Anda di halaman 1dari 10

II.

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Drama


Kata drama berasal dari bahasa Greek; tegasnya dari kata kerja dran yang
berarti “berbuat, to act atau to do”. Demikianlah dari segi etimologinya, drama
mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang
bersifat drama. Maka tidak usah kita heran kalau Moulton mengatakan bahwa
“drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in action)
ataupun Bathazar Verhagen yang mengemukakan bahwa “drama adalah kesenian
melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak” (Slametmuljana dalam Tarigan,
1985: 70). Jadi, drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu
dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan
secara verbal adanya dialogue atau cakapan diantara tokoh-tokoh yang ada
(Budianta dkk., 2002: 95). Dalam pertunjukkan drama, yang paling penting adalah
dialog atau percakapan yang terjadi di atas panggung karena dialog tersebut
menentukan isi dari cerita drama yang dipertunjukkan.
Pada umumnya drama mempunyai pengertian dan bentuk yang hampir sama,
tidak ada perbedaan yang menyolok dan tidak terlalu tajam antara drama di Eropa
maupun di Indonesia. Agar dapat lebih mudah dalam mengevaluasi maupun
memahami cerita drama, harus mengetahui juga unsur-unsur drama. Dari uraian-
uraian di atas telah disebutkan beberapa unsur-unsur drama, diantaranya alur dan
dialog. Dalam Hasanuddin (1996: 75) menyatakan di dalam drama tidak ditemukan
adanya unsur pencerita, sebagaimana terdapat di dalam fiksi. Alur di dalam drama
lebih dapat ditelusuri melalui motif yang merupakan alasan untuk munculnya suatu
peristiwa. Meskipun dalam menulis pengarang dapat mempergunakan kebebasan
daya ciptanya yang dimilikinya, ia tetap harus memikirkan kemungkinan dapat
terjadinya laku (action) di pentas. Faktor laku merupakan wujud lakon, dan motiflah
yang merupakan landasannya.
1. Unsur Intrinsik Drama
a. Plot atau Alur Drama
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir
yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Menurut
Wiyanto (2002: 24), secara rinci, perkembangan plot drama ada enam tahap,
yaitu eksposisi, konflik, komplikasi, krisis, resolusi, dan keputusan.
1) Eksposisi Tahap ini disebut pula tahap perkenalan, karena penonton
mulai diperkenalkan dengan lakon drama yang akan ditontonnya
meskipun hanya dengan gambaran selintas. Wujud perkenalan ini berupa
penjelasan untuk mengantarkan penonton pada situasi awal lakon drama.
2) Konflik Pemain drama sudah terlibat dalam persoalan pokok. Dalam
tahap ini mulai ada insiden (kejadian). Insiden pertama inilah yang
memulai plot sebenarnya, karena insiden merupakan konflik yang
menjadi dasar sebuah drama.
3) Komplikasi Insiden kemudian berkembang dan menimbulkan konflik-
konflik yang semakin banyak dan ruwet. Banyak persoalan yang kait-
mengait, tetapi semuanya masih menimbulkan tanda tanya.
4) Krisis Dalam tahap ini berbagai konflik sampai pada puncaknya
(klimaks). Bila dilihat dari sudut penonton, bagian ini merupakan puncak
ketegangan. Namun, bila dilihat dari sudut konflik, klimaks berarti titik
pertikaian paling ujung yang dicapai pemain protagonis (pemeran
kebaikan) dan pemain antagonis (pemeran kejahatan).
5) Resolusi Dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik. Jalan keluar
penyelesaian konflik-konflik yang terjadi sudah mulai tampak jelas.
6) Keputusan Dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan sebentar
lagi cerita selesai. Dengan selesainya cerita, maka tontonan drama sudah
usai (bubar).
7) Plot dalam drama berfungsi (1) untuk mengungkapkan buah pikiran
penulis teks, (2) menangkap, membimbing dan mengarahkan perhatian
pembaca atau penonton, (3) mengungkapkan dan mengembangkan watak
tokoh-tokoh cerita. Untuk menyusun gambaran peristiwa tersebut
sehingga membentuk sebuah plot, pembaca mungkin akan
menggarapnya berdasarkan urutan waktu maupun urutan sebab akibat.
b. Dialog
Dialog adalah ekspresi yang diungkapkan oleh tokoh lewat media
bahasa. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang
diperankan dan dapat menunjukkan plot lakon drama. Dialog dapat terjadi
antara dua tokoh atau lebih yang memperlihatkan perilaku atau watak
masingmasing tokoh. Pada umumnya peranan dialog dalam teks dramatik
adalah untuk menghidupkan tokoh atau membangun tokoh, watak, ruang,
waktu dan lakuan. Dalam dialog biasanya ada interaksi timbal balik atau ada
reaksi dari lawan main. Hal ini yang sebagai ciri dan fungsi dari dialog.
Dalam drama ada dua macam cakapan, yaitu dialog dan monolog.
Disebut dialog ketika ada dua orang atau lebih tokoh yang bercakap-cakap.
Disebut monolog ketika seseorang tokoh bercakap-cakap dengan dirinya
sendiri. Dialog dan monolog merupakan bagian penting dalam drama, karena
hampir sebagaian besar teks didominasi oleh dialog dan monolog. Itulah
yang membedakan teks drama dengan puisi dan novel (Wiyatmi, 2006: 52).
Menurut Waluyo (2001: 22), dialog juga harus hidup, artinya
mewakili tokoh yang dibawakan. Watak secara psikologis, sosiologis
maupun fisiologis dapat diwakili oleh dialog itu. Dialog dalam drama dapat
berupa prosa maupun puisi. Dalam drama modern, kebanyakan dialog ditulis
dalam bentuk prosa. Dialog yang baik ditentukan oleh panjang atau
pendeknya dialog itu.
Dalam definisi tersebut di atas disimpulkan bahwa dialog itu menarik
hati. Dalam teks drama dialog biasanya ditulis setelah titik dua atau jika
tidak menggunakan titik dan dibawah tokoh yang mengucapkan dialog
tersebut. Selain itu Menurut Waluyo (2001: 22), dialog juga harus hidup,
artinya mewakili tokoh yang dibawakan. Watak secara psikologis, sosiologis
maupun fisiologis dapat diwakili oleh dialog itu.
c. Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran
pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang
menarik (Wiyanto, 2002: 23). Sedangkan Waluyo (2001: 24) menyatakan
tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema
berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula
dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang
dikemukakan oleh pengarangnya. Sudut pandangan ini sering dihubungkan
dengan aliran yang dianut oleh pengarang tersebut.
Unsur buah pikiran atau tema dalam drama terdiri dari masalah,
pendapat, dan pesan pengarang. Unsur-unsur tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam drama, tema akan
dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh
protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik
dan diformulasikan dalam bentuk dialog.
d. Latar
Waluyo (2002: 23) menyatakan bahwa latar atau tempat kejadian
cerita sering pula disebut latar cerita. Wiyatmi (2006: 51) menyatakan latar
dalam naskah drama meliputi latar tempat, waktu dan suasana yang akan
ditunjukkan dalam teks samping. Untuk memahami latar, maka seorang
pembaca naskah drama, juga para aktor dan pekerja teater yang akan
mementaskannya harus memperhatikan keterangan tempat, waktu, dan
suasana yang terdapat pada teks samping atau teks non dialog.
e. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada
pembaca naskah atau penonton drama (Wiyanto 2002: 24). Pesan itu tentu
saja tidak saja disampaikan secara langsung, tetapi lewat lakon naskah drama
yang ditulisnya. Artinya, pembaca atau penonton dapat menyimpulkan,
pelajaran moral apa yang diperoleh dari membaca atau menonton drama itu.
Amanat sebuah drama akan lebih mudah dihayati penikmat, jika drama itu
dipentaskan. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan
secara praktis.
2. Unsur Ekstrinsik Drama
Unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar teks
drama, tetapi ikut berperan dalam keberadaan teks drama tersebut. Unsur-unsur
itu antara lain biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang,
dan unsur sosial budaya masayarakatnya yang dianggap dapat memberikan
masukan yang menunjangnya penciptaan karya drama tersebut.
3. Ragam Drama
Secara Pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi, tragikomedi,
melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan sang
tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian.
Drama komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh,
dan berakhir dengan kebahagiaan. Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi
dan komedi. Melodrama adalah lakuan tragedi yang berlebih-lebihan. Dan force
adalah komedi yang dilebih-lebihkan.

B. Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
stlye. Kata Stlye diturunkan dari kata latin stilus yaitu semacam alat untuk menulis
pada lempengn lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan
pada keahlian untuk menulis indah, maka stlye lalu berubah menjadi kemampuan
dab keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf,
2004:112). Sebagai gejala sosial, bahas dan pemakaian gaya bahasa tidak hanya
ditentukan oleh faktor internal saja melainkan faktor-faktor sosial dan situasional.
Faktor sosial misalnya status sosial, jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, tingkat
ekonomi dan sebagainya.
Hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat
tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut. Istilah
gaya berpadanan dengan istilah stylos. Secara umum makna stylus adalah waktu
arsitektur, yang memiliki ciri sesuai dengan karakteristik ruang dan waktu.
Sementara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang
digunakan oleh penulis. Terdapat dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan
istilah style selain dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verba.
Secara etimologis berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan
stylistics dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya. Gaya bahasa memiliki cakupan
yang sangat luas baik itu tulisan maupun pembicaraan. secara umum gaya bahasa
adalah pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat oleh penulis atau pembicara dalam
mengekspresikan ide, gagasan, dan pengalamannya untuk menyakinkan atau
mempengaruhi pembacaatau pendengar. Dikemukakan oleh Slamet Muljana bahwa
gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati
pengarang dengan sengaja atau tidak, menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam
hati pembaca. Selanjutnya dikatakan bahwa gaya bahasa itu selalu subjektif dan
tidak akan objektif.
Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang khas dan dapat diidentifikasi
melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari
atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan
penggunaan bahasa biasanya berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa,
banyaknya pemakaian bahasa daerah, pemakaian bahasa asing, pemakaian
unsurunsur daerah dan unsur-unsur asing.
Gaya bahasa merupakan bentuk retorika yaitu penggunaan kata-kata dalam
berbicara maupun menulis untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar, selain itu
gaya bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana dimana gaya bahasa dapat
menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, misalnya kesan baik atau buruk,
senang, atau tidak enak dan sebagainya yang diterima pikiran dan perasaan melalui
gambaran tempat, benda-benda, suatu keadaan atau kondisi tertentu.
Gaya bahasa tidak ubahnya sebagai aroma dalam makanan yang berfungsi
untuk menikatkan selera. Gaya bahsa merupakan retorika, yakni menggunakan kata
kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk mempengaruhi pembaca dan
pendengar (AlMa‟ruf,2009:15). Jadi gaya bahasa berfungsi sebagai alat untuk
menyakinkan atau mempengaruhi pembaca dan pendengar.
Gaya bahasa itu merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk
mendapatkan efek tertentu, baik efek praktis maupun menarik perhatian dalam
percakapan sehari-hari maupun efek estetis dalam karya sastra. Hartoko dan
Rahmanto mengemukakan bahwa gaya bahasa itu adalah cara yang khas dipakai
seseorang untuk mengungkapkan diri. Gaya bahasa itu adalah bagaimana seorang
penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya.
Menurut Tarigan (2013: 4), gaya bahasa adalah bahasa indah yang
digunakan untk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan dan
membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau dengan hal yang
lain yang lebih umum. Sedangkan Siswantoro (2014: 115) menambahkan gaya
bahasa merupakan suatu gerak membelok dari bentuk ekspresiif sehari-hari atau
aliran ide-ide yang biasa untuk menghasilkan suatu efek yang luar biasa. Gaya
bahasa dapat memperkaya makna sehingga dapat menggapai pesan yang diinginkan
secara lebih intensif hanya dengan sedikit kata.
Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan
santun dan menarik. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baikdan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata yang kabur
tidak terarah serta menggunakan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan
mengandung ketidak jujuran. Sopan santun adalah memberi penghargaan atau
menghormati orang yang diajak berbicara. Kata hormat bukan berarti memberikan
penghargaan atau penciptaan kenikmatan melalui kata-kata manis sesuai dengan
basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradap. Pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa yang indah
melalui pemikiran. Gaya bahasa memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
dengan membandingkan sesuatu dengan hal lain.
1. Jenis Gaya Bahasa
Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa gaya bahasa kiasan ini pertama-
tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan
sesuatu dengan sesuatu hal yang lain. Berarti menemukan ciri-ciri yang
menunjukan kesamaan anatar kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya
mengandung dua pengertian, yaitu: perbandingan yang termasuk gaya bahasa
yang polos atau langsung dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa
kiasan. Adapun jenis-jenis gaya bahasa sekitar 60 buah gaya bahasa yang
termasuk ke dalam empat kelompok berikut:
a. Gaya Bahasa Perbandingan
Pradopo berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah
bahasa yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding, seperti; bagai, sebagai, bak, seperti,
semisal, seumpama, laksana dan kata-kata pembanding yang lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahsa yang
mengandung maksut membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau
mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama.
Contoh: bibirnya seperti delima merekah, adapun gaya bahasa perbandingan
ini meliputi: Hiperbola, metonimia, personfikasi, metafora, sinekdoke, alusi,
simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym dan hipalase
b. Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan ialah kata-kata berkias yang menyatakan
pertentangan dengan yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau
penulis dengan maksud untuk memperhebat atau meningkatkan kesan dan
pengaruhnya kepada pembaca dan pendengar. Di dalam kelompok gaya
bahasa pertentangan ada dua puluh tujuh jenis gaya bahasa sebagai berikut.
1) Hiperbola 11) Klimaks
2) Litotes 12) Anti klimaks
3) Ironi 13) Apostrof
4) Oksimoron 14) Anastrof atau inversi
5) Paralipsis 15) Apofasis
6) Zeugma dan Silepsis 16) Histeron proteron
7) Satire 17) Hipalase
8) Inuendo 18) Sinisme
9) Antifrasis 19) Sarkasme
10) Paradoks
c. Gaya Bahasa pertautan
Gaya bahasa pertautan adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-
kata kiasan yang berhubungan atau bertautab terhadap sesuatu hal yang ingin
disampaikan. Gaya bahasa pertautan dibagi menjadi tiga belas, berikut
penjelasannya:
1) Metonimia 8) Paralelism
2) Sinekdok 9) Antonomasia
3) Alusi 10) Elipsis
4) Eufemisme 11) Gradasi
5) Eponim 12) Asindeton
6) Epitet 13) Polisindeton
7) Erotesis
d. Gaya Bahasa Perulangan
Perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung
perulangan bunyi, suku kata, kata atau frase, ataupun bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Kedua belas jenis gaya bahasa yang termasuk ke dalam kelompok gaya
bahasa perulangan atau repetisi itu akan kita bahas satu persatu secara terinci
sebagai berikut:
1) Aliterasi 7) Anafora
2) Asonansi 8) Epistrofa
3) Antanaklasis 9) Simploke
4) Kiamus 10) Mesodilopsis
5) Epizeukis 11) Epanalepsis
6) Tautotes

