paulus dari Tarsus (nama Yunani Paulus dari Tarsus / nama Ibrani Saulus
dari Tarsus) atau Rasul Paulus, diakui sebagai tokoh penting dalam
penyebaran dan perumusan ajaran kekristenan yang bersumberkan dari
pengajaran Yesus Kristus. Paulus memperkenalkan diri melalui kumpulan
surat-suratnya dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen sebagai
seorang Yahudi dari suku Benyamin, yang berkebudayaan Yunani dan warga
negara Romawi. Ia lahir di kota Tarsus tanah Kilikia, dibesarkan
di Yerusalem dan dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel. Pada
masa mudanya, ia hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling
keras dalam agama Yahudi.[5] Mulanya ia seorang penganiaya orang Murid
murid Yesus, dan sesudah pengalamannya berjumpa dengan Yesus di jalan
menuju kota Damaskus, ia berubah menjadi seorang pengikut Yesus.
Pertobatan Paulus dapat diperkirakan antara tahun 33-36 dengan bukti kuat
untuk tahun 34 dengan mengacu pada salah satu suratnya. Menurut Kisah
Para Rasul, pertobatannya (atau metanoia) terjadi di jalan menuju Damaskus
di mana ia mengalami "pertemuan" dengan Yesus, yang kemudian
menyebabkan ia menjadi buta untuk sementara (Kisah Para Rasul 9:1-31,
22:1-22, 26:9-24).
Pertobatan ini sangat istimewa dimana kemauan untuk Paulus bertobat
awalnya datang dari Tuhan Yesus sendiri setelah itu barulah muncul niatan
bertobat dari Paulus sendiri.
Rasul Paulus memang memberikan banyak teladan pada orang percaya, salah
satunya adalah mengenai imannya yang sangat kuat. Setelah menjadi
pengikut Tuhan Yesus, hidup Paulus sangat berubah. Ia memberitakan Injil
dengan penuh semangat karena ia ingin banyak orang diselamatkan. Namun,
karena semangatnya yang luar biasa dalam memberitakan Injil, ia mengalami
banyak penolakan, aniaya dan penderitaan. Akan tetapi, Rasul Paulus tidak
pernah mengeluh sama sekali. Sampai akhirnya, karena imannya kepada
Tuhan Yesus, ia rela disiksa, dan pada akhirnya mati dipenggal. (2 Konritus
4:8-10 “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis
akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan
sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa
kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi
nyata di dalam tubuh kami.