Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN ANEMIA


DI RUANG IRNA PENYAKIT DALAM RS AWET MUDA NARMADA

DI SUSUN OLEH :
Nida Rozarna
P07120419002

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
a. Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit
(red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh
darah. Tetapi harus diingat pada keadaan tertentundimana ketiga parameter tersebut
tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti dehidrasi, perdarahan, akut, dan
kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada
label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia
menurut WHO. (Sudoyo Aru).
b. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya darah
terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.
c. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut
oksigen darah (Doenges).
d. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah.
e. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB atau
hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.
(Smeltzer) .
f. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. (Bakta)
g. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer).

2. Epidemiologi
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat
mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik lebih rendah di
dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Anemia
aplastik adalah anemia yang terjadi akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling
banyak didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang
Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot yang diturunkan
secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).

3. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan zat gizi yang
diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.

4. TANDA dan GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam
tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang
dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala
ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna
pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan
berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

PATHWAY
Kegagalan
produksi SDM o/
sum-sum tulang
Defisiensi B12, Destruksi SDM
asam folat, besi berlebih Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia PK Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


Pola nafas
jaringan berkurang sesak tidak efektif

Gastro intestinal Hipoksia Gg.


SSP perfusi
jaringan
Penurunan Mekanisme an aerob serebral
Reaksi antar
kerja GI
saraf berkurang
Asam laktat
Peristaltik Kerja Pusing
menurun lambung
menurun ATP berkurang
Makanan
susah As. Lambung
meningkat Kelelahan Energy untuk Nyeri
dicerna
membentuk antibodi
berkurang
Intoleransi
Anoreksia
Konstipasi aktivitas
mual Resiko infeksi

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang atau
kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal
tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan MCV
normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia deisiensi
asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh jaringan
lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
1. Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural, thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :


 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang dalam
tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga konsentrasinya
dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang
dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50 mg/kgBB dan pada
wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3 terdapat dalam
Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum dan jejunum bagian atas adanya
erosi esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan
mempengaruhi absobsi besi.
 Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan tidak
sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12 dan asam
folat.karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan
fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga
terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan
mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
 Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang diproduksi
di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin B12 .
 Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan sayuran
dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat meningkatkan kebutuhan
folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat
mengakibatkan sindrom malabsobsi
 Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel – sel darah.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat merusak
sumsum tulang (Mielotoksin).
Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat terjadi karena
hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya karena
faktor-faktor :
 Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
 Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang dibandingkan yang
matur atau matang .
 Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM antara lain:


 Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga usia
SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia, herediter, Hb
abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia, anemia sel sabit, reaksi autoimun,
toksik, kimia, pengobatan, infeksi, kerusakan fisik .
 Anemia sel sabit
anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM kecil sabit,
dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :572)
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan 4,1 -6
juta per mikro liter pada pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro liter darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan
GI
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).

8. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena
infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa
darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan
berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot
jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang
meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson,
2006)

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah.pada pasien yang hipovelemik:
 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid dan juga
pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency yang
dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-transfer
darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati penyebab
pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung dari
jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan pada
pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:
 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya
pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi kausal
anemia akan kambuh kembali.
 Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh.
Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya
lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara
cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara
iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan diberikan
sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada pasien
penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat
simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian adalah:
 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh dengan
sendirinya.
 Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau vitamin
B12.
 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin, tetapi
harus diberikan terus menerus.
 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian preparat
besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan berhenti setelah
hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik
adalah:
 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan
transfusi darah.
 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita responsif
terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah
terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal
dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada
hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat
membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta,
2003:48)
 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200 mg/hari,
atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan
200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama
untuk anemia pernisiosa adalah:
 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
 Terapi pemeliharaan
 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut
serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus.
Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
 Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka
harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika
terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat
hati-hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi
sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat
telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
 Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan
total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab
herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
 Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan
keadaan umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari
untuk mencegah krisis megaloblastik.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Primer Assesment
1) Data subjektif
 Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau penurunan kesadaran,
kelemahan, keletihan berat disertai nyeri kepala, demam, penglihatan kabur, dan
vertigo.
 Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau perdarahan massif.
2) Data objektif
 Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)
 Breathing
Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan orthopnea
 Circulation
CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat pada kulit dan
membrane mukosa (konjunctiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan), kuku mudah
patah, berbentuk seperti sendok (clubbing finger), rambut kering, mudah putus,
menipis, perasaan dingin pada ekstremitas.
 Disability (status neurologi)
Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi,
insomnia, penglihatan kabur, kelemahan, keletihan berat, sensitif terhadap
dingin.
b) Sekunder Assessment
1) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.
2) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam, hemoglobin dan
hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis anemia dapat berbeda. Biasnya hasil
lab menunjukkan jumlah eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal :
menurun pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada respons sumsum tulang
terhadap kehilangan darah/hemolisis.
3) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara tiba-tiba, nyeri
yang dialami tersebut hilang timbul.
4) Head to toe
 Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
 Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung murmur, bunyi napas
wheezing.
 Daerah abdomen : splenomegali
 Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan, clubbing
finger (kuku sendok), perasaan dingin pada ekstremitas.
5) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan dipsneu,
takikardia
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan O2 ke otak
ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-muntah,
anoreksia, penurunan BB
4. Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)
8. PK Anemia

3. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak napas berkurang
- pernafasan teratur
- takipneu atau dispneu tidak ada
- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit,
RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas bibir
dan penggunaan otot bantu pernapasan
Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi yang
tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji apakah keluhan
sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi
Untuk membantu pernapasan adekuat

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan O2 ke


otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan
perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-100x/menit), RR
(18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar
kuku.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3. Selidiki keluhan nyeri kepala
iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien
kolaborasi :
1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake nutrisi pasien
adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu
makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang
berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan
sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di
encerkan bila mukosa oral luka.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus
mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
3. Berikan obat sesuai indikasi.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan
oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat) ditandai
dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien mengeluh nyeri kepala, pasien
Nampak meringis, dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri pasien terkontrol
dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), karakteristiknya, lokasi,
lamanya.
mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan intervensi.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi wajah, posisi tubuh,
gelisah, menangis atau meringis, perubahan frekuensi jantung, pernapasan, tekanan
darah.
merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
120-100/
- TTV dalam batas normal (TD 70-80 mmHg), nadi (60-100 x/menit), napas (18-22
x
/menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawajumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan
dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa
memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus
otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

6. PK Anemia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan perawat dapat menangani
dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan kriteria hasil:
- Hb 12-16 g%
- Konjungtiva tidak pucat
- Pasien melaporkan kelelahan berkurang
- Perdarahan tidak terjadi

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika kondisi yang letih
berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.
Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala awal.
2. Observasi ketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura, perdarahan gusi, epistaksis,
hematemesis, melena
Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan intervensi yang sesuai.
3. Pertahankan tirah baring
Tirah baring untuk mempercepat pemulihan kondisi dan mendukung pengobatan
sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Berikan transfusi sesuai indikasi
Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
2. Periksa lab darah
Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga memungkinkan intervensi sesuai
indikasi
3. Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi
Diet yang sesuai dapat mempercepat pemulihan dan membantu proses penyembuhan

4. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan
situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:
1. Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
 pasien melaporkan sesak napas berkurang
 pernafasan teratur
 takipneu atau dispneu tidak ada
 tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit,
RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
 menunjukkan perfusi adekuat
 pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
 TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-100x/menit), RR
(18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
 Membrane mukosa warna merah muda
 GCS > 13
3. Intake nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
 mual muntah (-)
 makan habis 1 porsi
4. Nyeri pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
 klien melaporkan nyeri berkurang,
 klien tidak meringis,
 RR dalam batas normal (18-22x/menit)
5. Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
 melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
 TTV dalam batas normal (TD 120-100/
70-80 mmHg), nadi (60-100 x/menit), napas (18-22
x
/menit), suhu (36,5-37,50 C))
6. Dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan kriteria hasil:
 Hb 12-16 g%
 Konjungtiva tidak pucat
 Pasien melaporkan kelelahan berkurang
 Perdarahan tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott Williams
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.
Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute. http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,
emergency_medicine. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006.Editor :
Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Nic-noc, 2015.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda. Jilid 1.
Mediaction : Yogyakarta
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai