Anda di halaman 1dari 95

MODUL PEMBELAJARAN

MANAJEMEN MUTU INFORMASI RUMAH SAKIT

Disusun Oleh:

Mahasiswa Administrasi Rumah Sakit Angkatan III

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUTIARA MAHAKAM SAMARINDA

2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya modul
pembelajaran kami yang berjudul “Manajemen Mutu Informasi Rumah Sakit”. Atas dukungan
yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka kami mengucapkan terima kasih terhadap
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna dikarnakan
terbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karna itu, kami mengharapkan
segala bentuk serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Dan kami
berharap semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan didunia
pendidikan.

Samarinda, Maret 2024

Mahasiswa ARS

2
A. manajemen mutu informasi rumah sakit

Peranan unit rekam medis dan informasi kesehatan di rumah sakit maupun di fasilitas pelayanan
kesehatan lain merupakan unit pengumpul data, pengolah data menjadi informasi hingga
menyajikan iformasi kesehatan kepada pengguna baik internal maupun eksternal. Bagian-bagian
di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya akan menggunakan informasi
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam menyusun perencanaan ke depan. Kegiatan rekam
medis dan informasi kesehatan dimulai sejak pengumpulan data di bagian pendaftaran pasien
rawat inap dan rawat jalan. Data yang sudah lengkap dalam rekam medis diolah dan dianalisis
untuk menjadi informasi kesehatan yang bermanfaat. Hasil olahan disajikan untuk kebutuhan
internal yaitu pimpinan tingkat atas, menengah maupun bagian lainnya.Contoh, Instalasi Gizi akan
menggunakan data dan informasi dari rekam medis untuk menyusun rencana jumlah porsi
makanan yang harus disiapkan. Data pengisian pasien rawat, pasien masuk rawat dan hari
perawatan akan dapat menyusun rencana jumlah porsi makanan yang disiapkan. Dengan
mengetahui data pasien dengan makanan diit khusus, maka Instalasi Gizi dapat menyiapkan
jumlah makanan diit dan jenis diitnya. Contoh lain, Instalasi Farmasi akan menyusun perencanaan
pembelian obat dan alat kesehatan membutuhkan data jumlah dan jenis penyakit terbanyak dalam
periode tertentu.Oleh karena itu, data dan informasi kesehatan yang dihasilkanoleh unit rekam
medis dan informasi kesehatan harus bermutu. Dalam mengelola data rekam medis dan informasi
kesehatan, seorang Perekam Medis dan Informasi Kesehatan berperan penting dalam
meningkatkan mutu dan informasi kesehatan. Mengingat informasi kesehatan dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan
keputusan manajemen, perlu dikelola dengan tepat dan profesional. Unit rekam medis dan
informasi kesehatan sebagai organisasi, fungsi -fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan,

3
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan secara berkesinambungan dalam menjaga dan
meningkatkan mutu informasi kesehatan.

a. Menjelaskan tentang mutu

Mutu merujuk pada tingkat kualitas atau standar dari suatu produk, layanan, atau proses. Istilah
ini sering digunakan dalam konteks industri, manufaktur, bisnis, dan bahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Berikut adalah beberapa poin penting dalam menjelaskan mengenai mutu:

1. Kualitas Produk: Mutu sering kali dikaitkan dengan kualitas produk. Kualitas produk mencakup
aspek seperti keandalan, daya tahan, kinerja, dan kepuasan pelanggan. Produk yang memiliki mutu
tinggi cenderung memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan, sementara produk dengan
mutu rendah dapat menyebabkan kekecewaan dan penurunan kepercayaan pelanggan.

2. Standar dan Spesifikasi: Mutu sering diukur berdasarkan standar dan spesifikasi tertentu.
Standar ini bisa berasal dari badan pengatur atau industri, atau mungkin ditetapkan oleh
perusahaan itu sendiri. Menjaga mutu yang sesuai dengan standar dan spesifikasi ini penting untuk
memastikan konsistensi dan keandalan produk.

3. Pengendalian Mutu: Pengendalian mutu adalah proses yang digunakan untuk memastikan
bahwa produk atau layanan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Ini melibatkan
pengawasan, pengujian, dan peningkatan berkelanjutan dalam proses produksi atau pelayanan.
Pengendalian mutu bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang mungkin
mempengaruhi mutu produk atau layanan.

4. Kepuasan Pelanggan: Mutu yang baik sering kali berdampak positif pada kepuasan pelanggan.
Ketika produk atau layanan memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, ini dapat
meningkatkan loyalitas pelanggan dan citra merek. Kepuasan pelanggan menjadi salah satu ukuran
penting dalam menilai mutu suatu produk atau layanan.

4
5. Manfaat Ekonomi: Memiliki mutu yang tinggi juga dapat memberikan manfaat ekonomi kepada
perusahaan. Produk dengan mutu tinggi cenderung memiliki siklus hidup yang lebih panjang,
meminimalkan biaya perbaikan atau penggantian, dan mengurangi risiko reputasi negatif. Ini dapat
membantu meningkatkan efisiensi dan profitabilitas perusahaan.

6. Aspek Lainnya: Selain kualitas produk, mutu juga dapat merujuk pada aspek lain dalam konteks
tertentu. Misalnya, mutu pelayanan dalam industri jasa, mutu hidup dalam konteks kesehatan, atau
mutu pendidikan dalam sektor pendidikan.

Dalam banyak industri dan konteks, upaya untuk meningkatkan mutu terus berlanjut sebagai
bagian dari strategi untuk mempertahankan kompetitivitas dan keunggulan pasar.

b. Menjelaskan tentang rumah sakit

Rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang menyediakan perawatan medis dan pelayanan
kesehatan kepada pasien yang membutuhkan. Berikut adalah beberapa poin penting untuk
menjelaskan mengenai rumah sakit:

1. Fungsi: Rumah sakit bertujuan untuk menyediakan perawatan medis kepada individu yang sakit
atau terluka. Mereka juga dapat menyediakan pelayanan kesehatan lainnya seperti pemeriksaan
rutin, diagnosis, perawatan penyakit kronis, rehabilitasi, dan perawatan paliatif.

2. Fasilitas: Rumah sakit biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas medis termasuk ruang
gawat darurat, unit perawatan intensif, ruang operasi, laboratorium, fasilitas pencitraan medis
seperti CT scan dan MRI, serta unit rawat inap. Beberapa rumah sakit juga memiliki fasilitas
khusus seperti pusat kanker, pusat jantung, atau pusat trauma.

3. Tenaga Kesehatan: Rumah sakit dikelola oleh tim tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter,
perawat, teknisi medis, terapis, dan personel administratif lainnya. Setiap rumah sakit biasanya
memiliki hierarki dan struktur organisasi yang memastikan koordinasi dan pengiriman perawatan
yang efektif kepada pasien.

4. Peran dalam Sistem Kesehatan: Rumah sakit merupakan bagian penting dari sistem kesehatan
suatu negara. Mereka bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan kesehatan lainnya seperti

5
klinik, dokter praktek swasta, dan fasilitas kesehatan komunitas untuk menyediakan akses
perawatan medis yang komprehensif kepada masyarakat.

5. Pembiayaan: Rumah sakit dapat dibiayai oleh pemerintah, swasta, atau lembaga nirlaba.
Pembiayaan dapat berasal dari dana publik, asuransi kesehatan, pembayaran langsung oleh pasien,
atau kombinasi dari sumber-sumber tersebut.

6. Regulasi: Rumah sakit biasanya diatur oleh badan pemerintah atau otoritas kesehatan setempat
untuk memastikan bahwa mereka memenuhi standar kualitas dan keselamatan yang ditetapkan.
Regulasi ini mencakup aspek seperti lisensi, akreditasi, pengawasan mutu, dan kepatuhan terhadap
peraturan kesehatan.

7. Peran Sosial: Selain menyediakan perawatan medis, rumah sakit juga dapat memiliki peran
sosial dalam masyarakat. Mereka dapat menjadi pusat pendidikan dan penelitian medis, tempat
pelatihan untuk tenaga kesehatan, serta sumber informasi dan dukungan bagi masyarakat terkait
kesehatan dan kesejahteraan.

Rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat, serta memberikan perawatan kepada individu yang membutuhkan dalam berbagai
kondisi medis.

6
A. konsep manajemen mutu infromasi kesehatan

a. Menjelaskan tentang manajemen mutu

Peranan unit rekam medis dan informasi kesehatan di rumah sakit maupun di fasilitas
pelayanan kesehatan lain merupakan unit pengumpul data, pengolah data menjadi informasi
hingga menyajikan iformasi kesehatan kepada pengguna baik internal maupun eksternal. Bagian-
bagian di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya akan menggunakan informasi
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam menyusun perencanaan ke depan.
Kegiatan rekam medis dan informasi kesehatan dimulai sejak pengumpulan data di bagian
pendaftaran pasien rawat inap dan rawat jalan. Data yang sudah lengkap dalam rekam medis diolah
dan dianalisis untuk menjadi informasi kesehatan yang bermanfaat. Hasil olahan disajikan untuk
kebutuhan internal yaitu pimpinan tingkat atas, menengah maupun bagian lainnya.Contoh,
Instalasi Gizi akan menggunakan data dan informasi dari rekam medis untuk menyusun rencana
jumlah porsi makanan yang harus disiapkan. Data pengisian pasien rawat, pasien masuk rawat dan
hari perawatan akan dapat menyusun rencana jumlah porsi makanan yang disiapkan. Dengan
mengetahui data pasien dengan makanan diit khusus, maka Instalasi Gizi dapat menyiapkan
jumlah makanan diit dan jenis diitnya. Contoh lain, Instalasi Farmasi akan menyusun perencanaan
pembelian obat dan alat kesehatan membutuhkan data jumlah dan jenis penyakit terbanyak dalam
periode tertentu.Oleh karena itu, data dan informasi kesehatan yang dihasilkanoleh unit rekam
medis dan informasi kesehatan harus bermutu.
Dalam mengelola data rekam medis dan informasi kesehatan, seorang Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan informasi kesehatan.
Mengingat informasi kesehatan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
manajemen, perlu dikelola dengan tepat dan profesional. Unit rekam medis dan informasi
kesehatan sebagai organisasi, fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan secara berkesinambungan dalam menjaga dan
meningkatkan mutu informasi kesehatan. Di bawah ini gambar siklus fungsi-fungsi manajemen
yang satu sama lain saling terkait.

7
1. Definisi Manajemen
Dalam kegiatan sehari-hari baik formal maupun tidak formal, sebenarnya kita
sudah menerapkan manajemen dengan fungsi-fungsinya. Misalnya membuat rencana
kegiatan, bagaimana melakukan kegiatan tersebut dan siapa saja yang melakukan.
Contoh mahasiswa akan mengadakan kegiatan studi banding ke universitas lain, tentu
melaksanakan fungsi - fungsi manajemen. Menyusun perencanaan yang terdiri dari
tempat studi banding yang akan dipilih, siapa saja panitianya, berapa biayanya dan lain-
lain.
Ada berbagai definisi manajemen yang dapat dijumpai di perpustakaan. Definisi
manajemen menurut Chandra Yoga Aditama dalam bukunya Manajemen Administrasi
Rumah Sakit, Edisi Kedua 2004 menyebutkan manajemen adalah suatu seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. George Terry masih dalam buku yang
sama pada dasarnya menyatakan bahwa manajemen terdiri dari planning, organizing,
staffing, directing, coordinating, operating, reporting, budgeting dan supervising
(POSDCORBS). Chandra Yoga Aditama juga menyebutkan bahwa fungsi-fungsi
manajemen menurut Henry Fayol meliputi planning, organizing, commanding, dan
controlling. Kadarman dan Udaya (1993) menyampaikan bahwa manajemen adalah
suatu rentetan langkah yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai
suatu sistem yang bersifat sosio, ekonomi, teknis. Sosio berarti menunjukkan peran
penting manusia dalam menggerakkan seluruh sistem organisasi. Ekonomi berarti
kegiatan dalam sistem organisasi ini bertujuan memenuhi kebutuhan hakiki manusia.
Teknis berarti dalam kegiatan ini digunakan alat dan cara tertentu secara sistematis.

2. Fungsi- Fungsi Manajemen


Kathleen M. La Tour (2010: Health Information Management Concept,
Principles, and Practice, Third Edition: halaman 626), menyatakan ada 5(lima) fungsi
manajemen dalam organisasi modern menurut Henry Fayol. Planning consist of
examining the future and preparing plans of action to attain goals; Organizing includes

8
the ways in which the managed systemis designed and operated to attain the desired
goal; Leading(sometimes also called directing) is the processof influencing the
behavior of others; Controlling refers to the monitoring of performance and use of
feedback to ensure that efforts are not target toward prescribeed goals, making course
corrections as necessary.
Abdelhak Mervat (2001: Health Information: Management of a Strategic
Resource, Second Edition, halaman 476) menyatakan ada 5(lima) fungsi manajemen
dalam organisasi. Planning (establishing organizational and work group goals);
Organizing (structuring the tasks to accomplish goals); Controlling(ensuringthat
performance is on target and progressing toward goal accomplishment);Decision
making (generating and selecting alternative ways of accomplishing goals); Leading
(motivating and inspiring behavior toward the accomplishment of organizational
goals).
Menurut Gemala Hatta (2008: Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan: halaman 313-315) menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen
terdiri dari: Perencanaanadalah proses kegiatan yang dilakukan di masa depan;
Pengorganisasian adalah pengaturan pekerjaan dalam kerja tim sesuai dengan fungsi
kerjanya (job function); Pengawasan adalahkegiatan pengawasan pada proses kerja dan
pengelolaan sumber daya lainnya; Pengambilan Keputusan merupakan fungsi kerja
sama antara manajer atau pimpinan terhadap staf di bawah jajarannya untuk mencapai
misi unit kerja; Kepemimpinan adalah seni memobilisasi orang lain untuk rela berjuang
menggapai aspirasi bersama.
Kelima fungsi-fungsi manajemen tidak dapat dipisah, harus salig terkait.
Pengorganisasian adalah menetapkan staf, mengelompokkan pekerjaan, membagi
tugas sesuai dengan yang telah direncanakan. Penggerakkan adalah memberikan
motivasi agar staf dapat melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan sesuai yang telah
ditetapkan dalam perencanaan. Pengawasan adalah kegiatan melakukan pemantauan
untuk perbaikan selama pekerjaan masih berjalan, apakah sudah sesuai perencanaan
atau tidak. Pengawasan tidak dapat dilaksanakan jika tidak ada perencanaan. Oleh
karena itu perencanaan selalu ada di setiap fungsi-fungsi manajemen lainnya.

9
3. Definisi Mutu
Sistem informasi manajemen rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
sudah sangat berkembang pesat. Jumlah rumah sakit makin bertambah, sehingga
masyarakat akan mudah memilih pelayanan rumah sakit maupun fasilitas pelayanan
kesehatan mana yang dirasa terbaik dan bermutu.
Paradigma pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini adalah pelayanan
berfokus pada pasien. Hal ini juga ditetapkan dalam standar akreditasi rumah sakit yang
wajib dilaksanakan setiap 3(tiga) tahun. Dalam standar akreditasi rumah sakit program
 Manajemen Mutu Informasi Kesehatan II  7 peningkatan mutu dan keselamatan
pasien menjadi fokus utama dari pelayanan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Begitu pula rumah sakit akan terus memberikan pelayanan
terbaiknya bagi masyarakat pengguna jasa kesehatannya. Mutu pelayanan di rumah
sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya menjadi hal penting yang perlu
diperhatikan.
Pengertian mutu dapat ditemukan di beberapa buku referensi, namun menurut
Chandra Yoga A (2004: Manajemen Administrasi Rumah Sakit: halaman 173)
dikatakan bahwa mutu produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan
pelanggan.Kementerian Kesehatan (2013: Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan
Minimum di Rumah Sakit: halaman 3) menyatakan bahwa mutu pelayanan adalah
kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu
pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
standar kode etik profesi yang telah ditetapkan. Definisi lain menyatakan bahwa mutu
pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit memberi
pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan diterima oleh pasiennya.
Menurut Kathleen M. La Tour (2010: Health Information Management Concept,
Principles, and Practice, Third Edition: halaman 518) quality is assumed to give an
enhanced worth or value to a product or service.

10
Mutu adalah barang atau jasa yang terbebas dari cacat dan kekurangan, apapun
bentuk jasa yang diberikan. Contoh: pada saat kita akan mengikuti program studi
pastinya akan memilih institusi pendidikan yang bermutu dengan nilai akreditasi A.
Begitu pula jika kita ingin membeli suatu produk atau barang, tentunya kita akan
memilih barang yang bermutu, baik dilihat dari bahannya, bentuknya, modelnya dan
enak serta nyaman dipakai.

1. Definisi Informasi
Menurut Yakub (2012: Pengantar Sistem Informasi : halaman 10) dikatakan
bahwa istilah “data” dan “informasi” sering saling tukar pemakaiannya, walaupun
sebenarnya ada perbedaan. Data adalah bahan baku yang diolah untuk memberikan
informasi. Sedangkan informasi dihubungkan dengan pengambilan keputusan. Oleh
karena itu informasi dapat dianggap memiliki tingkat yang lebih tinggi dan aktif
daripada data. Informasi kesehatan dibutuhkan untuk perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Oleh karena itu mutu informasi
harus terjaga.
Sebagaimana telah dibahas pada halaman sebelumnya, unit rekam medis dan
informasi kesehatan adalah unit pengumpul data pasien sejak identifikasi. Menurut
Yakub  Manajemen Mutu Informasi Kesehatan II  8 (2012: Pengantar Sistem
Informasi : halaman 8) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk lebih berguna
dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Informasi juga disebut data yang diproses
atau data yang memiliki arti. Masih dalam buku yang sama, informasi merupakan data
yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang
yang menggunakan. Menurut Chandra Yoga A (2004: Manajemen Administrasi
Rumah Sakit: halaman 134) informasi adalah pengetahuan yang berguna yang
bahannya didapat dari data yang ada.

2. Kualitas Informasi
Menurut Yakub (2012: Pengantar Sistem Informasi : halaman 8) kualitas dari
suatu informasi dapat dilihat dari dimensi-dimensi yang dimiliki oleh informasi.
Menurut  Manajemen Mutu Informasi Kesehatan II  11 (Jogiyanto, 1999) kualitas

11
dari informasi (Quality of information) tergantung dari tiga hal yaitu accurate,
timeliness dan relevance.
a. Akurat (accurate), berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak
menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya.
Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai ke penerima informasi
kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merusak informasi.
b. Tepat waktu (timeliness), berarti informasi tersebut datang pada penerima tidak
boleh terlambat. Informasi yang sudah usang tidak akan mempunyai nilai lagi,
karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan keputusan.
c. Relevan (relevance), berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk
pemakainya dan relevansi informasi untuk tiap-tiap orang akan berbeda-beda.

Menurut Chandra Yoga A (2004: Manajemen Administrai Rumah Sakit:


halaman 134) Nilai informasi ditentukan oleh siapa yang menggunakan informasi
tersebut. Berbagai tingkat manajemen membutuhkan informasi yang berbeda cakupan
dan kedalamannya. Agar informasi dapat punya nilai yang baik, maka ada 4(empat)
faktor yang berperan, yaitu kualitas, relevansi, kuantitas dan kesesuaian waktu. Kualitas
ditentukan dengan seberapa akuratnya informasi itu menggambarkan keadaan
sebenarnya. Relevansi menunjukkan seberapa bergunanya informasi itu untuk
pengambilan keputusan. Kuantitas dinilai dalam seberapa besar informasi yang tersedia
bila dibutuhkan. Kesesuaian waktu diartikan sebagai informasi yang tersedia tepat
waktu sesuai kebutuhan.

3. Definisi Kesehatan
Sehat jasmani dan rohani mutlak dimiliki oleh setiap orang. Dengan individu
yang sehat akan dapat berkarya dan menghasilkan kinerja yang baik. Rumah sakit
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mempercepat penngkatan derajat kesehatn mayarakat Indonesia.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Begitu juga ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

12
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dikatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi

b.Menjelaskan tentang informasi kesehatan

A. Pengertian
Informasi kesehatan dalam manajemen informasi rumah sakit mengacu pada data dan informasi
yang berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien, prosedur medis, riwayat penyakit, diagnosis,
pengobatan, dan segala hal terkait dengan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien di
rumah sakit. Informasi kesehatan ini merupakan salah satu komponen utama dalam sistem
manajemen informasi rumah sakit.

Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan pengertian informasi kesehatan dalam manajemen
informasi rumah sakit:

1. Rekam Medis: Informasi kesehatan sering kali terdokumentasi dalam bentuk rekam medis
pasien. Rekam medis mencakup riwayat medis pasien, termasuk catatan tentang penyakit
sebelumnya, hasil pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, dan tindakan medis yang telah
dilakukan.
2. Data Pasien: Informasi kesehatan juga mencakup data demografis dan informasi identifikasi
pasien, seperti nama, usia, alamat, nomor identifikasi, dan informasi kontak lainnya.
3. Informasi Klinis: Ini mencakup semua informasi yang diperlukan untuk memahami kondisi
kesehatan pasien secara klinis, seperti hasil tes laboratorium, gambar medis (seperti hasil sinar-
X atau MRI), catatan pemeriksaan fisik, dan ringkasan kunjungan medis.
4. Informasi Administratif: Selain informasi klinis, informasi kesehatan juga mencakup aspek
administratif, seperti informasi asuransi, rincian pembayaran, jadwal janji temu, dan informasi
administratif lainnya yang diperlukan untuk mengelola perawatan pasien secara efektif.
5. Kebijakan dan Prosedur: Informasi kesehatan juga mencakup kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, penggunaan, dan pengamanan data kesehatan
pasien, sesuai dengan regulasi dan standar yang berlaku.

13
6. Komunikasi Interdepartemen: Informasi kesehatan juga harus dapat dikomunikasikan dengan
baik antardepartemen di rumah sakit, seperti antara dokter, perawat, farmasis, dan departemen
lain yang terlibat dalam perawatan pasien.
Pengelolaan informasi kesehatan yang efektif sangat penting dalam memastikan pasien menerima
perawatan yang berkualitas dan aman di rumah sakit. Hal ini juga berkontribusi pada peningkatan
efisiensi operasional, analisis tren kesehatan, dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti
dalam manajemen rumah sakit.

B. Macam-macam Informasi Kesehatan


Informasi kesehatan dalam manajemen informasi rumah sakit mencakup beragam data yang
berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien, pelayanan medis, dan operasional rumah sakit secara
keseluruhan. Berikut ini adalah beberapa macam informasi kesehatan yang penting dalam
manajemen informasi rumah sakit:

1. Rekam Medis Pasien: Ini adalah informasi dasar tentang setiap pasien yang dirawat di rumah
sakit, mencakup data demografis, riwayat medis, riwayat alergi, riwayat penyakit keluarga,
dan catatan kesehatan lainnya.
2. Diagnosa dan Proses Medis: Informasi tentang diagnosa penyakit pasien, prosedur medis yang
telah dilakukan, hasil pemeriksaan, dan hasil tes laboratorium seperti tes darah, urin, dan
pencitraan medis (seperti MRI, CT scan, dan X-ray).
3. Preskripsi Obat: Informasi tentang obat-obatan yang diresepkan kepada pasien, termasuk nama
obat, dosis, frekuensi pemberian, dan instruksi penggunaan.
4. Catatan Pelayanan Medis: Catatan tentang pelayanan medis yang diberikan kepada pasien,
termasuk interaksi dengan dokter, perawat, terapis, dan staf medis lainnya, serta dokumentasi
prosedur medis yang dilakukan.
5. Riwayat Perawatan: Informasi tentang riwayat perawatan pasien selama masa rawat inap atau
rawat jalan, termasuk tanggal masuk dan keluar, jenis perawatan yang diberikan, dan progres
kesehatan pasien selama perawatan.
6. Jadwal dan Pengaturan Janji: Informasi tentang janji temu pasien dengan dokter, jadwal operasi,
dan janji temu dengan fasilitas lain di rumah sakit seperti laboratorium dan unit radiologi.
7. Informasi Keuangan: Informasi tentang biaya layanan medis, asuransi kesehatan, pembayaran,
dan klaim asuransi.

14
8. Ketersediaan Tempat Tidur dan Fasilitas: Informasi tentang ketersediaan tempat tidur, fasilitas
kamar, dan fasilitas lain di rumah sakit untuk merencanakan dan mengatur perawatan pasien
dengan efisien.
9. Informasi Administrasi Pasien: Data administratif seperti informasi kontak pasien, informasi
darurat, informasi asuransi, dan informasi kontak keluarga atau wali pasien.
10. Data Kesehatan Populasi: Informasi yang digunakan untuk menganalisis dan mengelola
kesehatan populasi, termasuk tren penyakit, pola epidemiologi, dan kebutuhan perawatan
kesehatan masyarakat di wilayah tertentu.
Semua informasi ini merupakan bagian integral dari manajemen informasi rumah sakit dan
digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, melindungi keselamatan
pasien, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendukung pengambilan keputusan medis yang
tepat.

C. standart, indikator dan monitoring mutu infromasi kesehatan

A. Standar
Menurut Gemala Hatta (2008: Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan: halaman 38) menyatakan bahwa standar adalah suatu tingkat dari
pelayanan yang diharapkan, biasanya disusun oleh ikatan atau asosiasi profesi sebagai sutu
metode optimal dalam pengobatan atau diagnosis.
Menurut Kementerian Kesehatan (2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman
XVII) ditetapkan standar adalah sutu pernyataan yang mendefinisikan harapan terhadap
kinerja, strukut, proses yang harus dimiliki rumah sakit untuk memberikan pelayanan dan
asuhan yang bermutu dan aman. Pada setiap standar disusun elemen penilaian, yaitu
persyaratan untuk memenuhi standar terkait.
Kementerian Kesehatan (2013: Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum
di Rumah Sakit, halaman 4) ditetapkan bahwa pengertian lain standar adalah suatu tingkat
kepuasan yang diharapkan. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaitan
dengan sesuatu yang harus dicapai. Contoh standar pencapaian kelengkapan rekam medis
adalah 90 %, artinya kelengkapan rekam medis harus mencapai lebih dari 90 %. Jika
hasilnya di bawah 90 % artinya kelengkapan rekam medis di bawah standar.

15
B. Indikator
Menurut Departemen Kesehatan (2003: Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat: halaman 12) adalah
sebagai berikut:
1. Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan perubahan
yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981)
2. Indikator adalah suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi
3. Indikator adalah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat
membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang
terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat
4. Indikator adalah variable-variabel yang mengindikasi atau member petunjuk kepada
kita tentang suatu keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengukur
perubahan.

Setelah menetapkan standar yang diharapkan, langkah berikut adalah menetapkan


indikator yang akan menjadi alat ukur. Untuk memilih dan menentukan indikator tidaklah
mudah. Indikator harus menggambarkan dan mewakili (merepresentasikan) informasinya.
Dengan demikian maka indikator menjadi lebih bermakna untuk pengambilan keputusan.
Syarat indikator harus simple, measurable, attributable, reliable dan timely atau dapat
disingkat (SMART) yaitu:

a. Simple (sederhana). Artinya indikator yang ditetapkan sedapat mungkin sederhana


dalam pengumpulan data maupun dalam rumus penghitungan untuk mendapatkannya.
b. Measurable (dapat diukur). Artinya indikator yang ditetapkan harus mempresentasikan
informasinya dan jelas ukurannya. Dengan demikian dapat digunakan untuk
perbandingan antara satu tempat dengan tempat lain atau antara satu waktu lain.
Kejelasan pengukuran juga akan menunjukkan bagaimana cara mendapatkan datanya.
c. Attributable (bermanfaat). Artinya indikator yang ditetapkan harus bermanfaat untuk
kepentingan pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa indicator itu harus merupakan
pengejahwantahan dari informasi yang memang dibutuhkan untuk pengambilan

16
keputusan.jadi harus spesifik untuk pengambilan keputusan tertentu. d. Reliable (dapat
dipercaya). Artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan
data yang baik, benar dan teliti. Indikator yang tidak/belum bisa didukung oleh
pengumpulan data yang baik, benar dan teliti, seyogyanya tidak digunakan dulu.
d. Timely (tepat waktu). Artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh
pengumpulan data dan pengolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya
sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.
C. Monitoring Mutu
Monitoring mutu adalah proses pemantauan dan evaluasi secara berkelanjutan
terhadap kualitas produk, layanan, atau proses untuk memastikan bahwa standar yang
ditetapkan terpenuhi atau ditingkatkan. Ini melibatkan pengumpulan data, analisis, dan
tindakan perbaikan sesuai kebutuhan.
Menurut Chandra Yoga A (2004: Manajemen Administrai Rumah Sakit: halaman 175)
dikatakan bahwa kegiatan penilaian mutu setidaknya ada 3(tiga) tahap.
1. Tahap pertama adalah menetapkan standar
2. Tahap kedua menilai kinerja yang ada
3. Tahap ketiga meliputi upaya memperbaiki kinerja yang menyimpang dari standar yang
sudah ditetapkan.

B. standar waktu pelayanan informasi kesehatan

a. standar pelayanan minimal rumah sakit


Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, diperlukan standar pelayanan
minimum di rumah sakit. Standar pelayanan minimum di rumah sakit merupakan spesifikasi teknis
tentang tolok ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh rumah sakit kepada masyarakat.
Standar pelayanan minimum di rumah sakit merupakan panduan bagi pemilik rumah sakit dalam

17
melaksanakan perrencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan. Berbagai jenis tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan dengan perangkat
keilmuan yang beragam dan berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang berkembang sangat pesat, perlu diimbangi oleh tenaga kesehatan yang memadai
dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu. Keadaan ini membuat semakin kompleksnya
permasalahan di rumah sakit. Rumah sakit hakekatnya berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Standar pelayanan minimum di rumah sakit ini dimaksudkan sebagai panduan bagi pemilik
rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan
dan pertanggungjawaban pelayanan di rumah sakit. Standar pelayanan minimum di rumah sakit
bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja, ukuran
atau satuan, rujukan, cara perhitungan/rumus/pembilang dan penyebut/standar/satuan pencapaian
kinerja, target yang harus dicapai mengacu pada target nasional dengan kerangka waktu
pencapaian sesuai kemampuan pemilik rumah sakit dan sumber data. Demikian yang dicantumkan
oleh Kementerian Kesehatan (2013: Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum di Rumah
Sakit: halaman 1-2).

b. Jenis-jenis pelayanan di rumah sakit


Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan
banyak macamnya yaitu :
a. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara

18
bersama-sama dalam suatu organisasi.
b. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi
dari padanya.
c. Menurut pendapat Hodgetts dan Casio (1983), jenis pelayanan kesehatan secara
umum dapat dibedakan atas dua, yaitu :
1. Pelayanan kedokteran : Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok
pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya
terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat : Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegahpenyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Menurut Pasal 18 UU Kesehatan diatur bahwa rumah sakit dibagi berdasarkan jenis
pelayanan dan pengelolaanya yaitu, sebagai berikut :

a. Jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum
dan rumah sakit khusus.
1) Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit yang masih dapat dikategorikan sebagai penanganan penyakit secara umum
atau menyeluruh.
2) Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.
b. Sedangkan berdasarkan pengelolaanya rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat yaitu sebagai berikut :
1) Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba yang diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan

19
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit
Privat.
2) Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.

c. Klasifikasi berdasarkan Kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah, Rumah


Sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan Klasifikasi berdasarkan
kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit pemerintah terdiri dari:
1) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, Rumah Sakit
pemerintah daerah, Rumah Sakit militer, Rumah Sakit BUMN, dan Rumah Sakit
swasta yang dikelola oleh masyarakat.
2) Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya,
rumah sakit terdiri atas Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien
dengan beragam jenis penyakit dan Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan
pengobatan khusus untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun
non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.
3) Klasifikasi berdasarkan lama tinggal Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiriatas
rumah sakit perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30hari dan
rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata
30 hari.
4) Klasifikasi berdasarkan status akreditasi Berdasarkan status akreditasi terdiri atas
rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah
sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formaloleh suatu
badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

5) Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Swasta Klasifikasi rumah sakit
umum maupun rumah sakit swasta diklasifikasikan menjadi Rumah sakit kelas A, B,
C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik
dan peralatan.
a) Rumah sakit kelas A, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

20
b) Rumah sakit kelas B, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik
terbatas.
c) Rumah sakit kelas C, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik dasar.
d) Rumah sakit kelas D, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik.

C. numerator dan denominator

a. Menjelaskan tentang numerator dan denominato


Numerator dan denominato adalah dua istilah yang sering digunakan dalam konteks perhitungan
rasio atau persentase. Berikut adalah penjelasan singkat tentang keduanya:
Numerator: Numerator adalah bagian atas dari suatu rasio atau persentase. Ini adalah jumlah atau
kuantitas yang ingin diukur, yang menjadi pembilang dalam perhitungan. Misalnya, jika Anda

21
menghitung rasio jumlah pasien yang pulang dari rumah sakit dalam 30 hari setelah operasi, maka
jumlah pasien yang pulang dalam 30 hari adalah numerator.
Denominator: Denominator adalah bagian bawah dari suatu rasio atau persentase. Ini adalah
jumlah total atau populasi yang menjadi dasar bagi perhitungan. Misalnya, dalam kasus yang sama
seperti di atas, total jumlah pasien yang menjalani operasi dalam periode waktu tertentu adalah
denominato.
Perbandingan antara numerator dan denominato memberikan pemahaman tentang proporsi atau
persentase dari kelompok yang spesifik (numerator) dalam konteks keseluruhan populasi atau
kelompok (denominator).

b. Menjelaskan tentang indikator mutu


Indikator mutu rumah sakit merupakan pengukuran atau parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Indikator
mutu membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan rumah sakit dalam memberikan
perawatan kepada pasien.

a) Manfaat Indikator Mutu Rumah Sakit

Indikator mutu rumah sakit memiliki beberapa manfaat yang penting. Berikut adalah beberapa
manfaat utama indikator mutu rumah sakit:

b) Meningkatkan kualitas pelayanan

Indikator mutu rumah sakit membantu mengukur kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah
sakit. Dengan memantau dan melacak indikator tersebut, rumah sakit dapat mengidentifikasi area
yang perlu diperbaiki dan mengambil tindakan perbaikan yang tepat untuk meningkatkan kualitas
pelayanan secara keseluruhan, termasuk keamanan, efektivitas, efisiensi, dan kepuasan pasien.

c) Menjamin keselamatan pasien

Indikator mutu rumah sakit juga berkontribusi dalam menjaga keselamatan pasien. Misalnya,
indikator yang mengukur tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri atau kepatuhan dalam
identifikasi pasien membantu mencegah risiko infeksi nosokomial dan kesalahan pengobatan yang
dapat membahayakan pasien.

22
d) Mengidentifikasi area perbaikan

Indikator mutu rumah sakit dapat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan.
Misalnya, apabila indikator menunjukkan rendahnya kepatuhan terhadap alur klinis, maka rumah
sakit dapat melakukan pelatihan staf atau mengubah prosedur untuk meningkatkan kepatuhan dan
efisiensi.

e) Membandingkan kinerja dengan standar

Indikator mutu rumah sakit memungkinkan rumah sakit untuk membandingkan kinerja dengan
standar yang ditetapkan, baik itu standar internal rumah sakit maupun standar yang ditetapkan oleh
badan regulasi atau organisasi kesehatan terkait. Hal ini dapat membantu rumah sakit dalam
mengevaluasi pencapaian mereka dan mengukur kemajuan terhadap tujuan kualitas yang
ditetapkan

f) Menginformasikan pengambilan keputusan

Indikator mutu memberikan data dan informasi yang objektif kepada manajemen rumah sakit
dalam pengambilan keputusan. Data-data ini nantinya dapat digunakan untuk merumuskan strategi
perbaikan, alokasi sumber daya yang efektif, dan pengembangan kebijakan dan prosedur yang
lebih baik.

g) Meningkatkan kepercayaan dan citra rumah sakit

Kualitas pelayanan yang baik berikut kinerja yang tinggi dalam indikator mutu rumah sakit dapat
membantu meningkatkan kepercayaan pasien dan masyarakat terhadap rumah sakit. Hal ini
berdampak positif pada citra rumah sakit dan dapat menarik lebih banyak pasien serta
meningkatkan kerjasama dengan mitra kesehatan lainnya.

h) Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit

Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara


berkesinambungan, rumah sakit harus melakukan evaluasi berdasarkan indikator mutu
sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

23
Pasal 4 angka (4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2022 tentang
Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan (Permenkes 30/2022) menyebutkan bahwa ada 13
indikator mutu rumah sakit, yaitu sebagai berikut :

a) Kepatuhan Kebersihan Tangan

Kebersihan tangan yang baik adalah langkah kritis dalam pencegahan penyebaran infeksi yang
diakibatkan peralatan medis (infeksi nosokomial) di rumah sakit. Indikator mutu ini akan
mengukur sejauh mana staf medis dan perawat dapat mematuhi praktik kebersihan tangan yang
tepat pada saat merawat pasien. Hal ini berguna untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial,
meningkatkan keamanan pasien, dan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah
sakit.

b) Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan indikator mutu rumah sakit yang
penting karena akan berpengaruh pada kualitas pelayanan serta keselamatan pasien dalam rumah
sakit. Berbagai macam APD seperti masker, sarung tangan, jas, pelindung mata, dirancang untuk
melindungi staf medis, perawat, dan pasien dari paparan patogen dan bahan berbahaya. Dengan
demikian, indikator ini berguna untuk melindungi staf medis, perawat, dan pasien dari risiko
infeksi dan kontaminasi silang. Ketidakpatuhan dalam penggunaan APD dapat meningkatkan
risiko penyebaran infeksi nosokomial dan membahayakan keselamatan pasien.

c) Kepatuhan Identifikasi Pasien

Identifikasi pasien yang akurat dan konsisten sangat penting untuk menghindari kesalahan
pengobatan, perawatan yang tidak tepat, termasuk keraguan dalam penanganan pasien yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan pasien. Indikator ini mengukur sejauh mana staf medis
dan perawat mematuhi prosedur identifikasi pasien yang benar untuk mengurangi risiko kesalahan
medis dan meningkatkan keselamatan pasien. Dengan mengukur dan memantau kepatuhan
identifikasi pasien, rumah sakit dapat mengidentifikasi area-area di mana kepatuhan mungkin
kurang dipraktikkan dengan benar, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, seperti
melaksanakan pelatihan, meningkatkan kesadaran, atau memperbaiki sistem identifikasi pasien
yang ada.

24
d) Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi

Operasi Seksio Sesarea (C-section) emergensi adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu atau bayi ketika terjadi kondisi darurat atau keadaan yang mengancam
nyawa. Indikator ini mengukur waktu yang dibutuhkan dari keputusan untuk melakukan operasi
C-section emergensi hingga tindakan operasi dilakukan. Pengukuran ini bertujuan untuk menilai
sejauh mana rumah sakit mampu memberikan respon yang cepat dan efektif dalam situasi darurat
seperti ini.

Pemantauan waktu tanggap operasi C-section emergensi sangat penting untuk memastikan
penanganan yang cepat dan tepat dalam situasi darurat. Waktu yang terlalu lama antara keputusan
dan tindakan operasi dapat berdampak negatif pada keselamatan dan kesehatan ibu dan bayi.
Dengan memantau indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi potensi hambatan atau
masalah dalam proses tanggap darurat, serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk
memastikan waktu tanggap yang optimal.

e) Waktu Tunggu Rawat Jalan

Waktu tunggu rawat jalan adalah salah satu indikator mutu rumah sakit yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja rumah sakit dalam memberikan pelayanan rawat jalan kepada pasien.
Indikator ini berguna untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan bagi pasien untuk
mendapatkan janji temu atau pelayanan rawat jalan setelah melakukan permintaan atau
pendaftaran.

Pemantauan waktu tunggu rawat jalan penting untuk mengukur aksesibilitas dan kualitas
pelayanan rawat jalan. Waktu tunggu yang terlalu lama dapat berdampak negatif pada kepuasan
pasien, penundaan diagnosis dan perawatan, serta peningkatan beban pada sistem kesehatan.
Dengan memantau indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi area-area di mana waktu
tunggu mungkin terlalu lama dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, seperti
meningkatkan efisiensi proses pendaftaran, mengoptimalkan jadwal janji temu, atau menambah
kapasitas pelayanan rawat jalan.

f) Penundaan Operasi Elektif

25
Penundaan operasi elektif merupakan indikator mutu rumah sakit yang merujuk pada prosedur
bedah yang direncanakan dan tidak bersifat darurat. Indikator ini berguna untuk mengukur
lamanya waktu penundaan atau waktu tunggu yang dialami pasien untuk menjalani operasi elektif
setelah jadwal awalnya ditetapkan.

Pemantauan penundaan operasi elektif penting untuk mengukur kualitas pelayanan rumah sakit
dan memastikan bahwa pasien menerima perawatan sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
Penundaan yang berkepanjangan dapat mengakibatkan dampak negatif pada pasien, seperti
peningkatan ketidaknyamanan, peningkatan risiko komplikasi, dan penurunan kepuasan pasien.
Dengan memantau indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan penundaan dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, seperti
meningkatkan perencanaan operasi, meningkatkan koordinasi antara departemen yang terkait, atau
meningkatkan kapasitas pelayanan bedah

g) Kepatuhan Waktu Visit Dokter

Indikator mutu rumah sakit satu ini berguna untuk mengukur sejauh mana rumah sakit mematuhi
jadwal waktu kunjungan dokter kepada pasien. Waktu visit dokter adalah periode di mana dokter
secara terjadwal mengunjungi pasien yang berada dalam kamar rawat inap atau di ruang rawat
jalan.

Dalam pengukuran kepatuhan waktu visit dokter, beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara
lain :

Keteraturan kunjungan dokter, untuk mencatat sejauh mana dokter mematuhi jadwal kunjungan
yang telah ditetapkan. Misalnya, apakah dokter tiba pada waktu yang dijadwalkan atau sering
terlambat.

Durasi kunjungan, untuk mencatat lamanya waktu yang dihabiskan oleh dokter untuk setiap
kunjungan pasien. Ini mencerminkan efisiensi dan intensitas interaksi dokter-pasien selama
kunjungan.

Keberadaan dokter yang terjadwal, untuk mencatat apakah dokter yang ditugaskan untuk
kunjungan benar-benar hadir pada waktu yang dijadwalkan. Ini mencerminkan keandalan dan
ketersediaan dokter untuk memberikan pelayanan sesuai jadwal kepada pasien.

26
Dengan adanya indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi hambatan apa saja yang terjadi
sehingga langkah atau tindakan perbaikan dapat segera dilakukan.

h) Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium

Hasil laboratorium yang diklasifikasikan sebagai kritis mengacu pada hasil tes laboratorium yang
menunjukkan kondisi kesehatan yang memerlukan tindakan medis segera untuk mencegah
komplikasi serius atau ancaman jiwa. Indikator mutu rumah sakit ini penting dilakukan untuk
memastikan pasien menerima perawatan yang tepat waktu dan responsibilitas yang diperlukan
untuk kondisi yang kritis. Dengan memantau indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi
hambatan atau masalah dalam proses pelaporan hasil kritis laboratorium dan mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan, seperti meningkatkan sistem komunikasi antara laboratorium dan tim
medis, memberikan pelatihan tambahan, atau mengimplementasikan protokol yang lebih efisien.

i) Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional

Kepatuhan penggunaan formularium nasional merupakan indikator mutu rumah sakit yang penting
dalam memastikan pemberian obat yang rasional dan berkualitas kepada pasien. Formularium
Nasional adalah panduan atau daftar obat yang disusun oleh pemerintah atau lembaga yang
berwenang dalam bidang farmasi. Formularium ini menggambarkan obat-obat yang
direkomendasikan untuk penggunaan di rumah sakit berdasarkan pertimbangan efektivitas,
keamanan, dan keekonomian.

Kepatuhan penggunaan formularium nasional dapat mempengaruhi kualitas perawatan pasien,


mengurangi risiko efek samping yang tidak diinginkan, dan mengoptimalkan penggunaan sumber
daya farmasi. Dengan memantau indikator ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi ketidaksesuaian
atau pelanggaran terhadap pedoman yang ditetapkan dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan, seperti meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang formularium nasional,
menyediakan pelatihan yang tepat kepada staf medis, atau meningkatkan pemantauan penggunaan
obat secara rutin.

j) Kepatuhan terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

Alur klinis merujuk pada serangkaian prosedur atau langkah-langkah yang telah ditetapkan untuk
mengelola pasien dengan kondisi tertentu secara konsisten dan efisien. Indikator ini mengukur

27
sejauh mana rumah sakit mematuhi alur klinis yang telah ditetapkan untuk mengoptimalkan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan beberapa aspek berikut :

Penggunaan alur klinis, untuk mencatat sejauh mana alur klinis digunakan oleh staf medis dalam
merencanakan dan melaksanakan perawatan pasien. Ini mencerminkan kesadaran dan pemahaman
staf medis terhadap alur klinis yang ada serta kepatuhan dalam mengikuti panduan yang telah
ditetapkan.

Kecepatan dan waktu respons, untuk mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan oleh staf medis
untuk merespons atau mengambil tindakan berdasarkan alur klinis yang telah ditetapkan. Ini
mencerminkan efisiensi dan ketepatan dalam memberikan perawatan sesuai dengan alur yang telah
direncanakan.

Kelengkapan dokumentasi, untuk mencatat sejauh mana dokumentasi terkait dengan pelaksanaan
alur klinis dilakukan secara lengkap dan akurat. Ini mencakup catatan tentang tindakan yang
diambil, evaluasi pasien, dan hasil yang dicapai. Kelengkapan dokumentasi ini penting untuk
melacak dan mengevaluasi kepatuhan serta hasil perawatan pasien.

Pemantauan kepatuhan terhadap alur klinis penting untuk memastikan konsistensi, koordinasi, dan
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dengan demikian, rumah sakit dapat
mengidentifikasi kendala atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan alur klinis dan mengambil
tindakan perbaikan yang diperlukan, seperti memberikan pelatihan tambahan kepada staf medis,
meningkatkan koordinasi antara departemen yang terkait, atau melakukan evaluasi terhadap
efektivitas alur klinis yang ada.

k) Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Kepatuhan terhadap upaya pencegahan risiko pasien jatuh merupakan indikator mutu rumah sakit
sebagai pencegahan ketika terjadi peristiwa serius yang dapat menyebabkan cedera, penurunan
kualitas hidup, dan komplikasi medis tambahan pada pasien. Pemantauan kepatuhan terhadap
upaya pencegahan risiko pasien jatuh penting untuk mengurangi insiden jatuh dan meningkatkan
keselamatan pasien. Kepatuhan ini dapat mempengaruhi kualitas perawatan pasien, mengurangi
risiko cedera yang tidak diinginkan, dan memberikan lingkungan yang lebih aman bagi pasien.

28
l) Kecepatan Waktu Tanggap Komplain

Pemantauan kecepatan waktu tanggap terhadap komplain pasien penting untuk memberikan
respon yang cepat, memperbaiki kekurangan pelayanan, dan meningkatkan kepuasan pasien.
Tanggapan yang cepat dan efektif terhadap komplain dapat membantu membangun kepercayaan,
meningkatkan kepuasan pasien, dan memperbaiki kualitas pelayanan. Dengan dilakukannya
pemantauan terhadap indikator ini, maka akan mempengaruhi persepsi dan citra rumah sakit,
memperkuat hubungan pasien-dokter, dan membangun kepercayaan dalam sistem perawatan
kesehatan. Hal ini dikarenakan pihak rumah sakit dapat mengidentifikasi kendala atau
keterlambatan dalam penanganan komplain pasien dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan, seperti meningkatkan komunikasi internal, melatih staf dalam penanganan komplain,
atau meningkatkan kesadaran akan pentingnya respons yang cepat terhadap keluhan pasien.

m) Kepuasan Pasien

Pemantauan kepuasan pasien dapat membantu rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan dan
perbaikan proses untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Tingkat kepuasan pasien
mencerminkan pengalaman dan persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang
diterimanya. Dengan memantau indikator ini, rumah sakit juga dapat melakukan identifikasi area
yang perlu diperbaiki, melatih staf medis dalam komunikasi dan hubungan pasien, serta
mengimplementasikan tindakan perbaikan yang sesuai. Dengan demikian, pasien juga akan
merasa puas karena masukan atau keluhan yang telah disampaikan mendapatkan umpan balik

c. Menjelaskan tentang perhitungan indikator mutu

Sesudah mendapat data monitoring, langkah berikut adalah menghitung untuk

dibandingkan dengan target yang diharapkan. Menurut Departemen Kesehatan. 2003:

Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan

Kabupaten/Kota Sehat: halaman 4) dinyataan bahwa target adalah nilai atau ukuran

pencapaian mutu/kinerja tertentu yang telah ditetapkan dan wajib dicapai langsung atau

bertahap berdasarkan kemampuan pemilik rumah sakit.

29
Rumus perhitungan indikator adalah:

Pembilang N

Penyebut D

x 100

Contoh :

Numerator 80, Denominator 100, maka menghitungnya adalah;

80

100

x 100 = 80%

d. Menjelaskan tentang profil indicator

Profil indikator adalah gambaran komprehensif yang menggambarkan kinerja atau kondisi suatu
sistem atau proses melalui serangkaian indikator yang relevan. Ini membantu dalam memahami
kondisi saat ini, mengidentifikasi tren, dan mengevaluasi dampak dari intervensi atau perubahan
yang dilakukan. Berikut adalah penjelasan singkat tentang profil indikator:

1. Identifikasi Indikator: Langkah pertama dalam membuat profil indikator adalah


mengidentifikasi indikator yang relevan dan bermakna untuk sistem atau proses yang sedang
dievaluasi.

2. Pengumpulan Data: Data relevan dikumpulkan untuk setiap indikator yang telah diidentifikasi.
Data ini bisa bersumber dari berbagai sumber, termasuk catatan internal, survei, atau pengukuran
langsung.

3. Analisis Data: Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk mengevaluasi kinerja atau kondisi
sistem atau proses. Analisis ini dapat melibatkan perhitungan rata-rata, persentase, atau tren dari
indikator yang dipilih.

30
4. Visualisasi: Hasil analisis disajikan secara visual dalam bentuk grafik atau tabel. Ini membantu
dalam memahami informasi dengan lebih mudah dan cepat.

5. Interpretasi: Profil indikator disusun untuk membantu pemangku kepentingan dalam memahami
kinerja atau kondisi sistem atau proses yang dievaluasi. Interpretasi data dilakukan untuk menarik
kesimpulan dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perhatian lebih lanjut atau
perbaikan.

D. penggunaan metode tulang ikan (fishbone)

a. Menjelaskan tentang metode tulang ikan (fishbone)

Diagramtulang ikan (Fishbone), karena bentuknya seperti tulang ikan sering juga disebut Cause-
and-Effect Diagram atau Ishikawa Diagram. Diagram ini diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa,

31
seorang ahli pengendalian kualitas dari Jepang, sebagai satu dari 7(tujuh) alat kualitas dasar (basic
quality tools). Diagram tulang ikan (Fishbone)digunakan ketika ingin mengidentifikasi
kemungkinan penyebab masalah dan terutama ketika sebuah team cenderung jatuh berpikir pada
rutinitas.

Suatu tindakan dan langkah peningkatan akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar
penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat diagram fishboneini dapat menolong untuk
menemukan akar penyebab masalah secara user friendly. Toolsyang user friendly disukai orang-
orang di industri manufaktur di mana proses di sana terkenal memiliki banyak ragam variabel yang
berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.

Definisi Metode Tulang Ikan (Fishbone)

Diagram tulang ikan (fishbone)adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu


masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah
awal untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali
penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut.

Diagram Fishbone akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau masalah,
dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi
sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan
sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi
brainstorming.

b. Langkah-langkah metode tulang ikan (fishbone)

Langkah 1: Menyepakati pernyataan masalah


Sepakati sebuah pernyataan masalah (problem statement). Pernyataan masalah ini
diinterpretasikan sebagai “effect”, atau secara visual dalam fishbone seperti “kepala ikan”.

32
Tuliskan masalah tersebut di tengah whiteboard di sebelah paling kanan, misal: “Bahaya Potensial
Pembersihan Kabut Oli”.
Gambarkan sebuah kotak mengelilingi tulisan pernyataan masalah tersebut dan buat panah
horizontal panjang menuju ke arah kotak
Langkah 2: Mengidentifikasi kategori-kategori
Dari garis horisontal utama, buat garis diagonal yang menjadi “cabang”. Setiap cabang mewakili
“sebab utama” dari masalah yang ditulis. Sebab ini diinterpretasikan sebagai “cause”, atau secara
visual dalam fishbone seperti “tulang ikan”.
Kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa sehingga masuk akal dengan
situasi. Kategori-kategori ini antara lain:
Kategori 6M yang biasa digunakan dalam industri manufaktur:
1. Machine (mesin atau teknologi),
2. Method (metode atau proses),
3. Material (termasuk raw material, consumption, dan informasi),
4. Man Power (tenaga kerja atau pekerjaan fisik) / Mind Power (pekerjaan pikiran: kaizen,
saran, dan sebagainya),
5. Measurement (pengukuran atau inspeksi), dan
6. Milieu / Mother Nature (lingkungan).
Kategori 8P yang biasa digunakan dalam industri jasa:
1. Product (produk/jasa),
2. Price (harga),
3. Place (tempat),
4. Promotion (promosi atau hiburan),
5. People (orang),
6. Process (proses),
7. Physical Evidence (bukti fisik), dan
8. Productivity & Quality (produktivitas dan kualitas).
Kategori 5S yang biasa digunakan dalam industri jasa:
1. Surroundings (lingkungan),
2. Suppliers (pemasok),
3. Systems (sistem),

33
4. Skills (keterampilan), dan
5. Safety (keselamatan).
Kategori di atas hanya sebagai saran, kita bisa menggunakan kategori lain yang dapat membantu
mengatur gagasan-gagasan. Jumlah kategori biasanya sekitar 4 sampai dengan 6 kategori.

Langkah 3: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming


Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan bersama-sama di mana sebab tersebut harus ditempatkan
dalam fishbone diagram, yaitu tentukan di bawah kategori yang mana gagasan tersebut harus
ditempatkan, misal: “Mengapa bahaya potensial? Penyebab: Karyawan tidak mengikuti prosedur!”
Karena penyebabnya karyawan (manusia), maka diletakkan di bawah “Man”.
Sebab-sebab ditulis dengan garis horisontal sehingga banyak “tulang” kecil keluar dari garis
diagonal.
Pertanyakan kembali “Mengapa sebab itu muncul?” sehingga “tulang” lebih kecil (sub-sebab)
keluar dari garis horisontal tadi, misal: “Mengapa karyawan disebut tidak mengikuti prosedur?
Jawab: karena tidak memakai APD”
Satu sebab bisa ditulis di beberapa tempat jika sebab tersebut berhubungan dengan beberapa
kategori.
Langkah 4: Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling mungkin
Setelah setiap kategori diisi carilah sebab yang paling mungkin di antara semua sebab-sebab dan
sub-subnya.
Jika ada sebab-sebab yang muncul pada lebih dari satu kategori, kemungkinan merupakan
petunjuk sebab yang paling mungkin.
Kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab yang tampaknya paling memungkinkan)
dan tanyakan , “Mengapa ini sebabnya?”
Pertanyaan “Mengapa?” akan membantu kita sampai pada sebab pokok dari permasalahan
teridentifikasi.
Tanyakan “Mengapa ?” sampai saat pertanyaan itu tidak bisa dijawab lagi. Kalau sudah sampai ke
situ sebab pokok telah terindentifikasi.
Lingkarilah sebab yang tampaknya paling memungkin pada fishbone diagram

34
E. penggunaan metode siklus plan-do-study-action

a. Menjelaskan tentang siklus plan-do-studyaction (PDSA)

Metode PDSA adalah suatu pendekatan ilmiah untuk menguji perubahan dan melakukan
perbaikan dengan menerapkan 4(empat) langkah yaitu plan-do-studyaction.Metode ini merupakan

35
satu cara untuk menguji perubahan yang diimplementasikan melalui 4(empat) langkah. Metode
PDSA memandu proses berpikir ke dalam beberapa langkah kemudian mengevaluasi outcome,
memperbaiki dan menguji kembali. Pada umumnya tanpa kita sadari kita telah melakukan
langkah-langkah ini di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan langkah-langkah ini
secara tertulis membantu seseorang lebih fokus akan langkah perbaikan (gambar 1). Menurut
Kathleen M. La Tour (2010: Health Information Management Concept, Principles, and Practice,
Third Edition: halaman 985) menyatakan bahwa “PDSA cycle is a performance improvement
model designed specifically for healthcare organizations. Hal yang perlu diingat sewaktu
menggunakan siklus PDSA untuk implementasi adalah:

1. Satu langkah-PDSA sering terdiri dari hanya satu segmen atau satu langkah dari keseluruhan
tool implementasi
2. Durasi singkat-siklus PDSA kalau dapat sesingkat mungkin untuk mengetahui apakah
implementasi berhasil atau tidak (hanya membutuhkan waktu 1 jam)
3. Sampel kecil-PDSA melibatkan sebagian kecil tenaga kesehatan (1 atau 2 dokter).

Jika feedback dan proses sudah berjalan lancar dapat diperluas ke seluruh tenaga kesehatan.
Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan
tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar
pelayanan.

a) LANGKAH-LANGKAH DALAM SIKLUS PDSA


Menurut Kathleen M. La Tour (2010: Health Information Management Concept, Principles, and
Practice, Third Edition: halaman 701-702) menyatakan bahwa langkahlangkah siklus PDSA
adalah: perencanaan untuk menetapkan kegiatan apa yang akan dirubah (Plan), pelaksanaan
perubahan strategi dan pengumpulan data (Do), analisis data untuk pengembangan ke depan jika
tidak berhasil dalam pelaksanaannya maka lakukan strategi lain (Study) dan melakukan perubahan

36
(Act). Menurut Gemala Hatta (2008: Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan: halaman 42) menyatakan bahwa siklus PDSA merupakan tahapan dari proses siklik
perencanaan (plan), pelaksanaan (do), analisis (study) dan perbaikan (act). Keempat langkah P-D-
S-A yang terdapat dalam gambar 1 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Langkah 1: Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan Tujuan dan insiden yang
akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan insiden tersebut
ditentukan oleh pimpinan rumah sakit. Penetapan insiden didasarkan pada data pendukung
dan analisis informasi. Insiden ditetapkan secara konkret dalam bentuk insiden, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin
rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi. Penetapan tujuan dan insiden dengan tepat belum tentu akan
berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikutidengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh
semua karyawan.

2. Langkah 2. Melaksanakan pekerjaan → Do Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat


dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program
pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar
kerja yang telah ditetapkan.

3. Langkah 3: Mempelajari & mengevaluasi data sebelum dan setelah perubahan serta
merefleksikan apa yang telah terjadi→Study Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah
pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat
diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa

37
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan mana penyimpangan dan mana yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas oleh karyawan dan manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

4. Langkah 4 : Mengambil tindakan yang tepat →Action Pemeriksaan melalui akibat yang
ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah
ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang
telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan. Konsep P-D-C-A dengan keenam langkah tersebut
merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai
kualitas pelayanan, diperlukan partisipasi semua karyawan, bagian dan proses. Partisipasi
semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan
(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi
diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya insiden yang akan
dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai insiden tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap
hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas
tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap
tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai
tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai
mata rantai dari suatu proses.

b. Menjelaskan tentang langkah-langkah plan-dostudy-action (PDSA)

38
Langkah-langkah Plan-Do-Study-Act (PDSA) adalah suatu metode siklus yang digunakan untuk
perbaikan berkelanjutan dalam proses atau sistem. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Plan (Rencanakan):
- Identifikasi masalah atau peluang perbaikan.
- Tetapkan tujuan yang spesifik, terukur, tercapai, relevan, dan berbatas waktu (SMART goals).
- Rancang rencana tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Do (Lakukan):
- Implementasikan rencana tindakan yang telah dirancang.
- Lakukan perubahan atau pengujian yang telah direncanakan dengan cermat dan teliti.
3. Study (Pelajari):
- Amati hasil dari implementasi.
- Kumpulkan data yang relevan dan analisis terhadap data tersebut untuk mengevaluasi
keberhasilan atau kegagalan implementasi.
4. Act (Tindak):
- Berdasarkan hasil evaluasi, ambil langkah-langkah tindakan yang sesuai.
- Jika perubahan berhasil, terapkan perubahan secara luas dalam proses atau sistem. Jika
perubahan tidak berhasil, identifikasi pembelajaran dan kembali ke tahap perencanaan untuk
melakukan perubahan yang diperlukan.
PDSA merupakan alat yang efektif untuk mencapai perbaikan berkelanjutan karena siklusnya yang
berkelanjutan, memungkinkan untuk penyesuaian dan perbaikan berdasarkan pembelajaran dari
setiap langkah.

H. pelayanan informasi kesehatan sesuai akreditasi rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya

a. Menjelaskan tentang akreditasi rumah sakit

1. Definisi

Akreditasi Rumah Sakit Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan
Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi.

39
(Permenkes 34: Akreditasi Rumah Sakit: 2017: halaman 2) Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik MandiriDokter Gigi Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik MandiriDokter Gigi yang
selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggaraAkreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar Akreditasi.
(Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik MandiriDokter Gigi: 2015: halaman 2)

2. Tujuan

Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan melindungi keselamatan pasien

Rumah Sakit;

b. meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di Rumah Sakit

dan Rumah Sakit sebagai institusi;

c. mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan; dan

d. meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional.

(Permenkes 34: Akreditasi Rumah Sakit: 2017: halaman 3)

3. Standar dan elemen

Kelompok Standar Akreditasi versi KARS 2012 Penilaian akreditasi rumah sakit dilakukan
melalui evaluasi penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS yang terdiri dari 4 kelompok
standar.

a. Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien, terdapat 7 bab

1) Bab 1. Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)

40
Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian
dari suatu system pelayanan yang terintegrasi dengan para professional di bidang pelayanan
kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan
tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dengan pelayanan yag tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.
Hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit. Informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang:

Kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit

Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien

Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit dan pemulangan pasien
yang tepat ke rumah. Standar Akreditasi Rumah Sakit

(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit:
halaman 1)

2) Bab 2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK) Bab ini mengemukakan proses untuk:

Mengidentifikasi, melindungungi dan meningkatkan hak pasien

Memberitahukan pasien tentang hak mereka

Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang pelayanan pasien

Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent)

Mendidik staf tentang hak pasien (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan

KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 18)

3) Bab 3. Asesmen Pasien (AP)

Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama:

Menumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat kesehatan
pasien

41
Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan “Imaging Diagnostic” (Radiologi)
untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien

Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhanpasien yang telah teridentifikasi
(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit:
halaman 38)

4) Bab 4. Pelayanan Pasien (PP)

Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan pelayanan
yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon terhadap setiap kebutuhan
pasien yang unik., memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa sifat
tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan
pelayanan pasien, aktifitas ini termasuk

Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien

Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien

Modifikasi asuhan bila perlu

Penuntasan asuhan pasien; dan

Perencanaan tingkat lanjut (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:

2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 67)

5) Bab 5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

Penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan
prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien
yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan criteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya
transfer maupun pemulangan pasien (discharge). (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS:

2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 81)

42
6) Bab 6. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)

Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simptomatik, preventif,
kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem
dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memebrikan farmakoterapi kepada pasien. Ini
biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan
sistem rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan,
penyimpanan, pemesanan/peresepan, pencatatan (trancribe), pendistribuasian, persiapan
(preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pamatauan terapi obat.
Peran para praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat bervariasi dari satu negara
ke Negara lain, namun proses manajemen obat yang baik bagi keselamatan pasien bersifat
universal. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah
Sakit: halaman 92)

7) Bab 7. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)

Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang
diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya. Berbagai staf
yang berbeda dalam rumah sakit memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Pendidikan diberikan ketika pasien berinteraksi dengan dokter atau perawatnya. Petugas kesehatan
lainnya juga memberikan pendidikan ketika memberikan pelayanan yang spesifik, diantaranya
terapi diet, rehabilitasi atau persiapan pemulangan pasien dan asuhan pasien berkelanjutan.
Mengingat banyak staf teribat dalam pendidikan pasien dan keluarganya, maka perlu diperhatikan
agar staf yang terlibat dikoordinasikan kegiatannya dan focus pada kebutuhan pembelajaran
pasien. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah
Sakit: halaman 109)

b. Standar Manajemen Rumah Sakit, terdapat 6 bab

1) Bab 1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Bab ini menjelaskan (describe) sebuah pendekatan komprehensif dari peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Peningkatan mutu secara menyeluruh adalah memperkecil (reduction) risiko

43
pada pasien dan staf secara berkesinambungan. Risiko ini dapat diketemukan baik diproses klinis
maupun di lingkungan fisik. Pendekatan ini meliputi:

Memimpin dan merencanakan program peningkatan mutu dn program keselamatan pasien;

Merancang proses-proses klinis baru dan proses manajerial dengan benar;

Mengukur apakah proses berjalan dengan baik melalui pengumpulan data;

Analisis data;

Memerapkan dan melanjutkan (sustaining) perubahan yang dapat menghasilkan perbaikan.


(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:

2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 114)

2) Bab 2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risikoinfeksi


yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional kesehatan, tenaga kontrak,
tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung. Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda
dari suatu rumah sakit ke rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan
rumah sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien dan jumlah pegawai.
(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit:
halaman 134)

3) Bab 3. Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan (TKP)

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan
kewenangan/ otoritas dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-orang ini
bekerjasama. Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah sakit mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab. Secara kolektif maupun perorangan mereka bertanggung jawab
untuk mematuhi peraturan perundang-undangan serta memenuhi tanggung jawab rumah sakit
terhadap populasi pasien yang dilayaninya. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:
2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 148)

4) Bab 4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

44
Rumah sakit dalam kegiatannya menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi
pasien, keluaraga, staf dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan
peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berusaha keras
untuk:

Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;

Mencegah kecelakaan dan cidera; dan

Memelihara kondisi aman. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar
Akreditasi Rumah Sakit: halaman 166)

5) Bab 5. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS)

Rumah sakit membutuhkan cukup banyak orang dengan berbagai ketrampilan, dan orang yang
kompeten untuk melaksanakan misi rumah sakit dan memenuhi kebutuhan pasien. Pimpinan
rumah sakit bekerjasama untuk mengetahui jumlah dan jenis staf yang dibutuhkan berdasarkan
rekomendasi dari unit kerja dan direktur pelayanan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 184)

6) Bab 6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)

Memberikan asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat tergantung pada
komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan
keluarganya, serta dengan professional kesehatan lainnya. Kegagalan dalam berkomunikasi
merupakan salah satu akar masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Untuk memberikan, mengkoordinasikanndan mengintegrasikan pelayanan, rumah sakit
mengandalkan pada informasi tentang ilmu pengasuhan, pasien secara individual, asuhan yang
diberikan dan kinerja mereka sendiri. Sepert halnya sumber daya manusia, material dan financial,
maka informasi juga merupakan suatu sumber daya yang harus dikelola secara efektif oleh
pimpinan rumah sakit. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola dan menggunakan
informasi untuk meningkatkan/memperbaiki outcome pasien, demikian pula kinerja individual
maupun kinerja rumah sakit secara keseluruhan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 206)

45
c. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, merupakan 1 bab

Bab ini mengemukakan tentang Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk

diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life –Saving Patient Safety Solutions dari

WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah

Sakit (KPPRS PERSI), dan dari Joint Commision international (JCI). (Kerjasama Dirjen BUK

KemKes RI dengan KARS tahun 2011:halaman 225)

Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

1) Ketepatan identifikasi pasien

2) Peningkatan komunikasi yang efektif

3) Peningkatan keamanan obat yang perludiwaspadai (high-alert)

4) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanankesehatan

6) Pengurangan risiko pasien jatuh

d. Sasaran Milenium Development Goals, merupakan 1 bab

Bab ini mengemukakan Sasaran Milenium Development Goals (MDG’s), dimana

Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara yang menandatangani kesepakatan

pembangunan millennium (MDG’s) pada bulan September tahun 2000. Kesepakatan

tersebut berisikan 8 (delapan) misi yang harus dicapai, yang merupakan komitmen bangsa -

bangsa di dunia untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan

kemiskinan, dimana pencapaian Milenium Development Goals (MDG’s) menjadi salah satu

46
prioritas utama Bangsa Indonesia. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS tahun

2011:halaman 233)

Tiga sasaran Milenium Development Goals (MDG’s) adalah sebagai berikut:

1) Penurunan Angka Kematian Bayi dan

2) Peningkatan Kesehatan Ibu

3) Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS

4) Penurunan Angka Kesakitan TB

4. Kelulusan

Proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei oleh Tim Surveyor dan proses

pengambilan keputusan pada Pengurus KARS.