C. Fungsi Penggunaan Gaya Bahasa


Bahasa secara umum digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Dengan
bahasa memungkinkan seseorang untuk menjalin interaksi dengan orang lain,
sehingga seseorang dapat dengan mudah mengungkapkan ide, perasaan dan emosi.
Untuk mengetahui fungsi penggunaan gaya bahasa terlebih dahulu akan dijelaskan
mengenai fungsi bahasa menurut Roman Jakobson dalam Baylon (1994: 77-78) dan
Peyroutet (1994: 6) yang mengelompokkan fungsi bahasa berdasarkan komponen
komunikasi ada enam yaitu fungsi emotif, fungsi referensial, fungsi konatif, fungsi
puitis, fungsi fatis dan fungsi metalinguistik.

D. Kajian Penelitian Relevan


Kajian Penelitian relevan memiliki tujuan untuk dijadikan sebagai bahan
perbandingan atas analisis yang telah dilakukan. Penelitian relevan ini berkaitan
dengan analisis yang dilakukan beserta tinjauan teori yang digunakan. Adapun
beberapa penelitian relevan yang digunakan peneliti, adalah sebagai berikut :
Penelitian yang pertama berjudul “Gaya Bahasa Dalam Naskah Drama
Mega-Mega Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia Di SMA”, yang disusun oleh I Mukhamad Ilham Maulana,
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pancasakti Tegal, pada tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditemukan beberapa penggunaan
gaya bahasa yaitu majas perbandingan dan majas penegasan. Majas perbandingan
meliputi personifikasi, hiperbola, metafora, sinekdok, simbolik, dan asosiasi,
sedangkan dalam majas penegasan terdapat klimaks dan antiklimaks. Di mana data
hasil penelitian dalam jenis majas perbandingan ditemukan 18 data hiperbola, 9
personifikasi, 2 metafora, 1 sinekdok, 1 simbolik, dan 4 asosiasi, sedangkan dalam
jenis majas penegasan terdapat 1 data antiklimaks dan 3 data klimaks.
Penelitian yang pertama berjudul “Analisis Bentuk dan Fungsi Gaya Bahasa
Dalam Naskah Drama L’Annonce faite à Marie Karya Paul Claudel”, yang disusun
oleh I Komang Soni Anggarika Suwirna Bratha, mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa Perancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Yogyakarta, pada tahun 2018.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, naskah drama L’Annonce faite à Marie
karya Paul Claudel menggunakan berbagai gaya bahasa. Setelah dilakukan analisis
diperoleh 68 data yang terdiri dari 13 jenis gaya bahasa yaitu: inversi/anastrof,
apostrof, pertanyaan retoris, eufimisme, hiperbola, Paradoks, simile, metafora,
personifikasi, sinekdokke pars pro toto, sarkasme, anafora, dan antitesis. Paul
Claudel memiliki kecenderungan memakai gaya bahasa anafora untuk memberikan
penekanan pada suatu hal yang sedang dibicarakan dan juga untuk menambah nilai
estetik.
Fungsi gaya bahasa yang terkandung dalam naskah drama L’Annonce faite à
Marie karya Paul Claudel terdiri dari 5 fungsi tuturan yang mengandung fungsi gaya
bahasa yaitu fungsi ekspresif, fungsi konatif, fungsi referensial, fungsi puitik, dan
fungsi fatis. Fungsi penggunaan gaya bahasa yang paling dominan adalah fungsi
referensial, Paul Claudel memiliki kecenderungan memakai fungsi bahasa tersebut
sebagai penggambaran tentang hal-hal yang dituturkan yang terpusat pada referensi.

Anda mungkin juga menyukai