Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Dosen Pengampu :
Weda Kupita, S.H, M.H.
Disusun Oleh :
Nathania Ratnadewati P. S E1A022124
Vionna Putri Zemylia E1A022126
Valenthia Putri Nabilah E1A022128
Syafira Putri Azizah R E1A022166
Rabiatul Adawiyah S E1A022171
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan analisis putusan perkara tata usaha negara dengan sangat baik. Analisis ini diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
di Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan analisis ini, tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Weda Kupita, S.H, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara atas bimbingan dan arahannya yang sangat bermanfaat.
2. PII Fakultas Hukum yang telah menyediakan berbagai sumber referensi yang menunjang
penyelesaian analisis ini.
3. Teman-teman atas semangatnya selama menyelesaikan analisis ini.
Penulis berharap analisis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa
yang sedang mempelajari bidang hukum. Penulis juga berharap analisis ini dapat memberikan
sumbangsih pemikiran dalam memahami putusan pengadilan. Penulis menyadari bahwa analisis ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk perbaikan analisis ini di masa depan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Pengadilan adalah pengadilan
tata usaha Negara dan pengadilan tinggi tata usaha Negara di lingkungan peradilan tata usaha
Negara, yang mengadili sengketa tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian antara
badan atau pejabat tata usaha negara/administrasi negara (pejabat pemerintahan).
Sengketa Tata Usaha Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009,
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik
dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sengketa kepegawaian salah satu sengketa yang sering menimbulkan gugatan atau tuntutan yang
diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Penyelesaian sengketa kepegawaian telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian bahwa sengketa kepegawaian diselesaikan
melalui Peradilan Tata Usaha Negara.1 Selanjutnya pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
jo. Undang - undang Nomor 51 Tahun 2009 juga menegaskan bahwa termasuk dalam sengketa
Tata Usaha Negara adalah sengketa kepegawaian.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa Peradilan Tata Usaha Negara
merupakan peradilan yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kasus kepegawaian pada dasarnya merupakan kasus yang cukup menarik untuk dikaji,
karena permohonan gugatan sengketa kepegawaian ke lembaga peradilan di beberapa kota besar,
dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan segala persoalan baru. Hal ini terjadi karena
adanya sejumlah ketentuan dalam hukum kepegawaian yang terkadang tumpang tindih atau
belum diatur dan belum dilengkapi dengan penjelasan dalam undang-undangnya.
Kondisi demikian membuat penegak hukum memberikan penafsiran menurut
persepsinya masing-masing sebagaimana dalam kasus Putusan PTUN Medan untuk perkara
Nomor 67/G/22023/PTUN-MDN tentang sengketa kepegawaian antara Dr. Eston Iskandar
Tarigan, seorang PNS dengan jabatan Dokter Ahli Muda dengan pangkat Penata Tk.I/III d pada
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang, melawan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Dairi, karena PNS tersebut menyurati dan menghadiri Rapat Dengar Pendapat DPRD Kabupaten
Dairi pada tanggal 09 Januari 2023 tanpa undangan dan tanpa izin dari atasan yang mana
perbuatan tersebut melanggar ketentuan Pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun
2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sehingga dijatuhi hukuman disiplin dalam bentuk
SK penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun dan juga penurunan gaji pokok
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.
1.3 Tujuan
Berdasarkan penjelasan rumusan masalah yang telah diuraikan penulis, maka dapat penulis
sampaikan bahwa tujuan dari dibuatnya analisis mengenai Putusan Nomor :
67/G/22023/PTUN-MDN adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada pembaca mengenai dasar pertimbangan
yang digunakan oleh hakim dalam Putusan Nomor : 67/G/22023/PTUN-MDN.
2. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada pembaca mengenai peristiwa hukum yang
terjadi dalam Putusan Nomor : 67/G/22023/PTUN-MDN.
3. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada pembaca mengenai akibat hukum dari
Putusan Nomor : 67/G/22023/PTUN-MDN.
BAB II
PEMBAHASAN
Penggugat yakni dr Eston Iskandar Tarigan adalah seorang Dokter yang mempunyai
jabatan sebagai Dokter Ahli Muda pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang
pada tanggal 3 Januari 2023 beserta rekan sejawatnya dr. Erwynson Saut Simanjuntak.
Sp.OG., ada mengirimkan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Dairi cq. Ketua Komisi III
DPRD Kabupaten Dairi terkait bentuk solidaritas terhadap teman sejawat yang bernama dr.