Tingkatan kelulusan dan kriterianya sebagai berikut:

a. Tingkat Dasar

1) Empat bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80%

(a) Sasaran Keselamatan PasienRumah Sakit

(b) Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

(c) Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)

(d) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

2) Sebelas bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20%

b. Tingkat Madya

1) Delapan bab digolongkan Major, nilai minimumsetiap bab harus 80%

2) Tujuh bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20%

47
c. Tingkat Utama

1) Delapan bab digolongkan Major, nilai minimumsetiap bab harus 80%

2) Tujuh bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20%

d. Tingkat Paripurna

Lima belas (semua) bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80%

5. Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya

Akreditasi pelayanan kesehatan lainnya meliputi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat

Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi. Akreditasi ini dimaksudkan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar secara berkesinambungan.Akreditasi

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dilakukan oleh surveior Akreditasi dari lembaga

independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Akreditasi Puskesmas

dan Klinik Pratama dilakukan setiap 3 (tiga) tahun. Akreditasi tempat praktik mandiri dokter

dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan setiap 5 (lima) tahun.

a. Definisi Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan

Tempat Praktik MandiriDokter Gigi

Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat

Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan yang

diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri

setelah memenuhi standar Akreditasi. (Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,

Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 2)

b. Tujuan Akreditasi

48
Pengaturan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama , tempat praktik mandiri dokter, dan

tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:

1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;

2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat dan

lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan

tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi; dan

3) meningkatkan kinerja Puskesmas , Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan

tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau

kesehatan masyarakat.

c. Penetapan status Akreditasi

1) Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas:

a) tidak terakreditasi;

b) terakreditasi dasar;

c) terakreditasi madya;

d) terakreditasi utama; atau

e) terakreditasi paripurna.

2) Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas:

a) tidak terakreditasi;

b) terakreditasi dasar;

c) terakreditasi madya; atau

d) terakreditasi paripurna.

49
3) Penetapan status Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik

mandiri dokter gigi terdiri atas:

a) tidak terakreditasi; atau

b) terakreditasi.

(Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri

Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 6)

d. Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas, yaitu:

1) Kelompok Administrasi Manajemen, yang diuraikan dalam :

a) Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)

b) Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

c) Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

2) Kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yang diuraikan dalam:

a) Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran (UKMBS)

b) Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat

(KMUKM)

c) Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat

3) Kelompok Upaya Kesehatan Perorangan, yang diuraikan dalam:

a) Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)

b) Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)

c) Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)

(Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri

50
Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 15)

b. Menjelaskan tentang standar dan elemen penilaian akreditasi rumah sakit

Dokumen standar dan elemen penilaian akreditasi rumah sakit

Kelompok Standar Akreditasi versi KARS 2012 Penilaian akreditasi rumah sakit dilakukan
melalui evaluasi penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS yang terdiri dari 4 kelompok
standar.

a. Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien, terdapat 7 bab

1) Bab 1. Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian
dari suatu system pelayanan yang terintegrasi dengan para professional di bidang pelayanan
kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan
tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dengan pelayanan yag tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.
Hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit. Informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang:
Kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit Pemberian pelayanan yang efisien
kepada pasien Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit dan
pemulangan pasien yang tepat ke rumah. Standar Akreditasi Rumah Sakit (Kerjasama Dirjen BUK
KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 1)

2) Bab 2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

Bab ini mengemukakan proses untuk:

• Mengidentifikasi, melindungungi dan meningkatkan hak pasien


• Memberitahukan pasien tentang hak mereka
• Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang pelayanan
pasien
• Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent)

51
• Mendidik staf tentang hak pasien (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:
2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 18)

3) Bab 3. Asesmen Pasien (AP)

Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama:

• Menumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat kesehatan
pasien
• Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan “Imaging Diagnostic”
(Radiologi) untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien
• Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhanpasien yang telah
teridentifikasi (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar
Akreditasi Rumah Sakit: halaman 38)

4) Bab 4. Pelayanan Pasien (PP)

Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan pelayanan
yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon terhadap setiap kebutuhan
pasien yang unik., memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa sifat
tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.

Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktifitas ini termasuk

• Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien


• Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien
• Modifikasi asuhan bila perlu
• Penuntasan asuhan pasien; dan
• Perencanaan tingkat lanjut (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011:
Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 67)

5) Bab 5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

Penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan
prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien
yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang

52
berkesinambungan dan criteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya
transfer maupun pemulangan pasien (discharge). (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 81)

6) Bab 6. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)

Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simptomatik, preventif,
kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai kondisi. Manajemen obat mencakup sistem
dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memebrikan farmakoterapi kepada pasien. Ini
biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan
sistem rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan,
penyimpanan, pemesanan/peresepan, pencatatan (trancribe), pendistribuasian, persiapan
(preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pamatauan terapi obat.
Peran para praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat bervariasi dari satu negara
ke negara lain, namun proses manajemen obat yang baik bagi keselamatan pasien bersifat
universal. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah
Sakit: halaman 92)

7) Bab 7. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)

Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang
diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya. Berbagai staf
yang berbeda dalam rumah sakit memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Pendidikan diberikan ketika pasien berinteraksi dengan dokter atau perawatnya. Petugas kesehatan
lainnya juga memberikan pendidikan ketika memberikan pelayanan yang spesifik, diantaranya
terapi diet, rehabilitasi atau persiapan pemulangan pasien dan asuhan pasien berkelanjutan.
Mengingat banyak staf teribat dalam pendidikan pasien dan keluarganya, maka perlu diperhatikan
agar staf yang terlibat dikoordinasikan kegiatannya dan focus pada kebutuhan pembelajaran
pasien. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah
Sakit: halaman 109)

b. Standar Manajemen Rumah Sakit, terdapat 6 bab

1) Bab 1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

53
Bab ini menjelaskan (describe) sebuah pendekatan komprehensif dari peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Peningkatan mutu secara menyeluruh adalah memperkecil (reduction) risiko
pada pasien dan staf secara berkesinambungan. Risiko ini dapat diketemukan baik diproses klinis
maupun di lingkungan fisik. Pendekatan ini meliputi:

• Memimpin dan merencanakan program peningkatan mutu dn program keselamatan


pasien;
• Merancang proses-proses klinis baru dan proses manajerial dengan benar;
• Mengukur apakah proses berjalan dengan baik melalui pengumpulan data;
• Analisis data;
• Memerapkan dan melanjutkan (sustaining) perubahan yang dapat menghasilkan
perbaikan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi
Rumah Sakit: halaman 114)

2) Bab 2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risikoinfeksi


yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga 66 professional kesehatan, tenaga
kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung. Risiko infeksi dan kegiatan program dapat
berbeda dari suatu rumah sakit ke rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan klinis dan
pelayanan rumah sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien dan jumlah
pegawai. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah
Sakit: halaman 134)

3) Bab 3. Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan (TKP)

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan
kewenangan/ otoritas dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-orang ini
bekerjasama. Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin rumah sakit mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab. Secara kolektif maupun perorangan mereka bertanggung jawab
untuk mematuhi peraturan perundang-undangan serta memenuhi tanggung jawab rumah sakit
terhadap populasi pasien yang dilayaninya. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:
2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 148)

54
4) Bab 4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

Rumah sakit dalam kegiatannya menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi
pasien, keluaraga, staf dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitas fisik, medis dan
peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berusaha keras
untuk:

• Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;


• Mencegah kecelakaan dan cidera; dan
• Memelihara kondisi aman. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011:
Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 166)

5) Bab 5. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS)

Rumah sakit membutuhkan cukup banyak orang dengan berbagai ketrampilan, dan orang yang
kompeten untuk melaksanakan misi rumah sakit dan memenuhi kebutuhan pasien. Pimpinan
rumah sakit bekerjasama untuk mengetahui jumlah dan jenis staf yang dibutuhkan berdasarkan
rekomendasi dari unit kerja dan direktur pelayanan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 184)

6) Bab 6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)

Memberikan asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat tergantung pada
komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan
keluarganya, serta dengan professional kesehatan lainnya. Kegagalan dalam berkomunikasi
merupakan salah satu akar masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Untuk memberikan, mengkoordinasikanndan mengintegrasikan pelayanan, rumah sakit
mengandalkan pada informasi tentang ilmu pengasuhan, pasien secara individual, asuhan yang
diberikan dan kinerja mereka sendiri. Seperti halnya sumber daya manusia, material dan financial,
maka informasi juga merupakan suatu sumber daya yang harus dikelola secara efektif oleh
pimpinan rumah sakit. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola dan menggunakan

55
informasi untuk meningkatkan/memperbaiki outcome pasien, demikian pula kinerja individual
maupun kinerja rumah sakit secara keseluruhan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 206)

c. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, merupakan 1 bab

Bab ini mengemukakan tentang Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk diterapkan di
semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran
ini mengacu kepada Nine Life –Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007)
yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPPRS PERSI), dan dari
Joint Commision international (JCI). (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS tahun
2011:halaman 225)

Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

1) Ketepatan identifikasi pasien

2) Peningkatan komunikasi yang efektif

3) Peningkatan keamanan obat yang perludiwaspadai (high-alert)

4) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanankesehatan

6) Pengurangan risiko pasien jatuh

d. Sasaran Milenium Development Goals, merupakan 1 bab

Bab ini mengemukakan Sasaran Milenium Development Goals (MDG’s), dimana Indonesia
merupakan salah satu dari 189 negara yang menandatangani kesepakatan pembangunan
millennium (MDG’s) pada bulan September tahun 2000. Kesepakatan tersebut berisikan 8
(delapan) misi yang harus dicapai, yang merupakan komitmen bangsa - bangsa di dunia untuk
mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan, dimana pencapaian
Milenium Development Goals (MDG’s) menjadi salah satu prioritas utama Bangsa Indonesia.
(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS tahun 2011:halaman 233)

56
Tiga sasaran Milenium Development Goals (MDG’s) adalah sebagai berikut:

1) Penurunan Angka Kematian Bayi dan

2) Peningkatan Kesehatan Ibu

3) Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS

4) Penurunan Angka Kesakitan TB

c. Menjelaskan tentang dokumen standar dan elemen penilaian akreditasi rumah sakit

A. Kelompok Standar Akreditasi versi KARS 2012 Penilaian akreditasi rumah sakit dilakukan
melalui evaluasi penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS yang terdiri dari 4
kelompok standar.
a. Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien, terdapat 7 bab
1) Bab 1. Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)
Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit
merupakan bagian dari suatu system pelayanan yang terintegrasi dengan para
professional di bidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah
menyelaraskan kebutuhan pasien dengan pelayanan yag tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencakan pemulangan dan tindakan
selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
Informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang:
• Kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit
• Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien
• Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit dan
pemulangan pasien yang tepat ke rumah. Standar Akreditasi Rumah Sakit
(Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi
Rumah Sakit: halaman 1)
2) Bab 2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

57
Bab ini mengemukakan proses untuk:
• Mengidentifikasi, melindungungi dan meningkatkan hak pasien
• Memberitahukan pasien tentang hak mereka
• Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang
pelayanan pasien
• Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent)
• Mendidik staf tentang hak pasien (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 18)
3) Bab 3. Asesmen Pasien (AP)
Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama:
• Menumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat
kesehatan pasien
• Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan “Imaging
Diagnostic” (Radiologi) untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan
pasien
• Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang
telah teridentifikasi (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011:
Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 38)
4) Bab 4. Pelayanan Pasien (PP)
Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan
pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon
terhadap setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi
tingkat tinggi. Ada beberapa sifat tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien.
Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktifitas ini termasuk:

• Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien


• Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien
• Modifikasi asuhan bila perlu
• Penuntasan asuhan pasien; dan
• Perencanaan tingkat lanjut (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 67)

58
5) Bab 5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
Penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini
membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan
yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan criteria transfer
untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan
pasien (discharge). (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011:
Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 81)
6) Bab 6. Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)
Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simptomatik,
preventif, kuratif dan paliatif, terhadap penyakit dan berbagai kondisi. Manajemen
obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memebrikan
farmakoterapi kepada pasien. Ini biasanya merupakan upaya multidisiplin, dalam
koordinasi para staf rumah sakit, menerapkan sistem rancang proses yang efektif,
implementasi dan peningkatan terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan,
pemesanan/peresepan, pencatatan (trancribe), pendistribuasian, persiapan
(preparing), penyaluran (dispensing), pemberian, pendokumentasian dan pamatauan
terapi obat. Peran para praktisi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat
bervariasi dari satu negara ke negara lain, namun proses manajemen obat yang baik
bagi keselamatan pasien bersifat universal. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI
dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 92)
7) Bab 7. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
Pendidikan pasien dan keluarga membantu pasien berpartisipasi lebih baik dalam
asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang
asuhannya. Berbagai staf yang berbeda dalam rumah sakit memberikan pendidikan
kepada pasien dan keluarganya. Pendidikan diberikan ketika pasien berinteraksi
dengan dokter atau perawatnya. Petugas kesehatan lainnya juga memberikan
pendidikan ketika memberikan pelayanan yang spesifik, diantaranya terapi diet,
rehabilitasi atau persiapan pemulangan pasien dan asuhan pasien berkelanjutan.
Mengingat banyak staf teribat dalam pendidikan pasien dan keluarganya, maka perlu
diperhatikan agar staf yang terlibat dikoordinasikan kegiatannya dan focus pada

59
kebutuhan pembelajaran pasien. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:
2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 109)
b. Standar Manajemen Rumah Sakit, terdapat 6 bab
1) Bab 1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Bab ini menjelaskan (describe) sebuah pendekatan komprehensif dari peningkatan
mutu dan keselamatan pasien. Peningkatan mutu secara menyeluruh adalah
memperkecil (reduction) risiko pada pasien dan staf secara berkesinambungan.
Risiko ini dapat diketemukan baik diproses klinis maupun di lingkungan fisik.
Pendekatan ini meliputi:

• Memimpin dan merencanakan program peningkatan mutu dn program


keselamatan pasien;
• Merancang proses-proses klinis baru dan proses manajerial dengan benar;
• Mengukur apakah proses berjalan dengan baik melalui pengumpulan data;
• Analisis data;
• Menerapkan dan melanjutkan (sustaining) perubahan yang dapat
menghasilkan perbaikan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS:
2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 114)

2) Bab 2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)


Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan
risiko infeksi yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional
kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung. Risiko
infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari suatu rumah sakit ke rumah sakit
lainnya, tergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi pasien
yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien dan jumlah pegawai. (Kerjasama
Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit:
halaman 134)
3) Bab 3. Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan (TKP) Kepemimpinan yang
efektif dimulai dengan pemahaman tentang berbagai tanggung jawab dan
kewenangan/ otoritas dari orang-orang dalam organisasi dan bagaimana orang-

60
orang ini bekerjasama. Mereka yang mengendalikan, mengelola dan memimpin
rumah sakit mempunyai kewenangan dan tanggung jawab. Secara kolektif maupun
perorangan mereka bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan serta memenuhi tanggung jawab rumah sakit terhadap populasi pasien
yang dilayaninya. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011:
Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 148)
4) Bab 4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
Rumah sakit dalam kegiatannya menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan
supportif bagi pasien, keluaraga, staf dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan ini,
fasilitas fisik, medis dan peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara
khusus, manajemen harus berusaha keras untuk:
• Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;
• Mencegah kecelakaan dan cidera; dan
• Memelihara kondisi aman. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan
KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 166)
5) Bab 5. Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS)
Rumah sakit membutuhkan cukup banyak orang dengan berbagai ketrampilan, dan
orang yang kompeten untuk melaksanakan misi rumah sakit dan memenuhi
kebutuhan pasien. Pimpinan rumah sakit bekerjasama untuk mengetahui jumlah
dan jenis staf yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi dari unit kerja dan direktur
pelayanan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS: 2011: Standar
Akreditasi Rumah Sakit: halaman 184)
6) Bab 6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
Memberikan asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat
tergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada
dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta dengan professional
kesehatan lainnya. Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar
masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Untuk
memberikan, mengkoordinasikanndan mengintegrasikan pelayanan rumah sakit
mengandalkan pada informasi tentang ilmu pengasuhan, pasien secara individual,
asuhan yang diberikan dan kinerja mereka sendiri. Seperti halnya sumber daya

61
manusia, material dan financial, maka informasi juga merupakan suatu sumber
daya yang harus dikelola secara efektif oleh pimpinan rumah sakit. Setiap rumah
sakit berupaya mendapatkan, mengelola dan menggunakan informasi untuk
meningkatkan/memperbaiki outcome pasien, demikian pula kinerja individual
maupun kinerja rumah sakit secara keseluruhan. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes
RI dengan KARS: 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit: halaman 206)
c. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, merupakan 1 bab
Bab ini mengemukakan tentang Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk
diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life –Saving Patient Safety Solutions dari
WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KPPRS PERSI), dan dari Joint Commision international (JCI). (Kerjasama Dirjen
BUK KemKes RI dengan KARS tahun 2011:halaman 225)
Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
• Ketepatan identifikasi pasien
• Peningkatan komunikasi yang efektif
• Peningkatan keamanan obat yang perludiwaspadai (high-alert)
• Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
• Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanankesehatan
• Pengurangan risiko pasien jatuh
d. Sasaran Milenium Development Goals, merupakan 1 bab
Bab ini mengemukakan Sasaran Milenium Development Goals (MDG’s), dimana
Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara yang menandatangani kesepakatan
pembangunan millennium (MDG’s) pada bulan September tahun 2000. Kesepakatan
tersebut berisikan 8 (delapan) misi yang harus dicapai, yang merupakan komitmen bangsa
- bangsa di dunia untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan
kemiskinan, dimana pencapaian Milenium Development Goals (MDG’s) menjadi salah
satu prioritas utama Bangsa Indonesia. (Kerjasama Dirjen BUK KemKes RI dengan KARS
tahun 2011:halaman 233).
Tiga sasaran Milenium Development Goals (MDG’s) adalah sebagai berikut:
• Penurunan Angka Kematian Bayi dan Peningkatan Kesehatan Ibu

62
• Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS
• Penurunan Angka Kesakitan TB
B. Kelulusan
Proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei oleh Tim Surveyor dan proses pengambilan
keputusan pada Pengurus KARS.
Tingkatan kelulusan dan kriterianya sebagai berikut:
1. Tingkat Dasar
a. Empat bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80%
a) Sasaran Keselamatan PasienRumah Sakit
b) Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
c) Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
d) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
b. Sebelas bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20
2. Tingkat Madya
a. Delapan bab digolongkan Major, nilai minimumsetiap bab harus 80%
b. Tujuh bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20%
3. Tingkat Utama
a. Delapan bab digolongkan Major, nilai minimumsetiap bab harus 80%
b. Tujuh bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20%
4. Tingkat Paripurna
a. Lima belas (semua) bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80%
C. Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
Akreditasi pelayanan kesehatan lainnya meliputi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi. Akreditasi ini dimaksudkan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar secara berkesinambungan.Akreditasi fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dilakukan oleh surveior Akreditasi dari lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Akreditasi Puskesmas dan Klinik
Pratama dilakukan setiap 3 (tiga) tahun. Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat
praktik mandiri dokter gigi dilakukan setiap 5 (lima) tahun.

