Anda di halaman 1dari 12

Peran dan Fungsi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu serta

Kewenangan dalam Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia

Dosen Pengampu: Andi Ilmi Utami Irawan, M.I.P.

Disusun oleh:

Nama Kelompok 15 :

Kelas: A

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

TAHUN 2024
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Partai Politik dan Pemilihan Umum.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Partai Politik dan Pemilihan
Umum dengan judul (judul). Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Andi Ilmi Utami Irawan,
M.I.P. selaku dosen pengampu mata kuliah Partai Politik dan Pemilihan Umum. Karena telah
memberikan petunjuk kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas segala kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu
untuk memperbaiki segala kesalahan dari penyusunan makalah ini.

Palangka Raya, 02 April 2024


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Salah satu cara demokrasi yang paling penting untuk memilih pemimpin negara dan
pemerintahan adalah pemilihan umum, juga dikenal sebagai pemilihan umum. Pemilu
sangat penting untuk menentukan kepemimpinan dan kebijakan publik di Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bertugas
menjaga keberlangsungan dan integritas proses pemilu. DKPP bertanggung jawab atas
koordinasi dan pengawasan kegiatan pemilu, termasuk pengaturan dan pelaksanaan
pemilu, pengawasan proses pemungutan suara, dan penyelenggaraan hasil pemilu.
Lembaga ini mempunyai kewenangan yang luas untuk mengatur hal-hal seperti
pengaturan kegiatan pemilu, pengawasan proses pemungutan suara, pengelolaan hasil
pemilu, dan pengawasan kegiatan pemilu oleh pihak lain. Lembaga ini memiliki
wewenang yang luas untuk mengatur kegiatan pemilu, termasuk mengawasi proses
pemungutan suara, mengelola hasil pemilu, dan mengawasi kegiatan orang lain.
Namun, peran dan fungsi DKPP serta kewenangannya dalam penyelenggaraan pemilu
di Indonesia sering dibahas. Baik di dalam maupun di luar lembaga, beberapa kebijakan
dan praktik DKPP telah menimbulkan kejadian tersebut. Hal ini memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk memahami bagaimana DKPP berfungsi, bagaimana peran dan fungsinya
dapat dioptimalkan, dan bagaimana kewenangan DKPP dapat diatur untuk memastikan
keinginan dan keberhasilan pemilu di Indonesia.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengkaji peran, fungsi, dan kewenangan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Makalah ini akan membahas secara menyeluruh bagaimana DKPP berfungsi dalam
konteks pemilu , bagaimana peran dan fungsi DKPP dapat dioptimalkan, dan bagaimana
kewenangan DKPP dapat diatur untuk memastikan pemilu di Indonesia berlangsung
sukses dan berkelanjutan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa kewenangan DKPP ?
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi DKPP dalam pelaksanaan tugas ?
3. Berikan penjelasan contoh penyelesaian sengketa oleh DKPP ?
4. Berikan analisis anda terhadap penyelesaian sengketa tersebut ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui kewenangan DKPP.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi DKPP dalam pelaksanaan tugas.
3. Untuk mengetahui penjelasan contoh penyelesaian sengketa oleh DKPP.
4. Untuk mengetahui analisis terhadap penyelesaian sengketa tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kewenanngan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)


DKPP adalah singkatan dari Dewan Kehormatan Panitia Penyelenggara Pemilu.
Kewenangan DKPP adalah mengadili dan memutus perkara pelanggaran etik yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu seperti KPU, Panwaslu, dan komisioner PPK yang
diduga melanggar kode etik atau melakukan tindakan pelanggaran dalam menjalankan
fungsinya. DKPP berwenang memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara
pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran etika.
DKPP diawali dengan terbentuknya Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum
(DK-KPU). Organisasi ini didirikan berdasarkan Undang-Undang 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. DK-KPU mempunyai sifat khusus dan
merupakan bagian dari KPU. DK-KPU resmi berubah menjadi DKPP pada tanggal 12 Juni
2012, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan
Pemilu (UU No.15/2011). UU No.15 Tahun 2011 kemudian diganti dengan UU
No.7/2017. Berdasarkan Pasal 155 ayat (1), UU No.7/2017, DKPP menjadi tetap, mandiri
dan berkantor pusat di ibu kota negara. Struktur organisasi yang lebih banyak profesional
dengan tugas, fungsi dan wewenangnya menjangkau seluruh tingkatan penyelenggara
pemilu beserta jajarannya dari tingkat pusat hingga tingkat wakil kecamatan/desa termasuk
penyelenggara pemilu mempunyai sifat khusus seperti PPK, PPS, KPPS, bahkan KPPS di
luar negeri. Keanggotaan dalam DKPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (4)
UU No.7/2017, meliputi anggota unsur KPU sebanyak 1 (satu orang), anggota unsur
Bawaslu sebanyak 1 (satu) orang, dan tokoh masyarakat sebanyak 5 (lima orang).
DKPP sebagai kesatuan lembaga pemilu menyusun dan menetapkan kode etik yang
mengikat seluruh penyelenggara pemilu beserta jajarannya untuk menjaga independensi,
keutuhan, dan keutuhan wewenang dan nama baik penyelenggara pemilu, sebagaimana
diatur dalam pasal UU NO. 7/2017. Kode Etik bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh
seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Terkait kasus tersebut, DKPP bertanggung jawab
menangani kasus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Berdasarkan Pasal 159
ayat (1), UU no. 7/2017, DKPP yang membawahi :
A. menerima pengaduan dan/atau laporan yang diduga adanya pelanggaran Kode Etik
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu.
B. melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, dan meninjau pengaduan dan/atau
laporan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Lebih lanjut dalam ayat (2), dalam menjalankan tugasnya DKPP berwenang :
A. Memanggil penyelenggara Pemilu yang diduga melanggar kode etik untuk
menjelaskan dan membela;
B. Memanggil pelapor, saksi, atau pihak pihak lain yang terkait untuk dimintai
keterangannya, termasuk dimintai dokumen atau bukti lainnya.
C. Memberikan saksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode
etik.
D. Memutus pelanggaran kode etik.

Hal ini menunjukkan adanya lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum
dan sanksi terhadap penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Penerapan Kode
Etik pada penyelenggara pemilu penting dilakukan dalam membangun dan memahami
kesadaran etika penyelenggara pemilu agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya
secara profesional dan independen. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik
Penyelenggara Pemilu penting untuk mewujudkan pemilu yang demokratis. Oleh karena
itu, kehadiran DKPP untuk menegakkan Kode Etik (kode etik atau pedoman perilaku)
dan menjaga independensi, integritas dan reputasi penyelenggara pemilu sangat penting.

Adanya kewenangan dan sanksi paksaan yang dimiliki DKPP sebenarnya bertujuan
untuk memastikan penyelenggara pemilu menjunjung kode etik yang menjadi aturan
main dalam penyelenggaraan pemungutan suara. Hal ini beralasan, karena tujuan yang
ingin dicapai dalam penyelenggaraan pemilu adalah memilih wakil rakyat yang benar-
benar menghormati kemauan rakyat. Apabila kekuasaan DKPP tidak bersifat memaksa
maka tujuan tersebut tidak akan tercapai. Misalnya dimana DKPP tidak mempunyai
kewenangan untuk memberikan sanksi, maka kode etik hanya akan menjadi standar yang
tidak sempurna karena tidak dapat dilaksanakan.

2.2 Permasalahan Yang Dihadapi DKPP Dalam Pelaksanaan Tugas

Dewan Kehormatan Pelenyelenggara Pemilu (DKPP) di Indonesia hadapi beberapa


permasalahan dalam pelaksanaan tugas, termasuk :

1) Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu


Kode etik penyelenggara pemilu yang tidak diinginkan dalam proses
pemilu adalah pelanggaran kegiatan. Kemampuan untuk mengenali,
mengevaluasi, dan mengubah kode etik pemilu, merupakan kejadian
dimana kode etik pemilu dilanggar, seperti penggunaan asusila, narkotika
dan obat - obatan yang dijual bebas, penggunaan minuman keras, dan
perjudian. Perbuatan yang melanggar aturan yang berlaku umum dianggap
tidak bermoral, termasuk pelanggaran hak asasi manusia, kebebasan
beragama, dan kebebasan mengikuti pemilu. Pelanggaran penggunaan
narkoba dan obat-obatan terlarang adalah penggunaan zat-zat yang tidak
diperbolehkan dalam proses pemilu, termasuk narkoba, termasuk
narkotika. Pelanggaran minuman beralkohol adalah perbuatan yang
melanggar peraturan mengenai konsumsi minuman beralkohol pada saat
proses pemilu. Insiden perjudian adalah tindakan yang melanggar aturan
yang berlaku dalam proses pemilu, seperti penyalahgunaan kekuasaan,
manipulasi data, kolusi, nepotisme, dan konflik kepentingan. Penting bagi
penyelenggara pemilu untuk bebas mengambil keputusan dan
melaksanakan tugas mereka tanpa pengaruh politik apa pun. Kecerdasan
penyelenggara pemilu menuntut mereka memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang proses pemilu serta mampu menjalankan
tugasnya dengan cerdas dan cermat. Petugas pemilu harus menghormati
hak asasi manusia dalam menjalankan tugasnya, termasuk menghormati
privasi dan keamanan pemilih.
2) Kekuasaan Peradilan
Penilaian etik penyelenggara pemilu berada di tangan hakim yang ditunjuk
pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun, ada
beberapa kasus di mana tinjauan etika tidak dilakukan secara efektif. Oleh
karena itu DKPP ingin membenahi organisasinya guna mengoptimalkan
tugas dan peran Tim Pemeriksa Daerah (TPD) yang bertugas mendukung
operasional DKPP. Reorganisasi ini diperlukan karena adanya kendala
dalam proses penegakan etik, khususnya dengan hadirnya DKPP. Lembaga
ini mengikuti model peradilan terbuka dan dirancang untuk menjadi
lembaga peradilan etis yang menerapkan seluruh prinsip peradilan. Namun
masalahnya, proses penegakan etik juga cacat, apalagi dengan hadirnya
DKPP. TPD merupakan tim yang bertugas membantu DKPP dalam
menerima dan menyelidiki pengaduan pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu. Namun, proses penanganan dan pemantauan
pengaduan merupakan tantangan dan memerlukan reorganisasi untuk
mengoptimalkan mandat dan peran TPD. Reorganisasi ini diperlukan untuk
meningkatkan proses pengaduan dan pemantauan serta memastikan etika
yang efektif dan dapat ditegakkan dalam proses pemilu. Reorganisasi ini
akan memungkinkan DKPP dan TPD untuk lebih efektif menangani
pelanggaran Kode Etik dan memastikan bahwa penyelenggara pemilu
bertindak sesuai dengan Kode Etik dan prinsip-prinsip.
3) Black Campaign
Black Campaign merupakan kegiatan yang mengancam proses pemilu,
karena dapat menyebarkan informasi palsu atau ditujukan untuk menentang
kandidat tertentu. DKPP bertugas memantau dan menangani gerakan kulit
hitam dalam pemilu, yang dilakukan melalui pemantauan dan pengendalian
informasi. Pemantauan kampanye hitam mencakup pengelolaan informasi,
pemantauan media sosial, dan pemantauan penggunaan teknologi
informasi. DKPP berwenang mengadili seluruh pengaduan pelanggaran
kode etik penyelenggara pemilu, termasuk pelanggaran kode etik dalam
black campaign. Pemantauan black campaign DKPP bertujuan untuk
mengelola dan mengendalikan informasi yang ditulis, diberitakan, atau
disebarluaskan oleh pemilik media, pengguna media sosial, atau pengguna
teknologi informasi. Dengan cara ini, DKPP bertujuan untuk mengurangi
pengaruh black campaign terhadap proses pemilu dan menjamin keadilan
dan transparansi proses pemilu.

