Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

DOSEN PEMBIMBING :

MERAH BANGSAWAN, SKM.,MKM

DISUSUN OLEH :

DINA KUSUMA DEWI

1914401026

TINGKAT 2 D3 REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

D.III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


1. Definisi
a. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
b. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
c. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
d. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)
e. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

2. Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
 Hipoksia ibu
 Keracunan CO
 Hipotensi akibat perdarahan
 Gangguan kontraksi uterus
 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tidak menempel
 Solusio plasenta
 Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
 Kompresi umbilikus
 Tali pusat menumbung
 Tali pusat melilit leher
 Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
 Prematur
 Kelainan kongential
 Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan

3. Tanda dan gejala Klasifikasi


Gejala Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
 Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
 Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
 Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
 Bayi pucat dan kebiru-biruan
 Usaha bernafas minimal atau tidak ada
 Hipoksia
 Asidosis metabolik atau respirator
 Perubahan fungsi jantung
 Kegagalan sistem multiorgan
 Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR


a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

4. Patofisiologi (pathway)
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
5. Pemeriksaan penunjang

a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
 pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
 Natrium (normal 134-150 mEq/L)
 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain :
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat
2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc

7. Masalah Keperawatan dan Data pendukung

Bersihan jalan nafas tidak efektif Gejala dan tanda mayor


Subjektif : -
Objektif :
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk
 Mengi,wheezing dan/atau
ronkhi kering
 Kemonium di jalan napas
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
 Dispnea
 Sulit bicara
 Ortopnea
Objektif :
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah
Pola nafas tidak efektif Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
 Dispnea
 Objektif :
 Penggunaan otot bantu
pernapasan
 Fase ekspirasi memanjang
 Pola napas abnormal
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
 Orthopnea
Objektif :
 Pernapasan cuping hidung
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun
 Tekanan inspirasi menurun
Gangguan pertukaran gas Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
 Dispnea
Objektif :
 PCO2 meningkst/menurun
 PO2 menurun
 Takikardia
 bunyi napas tambahan
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
 Pusing
 Penglihatan kabur
Objektif :
 Sianosis
 Gelisah
 Napas cuping hidung
 Pola napas abnormal
 Warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan)
 Kesadaran menurun
Hipotermi Gejala dan tanda mayor
Subjektif : -
 Objektif :
 Kulit teraba dingin
 Mengigil
 Suhu tubuh dibawah nilai
normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif :-
Objektif :
 Akrosianosis
 Bradikardi
 Dasar kuku siaotik
 Hipoksia
 Takikardia
Resiko infeksi Faktor resiko
 Efek prosedur invasif
 Malnutrisi
 Peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan

8. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/
hiperventilasi
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
 Hipotermi berhubungan dengan terpajan lingkungan dingin
 Resiko infeksi ditandai dengan prosedur invasif

9. Tujuan Rencana Keperawatan dan Kriteria Hasil


N Diagnosis keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
o
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan
b.d produksi mukus banyak keperawatan selama 3x24jam
Bersihan jalan napas meningkat
dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun
2. Mengi menurun
3. Wheezing menurun

2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan


hipoventilasi/ hiperventilasi keperawatan selama 3x24jam
Pola napas membaik dengan
kriteria hasil:
1. Dispnea menurun
2. Tidak ada pernapasan cuping
hidung
3. Frekuensi napas normal

3. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan asuhan


ketidakseimbangan perfusi keperawatan selama 3x24jam
ventilasi. Pertukaran gas meningkat dengan
kriteria hasil:
1. Tidak ada bunyi napas
tambahan
2. Dispnea menurun
4. Hipotermi b.d terpajan Setelah dilakukan asuhan
lingkungan dingin keperawatan selama 3x24jam
Termoregulasi membaik dengan
kriteria hasil:
1. Mengigil menurun
2. Suhu tubuh normal

5. Resiko infeksi d.d prosedur Setelah dilakukan asuhan


invasif keperawatan selama 3x24jam
Tingkat infeksi menurun dengan
kriteria hasil:
1. Kemerahan menurun
2. Nyeri berkurang
3. Bengkak nenurun

10. Intervensi dan rasional


Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak

Intervensi Rasional
Observasi  Untuk mengetahui frekuensi
 Monitor frekuensi napas pernapasan
 Monitor bunyi napas  Untuk memaksimalkan
Terapeutik potensial ventilasi
 Posisikan semi-fowler  Memonitor kepatenan jalan
 Lakukan fisioterapi dada napas
 Untuk mengembalikan dan
memelihara fungsi otot-otot
pernafasan

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

Intervensi Rasional

 Monitor fekuensi napas  Untuk mengetahui frekuensi


 Monitor pola napas pernapasan
 Monitor adanya sumbatan  Untuk memaksimalkan
jalan napas potensial ventilasi
 Auskultasi bunyi napas  Untuk memaksimalkan
 Monitor saturasi oksigen potensial ventilasi
 Untuk mengatahui berapa
banyak mengonsumsi oksigen
dalam tubuh
 Memonitor kepatenan jalan
Terapeutik napas
 Posisikan semi-fowler  Untuk mengembalikan dan
 Lakukan fisioterapi dada memelihara fungsi otot-otot
pernafasan

Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Intervensi Rasional
 Monitor fekuensi napas  Untuk mengetahui frekuensi
 Monitor pola napas pernapasan
 Monitor adanya sumbatan  Untuk memaksimalkan
jalan napas potensial ventilasi
 Auskultasi bunyi napas  Untuk memaksimalkan
 Monitor saturasi oksigen potensial ventilasi
 Untuk mengatahui berapa
banyak mengonsumsi oksigen
dalam tubuh

Terapeutik
 Posisikan semi-fowler  Memonitor kepatenan jalan

 Lakukan fisioterapi dada napas


 Untuk mengembalikan dan
memelihara fungsi otot-otot
pernafasan

Hipotermi b.d terpajan lingkungan dingin

Intervensi Rasional
Observasi  Untuk mengetahui dan
 Monitor TTV memonitor TTV klien
Terapeutik
 Atur suhu inkubator  Untuk menghangatkan tubuh
 Menyelimuti / menutup klien
kepala
 Lakukan perawatan metode  Untuk menghangatkan tubuh
kangguru klien

 Menstabilkan detak jantung


bayi dan pernapasan lebih
teratur

Resiko infeksi b.d prosedur invasif

Intervensi Rasional
Observasi  Untuk mengetahui tanda dan
 Monitor tanda dan gejala gejala infeksi yang muncul
infeksi
Terapeutik  Mencegah terjadinya infeksi
 Beri perawatan tali pusat  Mencegah terjadinya infeksi
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala  Mengetahui tanda dan gejala
infeksi infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan  Mengetahui cara cuci tangan
dengan benar yang benar
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika


Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Tim Pogja SDKI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pogja SDKI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pogja SDKI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai