Anda di halaman 1dari 1

Perbedaan Perempuan dan Laki-laki sebagai Hasil Konstruksi Sosial

Budaya
Perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, sikap
dan perilaku sebagai hasil konstruksi sosial dan budaya.
Hal ini biasa dikenal
dengan istilah gender.
Perbedaan ini dibentuk melalui proses pembiasaan secara terus menerus sehingga
terinternalisasi pada diri setiap orang, setiap
keluarga, setiap masyarakat.
Proses sosialisasi ini dilakukan melalui:
● Keluarga: keluarga seringkali melakukan pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan secara tradisional, dimana perempuan cenderung dibiasakan melakukan
peran domestik (kerumahtanggaan) dan lak-laki dibiasakan melakukan
● peran publik. Pembiasaan peran ini dilakukan secara terus menerus dari hari ke hari,
sejak seseorang lahir hingga dewasa hingga akhirnya membentuk ideologi gender.
● Masyarakat: masyarakat mengukurkan pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan sebagaimana yang biasa dilakukan di tingkat keluarga, sehingga ketika
ada seseorang atau sekelompok orang melakukan peran yang tidak biasa dianggap
aneh.
● Negara: negara mengukuhkan pembagian peran perempuan dan laki-laki melalui
berbagai regulasi yang dihasilkannya.
● Sekolah: sekolah seringkali mentransformasi nilai-nilai yang bias gender melalui
contoh-contoh bahan ajar maupun proses pembelajaran di sekolah.
● Tempat Kerja: tempat kerja seringkali memberikan peran kepada perempuan dan
laki-laki secara berbeda sebagai hasil dari konstruksi sosial budaya. Laki-laki
seringkali mendapat pekerjaan yang dianggap memerlukan rasio, kecepatan
mengambil keputusan maupun inovatif. Sedangkan perempuan seringkali
mendapatkan pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan perasaan seperti menjadi
sekretaris, perawat, guru TK/SD.
● Media Massa: media massa seringkali memperkuat anggapan tentang perempuan
dan laki-laki melalui pemberitaan yang dibuatnya. Perempuan seringkali ditampilkan
menarik karena fisiknya seperti cantik, seksi sedangkan laki-laki seringkali
ditampilkan menarik karena prestasinya.
● Interpretasi agama: agama sesungguhnya menempatkan perempuan dan laki-laki
sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia, dengan kewajiban-kewajiban yang
sifatnya dogmatis bagi penganutnya. Namun, pemahaman terhadap agama yang
keliru seringkali membuat masyarakat merancukan antara aturan agama dengan
aturan yang ada dalam masyarakat. Misalnya, karena imam shalat adalah laki-laki,
maka dalam kehidupan sehari-hari pun pemimpin masyarakat harus laki-laki.
Padahal imam sholat sifatnya dogmatis, sedangkan pemimpin masyarakat mestinya
didasarkan atas kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing jenis kelamin tanpa
melihat apakah seseorang berjenis kelamin perempuan atau laki-laki.
Perbedaan perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya
digambarkan pada tabel 1.2.

Anda mungkin juga menyukai