2.3 Penjelasan Contoh Penyelesaian Sengketa Oleh DKPP

Contoh sengketa yang akan kami ambil yaitu “Implikasi Putusan DKPP Bagi
Penegakkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Kabupaten Kepulauan Mentawai”

Berdasarkan penilaian atas beberapa fakta yang ada didalam persidangan, setelah
memeriksa keteranagan dari pengadu, memeriksa jawaban dan keterangan teradu,
memeriksa keterangan dari saksi, memeriksa bukti bukti dokumen yang disampaikan
pengadu dan teradu, DKPP memutuskan bahwa :
A. Menjatuhkan sanksi berupa PEMBERHENTIAN TETAP kepada teradu I atas
nama Andres dan teradu II atas nama Manrofen selaku ketua dan anggota KPU
kabupaten kepulauan mentawai, dan teradu III atas nama Syamsyir Ali selaku
ketua/anggota panwaslu kabupaten kepulauan mentawai terhitung sejak
dibacakannya keputusan ini.
B. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Sumatera Barat untuk menindaklanjuti
keputusan ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
C. Memerintahkan kepada badan pengawas pemilu republik indonesia untuk
mengawasi pelaksanaan putusan ini.

KPU Provinsi Sumatera Barat telah melakukan pleno dan mengelurakan surat keputusan
KPU provinsi sumatera baarat nomor 69/Kpts/KPU-Prov/TAHUN 2014 Tentang
pemberhentian anggota KPU kabupaten kepulaauan mentawai, tanggal 16 juni 2014.
Sementara bawaslu tidak hanya mengawasi tindak lanjut keputusan DKPP tetapi juga
mengeksekusi keputusan DKPP dengan mengeluarkan keputusan bawaslu provinsi
sumatera barat Nomor 21-KEP-2014 tentang pemberhentian anggota panwaslu kabupaten
kepulauan mentawai, tanggal 17 juni 2014.

2.4 Analisis Terhadap Penyelesaian Sengketa Tersebut

Analisis yang kami dapat dari sengketa yang sudah kami baca diatas adalah proses
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh DKPP terhadap penyelenggara pemilu di
kabupaten kepulauan mentawai diawali dengan adanya pengaduan, kemudian
dilakukannya verifikasi administrasi dan verifikasi material oleh Bawaslu dan DKPP,
apabila DKPP menilai syarat administrasi dan material tadi terpenuhi, DKPP akan
melakukan registrasi dengan mengganti nomor pengaduan dengan nomor perkara yang
akan disidangkan oleh DKPP. Kemudian DKPP akan menentukan jadwal sidang dan akan
menentukan resume perkara, majelis sidang serta media sidang apa yang akan dilakukan,
berikutnya pelaksanaan sidang, dengan menghadirkan pihak pengadu, teradu, dan saksi
untuk membuktikan pelanggaran kode etik yang dituduhkan terhadap penyelenggaran
pemilu tersebut. Selanjutnya, keputusan pemberhentian yang dijatuhkan oleh DKPP
terhadap penyelenggara pemilu dikabupaten kepulauan mentawai sudah memenuhi
persyaratan dan proses yang diatur juga sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai