Anda di halaman 1dari 9

NAMA : RADITH FAJAR SIDDIQ

NIM : 5233250012
KELAS : TS-B 2023
MATKUL : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TR 5

SOAL
Menuliskan akhlak Nabi & para sahabat beserta dalil & riwayatnya
1. Akhlak Nabi Muhammad
2. Akhlak Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Akhlak Umar bin Khatab Al-Faruq
4. Akhlak Utsman bin Affan Dzu An-Nurain
5. Akhlak Ali bin Abi Tholib At-Tuqa’

JAWABAN
1. Akhlak Nabi Muhammad

a. Kecintaan Nabi kepada orang miskin


Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pada saat Rasulullah tiba di
Kota Madinah, Abu Thalhah memegang tangan saya dan membawa saya
menghadap Beliau. “Wahai Rasulullah,” kata Abu Thalhah, “Anas ini orang
miskin, terimalah ia sebagai pelayan Anda. ”Semenjak itu saya mengabdi kepada
Nabi, baik di rumah maupun di perjalanan. Demi Allah, Beliau belum pernah
mengatakan tentang pekerjaan saya dengan ucapan ”Kenapa kamu melakukan
itu?” atau mengatakan sesuatu yang tidak saya kerjakan dengan ucapan, ”Kenapa
kamutidak melakukannya?” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Al-Baihaqi).

b. Kejujuran Nabi
Abu Abdillah Al-Jadali bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana akhlak
Rasulullah menurut istri-istrinya. Aisyah menjawab: “Beliau adalah manusia yang
paling baik budi pekertinya. Tidak pernah berbuat keji, kotor, atau licik ketika di
pasar. Beliau pun tidak pernah membalas keburukan atau aniaya orang lain dengan
hal yang serupa, karena beliau adalah seorang pemaaf dan toleran” (H.R Al-
Bukhari, Muslim dan Ahmad).
c. Kelembutan nabi kepada orang yang bersalah
Dari Anas bin Malik, ia menuturkan, “Rasulullah itu tidak pernah mencaki-
maki, mengolok-olok, dan berkata kotor. Ketika mencela seseorang dari kami
yang berbuat salah, beliau membalas dengan ucapan, “Kepalanya penuh debu”
(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan Al-Baihaqi).

d. Nabi tidak anti dunia


Nabi Kharijah bin Zaid Tsabit, ia menceritakan “Sekelompok orang menemui
Zaid bin Tsabit. “ Mohon Anda ceritakan kepada kami hadis-hadis Rasulullah?’
kata mereka. Kemudian Zaid menjawab, “Ketika kami membicarakan urusan
dunia, beliau ikut bergabung dalam pembicaraan. Begitu pula Ketika kami
membicarakan masalah makanan, beliau pun ikut terlibat di dalamnya”. (HR. Al-
Baihaqi dan At-Tirmidzi).

e. Nabi selalu memberikan jawaban terbaik saat dipanggil


Aisyah menyebutkan bahwa tidak ada orang yang lebih luhur budi pekertinya
dari pada Rasulullah. Beliau belum pernah menjawab penggilan para sahabat dan
keluarganya kecuali dengan ucapan, “labbaik (ya. Aku memenuhi panggilanmu)”.

f. Kecintaan Nabi kepada anak-anak


Aisyah juga menuturkan, “Saya bermain bersama anak-anak Perempuan di
rumah Rasulullah. Mereka adalah teman-teman saya yang sering datang ke rumah
untuk bermain. Ketika melihat Rasulullah, mereka terkejut dan berhenti. Setelah
beliau mempersilahkannya, mereka pun bermain lagi bersama saya,” (HR. An-
Nasa’I dan Ahmad).

g. Kecintaan Nabi kepada umatnya


Rasulullah apabila menerima wahyu yang berisikan kabar gembira dari Allah
untuk umatnya, maka beliau pun terlihat sangat Bahagia. Kebahagiaan yang
tampak jelas di wajah beliau dapat dilihat oleh orang-orang sekitarnya. Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu-Thalhah al-Ansori, ia berkata, “Suatu
hari Nabi datang dengan wajah berseri-seri, lalu dikatakan: wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami melihat kebahagian di wajahmu yang belum pernah kami lihat
sebelumnya. Beliau menjawab, “Benar, sesungguhnya malaikat mendatangiku
seraya berkata kepadaku: wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu
mengatakan, “Tidakkah Engkau senang bahwa tidak ada seorang pun yang
bersholawat untukmu dari salah satu umatmu , kecuali Aku bersholawat untuknya
10 kali dan tidaklah ia mengucapkan salam 1 kali kepadamu kecuali aku
memgucapkan salam kepadanya 10 kali, maka aku jawab tentu”.
h. Nabi tidak pernah marah dan selalu sabar
Aisyah menuturkan, “Rasulullah saw sama sekali pernah memukul pembantu
atau pelayannya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Tangannya di
pakai memukul hanya ketika perang di jalan Allah. Segala perlakuan kasar yang
diterima beliau dari sahabatnya, kemudian beliau marah, maka itu tiada lain
karena perlakuan itu telah meodai kemuliaan Allah. Oleh karena itu, beliau marah
karena Allah swt. apabila dihadapkan pada dua pilihan, maka beliau akan
memilih yang paling mudah diantara keduanya. Kecuali pilihan itu adalah perkara
dosa, maka beliau adalah orang yang paling pertama menjauhinya”. (HR. Al-
Qurhtubi dalam Tafsir Al-Qurthubi).

i. Sifat pemaaf Nabi kepada orang yang membenci dan memusuhinya


Diriwayatkan dari Abu Hurairah, setelah Rasulullah berhasil menaklukan Kota
Makkah, beliau sholat 2 rakaat kemudian, berjalan menuju Ka’bah dan
meletakkan kedua lengannya di pintu Ka’bah. Di dalam ka’bah sendiri, saat itu
banyak orang. Beliau bertanya, “Apa yang kalianucapkan, dan harapan apa yang
kalian inginkan ?”Mereka menjawab,”Kami mengantakan ini lah saudara dan
keponakkan kami yang penyabar serrta penyayang”. Mereka mengulangi katakata
tersebut sebanyak tiga kali.
Lantas Rasulullah bersabda: “Adapun aku, mengucapkan apa yang diucapkan
oleh Nabi Yusuf, “Hari ini tidak ada cemooh (celaan) atas kalian, karena Allah
telah mengampuni kalian. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang paling
penyayang diantara para penyayang”. Seketika itu, mereka langsung keluar dari
tempat persembunyian seolah-olah keluar dari lubang kubur, dan menyatakan diri
masuk Islam,” (disebutkan oleh Al-Qurthubi dan As-Suyuthi dalam Tafsirnya).

j. Sifat demokratis Nabi


Anas menuturkan, “Selama sepuluh tahun saya menjadi pelayan Rasulullah,
tidak pernah sama sekali beliau mencela saya, memukul atau membentak saya.
Beliau juga tidak pernah bermuka masam pada saya. Beliau juga tidak pernah
mencaci maki saya karena keterlambatan saya dalam melaksanakan suruhannya.
Jika ada seseorang keluarga beliau mencaci saya, Maka beliau berkata, “Biarkan
saja ia apa yang bisa dilakukan, lakukanlah,” (HR.Ahmad).
2. Akhlak Abu Bakar Ash-Shiddiq

a. Kejujuran
Abu Bakar Ash-Shidiq terkenal dengan kejujurannya yang luar biasa. Salah
satu riwayatnya adalah saat ia dijuluki "As-Siddiq" oleh Rasulullah SAW karena
kejujurannya dalam membenarkan dan mempercayai Isra Mi'raj, peristiwa yang
banyak orang ragukan kebenarannya.
Riwayat tentang pemberian gelar "As-Siddiq" kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq
disebutkan dalam banyak kitab sejarah dan hadis, seperti dalam kitab "Sirah
Nabawiyah" karya Ibnu Hisyam dan "Al-Bidayah wa An-Nihayah" karya Ibnu
Katsir.

b. Kemurahan Hati
Beliau dikenal sangat dermawan. Salah satu riwayatnya adalah ketika ia
membeli dan memerdekakan para budak yang mengalami siksaan karena beriman
kepada Allah SWT. Riwayat tentang kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq juga
terdapat dalam banyak sumber, misalnya dalam kitab "At-Tarikh al-Kabir" karya
Imam Ath-Thabari.
c. Ketabahan
Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki ketabahan dan keberanian yang besar dalam
menyebarkan agama Islam, terutama saat masa awal dakwah, meskipun
menghadapi banyak tantangan dan penolakan. Ketabahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
dalam menyebarkan Islam dapat ditemukan dalam berbagai riwayat, seperti dalam
kitab "Al-Isti'ab" karya Ibnu Abdil Barr.

d. Kesederhanaan
Beliau hidup dengan sederhana dan tidak pernah memanjakan dirinya dengan
kemewahan. Riwayatnya mencatat bahwa ia sering berbagi makanan dengan
orang-orang yang membutuhkan. Riwayat tentang kesederhanaan Abu Bakar Ash-
Shiddiq juga banyak disebytkan dalam berbagai kitab Sejarah Islam, seperti dalam
kitab “Ash-Shifa” karya Qadi Iyad.

e. Ketaqwaan
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang yang sangat taqwa dan selalu
memperhatikan ketaatannya kepada Allah SWT dalam setiap tindakannya.
Ketaqwaan Abu Bakar Ash-Shiddiq dapat dilihat dari berbagai riwayat yang
mencatat ketekunan beliau dalam menjalankan ibadah, seperti dalam kitab “Al-
Isabah fi Tamyiz as-Sahabah” karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.
3. Akhlak Umar bin Khatab Al-Faruq

a. Kepemimpinan yang adil


Umar bin Khattab terkenal sebagai pemimpin yang tegas dan amanah dalam
melayani kebutuhan rakyatnya. Beliau juga seorang yang cakap, pandai
berdiplomasi dan mengatur strategi perang sehingga pada zamannya, kekuasaan
islam meluas dengan cepat. Umar pernah berkata, “Celakalah penguasa dunia
karena akan mendapatkan hukuman Allah. Kecuali orang yang memimpin dengan
adil, memutuskan hukum dengan kebenaran bukan dengan hawa nafsunya, bukan
pula karena hubungan keluarga, bukan karena suka dan bukan pula karena takut.
Serta dia menjadikan kitab Allah sebagai cermin bagi dirinya yang selalu ada di
depan kedua matanya” (Az-Zuhud Imam Ahmad hal. 155).

b. Kesederhanaan
Umar bin Khaththab adalah seorang hidup pas-pasan karena beliau
mengerahkan seluruh waktunya untuk mencari keridhaan Allah, meninggikan
kalimat Allah dan berkhitmat melayani kaum muslimin. Umar pernah dicela dan
dikatakan kepadanya, “Alangkah baik jika engkau memakan makanan yang
bergizi, sehingga membantu dirimu supaya lebih kuat dalam membela kebenaran.
Maka Umar berkata, ‘Sesungguhnya aku telah meninggalkan kedua shahabatku,
yaitu Rasulullah dan Abu Bakar dalam keadaan tegar dan tidak terpengaruh
dengan dunia. Maka jika aku tidak mengikuti ketegaran mereka, aku khawatir
tidak akan dapat mengejar kedudukan mereka” (Ath-Thabaqat Al-Kubra 2/277).
Umar juga pernah menyampaikan, “Tidaklah Allah menimpakan musibah
dunia kepadaku kecuali di dalamnya aku merasakan empat kenikmatan, yaitu:
nikmat karena musibah tidak menimpa agamaku, nikmat karena musibah yang
diberikan tidak lebih besar dari itu, nikmat karena aku rela terhadapnya, dan
nikmat karena aku mengharap pahala atasnya” (Ihya Ulumud Dien IV/394).

c. Memiliki sisi lembut


Dibalik watak kerasnya, Umar bin Khattab memiliki hati yang lembut. Beliau
sering menangis bahkan berkali-kali pingsan karena perasaan takutnya kepada
Allah. Umar pernah berkata, “Demi Allah, seandainya aku punya emas sepenuh
bumi, maka aku akan menjadikannya sebagai tebusan bagiku dari adzab Allah
sebelum aku melihatnya”. Beliau juga mengatakan, “Andaikan ada suara dari
langit yang mengatakan, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan masuk Surga
kecuali seorang saja, sungguh aku takut jika itu adalah aku’. Dan andai ada
penyeru yang menyeru, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan masuk Neraka
kecuali seorang saja, sungguh aku berharap jika itu adalah aku”. (Tahdzib Hilyatil
Auliya’, I/72-73).

d. Ketegasan dalam menegakkan keadilan


Umar bin Khattab dikenal karena ketegasannya dalam menegakkan keadilan,
bahkan jika itu melibatkan anggota keluarganya sendiri. Ketika saudaranya
sendiri, Zaid bin Khattab, dituduh mencuri, Umar tidak membiarkan hubungan
darah mempengaruhi keputusannya. Dia memutuskan untuk memberikan
hukuman yang setimpal sesuai dengan hukum Islam, menunjukkan bahwa
keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. (Al-Mustadrak 'ala al-Sahihain).

e. Ketabahan dalam Menghadapi Tantangan


Umar bin Khattab adalah sosok yang sangat berani dan tabah dalam
menghadapi segala macam tantangan. Ketika ditentang oleh beberapa orang yang
menolak kebijakannya, Umar tidak pernah ragu untuk tetap berpegang teguh pada
prinsipnya. Bahkan dalam situasi yang penuh tekanan dan ketegangan, dia tetap
tenang dan berani mengambil keputusan yang dianggapnya benar. (Tarikh al-
Tabari).

4. Akhlak Utsman bin Affan Dzu An-Nurain

a. Malu yang Terpuji


Akhak beliau yang cukup terkenal adalah pemalu. Tentunya pemalu ini sesuai
dengan tempatnya dan pemalu yang terpuji. Rasa malu akan berbuat kejelekan,
malu menyusahkan orang lain, serta malu jika menyia-nyiakan hidup dengan hal
yang tidak bermanfaat. Rasa malu terpuji inilah yang disebut oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan
semata-mata kebaikan” (Muttafaqun ‘alaihi).
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, “Suatu ketika Abu Bakar meminta
izin untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – ketika itu beliau
sedang berbaring di tempat tidur ‘Aisyah sambil memakai kain panjang istrinya-.
Beliau lalu mengizinkan Abu Bakar dan beliau tetap dalam keadaan semula. Abu
Bakar lalu mengutarakan keperluannya lalu pergi. Setelah itu datanglah Umar bin
Khaththab radhiyallahu ‘anhu meminta izin dan beliau mengizinkannya masuk
sedang beliau masih dalam kondisi semula. Umar lalu mengutarakan
keperluannya lalu setelah itu ia pun pergi.
Utsman berkata, “Lalu saya meminta izin, beliau lalu duduk”. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata pada Aisyah, “Tutupkanlah bajumu padaku”. Lalu
kuutarakan keperluanku lalu saya pun pergi.
Aisyah lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, tindakanmu terhadap Abu Bakar dan
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma kok tidak seperti tindakanmu pada Utsman ?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menjawab, “Sesungguhnya Utsman
adalah seorang pria pemalu dan saya khawatir jika dia kuizinkan dan saya dalam
keadaan demikian, dia lalu tidak mengutarakan keperluannya” (HR. Muslim)

b. Dermawan
Akhlak terpuji lainnya dari Utsman Affan Dzu An-Nurain adalah dermawan.
Salah satu kisah yang menunjukkan kedermawanan beliau yang dirasakan
manfaatnya sangat besar bagi umat Islam saat itu adalah kisah pembelian sumur
ruumah yang sangat mahal oleh Utsman Bin Affan.
Diriwayatkan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kota Madinah pernah
mengalami paceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin)
sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekkah. Satu-satunya sumber air yang
tersisa adalah sebuah sumur milik seorang yahudi, sumur ruumah namanya.
Rasanya pun mirip dengan sumur zamzam. Kaum muslimin dan penduduk
Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari yahudi tersebut.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian bersabda, “Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang
menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu
menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala”
(HR. Muslim).

c. Kesederhanaan dan Rendah Hati


Utsman bin Affan tergolong sebagai orang kaya namun ia tidak hidup berfoya-
foya. Perilaku kehidupannya sederhana dan bersahaja, seperti dalam berpakaian,
makan, dan tempat tinggal. Diceritakan oleh Syurahbil bin Muslimin bahwa
“Biasanya Utsman memberi makan mewah seperti yang dihidangkan oleh kaum
penguasa, tetapi di rumahnya ia biasa memakan roti dengan cuka atau dengan
minyak.”

d. Menjaga Akidah dengan Menghafal Al-Quran


Utsman bin Affan merupakan seorang penghafal Al-Quran. Hasratnya dalam
menghafal Al-Quran membuat Ali berdecak kagum. Di sisi lain, ia
mempraktekkan agama dan kehidupan secara berdampingan. Selain menjalin
kehidupan sebagai penghafal Al-Quran, ia memiliki kisah istimewa saat percaya
terhadap Islam. Utsman bin Affan termasuk kedalam golongan Assabiqunal atau
orang-orang yang pertama memeluk agama Islam. Setelah mendengar Utsman
masuk Islam, pamannya yakni Al-Hakam bin Abil Ash sangat marah hingga
mencambuknya berkali-kali agar kembali kepada agama nenek moyangnya.
Utsman tak gentar. Ia tetap teguh pada akidahnya hingga menjawab, “Demi
Allah aku tidak mengganti keyakinanku, aku tidak akan meninggalkan agama
yang diajarkan Rasulullah, apa pun yang terjadai pada diriku.” Karena
keteguhannya, pamannya pun menyadari Utsman tidak mungkin kembali ke
agama nenek moyang. Maka dari itu, ia melepaskan Utsman bin Affan dari
siksaaan.

e. Solutif, Membukukan Ayat Al-Quran jadi Mushaf


Utsman bin Affan bersama para penghafal Al-Quran seperti Abu Darda bin
Zaid bin Tsabit menghimpun lembaran Al-Quran menjadi mushaf. Sebelumnya,
pengumpulan dan penulisan ulang ayat Al-Quran sudah dulakukan sejak masa
khalifah Abu Bakar. Hanya saja, saat itu lembarannya masih terpisah satu sama
lain. Ide brilian untuk menyatukan lembaran ayat muncul pada masa khalifah
Utsman. Lalu ia, mengambil lembaran yang disimpan di rumah Hasfah binti Umar
untuk dibukukan.
Utsman bergegas membentuk panitia untuk mengemban tugas besar ini dengan
memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua. Dalam prosesnya, lembaran ayat disalin
untuk disusun menjadi bentuk mushaf. Setelah selesai, Utsman mengembalikan
lembaran Al-Quran pada Hafsah. Mushaf pertama ia simpan di Madinah, empat
buah lainnya dikirim ke Mekkah, Syria, Basrah dan Kuffah untuk dicetak lebih
banyak.

5. Akhlak Ali bin Abi Tholib At-Tuqa’

a. Keberanian
Ali terkenal akan sifatnya yang pemberani. Hal ini banyak disebut dalam buku
biografi dan al-Maghzi. Ini juga termasuk konfrotasinya dengan musuh. Saat
perang Khaibar, Ali menantang Murhib Yahudi dan membunuhnya. Pada Perang
Khandaq, dia berduel dengan Amr bin Abdu Wudd yang terkenal prima dan berani
dari suku Quraisy. Ali berhasil membuatnya tersungkur dan tewas.

b. Pengorbanan
Ali radhiyallahu anhu menjadi contoh dengan pengorbanan dirinya pada
agama dan untuk tujuan yang mulia. Dia pernah tidur di ranjang Rasulullah, saat
orang-orang kafir ingin membunuhnya.

c. Zuhud terhadap Dunia


Ali merupakan hamba yang saleh, dan dia tidak mengharapkan kemewahan dan
perhiasan dunia yang fana. Ali tidak tertipu oleh semua itu. Kantor pusat
pemerintahannya di Kuffah sangat sederhana, berbeda dengan para khalifah yang
datang setelah masanya.

d. Ketakwaan
Dia memiliki ketakwaan yang baik kepada Allah Ta’ala. Ali menggantungkan
semua urusannya kepada-Nya. Meskipun banyak bahaya yang menimpa oleh
musuh-musuh Islam, dia tidak memiliki penjaga. Ali terbunuh saat dia pergi sholat
subuh oleh Abdurrahman bin Muljam tanpa penjagaan.

e. Kecerdasan
’Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang sangat jenius. Ia dibesarkan
oleh Nabi Muhammad Saw. dan berkesempatan menemani Nabi selama 30 tahun.
Ibnu Ishaq menceritakan dari Mujahid bin Jabir bahwa ketika suku Quraisy didera
krisis pangan, Abu Thalib memiliki banyak tanggungan anak. Nabi Saw. pun
berinisiatif membantu mereka dengan mengajak pamannya yang kaya di antara
Bani Hasyim, yaitu ’Abbas. Kata Nabi, ”Paman, Abu Thalib memiliki banyak
keluarga yang harus ditanggungnya. Padahal, seperti engkau lihat sendiri, kita
semua sedang mengalami kesulitan hidup. Bagaimana kalau kita menemui Abu
Thalib dan membantunya meringankan bebannya. Aku akan mengasuh salah satu
anaknya, dan engkau juga akan mengasuh satu anaknya”.
’Abbas menerima ajakan Nabi tersebut. Mereka berdua pun pergi ke rumah
Abu Thalib. Setelah bertemu Abu Thalib, mereka berdua berkata, ”Kami berdua
ingin membantumu meringankan beban keluargamu dengan mengasuh anak-
anakmu sampai keadaan yang sulit ini pulih kembali.” Abu Thalib menjawab,
”Tinggalkan ’Aqil bersamaku di sini. Masing-masing kalian boleh memilih selain
dia”.
Setelah itu, Nabi membawa ’Ali sedangkan ’Abbas membawa Ja’far untuk
dirawat dan dididik. Sejak itu, ’Ali hidup bersama Nabi Muhammad hingga Allah
mengangkat beliau menjadi Nabi dan Rasul. ’Ali pun mengikuti beliau, beriman
kepada beliau dan membenarkan risalah beliau. Sedangkan Ja’far tinggal bersana
’Abbas sampai ia masuk Islam dan bisa hidup mandir

Anda mungkin juga menyukai