.
2 Menentukan kelarutan kurkumin hasil modifikasi struktur misel kurkumin-
polisakarida/erythritol dalam air menggunakan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.State Of The Art


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martono Y dan Soetjipto H (2014),
Pengisolasian dan pengkristalan ekstrak kurkumin dilakukan. Serbuk kering dari
temulawak maupun kunyit diekstraksi dengan aseton sebagi pelarut. Pengekstrasian ini
dilakukan secara berkelanjutan dengan sokhlet.
Ekstrak kurkumin kemudian diisolasi menggunakan metode kromatografi kolom
dengan fase diam silika dan fase gerak yang merupakan campuran kloroform : metanol
dengan rasio 95:5 (v/v). Dalam penelitian ini dihasilkan isolat kurkumin sebesar 93%
(Martono dan Soetjipto, 2014).
Bioavailabilitas dari bahan obat yang sukar larut dalam air bergantung pada
kelarutan dan laju disolusinya. Kelarutan bahan obat yang rendah merupakan salah satu
masalah dalam pengembangan obat di industri farmasi (Xu et al., 2013). Usaha untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi bahan obat yang sukar larut dalam air adalah
suatu tantangan tersendiri dalam pengembangan formulasi bahan obat (Zhang et al., 2017).
Peningkatan kelarutan dan bioavailabilitas obat dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya adalah penambahan kosolven, pembentukan solid lipid nanopartikel, ,
pembentukan liposom, makroemulsi, dan misel polimerik (Ahmad et al., 2014; Kumari et
al., 2015; Reddy et al., 2015).
Oleh karena itu muncul solusi dengan menggabungkan kurkumin dengan suatu
material tertentu untuk mempermudah dalam aplikasi klinisnya. Salah satu cara yang
dikembangkan adalah drug delivery system yang menggabungkan kurkumin dengan suatu
material berukuran nano, makromolekul, ataupun hidrogel yang telah termodifikasi
sehingga meningkatkan kelarutannya dalam air, serta meningkatkan bioavailibilitasnya
(Bisht, S., et al., 2010)
2.2.Kurkumin
Kurkumin (bis-α.β-unsaturated β-diketone) adalah senyawa aktif yang aman
dikonsurnsi pada dosis sampai pada 12/hari di dalam percobaan klinis terhadap hewan dan
manusia. (Sanphui, P.N., et al, 2011). Kurkumin banyak digunakan sebagai pewarna
makanan alami. Selain itu kurkumin dapat melindungi badan dari berbagai penyakit seperti
kanker, infeksi HIV, dan juga mencegah penyakit kulit dan jantung. Selain itu kurkumin
juga dikenal sebagai antioksidan yang baik (Sousdaleff, M., et al, 2013). Kurkumin
merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan (Kikuzaki
2000). Kurkumin berwarna kuning pada pH rendah, jingga pada kondisi basa, dan hijau
pada pH tinggi. Kurkumin merupakan pewarna alami yang termasuk dalam kelompok
flavonoid. Kurkumin stabil terhadap panas, tetapi sensitif terhadap cahaya (Wijaya dan
Mulyono 2009).
Kurkumin yang terdapat dalam kunyit memiliki berbagai aktivitas farmakologi,
antara lain anti-inflamasi, antioksidan,anti-kanker, anti-mikroba, anti-alergi, hipoglikemik,
penyembuh luka dan immunomodulator (Gilda et al., 2009).Aktivitas kurkumin inilah
yang membuatnya sebagai senyawa yang berpotensi untuk mencegah dan mengobati
berbagai macam penyakit pada manusia, seperti Alzheimer, tumor, kanker, penyakit hepar,
luka diabetes, anoreksia, kantong empedu, batuk, sinusitis danreumatik (Ammon et al.,
1992; Aggarwal and Sung, 2009; Epstein et al., 2010).
Kunyit mengandung kurkuminoid yang merupakan kelompok senyawa fenolik
yang memberi warna kuning pada kunyit. Kurkuminoid sebagai komponen utama dari
kunyit terdiri dari kurkumin (77%), demetoksikurkumin (18%), dan bis-
demetoksikurkumin (5%) (Chattopadhyay et al., 2004).

Gambar 1. Struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin


pembentukan liposom, makroemulsi, dan misel polimerik
2.3.Erythritol dan Maltodekstrin
Bioavailabilitas rendah dapat ditingkatkan apabila kelarutan dan laju disolusi obat
dinaikkan. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan physical redesign of curcumin,
yaitu penambahan surfaktan, pembentukan misel, liposom, enkapsulasi, teknologi
nanopartikel, teknologi mikropartikel dan dispersi padat (Prasad, 2014). Cara yang dapat
dipilih ialah dengan sistem pembentukan misel
Proses pembentukan misel sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
struktur surfaktan, penambahan zat organik, serta temperatur larutan (Rosen, 1978).
Eritritol dengan rumus kimia C4H10O4 adalah senyawa kimia yang menyerupai
sukrosa mempunyai rasa manis sekitar 60-70% dan tidak mengandung kalori (Vasudevan,
D. M. (2013). Hal tersebut tidak mempengaruhi gula darah (Noda et.Al., 1994); tidak
menyebabkan kerusakan pada gigi (Kawanabe et. Al., 1992); sebagian diserap oleh tubuh
yang diekskresikan dalam urin dan kotoran.
Erythritol merupakan salah satu jenis polyol dimana erythritol dikenal juga sebagai
sebagai Meso-Erythritol, merupakan suatu gula tetrose alkohol. Tingkat kemanisannya
adalah sekitar 70-80% dari sukrosa (Shindou, 1996) memiliki dua keuntungan nutrisi yang
sangat penting yaitu nilai kalori yang rendah (0,3 Kcal/g) dan tingkat toleransi yang baik
(Roper, 1993).

Gambar 2. Struktur Erythritol


Erythritol sebagai bagian dari polyol banyak digunakan sebagai bahan makan serta
eksipien obat terkait dengan nilai energinya yang rendah, sifat stimulant non-insulin dan
memiliki rasa yang enak ( Sawada, 2009 ) . Erythritol memiliki sifat serupadengan polyol
lain dan memiliki beberapa manfaat seperti ramah dengan gigi dan amanuntuk penderita
diabetes. Memiliki dua keuntungan nutrisi yang sangat penting yaitunilai kalori yang
rendah (0,3 kcal/g) dan tingkat toleransi yang baik. Hal ini dikarenakanerythritol memiliki
berat molekul yang rendah,memungkinkannya cepat diserap dalamusus kecil, yang
kemudian diekskresi dalam urin (Roper, 1993). Sisa erythritoldifermentasi oleh bakteri
kolon di usus besar (Oku,1996).
Erythritol, alkohol gula tetra-karbon [1,2,3,4-butanetetrol, memiliki berat molekul
(BM) 122,12, adalah molekul simetris, karena itu hanya ada dalam bentuk,mesoform.
Dapat membentuk kristal anhidrat dengan rasa yang cukup manis tanpa bau.Kristal meleleh
pada suhu 122 ° C dan membentuk lelehan kental yang tidak berwarna. Sifat kimia
Erythritol mirip dengan poliol lain karena tidak memiliki gugus akhir dan karenanya
memiliki titik didih dan stabilitas asam yang sangat baik. Namun dibandingakan dengan
polyol lain, erythritol memiliki kelarutan yang rendah, dan titik didih dalam bentuk larutan
sangat rendah. Dibandingkan dengan kelompok poliol yang saat ini digunakan sebagai
pengganti gula, erythritol memiliki berat molekul terendah menyebabkan erythritol
memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi dan aktivitas air yang lebih rendah dalam
larutan (Moon, 2010). Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk hidrolisis pati
parsial yang dibuat dengan penambahan asam atau enzim, yang mengandung unit α-D-
glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan-(1,4) glycosidic. Maltodekstrin
merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dandekstrin. Rumus umum
maltodekstrin (C6H10O5).nH2O. (Yongki Kastanya Luthana,2008).
Menurut Hui (1992), maltodekstrin termasuk golongan sakarida serta polisakarida
yang mengalami proses hidrolisa dengan penambahan asam atau enzim. Tjokroadikusumo
(1993) menambahkan bahwa hidrolisa asam terjadi secara acak dan sedikit gula yang
dihasilkan berupa gula reduksi.

Gambar 3. Rantai Maltodekstrin


Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh DE (Dextrose Equivalent).
Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, sedangkan maltodekstrin
dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis). Maltodekstrin pada dasarnya
merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula
dalam bentuk sederhana (mono-dandisakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan
rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai
panjang. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3–20. (Blancard, 1995)
2.4.Polimer misel
Misel adalah partikel koloid dengan ukuran dalam kisaran 5-100 nm. Misel terdiri
dari amfifil atau bahan aktif permukaan (surfaktan), dimana sebagian besar kepala
merupakan kelompok-hidrofilik dan ekor hidrofobik. Pada konsentrasi rendah dalam
medium berair, amfifil berupa monomer dalam larutan, namun ketika konsentrasi
meningkat, agregasi dan self-assembly berlangsung sehingga misel terbentuk.
Misel polimerik merupakan salah satu sistem penghantaran obat menggunakan
suatu polimer amfifilik yang memiliki ukuran antara 10-200 nm (Patil et al., 2015). Misel
ini terbentuk secara termodinamika bila konsentrasi polimer melebihi batas konsentrasi
miselar kritis (CMC) (Reddy et al., 2015; Janas et al., 2016; Cagel et al., 2017; Zhang et
al., 2017). Obat yang bersifat hidrofobik terperangkap pada inti misel dan dikelilingi oleh
gugus polimer yang bersifat hidrofilik (Cagel et al., 2017). Pada saat konsentrasi rendah,
polimer membentuk rantai tunggal dan saat konsentrasi polimer mencapai atau melebihi
konsentrasi CMC, maka rantai polimer mulai bersatu membentuk misel. Oleh karena itu,
dalam pembuatan misel, perlu diketahui konsentrasi CMC dari masing-masing bahan
pembentuk misel (Reddy et al., 2015).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan Piranti

Bahan

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah serbuk kunyit serta maltodekstrin
dan erythritol yang diperoleh dari toko online. Standart baku kurkumin memiliki kemurnian
97% diperoleh dari TCI Japan. Bahan lain yang digunakan antara lain adalah akuades, etanol
(PA), aseton, NaOH, HCl, KH2PO4

Piranti

Piranti yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain gelas beker, erlenmeyer, kaca
arloji, spatula, pengaduk kaca, pipet tetes, pipet volume/pipet ukur, pilius, gelas ukur, labu
takar, drying cabinet, spektrofotometer UV-Vis (PG-Instrumen T60) degan UV Win Software
V.6.0.0, magnetic stirer, HPLC (Knauer FBSI Smartline), Ultra Turax (IKA T25 digital),
shaker, grinder, Centrifuge PLC SERIES, ultrasonik, neraca analitik, moisture balance, rotary
evaporator R-114 Buchi (made in Switzerland), kolf, kondensasor, selang, botol sampel,
water bath, termometer, alumunium foil, plastik warp/cling, tisu, kuvet, dan kertas saring,
membran filter whatman dari GE healtcare livesciences Jerman

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Penentuan kadar kurkumin dalam serbuk kunyit secara High Performance
Liquid Chromatography (HPLC)

Larutan yang akan diukur kadar kuruminya diinjeksikan sebanyak 20 μL pada


HPLC grade (Khauer FBSI Smartline) dengan kolom yang dipakai adalah kolom
Eurospher II 100-5 C18 250×4,6 mm w/precolomn dalam suhu kolom 30℃ ,dengan
fase gerak yang digunakan adalah ACN:Buffer Sitrat(55:45) dengan pH 3 dalam
kecepatan alir 1 ml/mnt dan dideteksi pada panjang gelombang UV-Vis 428 nm.

3.2.2 Pembuatan Misel Kurkumin-Maltodextrin/Erythritol (KUR-MAL/ETL)

Metode Refuks [(Nguyen et al.2017) yang dimodifikasi]

Maltodextrin (MAL) sebanyak 0,02 gram dan 0,02 gram Erythritol (ETL)
dilarutkan dalam 50 mL etanol 90%. Larutan MAL/ETL memiliki konsentrasi 0,8%
(b/v) dalam etanol 90%. Serbuk kunyit (KUR) ditambahkan ke dalam larutan etanol
90%-MAL/ETL dengan variasi sesuai pada Tabel 2. Selanjutnya, campuran KUR-
MAL/ETL dihomogenisasi pada kecepatan 15.000 rpm selama 10 menit menggunakan
Ultra Turax. Kemudian campuran yang telah homogen dipanaskan dengan metode
refluks pada suhu 40℃ dengan variasi lama pemanasan sesuai Tabel 2. Selanjutnya,
pelarut etanol diuapkan menggunakan Rotary Evaporator hingga didapatkan misel
pekat KUR-MAL/ETL kemudian diberi gas N2 dan dipindahkan dalam botol sampel
kemudian disimpan dalam freezer hingga digunakan untuk uji selanjutnya.

3.2.3 Uji kelarutan misel KUR-MAL/ETL

Misel pekat KUR-MAL/ETL yang sudah didapatkan ditimbang masing-masing


pada setiap variasi yang sesuai dengan Tabel 2 sebanyak 50 mg kemudian ditambah
dengan buffer fosfat pH 6 sebanyak 50 mL dalam wadah erlenmeyer. Setelah itu dibuat
larutan kontrol buffer dimana serbuk kunyit ditimbang sebanyak 50,0 mg lalu
dilarutkan dengan menggunakan buffer fosfat sebanyak 50 mL dalam erlenmeyer.
Kemudian dibuat kontrol etanol dengan menimbang 50,0 mg serbuk kurkumin dan
dilarutkan dalam etanol 90% dalam erlenmeyer. Kemudian dibuat kontrol akuades
dengan menimbang 50 mg serbuk kunyit dan menambahkan 50 ml akuades. Kemudian
masing-masing larutan dihomogenkan dengan menggunakan menggunakan Ultra
Turax dengan kecepatan 15.000 rpm selama 10 menit di suhu ruang dan terlindung
oleh cahaya. Setelah itu sampel di centrifuge selama 20 menit dengan keceptan 3815
rpm, kemudian sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal yang
digunakan pada kurva baku yaitu 430 nm.

