LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
1914401026
TINGKAT 2 D3 REGULER 1
2. Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Keracunan CO
Hipotensi akibat perdarahan
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tidak menempel
Solusio plasenta
Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung
Tali pusat melilit leher
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
Prematur
Kelainan kongential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Patofisiologi (pathway)
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain :
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat
2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc
8. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/
hiperventilasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
Hipotermi berhubungan dengan terpajan lingkungan dingin
Resiko infeksi ditandai dengan prosedur invasif
Intervensi Rasional
Observasi Untuk mengetahui frekuensi
Monitor frekuensi napas pernapasan
Monitor bunyi napas Untuk memaksimalkan
Terapeutik potensial ventilasi
Posisikan semi-fowler Memonitor kepatenan jalan
Lakukan fisioterapi dada napas
Untuk mengembalikan dan
memelihara fungsi otot-otot
pernafasan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Monitor fekuensi napas Untuk mengetahui frekuensi
Monitor pola napas pernapasan
Monitor adanya sumbatan Untuk memaksimalkan
jalan napas potensial ventilasi
Auskultasi bunyi napas Untuk memaksimalkan
Monitor saturasi oksigen potensial ventilasi
Untuk mengatahui berapa
banyak mengonsumsi oksigen
dalam tubuh
Terapeutik
Posisikan semi-fowler Memonitor kepatenan jalan
Intervensi Rasional
Observasi Untuk mengetahui dan
Monitor TTV memonitor TTV klien
Terapeutik
Atur suhu inkubator Untuk menghangatkan tubuh
Menyelimuti / menutup klien
kepala
Lakukan perawatan metode Untuk menghangatkan tubuh
kangguru klien
Intervensi Rasional
Observasi Untuk mengetahui tanda dan
Monitor tanda dan gejala gejala infeksi yang muncul
infeksi
Terapeutik Mencegah terjadinya infeksi
Beri perawatan tali pusat Mencegah terjadinya infeksi
Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala Mengetahui tanda dan gejala
infeksi infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan Mengetahui cara cuci tangan
dengan benar yang benar
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pogja SDKI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pogja SDKI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pogja SDKI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.