Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GEOGRAFI

CURAH HUJAN DI INDONESIA, PESISIR DAN LAUT

Di Susun Oleh :
IZAL
SELI CICILIA SUGEHA
USMAN BUMULO
RIPANDI PAPUTUNGAN

SMA NEGERI 1 PINOLOSIAN


2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim
Puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberi rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada
ajarannya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya,
baik dalam penyusunan maupun dalam tutur bahasanya. Namun penulis tetap
mengharapkan dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang
berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai
landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai
tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Amien Yarabbal
alamien.

Pinolosian, Februari
2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................


DAFTAR ISI .........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Curah hujan di Indonesia ................................................................................................
2.2. Pengertian pesisir dan laut ..............................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan ........................................................................................................................
3.2. Saran-saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Curah hujan adalah jumlah curah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Sedangkan alat untuk mengukur banyaknya curah hujan adalah Rain
Gauge. Curah hujan diukur dalam jumlah harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang
jatuh ke bumi kadang-kadang sangat deras, deras, sedang, kecil, dan sangat kecil. Curah
hujan yang tinggi di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah sudut datangnya matahari, tinggi rendahnya tempat, dan angin maupun arus laut,
dll. Di Indonesia curah hujan tidak lepas dari angin muson barat dan angin muson timur,
selain itu curah hujan di daerah Indonesia berbeda antara daerah yang satu dan daerah
yang lain ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan juga berbeda.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang
dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut
mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf),
dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
Sehingga makalah ini dibuat untuk membahas lebih dalam tentang persebaran
curah hujan di Indonesia dan laut pesisir.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan curah hujan?
2. Apa saja pola curah hujan di Indonesia?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas curah hujan di berbagai wilayah di
Indonesia?
4. Bagaimana persebaran intensitas curah hujan di Indonesia?
5. Mengetahui pengertian dan kondisi geografis dari pesisir dan laut Indonesia

1.3. Tujuan
1. Memahami gambaran umum tentang curah hujan.
2. Mengetahui pola curah hujan yang ada di Indonesia.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas curah hujan di berbagai
wilayah di Indonesia.
4. Memahami persebaran intensitas curah hujan di Indonesia.
5. Apa itu pesisir dan laut
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Curah hujan di Indonesia


2.1.1. Pengertian Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak
terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan Curah Hujan adalah mm, inch. Alat untuk
mengukur banyaknya curah hujan yaitu Rain Gauge. Curah hujan (mm) : merupakan
ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan
yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang
waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim
(DPM).

2.1.2. Pola Curah Hujan di Indonesia


Pola curah hujan yang ada di Indonesia dibagi menjadi tiga pola bagian curah
hujan, antara lain:
1. Pola Curah Hujan Monsun
2. Pola Curah Hujan Ekuatorial
3. Pola Curah Hujan Lokal
Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson
timur. Angin muson barat pada bulan Januari tekanan udara tinggi berada di atas Asia
sedangkan tekanan rendah berada di atas Australia, angin ini berhembus di atas Lautan
Pasifik banyak membawa uap air dan akhirnya menurunkan hujan di wilayah Indonesia
bagian barat dan berlangsung antara bulan Oktober – April (musim hujan) Angin muson
timur berhembus dari arah timur pada bula Juli. Tekanan udara tinggi berada di atas
Australia dan tekanan rendah berada di wilayah Asia, angin ini berhembus melalui banyak
daratan dan daerah laut yang dilaluinya sedikit sekali sehingga udara yang berhembus
tidak terlalu banyak mengandung uap air oleh sebab itu hujannya sedikit dan berhembus
pada bulan April – Oktober, dan terjadilah di Indonesia musim kemarau.
Klasifikasi iklim Indonesia sebagai berikut:
1. Pola Curah Hujan Monsun
Pola curah hujan monsun dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial
(satu puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli danAgustus terjadi musim kering,
sedangkan untuk bulan Desember, Januari, dan Februari merupakan bulan basah.
Sedangkan enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan
peralihan musimkemarau ke musim hujan dan tiga bulan peralihan musim hujan ke musim
kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsun ini berada didaerah Sumatra bagian
Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Papua.
2. Pola Curah Hujan Ekuatorial
Pola curah hujan ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk
bimodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau
pada saat terjadi ekinoks. Daerahnya meliputi pulau Sumatrabagian tengah dan Utara serta
pulau Kalimantan bagian Utara.
3. Pola Curah Hujan Lokal
Pola curah hujan lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak
hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Daerahnya hanya meliputi
daerah Maluku, Sulawesi dan sebagian Papua.
Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis.
Secara rinci pola umum curah hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak
daripada pantai sebelah timur.
2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur.
Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan
oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
3. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak
umumnya berada pada ketinggian antara 600 - 900 m di atas permukaan laut.
4. Di daerah pedalaman, di semua pulau, musim hujan jatuh pada musim pancaroba.
Demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar.
5. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT (Daerah Konvergensi Antar
Tropik).
6. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti: 1) Pantai barat pulau
Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan November. 2)
Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan
Desember. 3) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari - Februari.
7. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim
hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami
musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120̊
( Bujur Timur).
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Curah Hujan di Berbagai Wilayah
di Indonesia
Setiap wilayah di Indonesia memiliki intensitas curah hujan yang berbeda. Curah
hujan yang jatuh pada setiap wilayah jarang sekali merata. Apalagi pada wilayah yang
cukup luas dan bergunung-gunung, maka hujan yang terjadi hampir tidak pernah merata.

Faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya curah hujan di suatu daerah :


1. Faktor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah
garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah
lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang
tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang
kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan
yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah
suhunya akan semakin tinggi.
3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin
jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
5. Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah
pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin
menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai
ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh
diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi
tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di
Indonesia adalah angin Brubu.
6. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu
antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
7. Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil,
karena perjalanan uap air juga akan panjang.

2.1.4. Persebaran Intensitas Curah Hujan di Indonesia


Pola curah hujan di Indonesia Secara Astronomis Indonesia terletak diatara 6º Lu
dan 11º Ls dan sebagian besar berada di sekitar khatulistiwa dan memiliki curah hujan
yang cukup besar terutama di Indonesia bagian barat, dengan rata curah hujannya 2.000 –
3.000.m/tahun dan semakin ke arah timur curah hujannya semakin kecil kecuali Maluku
dan Papua.
Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson
timur. Angin muson barat pada bulan Januari tekanan udara tinggi berada di atas Asia
sedangkan tekanan rendah berada di atas Australia, angin ini berhembus di atas Lautan
Pasifik banyak membawa uap air dan akhirnya menurunkan hujan di wilayah Indonesia
bagian barat dan berlangsung antara bulan Oktober – April (musim hujan ).
Angin muson timur berhembus dari arah timur pada bula Juli. Tekanan udara
tinggi berada di atas Australia dan tekanan rendah berada di wilayah Asia, angin ini
berhembus melalui banyak daratan dan daerah laut yang dilaluinya sedikit sekali sehingga
udara yang berhembus tidak terlalu banyak mengandung uap air oleh sebab itu hujanya
sedikit dan berhembus pada bulan April – Oktober, dan terjadilah di Indonesia musim
kemarau.
Pada umumnya di suatu tempat suhu tinggi tekanan di atas wilayah itu rendah,
dalam rangka memperoleh keseimbangan, udara yang bertekanan tinggi bergerak ke
tekanan lebih rendah. Akibatnya pantai barat Sumatera dan Aceh sampai Bengkulu
memperoleh hujan terbanyak pada bulan Nopember, sedangkan Lampung pada bulan
Desember.
Mulai pantai utara Jawa, Bali, NTB, NTT memperoleh hujan paling banyak pada
bulan Januari, sedangkan Sumba, Timor mendapat hujan paling banyak terjadi pada bulan
Februari. Karena daerah bertekanan rendah juga bersuhu tinggi, maka gerakan udara dari
yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah disertai oleh gerakan udara naik,
sebagai akibat persamaan. Gerakan udara naik menyebabkan turunya suhu udara tadi,
Menurunya suhu akibat gerakan DKAT, maka sebagian uap yang dikandung akan jatuh
sebagai hujan Pada lokasi yang udaranya bergerak ke atas dapat dikatakan angin sangat
tenang artinya gerakan secara horizontal kecil. Wilayah tenang di daerah tropis ini disebut
daerah Doldrums. Daerahnya adalah terletak antara 10̊ LU dan 10̊ LS.
Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun
masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mm/tahun. Begitu pula antara
tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama.
Ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula
daerah yang mendapat curah hujan tinggi:
1. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi
0,6% dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah di
Sulawesi (lembah Palu dan Luwuk).
2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 – 2000 mm per tahun di antaranya
sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.
3. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 – 3000 mm per tahun, meliputi
Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa
Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi.
4. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun meliputi
dataran tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian bagian
tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.
Perlu diketahui bahwa hujan terbanyak di Indonesia terdapat di Baturaden Jawa
Tengah, yaitu curah hujan mencapai 7,069 mm/tahun. Hujan paling sedikit di Palu
Sulawesi Tengah, merupakan daerah yang paling kering dengan curah hujan sekitar 547
mm/tahun.
Keadaan Iklim
Musim di Sulawesi Tengah dipengaruhi oleh dera musim secara tetap yaitu
musim barat yang kering dan musim timur yang banyak membawa uap air. Musim timur
terjadi sekitar bulan April sampai dengan September yang ditandai dengan banyak curah
hujan, sedangkan musim barat sekitar bulan Oktober sampai Maret yang ditandai dengan
kurangnya curah hujan.
Di Sulawesi tengah pada umunya hujan setiap tahun sangat bervariasi, kecuali
lembah Palu yang curah hujan sangat kurang itu disebabkan bahwa di Sulawesi Tengah
merupakan daerah Rain Shadow (daerah bayang-bayang hujan).

Keadaan Suhu
Suhu udara di Sulawesi Tengah untuk dataran tinggi berkisar antara 22,3° - 23,8°
dan di daerah dataran rendah berkisar 31,1° c dengan kelembaban udara rata-rata berkisar
antara 72-82 %. Rata-rata suhu maksimum kota Palu berkisar 32,90° c, sedangkan rata-rata
suhu minimum terjadi pada bulan Juni 22,1° c.

Curah Hujan dan Keadaan Angin


Curah hujan di Kota Palu dipengaruhi oleh keadaan geografis dan
perputaran/pertemuan arus udara. Rata-rata curah hujan disekitar lembah Palu bervariasi
dari 24 - 110 mm, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September 110 mm
setiap tahunnya.
Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungannya satu sama lain,
namun demikian di beberapa tempat di Sulawesi Tengah hubungan tersebut tidak selalu
ada. Keadaan angin pada musim kering biasanya lebih kencang dan angin banyak bertiup
dari arah barat laut, oleh karena itu musim tersebut dikenal dengan musim barat.
Pada musim timur banyak turun hujan, angin bertiup agak menurun dibanding keadaan
angin pada musim kering. Tiupan angin yang sering terjadi di sekitar lembah palu
mempunyai kecepatan maksimum antara 16 - 20 knots, sedangkan kecepatan angin rata-
rata pada umunya berkisar antara 5 - 6 knots pada setiap tahunnya.
Sebagai bahan perbandingan curah hujan di daerah lain : Curah hujan di Eropa
sekitar 540 mm/tahun, sedangkan di pedalaman sekitar 1250 mm/tahun, di Pegunungan
Rocky 3400 mm/tahun, di pedalaman Amerika 400 mm/tahun. Daerah yang memiliki
curah hujan tertinggi di Cherrapunji 10820 mm/tahun ( selama 1860-Juli 1861 memiliki
curah hujan 2646,12 mm/tahun dan selama 5 hari berturut-turut dibulan Agustus 1841
sebesar 38000 mm/tahun atau setara dengan curah hujan selama 4 tahun di New York),
sedangkan di Puncak Gunung Waialeale di Kanai Tengah, Kepulauan Hawaii sebesar
1175,84 mm/tahun

2.2. Pengertian dan Kondisi Geografis Pesisir Indonesia


Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang
dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut
mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf),
dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Umum
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12
mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan
propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup
tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan
(Bird, 1969 dalam Sutikno, 1999).
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang
khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun(seagrass),
hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas
suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi
dari wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang
berhubungan dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang
landai dan luas. Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai
dan ke arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan
dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit,
curam dan berbukit-bukit, sementara jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga
sempit.
Pantai menurut Valentin, 1952 (Sutikno, 1999), dasar klasifikasinya adalah
perkembangan garis pantai maju atau mundur. Pantai maju dapat disebabkan oleh
pengangkatan pantai atau progradasi oleh deposisi, sedangkan pantai mundur disebabkan
pantai tenggelam atau retrogradasi oleh erosi.
Dalam menentukan tingkat perubahan pantai yang dapat dikatagorikan kerusakan
daerah pantai adalah tidak mudah. Untuk melakukan penilaian terhadap perubahan pantai
diperlukan suatu tolok ukur agar supaya penilaian perubahan pantai dapat lebih obyektif
dalam penentuan tingkat kerusakan tersebut. Perubahan pantai harus dilihat tidak dalam
keadaan sesaat, namun harus diamati dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan garis
pantai yang terjadi sesaat tidak berarti pantai tersebut tidak stabil, hal ini mengingat pada
analisis perubahan garis pantai dikenal keseimbangan dinamis daerah pantai.
Keseimbangandinamis berarti pantai tersebut apabila ditinjau pada suatu kurun waktu
tertentu (misalnya satu tahun) tidak terjadi kemajuan atau kemunduran yang langgeng,
namun pada waktu-waktu tertentu pantai tersebut dapat maju atau mundur sesuai musim
yang sedang berlangsung pada saat itu. Untuk mengetahui perubahan pantai secara tepat
perlu adanya patok pemantau (monitoring) yang diketahui koordinatnya, dan dipasang
pada tempat-tempat yang rawan erosi dan diamati pada setiap bulan (minimum dilakukan
selama satu tahun).
Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir
merupakan wilayah peralihan (interface) antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah
pesisir merupakan ekosisitem khas yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya
alam dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mangrove,
dan sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources)seperti minyak dan gas bumi,
bahan tambang dan mineral lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi
energi kelautan yang cukup potensial seperti gelombang, pasang surut, angin, dan
OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta memiliki potensi jasa-jasa
lingkungan (environmental services) seperti media transportasi, keindahan alam untuk
kegiatan pariwisata, dan lain-lain.
Dari definisi wilayah pesisir tersebut secara umum memberikan gambaran besar,
betapa kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi yang terjadi di wilayah ini.
Kompleksitas aktivitas ekonomi seperti perikanan, pariwisata, pemukiman, perhubungan,
dan sebagainya memberikan tekanan yang cukup besar terhadap keberlanjutan ekologi
wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Tekanan
yang demikian besar tersebut jika tidak dikelola secara baik akan menurunkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang
dicirikan oleh vegetasinya yang khas. Pencemaran pesisir dapat disebabkan beberapa
factor, diantaranya : industri,, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan
(urban stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping). Laut adalah kumpulan air asin
dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua
atau pulau. Beberapa contoh pencemaran laut yang terjadi di Indonesia seperti
penangkapan ikan dengan cara pengeboman , peluruhan potasium yang dilakukan nelayan
asal dalam maupun luar negeri yang selalu meninggalkan kerusakan dan pencemaran di
lautan Indonesia, serta pencemaran minyak dan pembuangan limbah berbahaya jenis
lainnya.

3.2. Saran
Dari pembahasan yang telah kami sampaikan sebelumnnya, kami memberikan beberapa
saran, diantaranya :
1. Kesadaran untuk menjaga dan melestarikan laut dimulai dari diri sendiri, kemudian
dilanjutkan oleh pelajar, pemuda dan mahasiswa sebagai kaum intelektual yang
memiliki wawassan tentang pesisir dan laut.
2. Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi laut, dan
bahaya yang ditimbulkan dari pencemaran laut.
3. Perlunya digalakkan suatu gerakan yang menghimpun masyarakat terutama daerah
pesisir untuk senantiasa menjaga dan melestarikan pesisir dan segala potensinya.
4. Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak dari pembuangan sampah
ke sungai yang bermuara ke laut, penggunaan bahan beracun maupun bahan peledak
untuk penangkapan ikan,
DAFTAR PUSTAKA

http://fauzi2000.blogspot.com/2009/03/pencemaran-pesisir.html
PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
www.sains.kompas.com/read/2010/05/16/12472626/Pencemaran.Laut.Indonesia.Masih.
Tinggi
www.goblue.or.id/mengenal-pencemaran-laut-1
www.kabarindonesia.com/fotoberita (gambar pencemaran laut)
Wahyudin Y. 2005. Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut. Wacana pada Kolom Teras
WARTA Pesisir dan Laut Edisi Nomor 01/Th.VI/2005, ISSN 1410-9514.
http://komitmenku.wordpress.com/2008/05/13/kerusakan-lingkungan-pesisir-dan-laut/
Wahyudin Y. 2005. Pelibatan Masyarakat Menanggulangi Kerusakan Pesisir dan Laut.
Artikel pada Kolom Pesisir dan Laut WARTA Pesisir dan Laut Edisi Nomor
01/Th.VI/2005, ISSN 1410-9514.
http://komitmenku.wordpress.com/2008/05/13/pelibatan-masyarakat-dalam-
penanggulangan-kerusakan-pesisir-dan-laut.

Anda mungkin juga menyukai