1. Definisi Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan

63
Tempat Praktik MandiriDokter Gigi Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya
disebut Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar
Akreditasi. (Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 2)

2. Tujuan Akreditasi
Pengaturan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama , tempat praktik mandiri dokter, dan
tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;
b. meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat dan
lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan
tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi; dan
c. meningkatkan kinerja Puskesmas , Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter,
dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan perseorangan
dan/atau kesehatan masyarakat.

3. Penetapan status Akreditasi


a. Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas:
a) tidak terakreditasi;
b) terakreditasi dasar;
c) terakreditasi madya;
d) terakreditasi utama; atau
e) terakreditasi paripurna.
b. Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas:
a) tidak terakreditasi;
b) terakreditasi dasar;
c) terakreditasi madya; atau
d) terakreditasi paripurna.

64
c. Penetapan status Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik
mandiri dokter gigi terdiri atas:
a) tidak terakreditasi; atau
b) terakreditasi.
(Permenkes 46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 6)
4. Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas, yaitu:
a. Kelompok Administrasi Manajemen, yang diuraikan dalam :
a) Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
b) Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
c) Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
b. Kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yang diuraikan dalam:
a) Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran (UKMBS)
b) Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
(KMUKM)
c) Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat
c. Kelompok Upaya Kesehatan Perorangan, yang diuraikan dalam:
a) Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
b) Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
c) Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP) (Permenkes
46: Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi: 2015: halaman 15)

d. akreditasi fasilitas kesehatan lainnya

Fasilitas akreditasi kesehatan adalah proses penilaian independen yang dilakukan oleh
badan atau lembaga akreditasi untuk mengevaluasi kualitas, keselamatan, dan kepatuhan sebuah
fasilitas kesehatan terhadap standar yang telah ditetapkan. Selain akreditasi rumah sakit, terdapat
juga beberapa jenis fasilitas kesehatan lainnya yang dapat mengikuti proses akreditasi. Berikut
adalah beberapa contoh fasilitas kesehatan lain yang dapat diakreditasi:
1. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)

65
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat): Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat, termasuk pelayanan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Proses akreditasi untuk puskesmas bertujuan untuk memastikan bahwa
puskesmas tersebut memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, aman, dan sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
2. Laboratorium Kesehatan:

Laboratorium Kesehatan: Laboratorium kesehatan memainkan peran penting dalam


diagnosis, pemantauan, dan pengendalian penyakit. Akreditasi laboratorium kesehatan
memastikan bahwa laboratorium tersebut memiliki fasilitas, personel, dan prosedur yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan untuk menjamin akurasi dan keandalan hasil uji.
3. Pusat Transfusi Darah:

Pusat Transfusi Darah: Pusat transfusi darah bertanggung jawab atas pengumpulan,
penyimpanan, pengujian, dan distribusi produk darah. Akreditasi pusat transfusi darah memastikan
bahwa proses tersebut dilakukan dengan aman, efisien, dan sesuai dengan standar keamanan dan
kualitas yang telah ditetapkan.
4. Klinik Pratama dan Klinik Spesialis:

Klinik Pratama dan Klinik Spesialis: Klinik pratama dan klinik spesialis menyediakan
pelayanan kesehatan primer dan sekunder kepada masyarakat. Proses akreditasi untuk klinik-
klinik ini bertujuan untuk menilai kualitas pelayanan medis, fasilitas, manajemen risiko, dan
keselamatan pasien.
5. Rumah Sakit Khusus:

Rumah Sakit Khusus: Rumah sakit khusus, seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit mata,
rumah sakit gigi, dan lain-lain, juga dapat mengikuti proses akreditasi yang sesuai dengan
spesialisasi pelayanannya.
Proses akreditasi untuk fasilitas kesehatan ini sering kali melibatkan evaluasi menyeluruh
terhadap berbagai aspek, termasuk manajemen, pelayanan medis, kebersihan, keamanan pasien,
kepatuhan terhadap peraturan, dan aspek lainnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan
kesehatan. Dengan mendapatkan akreditasi, fasilitas kesehatan tersebut dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait serta meningkatkan standar pelayanan
kesehatan yang diberikan.
Akreditasi rumah sakit di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1995. Menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang akreditasi ditetapkan bahwa
akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit, setelah dilakukan penilaian
bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi. Sedangkan standar akreditasi adalah
pedoman yang berisi tingkat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.

66
Standar akreditasi yang diperlukan terus berkembang mengikuti perkembangan akreditasi
di tingkat internasional. Pada 1998 di perlukan standar akreditasi rumah sakit dengan 5 (lima)
pelayanan yaitu:
1. Administrasi dan manajemen
2. Pelayanan medis
3. Pelayanan gawat darurat
4. Keperawatan
5. Rekam medis

Setelah beberapa tahun standar akreditasi 5 (lima) pelayanan bertambah menjadi 12(duabelas)
pelayanan yang terdiri dari:

1. Administrasi dan manajemen


2. Pelayanan medis
3. Pelayanan gawat darurat
4. Keperawatan
5. Rekam medis
6. Kamar operasi
7. Laboratorium
8. Radiologi
9. Pelayanan risiko tinggi
10. Pengendalian infeksi
11. Pelayanan farmasi
12. Kesehatan, keselamatan dan kecelakaan kerja (K-3)

Standar akreditas berfokus pada pasien yang diterapkan, menuntut setiap rumah sakit di
indonesia memberikan pelayanan dengan menghormati hak-hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien. Seperti ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan RI Nomor 11 Tahun
2017 bahwa keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen resiko indentifikasi dan pengelolaan resiko pasien, pelaporan dan isiden,
kemampauan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.

Tujuan dan Manfaat Akreditasi

Dalam peraturan Mentari Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 ditetapkan bahwa akreditasi
rumah sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit, setelah di lakukan penilaian
bahwa rumah sakit memenuhi standar akreditasi. Standar akreditasi adalah pedoman yang berisi
tingkat pencapaian yang harus di penuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien.
Adapun tujuan dari akreditasi rumah sakit seperti pada pasal 2 peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 34 Tahun 2017 ditetapkan bahwa, pengaturan akreditasi bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien rumah sakit

67
2. Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di rumah sakit dan rumah
sakit sebagai institusi
3. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan; dan
4. Meningkatkan profesional rumah sakit di Indonesia di mata internasional
Dengan semakin meningkatnya jumlah rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain
di Indonesia, maka masyarakat dapat memilih rumah sakit yang telah akreditasi. Keadaan ini
hampir sama dengan dunia pendidikan di mana masyarakat akan memilih institusi pendidikan yang
telah ter akreditasi. Oleh karena itu akreditasi rumah sakit sangat bermanfaat.
Untuk rumah sakit yang telah memperoleh izin operasional untuk pertama kali dilakukan
akreditasi paling lama setelah beroperasi 2(dua) tahun seperti ditetapkan pada peraturan menteri
kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang akreditasi.
Adapun manfaat akreditasi antara lain:
a. Bagi pasien
1. Sebagai dalam memilih rumah sakit
2. Pasien akan mendapatkan pelayanan bermutu sesuai standar profesi
b. Bagi pemilik rumah sakit
1. Sebagai alat mengukur kinerja pimpinan rumah sakit
2. Sebagai acuan bagi rumah sakit dan stake holder dalam meningkatkan mutu pelayanannya.
c. Bagi pemerintah
1. Alat untuk memotivasi dan mendorong rumah sakit untuk memenuhi standar

e. Menjelaskan tentang dokumen akreditasi puskesmas


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. ( Permenkes, 2014 ).

Menurut peraturan kementrian kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang akreditasi


puskesmas, klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Dokter Gigi yang
selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Materi setelah memenuhi standar Akreditasi.

Dalam rangka peningkatan layanan kepada masyarakat oleh fasilitas kesehatan tngkat
pertama ( FKTP ) yaitu puskesmas dan rumah sakit telah dilakukan berbagai macam upaya

68
peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem
manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan baik dalam pelayanan
manajemen, klinis dan penyelenggaran upaya-upaya kesehatan.

Akreditasi merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien, meningkatkan perlindungan bagi sumber daya kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya, serta puskesmas dan rumah sakit sebagai institusi. Pada sistem
akreditasi puskesmas, terdapat peran Dinas Kesehatan Provinsi sebagai pembina Dinas Kesehatan
Kab/kota, peran Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sebagai pendamping FKTP,peran lembaga
independen penyelenggara akreditasi FKTP sebagai penyelenggara akreditasi dan peran pusat
regulator. Meliputi tahapan survei dan tahapan penetapan akreditasi

I program keselamatan pasien di informasi kesehatan

a. menjelaskan tentang tujuan dan manfaat program keselamatan pasien

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(PERMENKES RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011).
Menurut para ahli, program keselamatan pasien memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang
signifikan dalam konteks perawatan kesehatan. Berikut adalah gambaran tentang tujuan dan
manfaat tersebut.
Tujuan Program Keselamatan Pasien
1. Mencegah Kesalahan Medis :

69
Tujuan utama program keselamatan pasien adalah mencegah kesalahan medis yang dapat
mengakibatkan cedera atau kematian pada pasien.
2. Meningkatkan Kualitas Perawatan :

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan dengan memperkenalkan
praktik-praktik terbaik dan prosedur-prosedur yang telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko
dan meningkatkan keselamatan pasien.
3. Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan :

Salah satu tujuan program keselamatan pasien adalah meningkatkan kesadaran dan pendidikan
baik bagi petugas kesehatan maupun pasien tentang pentingnya keselamatan pasien dan bagaimana
mencegah kesalahan medis.
4. Meningkatkan Komunikasi :

Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan komunikasi antara petugas kesehatan, pasien, dan
keluarga pasien sehingga semua pihak terlibat memiliki pemahaman yang jelas tentang kondisi
pasien dan rencana perawatan.

5. Mendorong Perbaikan Berkelanjutan :


Program keselamatan pasien bertujuan untuk mendorong perbaikan berkelanjutan dalam praktik
perawatan kesehatan dengan melakukan evaluasi terus-menerus terhadap kejadian yang terjadi dan
mengimplementasikan perbaikan yang diperlukan.
Manfaat Program Keselamatan Pasien
1. Mencegah Kerugian dan Cedera pada Pasien :

Salah satu manfaat utama dari program keselamatan pasien adalah mencegah kerugian dan cedera
pada pasien akibat kesalahan medis atau kecelakaan selama perawatan kesehatan.
2. Meningkatkan Kepuasan Pasien :

Program ini dapat meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan perawatan yang lebih
aman, efektif, dan terjamin keselamatannya.
3. Mengurangi Biaya Perawatan Kesehatan:

Dengan menghindari kesalahan medis dan komplikasi yang mungkin terjadi, program keselamatan
pasien dapat membantu mengurangi biaya perawatan kesehatan jangka panjang bagi individu,
lembaga kesehatan, dan sistem kesehatan secara keseluruhan.
4. Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien :

Dengan meminimalkan risiko komplikasi dan kerugian akibat kesalahan medis, program
keselamatan pasien dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan memastikan bahwa mereka
mendapatkan perawatan yang sesuai dan tepat waktu.
5. Meningkatkan Reputasi Lembaga Kesehatan : Dengan menunjukkan komitmen terhadap
keselamatan pasien, lembaga kesehatan yang mengimplementasikan program keselamatan pasien
dapat meningkatkan reputasinya di mata masyarakat dan pasien.

70
b. menjelaskan tentang sasaran keselamatan pasien
Keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolan resiko pasien, pelaporan dan analisi insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbul risiko dan mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau oleh kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( permenkes RI no 1691/menkes/per/VIII/2011)
Pelaksanaan kesalamatan pasien merupakan unser penting guna meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan khususnya dirumah sakit sebagai bentuk implementasi dan refleksi sentuhan
hasil kompetensi tenaga kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana layanan serta system
manajemen dan administrasi dalam siklus pelayanan terhadapat pasien. Untuk menjamin
kesalamatan pasien maka organisasi pelayanan kesalamatan harus mampu membangun system
yang membuat proses perawatan pasien lebih aman, baik bagi pasien, petugas kesehatan, maupun
masyarakat sekitar (keluarga dan pengunjung), serta manajemen rumah sakit. System kesalamatan
pasien di tunjukan untuk mengurai resiko, mencegah terjadinya cedera akibat proses pelayanan
pasien, serta tidak terulangnya insiden kesalamatan pasien memulai penciptaan budaya
keselamatan pasien.
Oleh karena itu, keselamatan harus menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Hal ini karena keselamatan pasien merupakan suatu proses pelayanan yang aman yang terdiri
dari asesmen risiko, identifikasi dan manajemen risiko, pelaporan dan analisis insiden, tindak
lanjut dan solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) Nasional yang terdiri dari :
1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif.
3. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai.
Perawat berperan penting dalam peningkatan keselamatan pasien, karena perawat adalah
profesi yang secara terus menerus delama 24 jam mendampingi dan berada di dekat pasien.
Perawat dapat melaksanakan perannya dalam peningkatan keselamatan pasien setiap melakukan
asuhan keperawatan seperti menyebutkan pasien dengan namanya,, komunikasi menggunakan
SBAR, melaksanakan upaya memutus rantai infeksi dengan menjaga kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri, penggunaan teknik aseptik, penanganan alat bekas pakai dan
limbah, penanganan benda tajam.

(Permenkes RI Nomor 1961/Menkes/2011). Keselamatan Pasien (patient safety) merupakan


isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip
dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2014). Ada lima
isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien
(patien safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan
di rumah sakit, keselamatan lingkungan (green productivity) dan keselamatan bisnis rumah sakit.
Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit.
Harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu

71
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan
isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes, 2015, p.17).

J. bentuk risiko yang terjadi di informasi kesehatan

a. Menjelaskan tentang risiko di unit rumah sakit


Risiko di unit rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, termasuk risiko
klinis, risiko operasional, risiko keuangan, dan risiko reputasi.

1. Risiko Klinis
Risiko klinis merujuk pada kemungkinan timbulnya masalah atau komplikasi dalam konteks
perawatan kesehatan atau prosedur medis yang dilakukan terhadap pasien. Risiko klinis dapat
bervariasi tergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi kesehatan pasien, jenis perawatan atau
prosedur yang dilakukan, dan faktor lingkungan.

72
1. Infeksi nosokomial: Risiko infeksi yang timbul di lingkungan perawatan medis, seperti rumah
sakit, yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur.
2. Reaksi alergi atau obat:Beberapa pasien mungkin memiliki alergi terhadap obat-obatan
tertentu, sehingga pemberian obat harus dilakukan dengan hati-hati.
3. Kegagalan organ atau fungsi: Misalnya, risiko kegagalan ginjal setelah operasi tertentu atau
risiko gangguan pernapasan setelah pemasangan anestesi.
4. Kerusakan jaringan: Risiko terjadinya kerusakan pada jaringan tubuh, seperti luka bakar saat
melakukan prosedur medis tertentu.
5. Perdarahan: Risiko perdarahan berlebihan atau komplikasi terkait darah saat menjalani operasi
atau prosedur medis lainnya.
6. Komplikasi psikologis: Misalnya, stres emosional atau kecemasan yang dapat timbul selama
atau setelah perawatan medis.
2. Risiko Operasional:

Risiko operasional di rumah sakit merujuk pada kemungkinan terjadinya masalah atau kegagalan
dalam operasional sehari-hari rumah sakit yang dapat memengaruhi kualitas pelayanan dan
keselamatan pasien. Beberapa contoh risiko operasional di rumah sakit meliputi:

1. Kesalahan pengobatan: Salah memberikan dosis obat, memberikan obat yang salah kepada
pasien, atau kesalahan dalam administrasi obat dapat mengakibatkan efek samping yang serius
atau komplikasi kesehatan.
2. Infeksi nosokomial: Risiko infeksi yang timbul di rumah sakit akibat kurangnya kebersihan,
sterilisasi yang tidak memadai, atau praktik perawatan yang tidak tepat.
3. Keterlambatan diagnosa: Lambatnya proses diagnosa dan pengobatan dapat mengakibatkan
penundaan dalam penanganan kondisi medis yang serius.
4. Kesalahan dalam prosedur medis: Misalnya, kesalahan selama operasi, prosedur invasif, atau
penggunaan peralatan medis yang dapat menyebabkan cedera atau komplikasi pada pasien.
5. Gangguan sistem informasi: Risiko terkait gangguan atau kegagalan sistem informasi rumah
sakit, seperti sistem pencatatan medis elektronik, yang dapat mempengaruhi akses dan integritas
data pasien.