A. Tarmizi Rangkuti, Sp.A., yang mana dr. A. Tarmizi Rangkuti, Sp.A., tidak dilakukan
perpanjangan kerja lagi di (RSUD) Sidikalang sesuai Surat Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Sidikalang Nomor : 440/01/03/I/2023 tertanggal 2 Januari 2023 ;
Kemudian atas surat yang dikirimkan Penggugat kepada Ketua DPRD Kabupaten
Dairi. Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Dairi maka selanjutnya Penggugat diundang untuk
melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 9 Januari 2023 yang mana pada rapat
tersebut kemudian dihadiri oleh Penggugat dan juga dihadiri oleh Pimpinan dan/atau
Manajemen (RSUD) Sidikalang di ruang Komisi III DPRD Kabupaten Dairi yang merupakan
pertemuan RDP pertama bagi Penggugat. Karena Penggugat menghadiri RDP tersebut maka
Tergugat yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi mengeluarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi Nomor : 400.7/000280, tanggal 31 Januari 2023
yang berisi menjatuhkan hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama
1 (satu) tahun kepada dr. Eston Iskandar Tarigan dan juga penurunan gaji pokok dari Rp
3.861.000,- menjadi Rp 3.704.300 terhitung mulai tanggal 1 Februari 2023. Atas Surat
Gugatan yang dikeluarkan oleh Tergugat, tergugat beralasan bahwa hukuman disiplin tersebut
diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat sesuai pertimbangan di dalam Objek Gugatan
adalah karena Penggugat telah melakukan perbuatan berupa menyurati dan menghadiri Rapat
Dengar Pendapat DPRD Kabupaten Dairi pada tanggal 09 Januari 2023 tanpa undangan dan
tanpa izin dari atasan yang mana menurut Tergugat, memberikan hukuman disiplin kepada
Penggugat sesuai pertimbangan di dalam Objek Gugatan adalah karena perbuatan tersebut
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. ;
Bahwa pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil menerangkan PNS wajib menunjukkan integritas dan keteladanan
dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di
luar kedinasan. Namun bila dicermati isi pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 yang dihubungkan dengan alasan pertimbangan hukuman disiplin yang diberikan
kepada Penggugat, maka jelas Objek Gugatan tersebut adalah cacat hukum, tidak sah dan
haruslah dibatalkan, karena bagaimana mungkin orang yang menyurati dan menghadiri Rapat
Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPRD Kabupaten Dairi dikatakan tidak disiplin, tidak
menunjukkan integritas dan tidak mempunyai keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan ;
Bahwa sebelumnya Penggugat tidak pernah ada diberikan peringatan baik lisan
maupun tulisan oleh Direktur RSUD Sidikalang terhadap tindakan Penggugat dalam
mengikuti RDP tersebut, terlebih RDP tersebut adalah RDP pertama bagi Penggugat sehingga
Penggugat menjadi bingung dan heran apakah dengan melakukan RDP kepada wakil rakyat
merupakan pelanggaran. Pada Objek Gugatan yang dikeluarkan oleh Tergugat tidak
mendalilkan secara jelas dasar argumentasi pemberian hukuman disiplin baik secara yuridis,
sosiologis, dan filosofis terhadap Penggugat karena jika berdasarkan Pasal 55 ayat (1)
Undang-undang Nomor : 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menentukan
Setiap Keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang
menjadi dasar penetapan Keputusan;
Apabila alasan menjatuhkan hukuman disiplin kepada Penggugat atas dasar dan
alasan pertimbangan karena Penggugat telah melakukan perbuatan berupa menyurati dan
menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPRD Kabupaten Dairi pada tanggal
09 Januari 2023, maka alasan ini tidak dapat diterima karena tidak berdasar hukum sehingga
dengan demikian maka Objek Gugatan cacat hukum sehingga haruslah dibatalkan, dan
mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini mewajibkan Tergugat
untuk merehabilitasi atau memulihkan hak Penggugat dalam kemampuan dan kedudukan atau
jabatan Penggugat seperti semula atau yang setara.
Penggugat mengajukan petitum atau gugatan yang mana diharapkan akan dikabulkan
dalam putusan hakim yaitu :
2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Dairi Nomor : 400.7/000280 tanggal 31 Januari 2023 yang
menjatuhkan hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 1 (satu) tahun kepada dr. Eston Iskandar Tarigan, yang dikeluarkan
oleh Tergugat ;
Dalam suatu perkara, pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting
dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan
(ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung
manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi
dengan teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim
tersbut akan dilibatkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.1
Selanjutnya atas pokok dalil gugatan penggugat yang menyatakan bahwa penggugat
memohon kepada pengadilan untuk menyatakan batal atau tidak sah objek sengketa. Hakim
menguji objek sengketa berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dari aspek kewenangan, prosedur dan substansi
sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang RI Nomor 9
Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan Pasal 54 jo. Pasal 21 dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan atas dasar fakta pada persidangan
maka tergugat memang berwenang menerbitkan objek sengketa pada perkara ini.