3.2.4 Analisa Data

Metode yang akan digunakan untuk optimasi yaitu Respon Surface Methodology
(RSM). Desain optimasi 23 central composit design (CCD) dengan 2 peubah dan 3
level faktor. Sebagai peubah yaitu (X1) adalah konsentrasi dari serbuk kunyit dan
faktor X2 meliputi waktu pemanasan refluks selama 10, 20 dan 30 menit. Dengan
setiap variabel dan faktor diberi kode -1,41; -1,00; 0,00; +1,00; +1,41. Tabel peubah
bebas dan kode aras faktor optimasi yang digunakan tersedia pada Tabel 1 dibawah
ini.
Tabel 1. Tabel peubah bebas dan kode aras faktor optimasi

Nilai Aras
Kode Level
Kunyit (%b/v) Waktu (menit)
-1,41 6,44 5,86
-1 11 20
0 22 20
1 33 30
1,41 37,56 34,14

Analisa permodelan polinomial orde dua pada penelitian ini berdasarkan persamaan
matematis beriktut :

3 k =1 3 3
 =  0 +  i xi +   ij xi x j +  ii xi2 (1)
i =1 i =1 j =i +1 i =1

Keterangan :

: Respon (absorbansi)
: Nilai tengah dari data penelitian
: Koefisien linear
: Independent variable
: Koefisien kuadrat
: Koefisien interaksi
: Jumlah variable

Berdasarkan persamaan 1 di atas, analisa data dilakukan sesuai dengan peubah bebas dan
kode aras faktor optimasi yang dilakukan pada penelitian. Faktor optimasi dan respon
hasil serapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Tabel peubah desain CCD 23 penelitian

peubah bebas peubah tergantung


kunyit kode level
waktu(menit) kadar KUR (μg/ml)
(/mil)(b/v) X1 X2
22 20 0 0
6,44 20 -1,41 0
11 10 -1 -1
37,56 20 +1,41 0
22 20 0 0
22 20 0 0
22 20 0 0
22 5,86 0 -1,41
22 20 0 0
11 30 -1 +1
22 34,14 0 +1,41
33 30 +1 +1
33 10 +1 -1

Model prediksi dan uji lack of fit ditentukan berdasarkan uji ANOVA (P<0,05).
Model yang signifikan digunakan untuk optimasi dengan kondisi optimal prediksi yang
dipilih adalah yang memiliki desirability paling tinggi. Kondisi prediksi yang optimal
dicoba secara actual dalam eksperimen laboratorium dan hasilnya dibandingkan antara
prediksi dengan aktual menggunakan uji t dengan selang kepercayaan 95%.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. DATA HASIL ANALISIS UJI KELARUTAN MISEL DAN OPTIMASI

Studi kelarutan bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan kurkumin yang


terlarut dalam setiap misel kunyit dalam pelarut buffet fosfat pH 6, buffet fosfat pH 6
digunakan karena nilai pH yang baik adalah yang mendektai pH netral. Nilai pH aman
digunakan sebagai bahan dasar obat karena sesuai dengan pH usus halus, dimana usus
halus merupakan organ utama penyerapan obat (Utami, 2012). Tujuan pembuatan misel
sendiri adalah untuk meningkatkan kelarutan bahan obat yang sukar larut dalam air dan
juga meningkatkan biovailabitas. Hasil optimasi uji kelarutan kurkumin tersaji pada Tabel
3.

Tabel 3. Data Aktual Optimasi Kelarutan Kurkumin dari Ekstrak Kunyit

sampel konsentrasi
waktu(mnt) A430
(‰)(b/v) kurkumin (µg/mL)
6,44 20,00 0,106 0,56
11,00 10,00 0,094 0,47
11,00 30,00 0,157 0,91
22,00 5,00 0,179 1,07
22,00 20,00 0,232 1,44
22,00 20,00 0,293 1,86
22,00 20,00 0,222 1,37
22,00 20,00 0,258 1,62
22,00 20,00 0,266 1,67
22,00 34,34 0,268 1,69
33,00 10,00 0,48 3,17
33,00 30,00 0,489 3,23
37,56 20.00 0,209 1,27

Berdasarkan pada Tabel 3 dilakukan pemodelan prediksi kelarutan kurkumin dan


pengujian Lack of Fit. Pemodelan prediksi kelarutan kurkumin yang paling baik
menggunakan model quadratic. Model yang dicapai signifikan (P<0,05) sehingga dapat
digunakan untuk melakukan prediksi. Selain itu, model juga diuji lack of fit dimana hasil
dari pengujian Lack of Fit tidak signifikan (P>0,05) yang berarti bahwa antara data aktual
dan prediksi tidak berbeda secara signifikan. Hasil pemodelan dan uji Lack of Fit disajikan
Tabel 4.

Tabel 4. ANOVA pemodelan prediksi kelarutan kurkumin

rata rata p-value


jumlah
Source df jumlah nilai F Prob >
kuadrat
kuadrat F
Model 8,24 5 1,65 53,35 <0,0001 Signifikan
X1-
konsentrasi 7,83 1 7,83 253,59 <0,0001
X2- waktu 0,24 1 0,24 7,75 0,0318
X1X2 0,036 1 0,036 1,15 0,3239
X1² 0,73 1 0,73 23,6 0,0028
X2² 0,055 1 0,055 1,77 0,2317
Residual 0,19 6 0,031
Tidak
Lack of Fit 0,029 2 0,015 0,38 0,7085 signifikan
Pure Error 0,16 4 0,039
cor total 8,42 11

Hasil uji ANOVA pemodelan menunjukkan bahwa variabel konsentrasi dan waktu
pemanasan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelarutan kurkumin dari
ekstrak kunyit. Pada persamaan matematis model (persamaan 2) menunjukan bahwa
peningkatan konsentrasi ekstrak kunyit ternyata menurunkan kelarutan kurkumin. Namun,
peningkatan lama waktu pemanasan refluks justru meningkatkan kelarutan kurkumin. Oleh
karena itu, perlu dilakukan optimasi kondisi operasional perlakuan dalam pembuatan misel
kurkumin dengan agen pemodifikasi maltodekstrin/eritritol (KUR-MAL/ETL). Persamaan
regresi dari model daya ekspansi sebagai berikut :

Y= -0,38750 – 0,017997 X1 +0,072897 X2 – 0,0008582 X1*X2 + 0,003438 X12 – 0,00918 X22


(2)

Keterangan :
X1 = Konsentrasi
X2 = Waktu refluks
Gambar 4. Grafik pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap kadar kurkumin (3D)
Berdasarkan analisis Gambar 4 terjadi penurunan kadar kurkumin seiring dengan
penambahan variabel konsentrasi kunyit, karena misel cenderung terbentuk pada
konsentrasi rendah. Namun jika terjadi peningkatan variabel waktu refluks maka akan
meningkat juga kadar kurkumin. Surface plot uji kelarutan kurkumin dapat dilihat pada
Gambar 4.

Optimasi dilakukan dengan menggunakan Design Expert (DE) dengan metode


yang dipakai adalah Respon Surface Methodology (RSM), dengan design optimasi 23
central composit design (CCD) dengan 2 peubah dan 3 level faktor. Menurut Trihaditia
(2015), metode permukaan respon (RSM) merupakan suatu strategi percobaan yang
berguna jika respon dipengaruhi beberapa faktor dan tujuan percobaan adalah untuk
mencari respon optimum dengan cara mencari tempuhan titik tengah dan tempuhan lengan
bintang (star arm runs). Optimasi dilakukan dengan menggunakan model quadratic yang
sama dengam model anova, dengan konsentrasi, waktu, dan kadar kurkumin in range
dengan memilih hasil kadar paling tinggi yaitu sebesar 3,954 µg/ml dengan konstrasi
kurkumin sebesar 36,329‰ (b/v) dengan lama waktu refluks selama 27 menit.
Setelah didapatkan data untuk optimasi, dilakukan terlebih dahulu uji t. Menurut
Sugiyono (2018;223) Uji t merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, yaitu
yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Rangcangan pengujian
hipotesis digunakan untuk mengatahui korelasi dari kedua variabel yang diteliti. Uji t pada
dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali, 2006). Pengujian parsial regresi
dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individual mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat dengan asumsi variabel yang lain itu konstan. Hasil uji
t dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah.

Tabel 5. t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances

Variable 1 Variable 2
Mean 3,804643894 3,954
Variance 0,107729051 0
Observations 3 3
Pooled Variance 0,053864525
Hypothesized Mean Difference 0
df 4
t Stat -0,788165087
P(T<=t) one-tail 0,237341512
t Critical one-tail 2,131846786
P(T<=t) two-tail 0,474683024
t Critical two-tail 2,776445105

Tabel 6. Hasil uji T

kondisi Konsentrasi (‰ ) Waktu (mnt) Kadar Uji T

prediksi 36,329 27 3,954 2,131846786

aktual 36,329 27 3,809 -0, 788165087

Data pada Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukan bahwa perlakuan kondisi optimal
pembentukan misel KUR-MAL/ETL meberikan hasil kelarutan kurkumin yang sama
antara prediksi dengan nilai aktual percobaan. Hasil ini menunjukkan bahwa model
berhasil memberikan kondisi optimal pembentukan misel KUR-MAL/ETL dari ekstrak
kunyit.
B. PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM MISEL KUR-MAL/ETL OPTIMAL
dan KONTROL DENGAN HIGH PERFORMANCE LIQUID
CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Fase gerak yang diguanakan adalah ACN:Buffer Sitrat dengan pH 3 (55:45, v/v) dalam
kecepatan alir 1,0 mL/menit dan dideteksi menggunakan detektor UV pada panjang
gelombang 428 nm dengan kolom yang dipakai adalah kolom Eurospher II 100-5 C18
(250×4,6 mm, 5µm) dengan pre-coloumn dalam suhu kolom 30℃. Sistem fase gerak
ditentukan berdasarkan kekuatan eluen untuk mengelusi analit (kurkumin) dari kolom
kromatografi. Kekuatan eluen dipengaruhi oleh kekuatan interaksi antara fase diam
maupun dengan fase gerak. Kombinasi ACN:Buffer Sitrat dengan pH 3 (55:45, v/v)
merupakan kombinasi fase gerak yang bersifat polar, sehingga kurkumin yang cenderung
bersifat polar akan berinteraksi lebih kuat dengan fase gerak dibandingkan dengan fase
diam yang bersifat non-polar. Oleh karena itu kombinasi ini akan mudah mengelusi
kurkumin melewati kolom kromatografi, karena kurkumin bersifat polar. Kurkumin
diamati sebagai puncak terakhir yang terelusi pada sistem HPLC dengan fase gerak
ACN:Buffer Sitrat dengan pH 3 (55:45, v/v) dilaporkan bahwa kurkuminoid dari berbagai
genus Curcuma yang terelusi pertama adalah bisdemetoksikurkumin, yang diikuti oleh
demetoksikurkumin dan kemudian kurkumin (Zhang, 2000).

Tabel 7. Hasil Penetapan Kadar Kurkumin Secara HPLC

konsentrasi uji [kurkumin] uji


sampel
(mg/ml) (ppm)
Kontrol 36,329 ( ‰) 36000 NQ
Misel Optimum 36,329 (‰) 36000 96,6

Gambar 5. Kromatogram kontrol (puncak kurkumin no 3 tR = 7,533 min)


Gambar 6. Kromatogram misel perlakuan optimal (puncak kurkumin no 4, tR = 7,533 min)
Dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5, analisis sampel kontrol dengan HPLC
menunjukkan bahwa kurkumin tidak terkuantitasi. Hasil ini menunjukkan bahwa kurkumin
dalam ekstrak etanol dari serbuk kunyit memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air.
Di sisi lain, berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 6, perlakuan optimal dalam pembentukan
misel KUR-MAL/ETL ternyata dapat meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air hingga
> 90 kali lipat. Perlakuan pemanasan dengan refluks antara ekstrak kunyit dan agen
pemodifikasi MAL/ETL terbukti dapat membentuk misel dan meningkatkan kelarutan
kurkumin. Kombinasi maltodekstrin dan eritritol dapat mencapai Critical Mass
Concentration dalam pembentukan misel dan menambahkan gugus hidrofilik pada
kurkumin. Adanya gugus hidrofilik pada misel KUR-MAL/ETL menyebabkan dapat
berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen sehingga meningkatkan kelarutan
kurkumin (Hiemenz, 1997)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN

Misel kurkumin dengan modifier polisakarida maltodextrin dan eritritol (KUR-MAL/ETL)


dihasilkan pada perlakuan optimal yaitu konsentrasi serbuk kunyit 36,329 ‰ (b/v) dengan
penambahan MAL/ETL sebesar 0,8% (b/v) dan dipanaskan dengan metode refluks selama
27 menit. Misel KUR-MAL/ETL dapat meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air sebesar
96 kali lipat dibandingkan dengan control
5.2.SARAN
Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan percobaan dengan variasi konsentrasi kunyit dan
modifier lebih besar atau kecil dan waktu refluks yang lebih bervariasi untuk meningkatkan
kelarutan kurkumin dalam air.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal BB, and Sung B., 2009. Pharmacological Basis for The Role of Curcumin in Chronic
Diseases:AnAge-Old Spice with Modern Targets. Trends Pharmacol Sci, 30, 85–94.
Ammon, H. P. T., Anazoda, M. I., Safayhi, H., Dhawan, B. N., andSrimal, R. C., 1992. Curcumin:
APotent Inhibitorof LeukotrieneB4 Formation in Rat Peritoneal Polymorphonuclear
Neutrophils(PMNL). Planta Medica, 58, 26–28.
AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2012. Official Methods Of Analysis,
Appendix K : Guidelines For Single Laboratory Validation Of Chemical Methods For
Dietary Supplements And Botanical.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Petunjuk Operasional Cara Pengolahan Obat yang
Baik. Jakarta. . 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Cetakan I. Jakarta.

Bisht, S., et al. Systemic Administration of Polymeric Nanoparticle-Encapsulated Curcumin


(NanoCurc) Bloks Tumor Growth and Metastases in Preclinical Models of Pancreatic
Cancer. Mol Cancer Ther.2010;9(8):2255-2264.

Billaux MS, Flourie B, Jacquemin C, Messing B (1991) Sugar alcohols.In: Marie S, Piggott JR
(eds) Handbook of sweeteners. Springer US,Boston, pp 72–103.
https://doi.org/10.1007/978-1-4757-5380-6_
Calahorra, A., Akhtar, M., danSarkar, A. 2018. Recent advances in emulsion-baseddelivery
approaches for curcumin: From encapsulationto bioaccessibility. Trends inFood Science &
Technology, 71, 155–169
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U.,andBanerjee, R. K. 2004. Turmericand
Curcumin: Biological Actions andMedicinal Applications. Current Science,87(1), 44–53.
Epstein, J., Sanderson, I.R. andMacdonald, T..T, 2010. Curcumin as a Therapeutic Agent: The
EvidenceFrom in Vitro, Animal and Human Studies. Br J Nutr, 103, 1545–1557.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 245-255, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta

Ghozali, Imam. 2006.Analsis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro

Gilda, S, Kanitkar, M., Bhonde, R., and Paradkar A.,2009. Activity of Water-Soluble Turmeric
Extract using Hydrophilic Excipients. LWT-Food Science and Technology, 43, 59-66.
Grembecka M (2015) Sugar alcohols—their role in the modern world ofsweeteners: a review. Eur
Food Res Technol 241(1):1–14. https://doi.org/10.1007/s00217-015-2437-7

Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Departemen
Farmasi FMIPA-UI. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, 117 – 135.
Hiemenz, P. C, 1997, Principles of Coloid and Surface Chemistry, Marcel Dekker Inc, New york

Hui, Y.H., 1992.Starch Hydrolysis Products. VCH Publisher, New York. Blancard, P. H. dan
Katz.F. R.1995. Starch Hydrolisis in FoodPolysaccharides and Their Application. Marcell
Dekker, Inc. New York.

Kawanabe, J.; Hirasawa, M.; Takeuchi, T.;Oda, T.; Ikeda, T. (1992)."Noncariogenicity of


erythritol as asubstrate". Caries Research.26(5)Halaman 358–362.Doi.
Kikuzaki H. 2000. Ginger for drug and spice purposes. In: Mazza G, Oomah BD (eds). Herbs,
Botanicals. and Teas. USA: Technomic Publishing Company
Kumari, A.V.A.G., A. Palavesam, J.A.J. Sunilson, K. Anandarajagopal, M. Vignesh, J. Parkavi
Bates. 1965. Preliminary phytochemical and antiulcer studies of Hibiscus rosa sinensis Linn.
root extracts Notes on the cultivated Malvaceae: Hibiscus. Baileya 13:56-129.
Mahmood, K., Zia, K. M., Zuber, M., Salman, M., dan Anjum, M. N. 2015. Recent developments
in curcumin and curcumin based polymeric materials for biomedical applications: A review.
International Journal of Biological Macromolecules,81(1):877–890.

Martono, Yohanes, Yohanes Difto Adiwibowo, and November Rianto Aminu. 2020.
“Optimization of Supersaturated Solution from Stevia Rebaudiana Water Extract Lead to
Crystal Nucleation.” In AIP Conference Proceedings, American Institute of Physics Inc.,
020012. http://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/5.0005667 (April 23, 2021).

Martono, Yohanes, Sugeng Riyanto, Abdul Rohman, and Sudibyo Martono. 2016.
“Improvement Method of Fast and Isocratic RP-HPLC Analysis of Major Diterpene
Glycoside from Stevia Rebaudiana Leaves.” In AIP Conference Proceedings, American
Institute of Physics Inc.

Moon, Hee – Jung dkk. 2010. “ Jurnal Appl Microbiol Biotechnol ” Biotechnological production
of erythritol and its applications , Vol.86 : 1017 -1025.
Myers, D. 2006. Surfactant Science and Technology (3rdEdition). Ney Jersey: John Wiley& Sons,
Inc. Igarss

Nguyen, Thi Thanh Hanh et al. 2017. “Facile Preparation of Water Soluble Curcuminoids
Extracted from Turmeric (Curcuma Longa L.) Powder by Using Steviol Glucosides.” Food
Chemistry 214: 366–73.
Noda, K; Nakayama, K; Oku, T (April1994). "Serum glucose and insulinlevels and erythritol
balance after oraladministration of erythritol in healthysubjects". European Journal ofClinical
Nutrition.48(4). hal. 286-292.
Oerlemans, C., Bult, W., Bos, M., S., G., Nijsen, J., F., W., Hennink, W., E., Polymeric Micelles
in Anticancer Therapy; Targeting, Imaging, and Triggered Release, Pharm.Res., 2010,
27(12):2569-2584.
Prasad, S., Gupta, S.C., Tyagi, A.K., and Aggarwal, B.B., 2014. Curcumin, a component of golden
spice: From bedside to bench and back. Biotechnology Advances, 32 (6), 1053–1064

Riyanto. (2002). Validasi dan Verifikasi Metode Uji Sesuai Dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium
Pengujian dan Kalibrasi. Yogyakarta : Deepublish.

Roper, Harald dkk . 1993 . “Jurnal starch/starke” Erythritol, a New Raw Material for Food and
Non-food Applications , Vol. 45: 400 – 405.
Rosen, M.J, 1978, “Surfactant and Interfacial Phenomena”, John Wiley & Sons, New York
Sanphui, P., N. Goud, N.R, Khandavilli, U. B. R, dan Nangia, A. 2011. Fast Dissolving Curcumin
Cocrystals. Crystal Growthand Design, 11:4135-4145.
Sawada, Katsuhiko dkk. 2009 . “Jurnal Bioscience and Bioengineering” Key role for transketolase
activity in erythritol production by Trichosporonoides megachiliensis SN-G42 , Vol 108 (5) :
385 – 390
Shindou, Tatsuji dan Hiroaki Ishizuka . 1996 . “ Jurnal Food Sci. Techno” Quantitative
Determination of Erythritol from Various Natural Cheeses by HPLC, Vol. 2(2) 82 -83
Song, L., Shen, Y., Hou, J., Lei, L., Guo, S., dan Qian, C. 2011. Polymeric micelles for parenteral
delivery of curcumin: Preparation, characterization and in vitro evaluation.Colloids and
Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 390(1): 25–32.
Sousdaleff, M., Baeso, M. L., Neto, A. M., Nogueira, A. c., Marcelino, V. A., dan Matioli, G. 20
13. Microencapsulation by Freeze-Drying of Potassium Norbixinate and Curcumin with
Maltodextrin : Stability, Solubility, and Food Application.. J.Agric. FoodChern:6 I, 955-965.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Torowati, & Galuh, B. S. (2014). Penentuan Nilai Limit Deteksi dan Kuantitasi Alat Titrasi
Potensiometer Untuk Analisis Uranium. Serpong : Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir.
Puspitek
Trihaditia, R. 2015. Penentuan Formulasi Optimum pada Pembuatan Minuman Fungsional
Rambut Jagung dengan Penambahan Madu dan Jeruk Nipis Menggunakan Metode RSM
(Response Surface Method). Fakultas Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Bandung.

United States Pharmacopeial Convention. 2014. The United States Pharmacopeial 37- National
Formulary 32 (USP37-NF32). 37th Edition. Rockville USA: United States Pharmacopeial
Convention Inc.

Utami, S. S. 2012. Formulasi dan Uji Penetrasi In-Vitro Nanoemulsi, Nanoemulsi Gel dan Gel
Kurkumin. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Studi
Farmasi. Universitas Indonesia

Wang, P., Su, C., Feng, H., Chen, X., Dong, Y., Rao, Y., 2017. Curcumin regulates insulin
pathways and glucose metabolism in the brains of APPswe/PS1dE9 mice. International
Journal of Immunopathology & Pharmacology, 30(1), 25–43
Wijaya CH, Mulyono N. 2009. Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Bogor: IPB Press
Wiraharja, T., M.W. Moelyono, dan A. Muhtadi. 2002. Telaah Farmakog-nosi dan Fitokimia
Sambiloto (Andrographis paniculataNees). Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran,
Bandung. Hal 115
Vasudevan, D. M. (2013).Textbook ofbiochemistry for medical students.New Delhi: Jaypee
Brothers MedicalPublishers (P) LTD. p.81.
Xu Wei, et al.2013. Polymeric Micelles, a Promising Drug Delivery System to Enhance
Bioavailability of Poorly Water-Soluble Drugs. Journal of Drug Delivery. Vol 20(13) : 1-15

Zhang, Y.H., Zhang D., Wang, Y., Cai, D.F., Sun, J. Determination of curcuminoids in Turmeric
by HPLC, Chinese Pharmaceutical Journal. 2009; 44:1423-1425.

Anda mungkin juga menyukai