73
6. Keterlambatan layanan atau perawatan: Keterlambatan dalam memberikan layanan atau
perawatan yang diperlukan kepada pasien dapat memengaruhi hasil perawatan dan
kepuasan pasien.

3. Risiko Keuangan:

Risiko keuangan di rumah sakit merujuk pada potensi masalah atau tantangan yang dapat
memengaruhi stabilitas keuangan institusi kesehatan tersebut.

1. Pengeluaran Operasional yang Meningkat: Biaya operasional rumah sakit, seperti biaya
personel, peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur, dapat meningkat secara signifikan. Jika
pendapatan tidak sebanding dengan pengeluaran, hal ini dapat menyebabkan tekanan keuangan
yang besar.

2. Pembayaran Tidak Tepat atau Tunda dari Pihak Asuransi: Rumah sakit sering kali menghadapi
masalah terkait pembayaran yang tidak tepat atau tertunda dari perusahaan asuransi kesehatan,
yang dapat memengaruhi arus kas dan likuiditas keuangan.

3. Tingkat Penerimaan Pasien yang Rendah: Jika rumah sakit mengalami penurunan jumlah pasien
yang dirawat atau menggunakan layanan kesehatan, hal ini dapat berdampak negatif pada
pendapatan rumah sakit.

4. Tantangan Pembiayaan Investasi: Pembiayaan investasi untuk peralatan medis canggih,


infrastruktur, atau pengembangan layanan baru bisa menjadi beban keuangan yang signifikan bagi
rumah sakit.

5. Fluktuasi Nilai Tukar dan Inflasi: Fluktuasi nilai tukar mata uang atau tingkat inflasi yang tinggi
dapat mempengaruhi biaya impor peralatan medis atau bahan-bahan medis, sehingga
meningkatkan beban keuangan rumah sakit.

6. Ketidakpastian Regulasi: Perubahan dalam regulasi atau kebijakan pemerintah terkait


pembayaran layanan kesehatan atau biaya penggantian dapat memengaruhi pendapatan rumah
sakit secara signifikan.

4. Risiko Reputasi:

74
Risiko reputasi di rumah sakit mengacu pada potensi kerugian atau kerusakan terhadap citra dan
kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan tersebut. Risiko ini dapat timbul dari berbagai
situasi atau kejadian, seperti:

1. Insiden Kualitas Pelayanan: Jika terjadi insiden medis atau kecelakaan selama perawatan pasien
yang mengarah pada hasil yang tidak memuaskan, reputasi rumah sakit dapat terganggu.

2. Kegagalan dalam Komunikasi: Kurangnya komunikasi yang efektif antara staf medis, pasien,
dan keluarga pasien dapat menyebabkan ketidakpuasan atau kesalahpahaman yang berujung pada
risiko reputasi.

3. Keterlibatan dalam Skandal atau Kontroversi: Keterlibatan rumah sakit dalam skandal atau
kontroversi, seperti tindakan malapraktik, penyalahgunaan dana, atau pelanggaran etika, dapat
merusak citra rumah sakit secara signifikan.

4. Kurangnya Transparansi: Kurangnya transparansi dalam kebijakan, prosedur, atau pengelolaan


informasi pasien dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan dari publik.

5. Tantangan dalam Pelayanan dan Keamanan Pasien: Jika rumah sakit mengalami kesulitan dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas atau menghadapi masalah terkait keamanan pasien, hal
ini dapat mengancam reputasi mereka.

6. Respons yang Kurang Tepat Terhadap Masalah: Respons yang lambat atau kurang tepat
terhadap masalah atau keluhan dari pasien atau masyarakat umum dapat berdampak negatif pada
persepsi terhadap rumah sakit.

b. Menjelaskan tentang manajemen risiko

Manajemen risiko adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola
risiko yang terkait dengan suatu aktivitas, proyek, atau kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Prinsip dasar manajemen risiko adalah untuk meminimalkan dampak negatif dari risiko
yang mungkin terjadi dan memaksimalkan peluang yang menguntungkan.

Proses manajemen risiko umumnya melibatkan langkah-langkah berikut

75
Identifikasi Risiko: Mengidentifikasi semua potensi risiko yang mungkin terjadi dalam konteks
aktivitas atau proyek tertentu. Risiko dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk lingkungan,
teknologi, manusia, keuangan, dan hukum.

Evaluasi Risiko: Mengevaluasi risiko yang diidentifikasi untuk menilai tingkat dampak potensial
dan probabilitas terjadinya. Ini melibatkan analisis mendalam untuk memahami konsekuensi dari
masing-masing risiko dan seberapa mungkin risiko itu terjadi.

Perencanaan Respons Risiko: Merencanakan strategi untuk mengelola risiko yang diidentifikasi.
Ini dapat mencakup tindakan untuk mengurangi kemungkinan risiko terjadi, mengurangi
dampaknya jika terjadi, mentransfer risiko kepada pihak lain, atau menerima risiko dengan cara
tertentu.

Pelaksanaan Respons Risiko: Melaksanakan strategi yang telah direncanakan untuk mengelola
risiko, termasuk penerapan kontrol atau tindakan pencegahan yang diperlukan.

Pemantauan dan Pengendalian: Memantau dan mengevaluasi efektivitas strategi manajemen risiko
yang diterapkan. Hal ini melibatkan pemantauan terus-menerus terhadap risiko yang ada,
mengidentifikasi perubahan dalam konteks atau lingkungan yang mungkin mempengaruhi risiko,
dan menyesuaikan strategi manajemen risiko sesuai kebutuhan.

Manajemen risiko memiliki peran penting dalam semua bidang kehidupan, termasuk bisnis,
keuangan, teknologi, kesehatan, lingkungan, dan proyek-proyek besar. Dengan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen risiko yang efektif, organisasi dapat mengurangi kemungkinan
kerugian, meningkatkan kesempatan untuk sukses, dan mencapai tujuan mereka dengan lebih
efisien.

c. Menejlaskan tentang identifikasi risiko dan analisis risiko

Identifikasi Risiko adalah usaha untuk menemukan atau mengetahui risiko – risiko yang mungkin
timbul dalam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan. Identifikasi resiko adalah
usaha sistematis untuk menentukan ancaman terhadap rencana perusahaan. PP No.60 Tahun 2008

76
mengatakan bahwa identifikasi risiko adalah proses menetapkan apa, dimana, kapan, mengapa dan
bagaimana sesuatu dapat terjadi sehingga dapat berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan.

Mengapa manajemen resiko itu penting? Sikap orang ketika menghadapi resiko berbeda-beda. Ada
orang yang berusaha untuk menghindari resiko, namun ada juga yang sebaliknya sangat senang
menghadapi resiko sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh dengan adanya resiko.
Pemahaman atas sikap orang terhadap resiko ini dapat membantu untuk mengerti betapa resiko itu
penting untuk ditangani dengan baik.

Beberapa resiko lebih penting dibandingkan resiko lainnya. Baik penting maupun tidak sebuah
resiko tertentu bergantung pada sifat resiko tersebut, pengaruhnya pada aktifitas tertentu dan
kekritisan aktifitas tersebut. Aktifitas beresiko tinggi pada jalur kritis pengembangan biasanya
merupakan penyebabnya.

Untuk mengurangi bahaya tersebut maka harus ada jaminan untuk meminimalkan resiko atau
paling tidak mendistribusikannya selama pengembangan tersebut dan idealnya resiko tersebut
dihapus dari aktifitas yang mempunyai jalur yang kritis.

Resiko dari sebuah aktifitas yang sedang berlangsung sebagian bergantung pada siapa yang
mengerjakan atau siapa yang mengelola aktifitas tersebut. Evaluasi resiko dan alokasi staf dan
sumber daya lainnya erat kaitannya.

Menurut Darmawi (2008) proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif,
sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya,
identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:

a. Brainstorming

b. Questionnaire

c. Industry benchmarking

d. Scenario analysis

e. Risk assessment workshop

77
f. Incident investigation

g. Auditing

h. Inspection

i. Checklist j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)

Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek adalah : 1.
Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.

2. Membuat daftar kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat
kerugian yang terjadi.

3. Membuat klasifikasi kerugian.

a) Kerugian atas kekayaan (property).

1) Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan


yang hilang atau rusak.

2) Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan
sebagainya.

b) Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.

c) Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua,
pengangguran, sakit, dan sebagainya. Dalam mengidentifikasi risiko.

Analisis Resiko

Analisis resiko adalah cara untuk menemukan dan menangani masalah yang dapat
merugikan proyek atau inisiatif bisnis penting. Namun, itu juga dapat diterapkan pada proyek non-
bisnis.
Untuk melakukan Analisis ancaman, pertama-tama Anda harus mengidentifikasi potensi
ancaman yang Anda hadapi, kemudian memperkirakan kemungkinan konsekuensinya jika terjadi,
dan terakhir memperkirakan kemungkinan ancaman tersebut akan terjadi.

78
Ini bisa sulit karena Anda harus bergantung pada informasi terperinci seperti rencana
proyek, data keuangan, protokol keamanan, prakiraan pemasaran, dan data terkait lainnya. Namun,
ini adalah alat perencanaan penting yang dapat menghemat waktu, uang, dan reputasi.

Pentingnya Analisis Resiko


Ini penting karena membantu perusahaan membuat keputusan. Di sini, kita akan mempelajari
pentingnya analisis ini.
1. Meminimalkan Potensi Kerugian
Ini membantu individu dan organisasi dalam mengidentifikasi potensi ancaman dan risiko
dan mengambil langkah yang tepat untuk mengurangi dampaknya. Ini membantu
mencegah atau mengurangi kerugian yang dapat terjadi jika risiko ini tidak diidentifikasi
dan dikurangi.
2. Pengambilan keputusan yang lebih baik
Ini membantu orang dan organisasi memutuskan apakah akan mengambil tindakan tertentu
atau tidak dengan mengidentifikasi kemungkinan risiko dan mencari tahu seberapa buruk
risiko itu. Ini dapat membantu orang menghindari kesalahan yang menghabiskan banyak
uang dan membuat keputusan yang lebih baik secara keseluruhan.
3. Meningkatkan kelangsungan usaha
Mengidentifikasi dan memitigasi risiko dapat membantu bisnis bertahan dari kejadian dan
bencana yang tidak terduga. Ini membantu untuk menjaga agar layanan dan produk penting
tersedia bagi pelanggan sambil meminimalkan gangguan pada operasi bisnis.
Jenis Analisis Resiko
Ini mencakup berbagai topik. Akibatnya, ada banyak pendekatan untuk jenis analisis risiko. Di
sini kita akan membahas beberapa jenis analisis ancaman yang penting:
1. Analisis resiko kualitatif
Jenis analisis ini melibatkan menemukan kemungkinan risiko dan menilai seberapa besar
kemungkinannya terjadi dan seberapa buruk risiko tersebut berdasarkan pendapat pribadi
dan data kualitatif. Tidak ada pengukuran kuantitatif atau analisis statistik yang terlibat.
2. Analisis resiko kuantitatif
Dalam jenis analisis ini, matematika dan statistik digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemungkinan suatu risiko dan seberapa buruknya jika itu terjadi. Biasanya mencakup

79
pengumpulan dan analisis data dalam jumlah besar untuk membuat prediksi yang lebih
akurat tentang kemungkinan dan dampak dari berbagai jenis risiko.
3. Analisis ancaman
Jenis analisis ini berkaitan dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi ancaman,
seperti serangan dunia maya, terorisme, dan pencurian. Ini membantu organisasi dalam
mengembangkan strategi untuk mencegah atau meminimalkan risiko aset mereka.
4. Analisis akar penyebab
Analisis akar penyebab adalah jenis analisis risiko yang digunakan untuk menentukan
penyebab masalah atau masalah. Teknik ini sering digunakan dalam manufaktur dan
kontrol kualitas. Ini juga membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan memperbaiki
akar penyebab masalah untuk mencegahnya terulang kembali.
5. Analisis penilaian kebutuhan
Analisis penilaian kebutuhan adalah cara langkah demi langkah untuk menentukan apa
yang dibutuhkan seseorang atau kelompok. Jenis analisis ini digunakan untuk
mengidentifikasi kesenjangan layanan dan dukungan. Survei, wawancara, dan kelompok
fokus semuanya dapat digunakan untuk menilai kebutuhan.

d. Menjelaskan tentang fungsi manajemen risiko

Manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan bisnis
perusahaan karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta meningkatnya kompleksitas
aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko Yang dihadapi perusahaan.
Sasaran utama dari implementasi manajemen risiko adalah melindungi perusahaan terhadap
kerugian yang mungkin timbul. Manajemen risiko juga digunakan untuk memberikan informasi
yang mendasar mengenai konsep manajemen risiko serta perlunya penerapan manajemen risiko
dalam suatu perusahaan. Risiko secara umum didefinisikan sebagai potensi terjadinya suatu

80
peristiwa baik yang diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan dan dapat menimbulkan
dampak bagi pencapaian tujuan.
Dalam melakukan suatu aktivitas usaha, akan selalu dihadapi oleh suatu tantangan risiko,
karena apa yang akan terjadi di masa akan datang tidak dapat diketahui secara pasti. Besarnya
tingkat kerugian karena risiko yang dihadapi sangat bervariasi bergantung penyebab dan efek
pengaruhnya. Jika saja suatu risiko sudah dapat diketahui secara pasti bentuk dan besarannya maka
tentu saja ini dapat diperlakukan seperti biaya karena risiko merupakan suatu ketidakpastian maka
akan menjadi suatu masalah penting bagi semua pihak (Mc Neil,1999). Namun suatu usaha untuk
mengurangi atau memperkecil risiko tetap dapat dilakukan dengan melakukan suatu
pengendalianrisiko terhadap ketidakpastian seperti kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan,
pencurian dan kebangkrutan (Muslich,2007).
Manajemen risiko berhubungan erat dengan fungsi-fungsi, antara lain:
1. Risiko hubungannya dengan fungsi keuangan/finansial Dalam pengelolaan keuagan
perusahaan bisa terjadi penggelapan dan manipulasi dalam pembukuan. Selain dari pada
itu kerugian lain ialah adanya korupsi secara besar-besaran dalam perusahaan dan kolusi.
2. Risiko hubungannya dengan pemasaran Kerugian yang mungkin terjadi dalam pemasaran
ialah disebabkan kerugian yang timbul karena penjualan. Hal lain yang bisa menyebabkan
kerugian ialah tuntutan dari pihak pembeli (buyer) karena barang yang dikirim tidak sesuai
dengan faktur pembelian.
3. Risiko hubungannya dengan produksi Dalam proses produksi bisa meciptakan risiko, yaitu
produk gagal tidak sesuai dengan desain, mesin macet, pemogokan buru-buru pabrik
hingga produksi terhenti. Akibatnya perusahaan menderita kerugian dalam berproduksi.
4. Risiko hubungannya dengan engineering dan pemeliharaanDalam berproduksi kepala
bagian produksi berusaha agar mesin- mesin berjalan lancar. Bilamana mesin-mesin daam
pabrik berhenti disebabkan kurang baiknya pemeliharaan dan perawatan akan menciptakan
risiko kerugian dalam berproduksi.
5. Risiko hubungan dengan fungsi akuntansi Bagian akuntansi melaksanakan kegiatan
manajemen risiko yang kegiatan manajemen risiko yang penting peranannya, yaitu:
a. Berusaha agar karyawan tidak melakukan penggelapan, yaitu dengan melakukan
pengawasan intern dan audit.

