Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

DOSEN PEMBIMBING :

MERAH BANGSAWAN, SKM.,MKM

DISUSUN OLEH :

DINA KUSUMA DEWI

1914401026

TINGKAT 2 D3 REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

D.III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. Konsep Dasar Penyakit.
1. Definisi Anemia.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl (normal : 14 –
16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 – 48 vol %) pada pria atau Hb < 12 g/dl (normal :
12 – 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %) pada wanita (Mnsjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer ( penurunan oxygen
carrying capacity) ( Lubis, 2006).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb
dan / atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb < 14 g/dl dan Ht <
40 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer.

2. Etiologi Anemia.
a. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
b. Perdarahan
c. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
d. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi  defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi
sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah
merah karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel
darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal
ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun,
letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan
(kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang
terjadi adalah sebaliknya (Fadil, 2005).
3. Tanda dan Gejala, klasifikasi
Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf)
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus), pica, serta
perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara
mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau
muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah
munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis

Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan


berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.

Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit


pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)

Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,


konjungtiva pucat.

Telinga Vertigo, tinnitus

Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,


perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)

Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea

Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,


sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung

Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,


hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)

Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi

System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata


berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

Gejala Khas Masing-masing anemia


Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut :
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
(Bakta, 2003:15)

Menurut Mansjoer (2001) klasifikasi anemia yaitu :


a. Anemia Mikrositik Hipokrom :
1) Anemia Defisiensi Besi.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia
paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis).
Infestasi cacing tambang pada seseorang dengan makanan yang baik
tidak akan menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan terjadi
anemia.
2) Anemia Penyakit Kronik.
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi,
seperti infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll), inflamasi kronik
(artritis reumatoid) dan neoplasma.
b. Anemia Makrositik :
1) Defisiensi Vitamin B12.
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan
absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, namun di
Indonesia penyebab anemia ini adalah karena kekurangan masukan
vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat.
2) Defisiensi Asam Folat.
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di
seluruh saluran cerna. Gejalanya yaitu perubahan megaloblastik pada
mukosa, mungkin dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti
gangguan kepribadian.
c. Anemia karena perdarahan.
1) Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup
banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari
kemudian.
2) Perdarahan Kronik biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak diketahui
pasien. Penyebab yang sering adalah ulkus peptikum dan perdarahan
saluran cerna karena pemakian analgesik.
d. Anemia Hemolitik.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah ( normal 120
hari). Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek.
e. Anemia Aplastik.
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah. Hal ini bisa karena kongenital namun jarang terjadi.

4. Patofisiologi Terjadinya Penyakit Anemia.


Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.  Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.  Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera). (Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria) (Fadil, 2005). 
5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Pada Anemia.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan,
yaitu trimester I dan III.

b. Penentuan Indeks Eritrosit


Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
1) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk
setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung
dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal
70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
3) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan
hipokrom < 30%.

c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan
ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi
paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan
naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi,
dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.

e. Eritrosit Protoporfirin (EP)


EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu
dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik
secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas
dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

f. Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi
dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

g. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan
besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.

h. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis
sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel
retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada
besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik
yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif,
sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam
populasi umum (Fadil, 2005).

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah.pada pasien yang hipovelemik:
a. pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
b. resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
c. tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
a. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid dan
juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada
pasien..
d. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency yang
dikirim untuk pengukuran.
f. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-transfer
darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh negatif.
g. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung
dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang
diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:

a. Anemia Deficiensi Besi


Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:

1) Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya


pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi
kausal anemia akan kambuh kembali.
2) Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam
tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek
sampingnya lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi
oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu
peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi.
(preparat yang tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric
acid complex)Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
3) Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada
pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia
yang sangat simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan
peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan
adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat
dipertimbangkan pemberian furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:
1) Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh dengan
sendirinya.
2) Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin B12.
3) Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
4) Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin,
tetapi harus diberikan terus menerus.
5) Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian
preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik
adalah:

1) Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan


transfusi darah.
2) Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita
responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah
terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi
kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:

1) Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada
hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat
membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta,
2003:48)
2) Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
3) Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama
untuk anemia pernisiosa adalah:
1) Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
2) Terapi pemeliharaan
3) Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut
serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus.
Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:

1) Terapi gawat darurat


Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka
harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika
terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara
sangat hati-hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika
syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
2) Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan
oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi
kasus yang penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan.
(Bakta, 2003:69)
3) Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
mayor dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk
mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3
mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

7. Masalah keperawatan dan data pendukung.


Pola nafas tidak efektif berhubungan Data mayor
dengan sirkulasi oksigen terganggu Subjektif :
1. Dispnea

Objektif :
1. Penggunaan alat bantu napas
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal
Minor
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan cuping hidung
2. Kapasitas vital menurun
3. Tekanan ekspirasi menurun
Nyeri akut berhubungan dengan agen Mayor
cidera fisiologis Subjektif:
1. Mengeluh nyeri
Objektif :
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Sulit tidur
Minor
Subjektif: -
Objektif :
1. Pola nafas berubah
2. Nafsu makan berubah
Perfusi perifer tidak efektif berhubungan Mayor
dengan penurunan konstrasi hemoglobin subjektif : -
Objektif :
1. Pengisian kapiler >3detik
2. Akral teraba dingin
3. Warna kulit pucat
4. Turgor kulit menurun
Minor
Subjektif :
1. Nyeri ekstermitas
Objektif :
1. Edema

Intoleransi aktivitas berhubungan Mayor


dengan ketidakseimbangan antara Subjektif :
suplai dan kebutuhan oksigen 1. Mengeluh lelah
Objektif : -
Minor
Subjektif :
1. Merasa lemah
Objektif :
1. Sianosis
Defisit nutrisi berhubungan dengan Mayor
ketidakmampuan mencerna makanan Subjektif : -
Objektif :
1. Berat badan menurun minimal
10% dibawah rentang ideal
Minor
Subjektif :
1. Nafsu makan menurun
Objektif :
1. Membran mukosa pucat

Hipertermi berhubungan dengan proses Mayor


infeksi Subjektif : -
Objektif :
1. Suhu tubuh diatas nilai normal
Minor
Subjektif : -
Objektif :
1. Kulit merah
2. Takikardi
3. Kulit teraba hangat

1) Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas,
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen
ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ;
murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran
mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada
pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih
seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti
sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh
uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis;
penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi.
Penurunan haluaran urine.
Tanda ; distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus
pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat
badan.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi
cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-
lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan
posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, riwayat terpajan
terhadap radiasi, baik terhadap pengobatan dan kecelakaan.
Riwayat kanker, terapi koma. Tidak toleran terhadap dingin dan panas.
Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka
buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggil, berkeringat malam, limfadenopati umum
ptekie dan ekimosis(aplastik)
j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina
pucat.

8. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.


 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen terganggu
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis
 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konstrasi
hemoglobin
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

9. Tujuan rencana kriteria hasil


 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen terganggu
Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....
x... maka pola nafas membaik dengan Kriteria Hasil:
- Frekuensi dan bunyi napas membaik
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal ( TD: 120/80 mmHg, N: 60-
100x/menit, RR: 16-20x/menit, S: 36,5-37,2 oC)
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologi
Tujuan dan kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
....x.. maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil:

- Klien tampak tenang


- Nyeri berkurang
 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konstrasi
hemoglobin
Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....
x... maka perfusi perifer meningkat dengan Kriteria Hasil:
- CRT < 2detik, turgor kulit lembab
- Akral tidak teraba dingin

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen
Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....
x... maka toleransi aktivitas meningkat dengan Kriteria Hasil:
- Klien menunjukkan penurunan intoleransi fisiologis, mis. Nadi,
pernafasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
- Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas
sehari-hari)
 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
Tujuan dan Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....
x... maka status nutrisi membaik dengan Kriteria Hasil:
- Peningkatan atau mempertahankan berat badan dengan nilai normal
- Tidak mengalami tanda malnnutris
Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai

10. Intervensi Dan Rasional


 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sirkulasi oksigen terganggu

Intervensi Rasional
Observasi
2. Mempertahankan jalan napas paten 1. Menjaga keade-kuatan ventilasi.
3. Monitor pola napas : Bradypnea, 2. Untuk memaksimalkan potensial
Tachypnea, Hiperventilasi, ventilasi
respirasi kussmaul, respirasi
sinacheyne-stokes dll.
Terapeutik
1. Posisikan pasien semifowler 1. Memonitor kepatenan jalan
2. Auskultasi suara napas napas
2. Memonitor keadaan pernapasan
Kolaborasi klien
1. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen terapi 1. Meningkatkan ventilasi dan
asupan oksigen

 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis

Intervensi Rasional

Observasi 3. Untuk mengetahui tingkat


1. Identifikasi tindakan nyeri nyeri klien
2. Kaji PQRST 4. Untuk mengetahui keadaan
3. Kaji kualitas lokasi, frekuensi nyeri umum klien
5. Untuk mengetahui sejauh
mana nyeri dirasakan

Terapeutik 6. Mengurangi rasa nyeri


1. Posisikan klien senyaman mungkin 7. Untuk mengurangi nyeri
2. Ajarkan pola istirahat tidur 8. Membantu klien menjadi
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksi rileks
9. Membantu klien menajadi
Kolaborasi rileks
1. Kolaborasi pemberian analgetik 10. Untuk mengurangi rasa
nyeri
 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konstrasi
hemoglobin

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital Kaji 1. Memberikan infomasi tentang derajat atau
pengisian kapiler, warna kulit keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
atau membran mukosa, dasar menentukan kebutuhan intervensi
kuku. 2. Dispenea gemericik menunjukkan gangguan
2. Kaji upaya pernapasan, jantung karena regangan jantung
auskultasi bunyi napas lama/peningkatan kompensasi curah jantung
3. Tinggikan kepala tempat tidur 3. Meningkatkan ekspansi paru dan
sesuai toleransi memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
4. Hindari penggunaan botol seluler
penghangat atau botol air panas. 4. Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
Ukur suhu mandi dengan penggunaan oksigen
termometer 5. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
5. Pengawasan hasil pemeriksaan pengobatan atau respon terhadap terapi
laboratorium

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan ADL klien 2. Mempengaruhi pilihan intervensi/ bantuan
2. Kaji kehilangan atau gangguan 3. Menunjukkan perubahan neurologi karena
keseimbangan gaya jalan dan defesiensi vitamin b12 mempengaruhi
kelemahan otot pasien atau resiko cedera
3. Berikan lingkungan tenang , batasi 4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
pengunjung, kurangi suara bising, kebutuhan oksigen tubuh dan regangan
pertahankan tirah baring bila jantung dan paru-paru
diindikasikan 5. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
4. Gunakan teknik menghemat energi, secara normal dan memperbaiki tonus otot
anjurkan pasien istirahat bila terjadi atau stamina tanpa kelemahan.
kelelahan dan kelemahan. Anjurkan Meningkatkan harga diri meningkatkan
pasien melakukan aktivitas harga diri dan rasa kontrol
semampunya (tanpa memaksa diri)

 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan


Intervensi Rasional
1. Identifikasi makanan yang 1.Mengidentifikasi defisensi, mengawasi
disukai masukan kalori atau kualitas kekurangan
2. Observasi dan catat masukan konsumsi makanan.
makanan klien. Timbang Berat 2. Mengawasi penurunan berat badan atau
Badan setiap hari efektivitas intervensi nutrisi
3. Observasi dan catat kejadian
3.Gejala GI dapat menunjukkan efek
mual atau muntah, flatus dan
anemia(hipoksia) pada organ
gejala lain yang berhubungan
6. Berikan makanan sedikit 4.Menurunkan kelemahan, meningkatkan
dengan frekuensi sering atau pemasukan dan mencegah distensi gaster
makan diantara waktu makan 5.Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi
7. Kolaborasi pada ahli gizi kebutuhan individual
untuk rencana diet
1.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC
Aulauwi, K.2014. Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:Rapha Publishing
Tim Pogja SDKI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pogja SDKI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pogja SDKI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai