Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang
memanfaatkan energi panas dari steam untuk memutar turbin sehingga dapat
digunakan untuk membangkitkan energi listrik melalui generator. Steam yang
dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air yang berada pada boiler akibat
mendapatkan energi panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Secara garis besar
sistem pembangkit listrik tenaga uap menggunakan beberapa peralatan utama
bhdiantaranya dalam proses operasinya yakni: boiler, turbin, generator, dan
kondensor.
Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi listrik pada
pembangkit listrik tenaga uap yakni air, dimana air ini akan diolah dan
ditreatment sehingga menghasilkan uap yang nantinya uap panas ini akan
digunakan untuk menggerakkan turbin dan mengubahnya menjadi energi mekanik
sehingga dapat menghasilkan listrik pada generator. Bahan baku air yang
digunakan dalam pembangkit listrik tenaga uap ini tidak sembarang air, jadi
sebelum air masuk melalui mesin-mesin pembangkit air sudah di-treatment
terlebih dahulu dan diuji dilaboraturium kandungannya sehingga ketika air
tersebut masuk kedalam mesin treatment tidak membawa zat kimia yang dapat
merusak mesin pembangkit.

2.2 Proses Produksi Listrik PLTU Paiton Unit 1 & 2


Proses produksi listrik pada PLTU Paiton unit 1 & 2 melibatkan beberapa
proses diantaranya sistem pengolahan air WTP (Water Treatment Plant), sistem
penanganan batubara (coal handling), ash handling, sistem pembakaran (boiler
dan furnace) serta sistem pembangkitan (turbin dan generator). Komponen utama
pada proses produksi listrik pada PLTU paiton unit 1 dan 2 air dan batubara. Air
yang dipanaskan pada tekanan dan suhu tertentu akan menghasilkan energi yang
dapat membangkitkan arus listrik. Proses air PLTU unit 1 dan 2 dijeaskan pada
gambar dibawah ini:

4
5

Gambar 2.1 Proses alir air dan uap PLTU Paiton Unit 1& 2

Air yang dibutuhkan untuk mengisi boiler diperoleh dari sumber air tawar
yang berada di daerah klontong. Air tersebut di murnikan dengan sistem
penyaringan dan pertukaran ion dalam unit pengelolaan air (WTP). Air murni atau
demineralized water yang telah memenuhi spesifikasi disalurkan melalui sistem
pengisi air ke dalam boiler. Pengisian air ke boiler dari kondensor dilakukan
dengan pemompaan oleh Condensate Extraction Pump (CEP), kemudian dialirkan
ke deaerator untuk menghilangkan oksigen terlarut (dissolved oxygen) yang dapat
menyebabkan korosi pada pipa.
Pengaliran ke deaerator ini melewati Condensate Polisher Plant (unit
pengolah air dengan sistem penukar ion) dan Low Pressure Heater (Pemanas
tekanan rendah), LHP-1, LHP-2, LHP-3. Kemudian diteruskan ke Deaerator
Storage Tank lalu air pengisi boiler dipompa dengan Boiler Feed Pump ke Boiler
dengan terlebih dahulu melewati High Pressure Heater (pemanas tekanan tinggi)
HPH-5, HPH-6, HPH-7 serta Economizer yang berfungsi untuk memanaskan awal
air untuk boiler.
Fluida pemanas untuk pemanas tekanan rendah (LPH), Deaerator dan
pemanas tekanan tinggi (HPH) berasal dari uap pengambilan turbin (Turbin
Extraction Steam), sedangkan fluida pemanas untuk Economizer berasal dari gas
6

buang boiler. Uap hasil produksi boiler harus benar-benar kering (Superheat
Steam). Uap tesebut dengan tekanan dan temperatur tertentu dialirkan ke turbin
tekanan tinggi (HP turbin). Uap bekas dari Turbin Tekanan Tinggi (High Pressure
Turbin) dialirkan kembali ke boiler (Reheater) untuk memanaskan kembali uap
yang kemudian dialirkan ke Turbin Tekanan Menengah (Intermediate Pressure
Turbin) selanjutnya dialirkan ke Turbin Tekanan Rendah (Low Pressure Turbine).
Uap yang disalurkan dengan tekanan dan suhu tertentu sesuai hukum
Termodinamika memiliki tenaga mekanis yang dapat memutar poros turbin yang
terhubung dengan generator sehingga menghasilkan arus listrik.
Uap bekas dari turbin tekanan rendah akan dikondensasikan di dalam
kondensor dengan media pendingin air laut. Hal ini dikarenakan sumber daya air
laut yang sangat melimpah cukup efisien sebagai pendingin sehingga banyak
Pembangkit Listrik yang terletak di dekat laut. Siklus penggunaan air dalam
PLTU akan terus berulang sehingga disebut siklus tertutup.

2.3. Pemantaun Air pada Internal Treatment System


Internal water treatment adalah pengolahan air yang dilakukan di dalam
siklus air-uap PLTU, di laksanakan pada saat unit pra operasi. Yaitu pada saat
beroperasi maupun paska operasi untuk mencegah terjadinya proses korosi
maupun pengerakan di seluruh peralatan sisi boiler (Marto, 2010).
Pemantauan air pada Internal Treatment System dilakukan untuk menjaga
alat-alat yang terdapat pasa sistem agar tetap awet, tahan terhadap korosi dan
menghasilkan energy listrik yang maksimal bagi generator uap. Komponen –
komponen yang perlu dianalisis antara lain: Boiler Blow Down (BBD), Daerator
Outlet (D-Out), Condensate Pump Discharge (CPD) dan Close Cooling
Water(CCW).
Beberapa analisis yang rutin dilakukan dalam laboraturium PLTU untuk
menjaga alat - alat pada sistem tetap awet, tahan terhadap korosi dan
menghasilkan energi yang maksimal bagi generator uap adalah sebagai berikut:
7

2.3.1 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman atau yang sering disingkat dengan pH, merupakan suatu
ukuran yang menyatakan keasaman atau kebasaan suatu larutan atau bahan. pH ini
didefinisikan sebagai pH= -log [H+], dimana tanda [ ] menyatakan konsentrasi
larutan atau bahan dalam mol/L. Ukuran atau rentang pH adalah antara 1-14,
dimana pH<7 larutan atau bahan memiliki sifat asam, pH=7 larutan atau bahan
memiliki sifat netral, dan pH>7 larutan atau bahan memiliki sifat basa (Mulyono,
2005). Nilai pH air biasanya didapat dengan suatu pontensiometer yang mengukur
potensial listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H + atau dengan bahan celup
penunjuk warna, misalnya metil orange atau phenolphtalein (Mulyono, 2005).
pH suatu larutan menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam larutan
tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion H + (mol/L) pada suhu tertentu.
Nilai pH dalam suatu cairan menunjukkan kesetimbangan nilai asam atau basa
dalam air. Perubahan pH suatu perairan dapat terjadi karena terbentuknya asam
dan basa kuat, gas-gas dalam perombakan bahan organik, reduksi karbon organik
dan proses metabolisme air. pH air bersih sebaiknya netral untuk mencegah
terjadinya logam berat dan korosi (Khopkar, 2003).

2.3.2 Daya Hantar Listrik (Konduktivitas)


Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk
menghantarkan arus listrik disebut juga konduktivitas. DHL pada air merupakan
ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk
menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut
yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL
bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi
total maupun relatifnya.
Daya hantar listrik didefinisikan sebagai kemampuan dari air untuk
menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung pada konsentrasi zat
yang terionisasi dalam air. Jenis ion, valensi dan konsentrasi relatif, suhu
mempengaruhi besarnya daya hantar listrik (DHL). Absorbsi CO2 dari udara oleh
air dapat menyebabkan DHL bertambah/naik (Sutrisno, 2004).
8

DHL dapat dikatakan sebagai penetapan pendahuluan dalam pemeriksaan


kualitas air. Dengan mengetahui besarnya DHL, secara garis besar jumlah mineral
yang ada dalam air dapt diketahui. Jika DHL – nya tinggi, maka kadar mineralnya
tinggi dan sebaliknya jika DHL – nya rendah, maka kadar mineral dalam air
tersebut rendah pula.
2.3.3 Silika (SiO2)
Silikon Dioksida(SiO) atau silika merupakan senyawa yang paling umum.
Silika murni dialam yang paling gampang ditemukan yakni pasir kuarsa. Kadar
silika dalam bidang perairan tidaklah suatu masalah yang penting bagi makhluk
hidup namun dalam dunia industri adanya silika dapat menyebabkan masalah
pada ketel uap (boiler) karena dapat menimbulkan deposit silika seperti kerak dan
sludge atau lumpur sehingga menyebabkan gangguan pada perputaran turbin yang
dapat mengurangi efisiensi energi yang dihasilkan dan kerusakan pada alat.
Didalam ketel silika tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan berikatan
dengan oksigen menjadi SiO2 atau dengan elemen lain (Effendi,2003).
Kerak silika yang terjadi pada boiler industri ialah:
1. Analcite (Sodium Alumino Silicate – Na2O.Al2O3.4SiO2.2H2O) terbentuk
sebagai hasil terikutnya aluminium pada boiler melalui air umpan. Biasanya
aluminium yang terikut adalah aluminium yang dipergunakan pada pra
treatment yang pelaksanaannya kurang pengwasan. Aluminium yang terikut
dalam jumlah sedikit akan dapat menyebabkan kerak yang besar. Oleh sebab
itu, pada pengendalian air umpan perlu pengawasan yang ketat terhadap
aluminium dan silika.
2. Acmite (Sodium Ferrous Silika – Na2Fe2O3 4SiO2) dan kerak Fe – Si yang
dapat dibentuk dari hasil korosi, ini banyak terjadi pada boiler bagian – bagian
persambungan dan tempat yang mudah terjadi korosi. Kerak komposit sering
mengandung silika yang berasal dari tanah liat yang
Kerak komposit sering mengandung silika yang berasal dari tanah liat
yang tersuspensi dalam air. Tanah liat berisi silika dan aluminium hampir sama
dengan analcite, dan merupakan pertimbangan dalam interprestasi hasil analisis
tentang penyebab komposit tersebut. Kerak laminar kerak yang dipecahkan
menunjukkan lapisan-lapisan kerak yang tipis. Pembentukan lapisan kerak
9

merupakan indikasi pembentukan berbagai kerak dengan berbagai kondisi boiler


(Naibaho, P.M.,1996).
Silika tidak dapat disingkirkan dengan pertukaran kation hidrogen atau
pertukaran natrium zeolit, dan biasanya hanya tersingkir sebagian di dalam proses
gamping soda, dingin maupun panas. Silika merupakan ketidakmurnian yang
sangat tidak dikehendaki, karena dapat menyebabkan pembentukan kerak yang
melekat sangat kuat. Silika dapat disingkirkan dari air ketel dengan menggunakan
gamping dolomit atau magnesia aktif di dalam pelunak. Jika menggunakan
koagulasi dan pengendapan sebelumnya, sebagian silika dapat disingkirkan
dengan koagulatnya. Zat ini sangat cocok bila konsentrasi silika tinggi di dalam
air penambah. Metode ini tidak dapat membuang seluruh silika yang larut, tetapi
dapat menurunkan konsentrasinya sampai cukup rendah sehingga pembuangan
cuci (blow down) ketel, dapat mencegah pembentukan kerak di dalam ketel bila
dilakukan dengan baik. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan
air yang hanya mengandung sedikit silika ialah demineralisasi (Austin, G.T.,
1996).
Keberadaan silika didalam uap dan boiler harus diupayakan sekecil
mungkin, karena dapat menimbulkan masalah yang serius pada sudut turbin, yaitu
menurunkan efesiensi da putaran. Beberpa hal yang harus diperhatikan dalam
pengontoran silica (Dhini,2009):
1. Tingkat kelarutan silica dalam uap akan menurun pada tekanan dan
temperatur kian rendah.
2. Dengan mempertahankan kandungan silica dalam uap dibawah 0,02 ppm,
maka proses pengendapan silica pada sudut turbin dapat dicegah.
3. Makin tinggi tekanan boiler maka silica akan mudah terbawa dalam aliran
uap, dan makin tinggi kandungan silika didalam air boiler, makin tinggi
pula yang terbawa dalam aliran uap.
2.3.4 Ion Klorida (Cl-)
Klorida merupakan senyawa halogen klor (Cl). Di Indonesia klor
digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air bersih. Dalam jumlah
banyak klor dapat menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa system penyediaan air
panas. Sebagai desinfektan, residu klor dalam penyedian air sengaja dipelihara,
10

tetapi klor ini dapat terikat pada senyawa organic dan membentuk halogen
hidrokarbon diantaranya dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Oleh karena itu
dibebagai Negara maju klorinisasi sebagai proses desinfektan tidak digunakan lagi
(Sumirat, 1996). Kualitas air yang baik menurut Permenkes nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 air layak minum memiliki kadar maksimum chlorine
5 ppm (Depkes RI, 2010).
Klorida sering terdapat dalam air dalam bentuk terikat maupun bebas.
Kandungan klorida dalam tiap air alam selalu berbeda. Penentuan klorida sangant
penting sebagai awal dari penentuan kadar zat organik. Selain itu juga kadar
klorida yang terlalu tinggi akan mengganggu indra rasa karena menyebabkan rasa
asin dan juga dapat menyebabkan endapan dalam alat masak /ketel uap di industry
(Effendi,2003).
Kadar klorida umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar
mineral. Kadar klorida yang tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan
magnesium yang juga tinggi, dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l
dapat memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida
untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Effendi, 2003).
Ion klorida yang dianalisis ini merupakan ion klorida yang larut dalam
AgCl. Ia tidak larut dalam air dan dalam asam nitrat encer, tetapi larut dalam
larutan amonia encer dan dalam larutan-larutan kalium sianida dan tiosulfat
(Svehla, 1985).
Cl- + Ag+ AgCl
AgCl + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl-
[Ag(NH3)2]+ + Cl- + 2H+ AgCl + 2NH4+

Dari keterangan di atas bahwa untuk mengetahui adanya anion Cl - pada


suatu sampel yaitu dengan cara sampel yang akan dianalisis, ditambahkan dengan
Ag nitrat encer kemudian ditambah dengan asam nitrat encer. Asam nitrat dalam
analaisis klorida ini selain untuk memberikan suasana asam juga berfungsi untuk
menetralkan kelebihan amonia, karena dari reaksi di atas dihasilkan amonia.
Amonia yang berlebih dapat menggangu analisa yaitu dapat melarutkan perak
11

klorida. Jika sampel yang dianalisis terdapat endapan putih , maka di dalam
sampel tersebut terdapat ion Cl-. Ion Cl- ini berikatan dengan Ag+ membentuk
AgCl. Ion kompleks hanya sedikit mengalami penguraian menghasilkan Ag + dan
NH3 sehingga hasil kali [Ag+][ Cl-] > ksp. Oleh karena itu, endapan akan larut.
Sifat dari AgCl dapat larut dalam asam nitrat encer tetapi tidak mudah larut dalam
amonia.
Penentuan kadar ion klorida dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu
kalorimetri dan metode titrimetri. Metode kalorimetri dengan merkuri tiosianat
diaplikasikan untuk air yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi rendah.
Metode titrimetri digunakan untuk ion klorida dengan konsentrasi tinggi.
Konsentrasi ion klorida sekecil apapun yang terdapat dalam komponen alat dapat
mengakibatkan korosi.

2.4 Boiler
Boiler atau ketel uap merupakan tempat yang digunakan untuk mengubah
air menjadi uap dengan bantuan panas sehingga dapat menghasilkan kerja atau
dorongan yang dapat menjalankan turbin. Apabila air pengisian boiler tersebut
mengandung mineral-mineral seperti silika akan menghasilkan terbentuknya
endapan lumpur (sludge) atau kerak (scale) dalam pipa boiler. Silika tidak
ditemukan dalam bentuk elemen bebas, melainkan berikatan dengan oksigen
(SiO2) atau elemen lain (Melissa, 2009).
Di dalam siklus PLTU, boiler adalah peralatan yang paling rawan terhadap
kerusakan, karena bekerja pada temperatur dan tekanan tinggi, konstruksi yang
complicated, terjadi proses transfer panas yang paling tinggi dan adanya
perubahan fase cair kedalam fase gas/uap. Inilah mengapa pengolahan air boiler
merupakan tahapan pekerjaan paling penting diseluruh siklus pengolahan air di
PLTU Paiton (Marto, 2010).
2.4.1 Pengolahan air boiler
Beberapa Metode Pengolahan Air Boiler (Marto, 2010):
1. pengolahan sistem volatile atau All volatile treatment (AVT)
2. pengolahan sistem non volatile atau phospat treatment
3. pembuangan (Blow Down) air boiler
12

4. pengendalian silica (SiO)


5. mekanikal deaerator
Keberhasilan pengolahan air boiler tidak hanya menyelamatkan pipa
boiler, akan tetapi juga pada peralatan pada sistem lainnya pasca boiler, termasuk
sudut turbin (Marto, 2010).
a. Pengolahan sistem volatile atau All volatile treatment (AVT)
Pengolahan sistem volatile biasa dipakai untuk boiler tekanan menengah
ke atas, terutama untuk boiler satu arah (tanpa drum). Keuntungan dari sistem ini
adalah dapat meminimalkan pembuangan air boiler sehingga hemat energi dan air.
Bahan kimia yang dipakai harus bahan yang mempunyai sifat dapat menguap,
seperti hydrazin, ammoniak, dl (Marto, 2010):.
 Hydrazin
Bahan yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan oksigen dalam air.
N2H2 + O2 N2 + 2H2O
Oksigen adalah penyebab utama korosi, sedangkan hydrazin mempunyai fungsi
lain sebagai pemicu terbentuknya lapisan pelindung. Bahan kimia hydrazine ini
bersifat karsinogen atau beracun. Ada yang mengatakan dapat menyebabkan
penyakit kanker. Saat ini sudah ada bahan lain pengganti yang lebih aman yaitu
karbon hydrazine (Carbazide). Bahan ini berfungsi untuk melakukan proses
preservasi metal untuk mencegah korosi bila unit tidak beroperasi (Marto, 2010).
 Amoniak
Bahan ini berfungsi untuk mengatur atau menaikan pH (derajat keasaman)
air boiler, steam, condensate. Bahan ini paling murah harganya, mudah menguap
sehingga paling cepat untuk menaikan pH(Marto, 2010):

b. Pengolahan Sistem Non Volatile/ (Phosphate Treatment)


Bahan kimia yang dipakai untuk pengolahan sistem ini adalah mempunyai
sifat tidak dapat menguap yaitu: phosphate (PO4). Bahan ini sesuai dipakai untuk
boiler tekanan menengah ke bawah khususnya boiler yang dilengkapi drum.
Senyawa fosfat berfungsi untuk melunakkan garam mineral, sehingga tidak terjadi
kerak tetapi akan membentuk lumpur yang di buang lewat boiler drum blowdown
(Marto, 2010).
13

2.5 Korosi
Korosi secara umum didefinisikan proses oksidasi pada suatu logam
dengan waktu proses senyawa waktu yang lama. Suatu logam yang terserang oleh
korosi lebih disebabkan karena faktor lingkungan yang menjadikan penggalak dan
disitu terdapat unsur-unsur kandungan senyawa asam yang merupakan pemicu
terjadinya proses senyawa oksidasi, karena proses elektrolisa atau pemindahan
elektron, maka disanalah pada akhirnya terjadi proses korosi pada logam
(Sahlan,2011).
Korosi adalah suatu proses kerusakan logam karena lingkungannya atau
suatu proses kembalinya logam menjadi mineralnya (PT. PLN, 2012). Adapun
reaksinya yaitu:
M → M+2 + 2e-

