Anda di halaman 1dari 2

Tumbuhnya Iman Katolikkku

Firman Richardo Malau itulah namanya, pria yang berprofesi guru yang menjatuhkan
pilihanya untuk mengimani ajaran Katolik. Pilihan itu mucul dengan cara yang sederhana
namun begitu berkesan bagi Firman. Firman lahir dan tumbuh dalam keluaga Kristen
Protestan yang taat. Dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang yang berpedoman pada ajaran
Kristus oleh kedua orang tua. Ketertarikan pada ajaran Katolik muncul sejak usia tujuh tahun.
Kala itu Firman bersama teman temanya sering melihat seorang pastor yang berkunjung dan
melayani di desa kelahirannya. Nama desa itu “ SI Anjung-Anjung”. Setiap melihat sang
pastor berinteraksi dengan warga di kampung mulai dari anak anak, orang dewasa dan orang
tua. Pastor memliki karismatik yang begitu menyejukan bagi Firman dari caranya berbicara
dan merangkul anak anak. Kerapkali sang pastor membagikan permena sebagai tanda cinta
pada anak anak yang ada ditempat yang akan dilewati sang pastor. Ada rasa tulus terpancar
dari wajah sang pastor yang bisa Fiman lihat dan rasakan . Pastor tidak melihat anak anak
yang ada disitu Kristen atau katolik.

Ada beberapa pastor yang mengujungi kampung halaman Firman tapi Pastor yang
berkarismatik itu mereka panggil dengan sebutan “Opung. Ya pastor opunglah yang
memberikan rasa ingin tau tentang Gereja Katolik. Meski tidak pernah bertemu dan tatap
muka secara langsung namun kisahnya yang mampu menggerakan hati dan langkah Firman.

Semakin hari semakin banyak cerita kebaikan dan kebajikan yang dilakukan pastor katolik itu
didengar Firman dari orang tua kampung yang bukan Katolik saja tapi orang tua non katolik.
Dia tidak tau siapa dan apa tujuan pastor mendatangi kampung itu. Suatu hari Firman diam
diam mengikuti arah tujuan pastor. Akhirnya dia tau pastor itu pergi dan melayani di gereja
katolik. Setelah itu di minggu minggu berikutnya Firman beribadah di gereja katolik. tumbuh
rasa nyaman dan tentram yang dirasakannya di tempat itu. Beberapa bulan kemudian Firman
memberanikani diri berkata jujur kepada ibunya dan bertekad mengajak ibunya mengikuti
jejak Firman. Ada rasa takut dan cemas saat bercerita dengan sang ibu. Bak dayung disambut
sang ibu tidak ada rasa marah. Pelan pelan firman berkata kepada ibu dalam bahasa ibu” Oma
tu katolik ma hita margereja!”. Boasa”? Tanya si ibu. Songona tabo huhilala disi marminggu
jawab Firman. “ Molo songoni eta ma, ale unang i bereng akka jolma I kata si ibu. Sejak itu
Firman dan ibunya bergereja di Gereja Katolik dan disusul oleh ayah dan adik adiknya.
Ditahun yang sama mereka sekeluarga menjadi katakumen dan diterima resmi menjadi umat
katolik.

Sejak pertemuan dengan pastor dalam hati firman ingin mengikuti jejak sang pastor. Semakin
hari panggilan menjadi pastor kian kuat. Pada tahun 2005 Firman menamatkan pendidikan
SMP. Keinginan menjadi pastor tetap ada tapi Firman sadar peluang itu semakin kecil.
Firman anak pertama dan putra satu satunya di keluarganya. Ada rasa enggan dan takut jika
mengungkapkan cita cita kepada keluarga. Yang dilakukan Firman selalu berdoa agar
mempunyai adik laki laki. Setiap kehamilan sang ibu ada rasa kegembiran bagi Firman karena
dia yakin peluang menjadi pastor tetap ada.. Namun takdir berkata lain, sang ibu melahirkan
anak yang ke delapan tapi Friman tidak mendapatkan seorang adik laki laki. Kala itu Firman
sudah menyelesaikan pendidkan SMA. Sebagai putra satu satunya Firman mulai
mengurungkan niatnya menjadi pastor.

Ada rasa syukur atas jalan hidup yang Firman lalu. Gagal mewujudkan cita cita menjadi
pastor tidak membuat imannya berkurang. Tapi Firman mencoba dan memilih berkarya di
perguruan katolik. Saat ini Firman menjadi guru di SMP Budi Mulia di Pangururan. Ia juga
terlibat di paroki. Tepatnya Seksi Komunikasi Sosial (KOMSOS) di parokinya.

Anda mungkin juga menyukai