81
Bagian akuntansi melakukan penilaian piutang dan mengalokasikan piutang ragu-ragu dan piutang
yang dihapuskan. Risiko hubungannya dengan personalia Bagian personalia mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam mengelola sumber daya manusia. Sumber daya manusia bisa
memengaruhi proses produksi dalam perusahaan, yaitu melalui pemogokan.

e. Menjelaskan tentang cara penentuan prioritas risiko

ANALISIS RISIKO
1. inventaris : SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL yang di laksanakan
2. estimasi LEVEL KEMUNGKINAN terjadinya kejadian atau penyebab risiko
3. Estimasi LEVEL DAMPAK apabila risiko terjadi
4. tentukan LEVEL DAN BESARAN RISIKO
5. susun PETA RISIKO

EVALUASI RISIKO
1. MENYUSUN PRIORITAS RISIKO
2. MENENTUKAN RISIKO UTAMA
3. MENENTUKAN IRU ( INDIKATOR RISIKO UTAMA )

KAIDAH PEMILIHAN PRIORITAS RISIKO


1. BESARAN RISIKO
2. AREA DAMPAK SESUAI KRITERIA
3. KATEGORI RISIKO
4. JUDGMENT PEMILIK RISIKO

PROSES PRIORITAS RISIKO


besaran risiko A dan D sama, demikian juga dengan area dampaknya, maka. pengurutan
didasarkan pada kategori risiko, risiko operational lebih rendah daripada risiko tiskal, maka risiko
A adalah urutan ke - 5
besaran risiko B dan C sama, namun diurutkan berdasarkan area dampak maka risiko C adalah
prioritas ke - 2 dan risiko B adalah prioritas ke - 3

82
besaran risiko A dan D sama, demikian juga dengan area dampaknya, maka. pengurutan
didasarkan pada kategori risiko risiko D adalah ke - 4
besaran risiko paling tinggi

K. failure mode and effect analysis (FMEA)

a. Menjelaskan tentang failure mode and effects analysis (FMEA)

Dalam upaya peningkatan mutu di sarana pelayanan kesehatan maka rumah sakit
perlu mengetahui apa saja risiko yang ada di dalam rumah sakit. Dengan mengetahui risiko
yang ada maka rumah sakit dapat melakukan antisipasi lebih dini agar risiko tidak terjadi
atau dampak risiko dapat diminimalisir.
Satu alat yang dapat memberikan analisis proaktif akibat kejadian yang dapat berakhir
dengan proses risiko tinggi yang juga kritikal adalah proses “Failure Mode and Effects

83
Analysis” (FMEA). Rumah sakit dapat melakukan identifikasi menggunakan alat serupa untuk
identifikasi dan mengurangi risiko seperti Hazard Vurnarable Analysis (HVA)
Kelanjutan dari analisis terhadap hasil, Direktur rumah sakit menetapkan langkah
merancang ulang proses. Proses mengurangi risiko dilakukan satu (1) kali dalam satu tahun
dan harus terdokumentasi.
Manajemen risiko meliputi :
1. Manajemen pengobatan
2. Risiko jatuh
3. Pengendalian Infeksi
4. Gizi
5. Risiko Peralatan
6. Risiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung
(Komisi Akreditasi Rumah Sakit: Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit: 2017)
A. Pengertian FMEA
Failure Mode and Effects Analysis adalah:
1. Satu alat yang dapat memberikan analisis proaktif akibat kejadian yang dapat berakhir
dengan proses risiko tinggi yang juga kritikal adalah proses “Failure Mode and Effects
Analysis” (FMEA) (Komisi Akreditasi Rumah Sakit: Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit: 2017)
2. Adalah metode perbaikan kinerja dgn mengidentifikasi dan mencegah Potensi
kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan
pasien.
3. Adalah Proses Proaktif, dimana kesalahan dpt dicegah & diprediksi.
4. Mengantisipasi kesalahan akan meminimalkan dampak buruk
5. An FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) is a systematic method of identifying and
preventing product and process problems before they occur. FMEAs are focused on
preventing defects, enhancing safety, and increasing customer satisfaction. Ideally,
FMEAs are conducted in the product design or process development stages, although
conducting an FMEA on existing products and processes can also yield substantial benefict
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode analisa
failure/potensi kegagalan yang diterapkan dalam pengembangan produk, system

84
engineering dan manajemen operasional.
FMEA dilakukan untuk menganalisa potensi kesalahan atau kegagalan dalam sistem
atau proses, dan potensi yang teridentifikasi akan diklasifikasikan menurut besarnya potensi
kegagalan dan efeknya terhadap proses. Metode ini membantu tim proyek untuk
mengidentifikasi potential failure mode yang berbasis kepada kejadian dan pengalaman
yang telah lalu yang berkaitan dengan produk atau proses yang serupa. FMEA membuat tim
mampu merancang proses yang bebas waste dan meminimalisir kesalahan serta kegagalan.
(Modul kuliah IKK-363 - Manajemen Risiko dan Pencegahan Kerugian).
Siklus FMEA - (Modul kuliah IKK-363 - Manajemen Risiko dan Pencegahan Kerugian)
B. Analisis modus kegagalan dan dampak (Failure Mode And Effects Analysis)
1. Analisis (A)
Penyelidikan secara detail suatu proses
2. Mode (M)
Cara atau Perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan
3. Kegagalan (K) Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yang diharapkan baik
disengaja maupun tidak
Dampak (D)
4. Dampak atau Konsekuensi Modus Kegagalan

FMEA bisa Dilakukan pada


1. Proses yang telah dilakukan saat ini
2. Proses yang belum dilakukan atau baru akan dilakukan misalnya :
a. Implementasi Elektronik Rekam Medis
b. Pembelian alat baru
c. Redesain ruang Kamar Operasi, dll
Langkah-langkah dalam FMEA
Langkah 1. Pilih proses berisiko tinggi dan bentuk Tim
Langkah 2. Gambarkan alur proses
Langkah 3. Brainstorming potensial Modus Kegagalan dan tetapkan dampaknya

85
Langkah 4. Prioritas modus kegagalan
Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan
Langkah 6. Redesain proses (Redesign the process)
Langkah 7. Analisa dan uji coba proses
Langkah 8. Implementasi dan monitor proses baru
1. Langkah 1: Pilih proses berisiko tinggi dan bentuk Tim
Proses baru; Misalnya : mengoperasikan alat infus (new infusion device)
Proses yang sedang berjalan; Misalnya : proses pengadaan dan penyimpanan gas
medis(Ordering and storage medical gas)
Proses dalam klinis; Misalnya : proses restraint
Proses non-klinis; Misalnya : proses mengkomunikasikan hasil pemeriksaan
(lab)kepada dokter atau proses Identifikasi pasien yang berisiko jatuh
Salah satu kriteria pemilihan Proses adalah :
Proses potensial memberikan Dampak yang tidak diharapkan pada pasien.
Pertanyaan untuk memilih Proses :
a. Proses pelayanan apa saja yang dapat berdampak (affect) pada keselamatan
pasien ?
b. Proses pelayanan apa yang potensial tinggi volume dan sering terjadi safety
ramifications?
c. Proses pelayanan apa saja yang banyak hubungan / keterkaitan dalam pelayanan
kepada pasien? Dan jika terjadi masalah, sering memberikan dampak dalam
proses2 tsb.
Membentuk Tim
a. Multidisiplin
b. Tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4 – 8 orang)
c. Memiliki pengetahuan tentang proses yg akan dianalisis (subject matter /
process expert) & komitmen pada “performance improvement”
d. Mewakili bidang yg akan “dianalisis” dan unit yang akan “terkena” perubahan
e. Mengikutkan orang yang tidak tahu proses, (who is not at all familiar with the
process) tapi memiliki “analytical skill”
f. Setidaknya ada satu pembuat keputusan (leader)

86
g. Satu orang yg memiliki “critical thinking” saat perubahan akan dilaksanakan
b. Menejlaskan tentang modus kegagalan dan dampak FMEA
FMEA pertama kali muncul sekitar tahun 1960an sebagai metodologi formal pada industri
aerospace dan pertahanan. Sejak itu kemudian FMEA digunakan dan distandarisasi oleh berbagai
industri di seluruh dunia. Beberapa pengertian FMEA (Failure Mode and Effects Analysis),
metodologi FMEA

a. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah teknik engineering yang digunakan untuk
mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengurangi permasalahan dari sistem, desain, atau proses
sebelum permasalahan tersebut terjadi [Kmenta99].

b. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah metodologi yang dirancang untuk
mengidentifikasi mode kegagalan potensial pada suatu produk atau proses sebelum terjadi,
mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan moda kegagalan tersebut, mengidentifikasi serta
melaksanakan tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang paling penting
[Reliability2002].FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah alat yang digunakan secara
luas pada industri otomotif, aerospace, dan elektronik untuk mengidentifikasi, memprioritaskan,
dan mengeliminasi potensi kegagalan, masalah, dan kesalahan sistem pada desain sebelum produk
diluncurkan [J. Rhee2002].

RPN adalah indikator kekritisan untuk menentukan tindakan koreksi yang sesuai dengan moda
kegagalan. RPN digunakan oleh banyak prosedur FMEA untuk menaksir resiko menggunakan tiga

kriteria berikut :

● Keparahan efek (Severity) S – Seberapa serius efek akhirnya?

● Kejadian penyebab (Occurrence) O – Bagaimana penyebab terjadi dan

akibatnya dalam moda kegagalan?

● Deteksi penyebab (Detection) D – Bagaimana kegagalan atau penyebab dapat di deteksi


sebelum mencapai pelanggan? Angka prioritas RPN merupakan hasil kali rating keparahan,
kejadian, dan deteksi. Angka ini hanyalah menunjukkan rangking atau urutan defisiensi desain

87
sistem.         RPN = S x O x D Nilai RPN yang tinggi akan membantu
memberikan pertimbangan untuk tindakan korektif pada setiap moda kegagalan. [Villacourt92]

N dan perkiraan biaya perbaikan yang akan dikeluarkan, maka rekomendasi yang dapat dilakukan
mengenai potensi moda kegagalan adalah :

1. Moda kegagalan las-lasan joint pipe patah dengan nilai RPN 56 dan biaya perbaikan
sebesar Rp. 10.000
2. 2. Moda kegagalan joint metal patah dengan nilai RPN 50 dan biaya perbaikan sebesar
Rp. 8025
3. Moda kegagalan sekrup lepas dengan nilai RPN 42 dan biaya perbaikan sebesar Rp.
5275.
4. Moda kegagalan pin penghubung patah dengan nilai RPN 40 dan biaya perbaikan
sebesar Rp. 5275.
5. Moda kegagalan sekrup longgar dengan nilai RPN 40 dan biaya perbaikan yang
sama sebesar Rp. 5000.

c. Menjelaskan tentang pemberlakuan FMEA


Dalam upaya peningkatan mutu di sarana pelayanan kesehatan maka rumah sakit

perlu mengetahui apa saja risiko yang ada di dalam rumah sakit. Dengan mengetahui risiko

yang ada maka rumah sakit dapat melakukan antisipasi lebih dini agar risiko tidak terjadi

atau dampak risiko dapat diminimalisir.

Satu alat yang dapat memberikan analisis proaktif akibat kejadian yang dapat berakhir

dengan proses risiko tinggi yang juga kritikal adalah proses “Failure Mode and Effects

Analysis” (FMEA). Rumah sakit dapat melakukan identifikasi menggunakan alat serupa untuk

identifikasi dan mengurangi risiko seperti Hazard Vurnarable Analysis (HVA)

Kelanjutan dari analisis terhadap hasil, Direktur rumah sakit menetapkan langkah

merancang ulang proses. Proses mengurangi risiko dilakukan satu (1) kali dalam satu tahun

88
dan harus terdokumentasi.

Manajemen risiko meliputi :

1. Manajemen pengobatan

2. Risiko jatuh

3. Pengendalian Infeksi

4. Gizi

5. Risiko Peralatan

6. Risiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung

(Komisi Akreditasi Rumah Sakit: Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit: 2017)

A. Pengertian FMEA

Failure Mode and Effects Analysis adalah:

1. Satu alat yang dapat memberikan analisis proaktif akibat kejadian yang dapat berakhir

dengan proses risiko tinggi yang juga kritikal adalah proses “Failure Mode and Effects

Analysis” (FMEA) (Komisi Akreditasi Rumah Sakit: Standar Nasional Akreditasi Rumah

Sakit: 2017)

2. Adalah metode perbaikan kinerja dgn mengidentifikasi dan mencegah Potensi

kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan

pasien.

3. Adalah Proses Proaktif, dimana kesalahan dpt dicegah & diprediksi.

4. Mengantisipasi kesalahan akan meminimalkan dampak buruk

5. An FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) is a systematic method of identifying and

89
preventing product and process problems before they occur. FMEAs are focused on

preventing defects, enhancing safety, and increasing customer satisfaction. Ideally,

FMEAs are conducted in the product design or process development stages, although

conducting an FMEA on existing products and processes can also yield substantial

benefits.

6. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode analisa

failure/potensi kegagalan yang diterapkan dalam pengembangan produk, system

engineering dan manajemen operasional.

FMEA dilakukan untuk menganalisa potensi kesalahan atau kegagalan dalam sistem

atau proses, dan potensi yang teridentifikasi akan diklasifikasikan menurut besarnya potensi

kegagalan dan efeknya terhadap proses. Metode ini membantu tim proyek untuk

mengidentifikasi potential failure mode yang berbasis kepada kejadian dan pengalaman

yang telah lalu yang berkaitan dengan produk atau proses yang serupa. FMEA membuat tim

mampu merancang proses yang bebas waste dan meminimalisir kesalahan serta kegagalan.

(Modul kuliah IKK-363 - Manajemen Risiko dan Pencegahan Kerugian).

B. Analisis modus kegagalan dan dampak (Failure Mode And Effects Analysis)

1. Analisis (A)

Penyelidikan secara detail suatu proses

2. Mode (M)

Cara atau Perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan

3. Kegagalan (K) Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yang diharapkan baik

90
disengaja maupun tidak

Dampak (D)

4. Dampak atau Konsekuensi Modus Kegagalan

C. FMEA bisa Dilakukan pada

1. Proses yang telah dilakukan saat ini

2. Proses yang belum dilakukan atau baru akan dilakukan misalnya :

a. Implementasi Elektronik Rekam Medis

b. Pembelian alat baru

c. Redesain ruang Kamar Operasi, dll

D. Langkah-langkah dalam FMEA

Langkah 1. Pilih proses berisiko tinggi dan bentuk Tim

Langkah 2. Gambarkan alur proses

Langkah 3. Brainstorming potensial Modus Kegagalan dan tetapkan dampaknya

Langkah 4. Prioritas modus kegagalan

Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan

Langkah 6. Redesain proses (Redesign the process)

Langkah 7. Analisa dan uji coba proses

Langkah 8. Implementasi dan monitor proses baru

d. Menjelaskan tentang langkah-langkah dalam FMEA


Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim desain
for six sigma (DFSS) adalah :
1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses.

91
2. Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan prosesproduksi secara
lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang lingkup.
3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masingmasing parameter
rancangan didefinisikan.
4. Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya. Pengaruh dari kegagalan adalah
konsekuensi langsung dari bentuk kegagalan pada tingkat proses berikutnya, dan
puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya diperlihatkan oleh operator atau sistem
pengawasan. Terdapat dua hal utama penyebab pada keseluruhan tingkat, dengan diikuti
oleh pertanyaan seperti :
1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ?
2. Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan sesuai
spesifikasi ?
3. Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan operator,
mesin, komponen itu sendiri, proses berikutnya, konsumen dan peraturan ?
4. Pengurutan dari bentuk kegagalan proses potensial menggunakan risk priority number
(RPN) sehingga tindakan dapat diambil untuk kegagalan tersebut.
5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang membutuhkan
kendali seperti keamanan operator yang berhubungan dengan parameter proses, yang tidak
mempengaruhi produk.
6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk kegagalan atau
penyebab.
7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk kegagalan dan
pengaruhnya.
8. Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan korektif.
9. Identifikasi saat mengukur tindakan korektif. Menurut nilai risk priority number (RPN),
tim melakukannya dengan :
• Mentransfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang lingkup pekerjaan.
• Mencegah seluruh kegagalan.
• Meminimumkan resiko kegagalan dengan :
✓ Mengurangi severity.

92
✓ Mengurangi occurance.
✓ Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure modes and effect analysis (FMEA)
merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus secara terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. Tahun 2015. Pedoman Penyusunan Dokumen

Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Jakarta

Hatta, Gemala. 2008. Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan, Jakarta:
UI Press

Kementerian Kesehatan. Tahun 2017: Peraturan Menteri Kesehatan no 34.

Kerjasama Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan

93
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2011: Standar Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2012: Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi, Jakarta.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2016: Dokumen Rekam Medis Dalam Konteks

Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.

Abdelhak, M. 2001. Health Information: Management of a Strategic Resource, Second

Edition. USA: W.B. Saunders Company

Hatta, Gemala. 2008. Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan,

Jakarta: UI Press

Yakub, 2012. Pengantar Sistem Informasi, Edisi Pertama, Yogyakart: Graha Ilmu

Yoga, Tjandra Aditama. 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta: UI Press

IBISA. 2011. Keamanan Sistem Informasi, Yogyakarta: C.V Andi Offset

Kathleen M. La Tour. 2010: Health Information Management Concept, Principles, and

Practice, Third Edition. 233 North Michigan Avenue, Suite 2150, Chicago, Illionis,

AHIMA

Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Bandung: Citra Umbara.

Departemen Kesehatan. 2003: Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan

Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta.

Kementerian Kesehatan . Tahun 2013: Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum di

Rumah Sakit, Jakarta

Siswati, A.Md.PerKes,SKM,MKM, 2017, Manajemen Mutu Informasi Kesehatan II: Akreditasi


dan Manajemen Resiko

94
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi.

Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Bandung: Citra

Umbara.

Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 147 Tahun 2010

Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340 Tahun 2010

Tentang Klasifikasi Rumah Sakit

Kerjasama Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia Dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Standar Akreditasi

Rumah Sakit, September 2011

Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2017

Tentang Akreditasi Rumah Sakit

Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017

Tentang Keselamatan Pasien

95

Anda mungkin juga menyukai