Selanjutnya melihat dari aspek prosedur sesuai dengan fakta di pengadilan dan fakta hukum
yang didasarkan pada ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021,
penerbitan objek sengketa oleh tergugat telah cacat dari aspek prosedur karena berdasarkan
fakta hukum yang telah diuraikan pada Putusan Nomor : 67/G/22023/PTUN-MDN tidak
ditemukan fakta adanya koordinasi yang bersifat hirarki sistematis dalam menjatuhkan
hukuman disiplin kepada penggugat, tergugat juga tidak dapat membuktikan bagaimana
prosedur dan koordinasi baik antara atasan langsung Penggugat, Kepala BPPSDM Kabupaten
Dairi, atau Pejabat yang Berhak Menghukum dengan Bupati Kabupaten Dairi.
Kemudian untuk menilai aspek substansi penerbitan objek sengketa yang diterbitkan
tergugat apakah secara substansi, dugaan yang dilakukan oleh penggugat sudah tepat
dihukum karena melanggar peraturan perundang-undangan, hakim mempertimbangkan
bahwa alasan penggugat yang bersurat kepada DPRD Kabupaten Dairi dan kemudian
menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPRD Kabupaten Dairi tidak dapat
dikualifikasi sebagai tindakan yang berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan,
namun seharusnya dengan tekat yang kuat agar pelayanan kesehatan di Kabupaten Dairi lebih
baik dan kemudian ditangani oleh dokter spesialis yang profesional hal mana RSUD
Sidikalang ternyata berada dalam kondisi kekurangan tenaga Dokter Spesialis apalagi tanggal
9 Januari 2023 tersebut bukanlah hari melaksanakan tugas kedinasannya berdasarkan Jadwal
DPJP SMF Bedah UPT RSUD Sidikalang Januari 2023 maka tindakan Bupati Kabupaten
Dairi yang membentuk Tim Pemeriksa maupun tindakan Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi
mengundang Penggugat untuk diperiksa oleh Tim Pemeriksa bentukan Bupati Kabupaten
Dairi terbukti mengandung cacat substansi.
Jika Regeling merupakan bentuk tindakan hukum publik sepihak yang ditujukan
untuk umum, Beschikking merupakan bentuk tindakan hukum publik sepihak yang ditujukan
untuk individu yang berupa ketetapan atau KTUN. Di dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 51
2009 tentang UU PERATUN, Ketetapan diartikan sebagai beschikking atau keputusan
individual sehingga mengarah kepada Keputusan TUN (KTUN). Penerbitan KTUN inilah
yang dapat menjadi objek sengketa di PERATUN.
Di dalam Putusan No 67.G/2023/PTUN.Mdn. ini, yang termasuk ke dalam
Beschikking adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Dairi Nomor : 400.7/000280 kepada Dr. Eston Iskandar Tarigan selaku pengugat,
yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi selaku Tergugat. Penerbitan
atau pengeluaran surat keputusan oleh tergugat ini merupakan bentuk tindakan hukum
sepihak yang ditujukan oleh penguggat selaku individu, sehingga merupakan bentuk dari
adanya Beschikking. Pada perkara ini penggugat merasa kepentingannya dirugikan oleh
adanya KTUN yang berupa Surat Keputusan penurun pangkat dirinya, sehingga dapat
mengajukan gugatan ke PERATUN untuk menggugat KTUN tersebut agar dinyatakan batal
atau tidak sah. Hal ini merupakan bentuk dari Hak Gugat yang dimiliki oleh Orang atau
Badan Hukum Perdata yang di dalam perkara ini merupakan Dr. Eston Iskandar Tarigan.
Peristiwa hukum yang terakhir yang terdapat dalam perkara ini adalah adanya
Tindakan Nyata. Tindakan Nyata merupakan suatu tindakan yang dimaksudkan untuk tidak
menimbulkan akibat hukum. Tindakan ini hanya untuk menjalankan ketentuan pejabat yang
berwenang sebagaimana yang diperintah, sehingga tidak dimasudkan untuk menimbulkan
akibat hukum terlebih yang merugikan masyarakat. Tindakan ini harus dilakukan secara
faktuil dan dapat dilihat oleh mata.
Berdasarkan dengan adanya peristiwa hukum diatas, maka yang dapat menjadi
kewenangan PTUN hanyalah Beschikking dan Tindakan Nyata, sedangkan Regeling menjadi
kewenangan MA. Keduanya merupakan objek sengketa PTUN yaitu dengan adanya KTUN
yang dikeluarkan. Kemudian dengan diundangkannya UU-AP, pengertian KTUN sendiri
sudah diperluas sehingga tidak hanya menyangkut Beschikking, tetapi juga Tindakan Nyata.
2.3 Akibat Hukum yang Timbul Dalam Putusan Nomor : 67/G/22023/PTUN-MDN