Dari reaksi diatas dapat kita katakan, reaksi korosi merupakan :


 Reaksi oksidasi
 Reaksi pelepasan elektron dari logam
 Reaksi anodik (reaksi didaerah anoda)
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen
(udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau
karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe 2O3.nH2O, suatu zat padat yang
berwarna coklat-merah. Korosi juga dapat diartikan sebagai serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektro kimia dengan
lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan
dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam
besi dialam bebas ada dalam bentuk senyawa besi yang digunakan untuk
pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi
dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi
oksida) (Anggraini, 2012).

2.6 Kerak
Pengerakan / endapan zat padat pada permukaan pemindah panas adalah
masalah yang sangat serius di PLTU sehingga harus dicegah untuk sekecil
14

mungkin terjadi, terutama didalam pipa pemanas Boiler / Water Wall (Marto,
2010).

Gambar 2.2 Heat Flux Profile

 Water Wall merupakan komponen utama Boiler dengan beban


panas sebesar 48 % dari seluruh transfer panas di Boiler.
 Pengerakan tertinggi terjadi pada daerah berbeban panas paling
tinggi, terutama pada daerah dimana terjadi proses perubahan fasa
( penguapan ).
 Korosi dibawah kerak, proses korosi ini sangat berbahaya / sulit
dideteksi, karena dapat terjadi pada kondisi PH air Boiler normal,
terjadi pada kondisi pengerakan yang tidak merata dan terutama
bila ada Caustic yang terjebak dibawah endapan.

Selain mengakibatkan korosi, dengan adanya kerak akan menurunkan


efisiensi boiler akibat terhambatnya proses perpindahan panas, dimana kerak
mempunyai sifat sebagai isolator panas, selain itu dengan lapisan kerak yang tidak
merata akan memicu terjadinya Over Heating (Marto, 2010).

2.6.1 Mekanisme Terbentuknya Kerak


Proses pengendapan kerak dapat berlangsung karena (Marto, 2010):
1. air telah jenuh oleh kandungan zat padat
2. sifat spesifik dari zat yang terkandung
15

Bila air telah jenuh oleh zat padat, pada saat penguapan maka akan
terjadi proses pengendapan akibat air kelewat jenuh. Zat yang mempunyai sifat
mudah larut pada suhu rendah (Cold Soluble Salt), akan mengendap pada daerah
yang paling panas (permukaan pemindah panas ). Faktor pemicu adalah adanya
gelembung gas / uap yang terbentuk pada dinding pipa pemanas (Marto, 2010)..

Gambar 2.3 Binding Phenomena

Partikel zat padat akan terbawa / searah aliran air. Lawan dari arah aliran
air ini adalah daya tarik permukaan yang diperkuat oleh konsentrasi zat padat
terlarut didalam air, dan oleh adanya panas dipermukaan pipa akan
mengakibatkan pengendapan tingkat pertama kemudian akan diikuti oleh partikel-
partikel yang lain bergabung untuk membentuk “ Slag “ yang mempunyai sifat
keras, berat dan liat. Inilah suatu rangkaian pembentuk “ Binding Phenomena
“(Marto, 2010).
• Phenomena pengendapan diperbesar oleh tingginya temperatur pipa.
• Pengerakan paling banyak terjadi pada daerah yang menerima beban
panas paling tinggi (Water Wall) sebesar +/- 48 % dari total perpindahan
panas didalam Boiler.
• Oxida besi merupakan faktor penyebab yang paling dominan. Oksida
besi merupakan produk dari proses korosi yang terakumulasi didalam air
Boiler.

Anda mungkin juga menyukai