Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki
hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun
tidak langsung, oleh berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan
(Menurut Budimanta Dkk, 2008). Menurut Jones (2011) menjelaskan bahwa stakeholders
dibagi dalam dua kategori, yaitu:
a) Inside stakeholder, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan
terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Pihak-
pihak yang termasuk dalam kategori ini adalah pemegang saham dan karyawan.
b) Outside stakeholder, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang bukan pemilik
perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun
memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta
tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori
ini adalah pelanggan, pemasok, pemerintah, masyarakat lokal, dan masyarakat secara
umum.
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,
analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat
dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut
(Ghozali, 2007). Stakeholder theory adalah "Teori yang menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak memperoleh informasi mengenai aktivitas perusahaan yang
dapat memengaruhi pengambilan keputusan mereka. Para stakeholder juga dapat memilih
untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak dapat memainkan peran secara
langsung dalam suatu perusahaan. Perkembangan konsep stakeholder juga dibagi
menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan, kebijakan bisnis dan corporate social
responsibility (Roberts, 1992).
2.1.2 Pajak
Dari definisi diatas dapat simpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib yang dapat
dipaksakan kepada masyarakat guna kepentingan pembangunan nasional dan
pemungutannya hanya dapat dipungut oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Mardiasmo dalam bukunya yang berjudul perpajakan edisi revisi (2011:1)
menjelaskan bahwa ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan
mengatur (regular). Fungsi budgetir yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi regular yaitu suatu alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan peemerintah dalam bidang social dan
ekonomi. Sedangkan jenis-jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Menurut golongannya dibagi menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak
langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contoh: PPh. Pajak tidak langsung
adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain,
contoh: PPn.
b. Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif
adalah pajak yag berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan
keadaan diri wajib pajak, contoh: PPh. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada
objek, tanpa melihat keadaan diri wajib pajak, contoh: PPn dan pajak Penjualan atas
Brang Mewah.
c. Menurut lembaga pemungutan pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak
pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga Negara, contoh: PPh, PPn, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak
daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan lain-lain.
2.1.4 Likuiditas
Suatu perusahaan memiliki suatu tingkat likuiditas yang makin besar jika jumlah
aktiva-aktiva lancarnya jauh lebih besar dari pada jumlah hutang-hutang lancarnya yang
harus segera dipenuhi. Dengan demikian, jika tingkat likuiditas perusahaan tinggi, maka
perusahaan akan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan rasio
likuiditas yang tinggi tersebut juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, yang menandakan perusahaan dalam kondisi keuangan yang
sehat serta dengan mudah menjual aset yang dimilikinya jika diperlukan (Anita M, 2015).
1. Rasio Lancar (Current Ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan.
2. Rasio Cepat (Quick Ratio) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau hutang lancar dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai perusahaan.
3. Rasio Kas (Cash Ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar
uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
4. Rasio Perputaran Kas merupakan rasio yang mengukur tingkat kecukupan modal kerja
perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan.
5. Inventory to Net Working Capital merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau
membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
2.1.5 Leverage
Leverage merupakan gambaran untuk melihat sejauh mana aset perusahaan dibiayai
oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri (Analisa, 2011). Leverage dapat
dikatakan sebagai penaksir dari resiko yang melekat pada suatu perubahaan. Artinya,
semakin besar tingkat leverage maka risiko investasi yang semakin besar pula.
Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah memiliki risiko leverage yang rendah
pula.
Leverage merupakan rasio yang menghitung seberapa jauh dana yang disediakan
oleh kreditur, juga sebagai rasio yang membandingkan total hutang dengan aktiva yang
dimiliki perusahaan, untuk mengukur seberapa tinggi aktiva perusahaan yang disediakan
pemilik dan berapa yang didanai dari pinjaman. Menurut Analisa (2011), tingginya rasio
leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak solvable, dimana total hutangnya lebih
besar dibandingkan dengan total aktivanya. Leverage merupakan banyaknya jumlah
utang yang dimiliki perusahaan dalam melakukan pembiayaan dan dapat digunakan untuk
mengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan utang. Perusahaan yang mempunyai
tingkat leverage yang tinggi mempunyai ketergantungan pada pinjaman luar untuk
membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah
lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri (Yulfaida, 2012).
a. Operating Leverage
Operating leverage merupakan penggunaan aktiva atau operasi perusahaan yang disertai
dengan biaya tetap. Setiap perusahaan memiliki biaya operasi tetap tanpa memperhatikan
jumlah biaya tersebut. Biaya operasi tetap dikeluarkan agar volume penjualan
menghasilkan penerimaan lebih untuk menutup seluruh biaya operasi tetap dan variabel.
b. Financial Leverage
Kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman dari luar ditinjau dari bidang
manajemen keuangan, merupakan penerapan kebijakan financial leverage, dimana
perusahaan membiayai kegiatannya (operasional) dengan menggunakan modal pinjaman
serta menanggung suatu beban tetap yang bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar
saham.
c. Total Leverage
Total leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya
tetap, baik biaya tetap operasi maupun biaya tetap financial untuk memperbesar pengaruh
perubahan volume penjualan terhadap pendapatan per lembar saham biasa. Oleh karena
itu total leverage dapat dipandang sebagai refleksi keseluruhan pengaruh dari struktur
biaya tetap operasi dan biaya tetap financial perusahaan.
Leverage dihitung dari total hutang dibagi dengan total asset perusahaan. Perusahaan
dengan tingkat leverage yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan lebih banyak
bergantung pada hutang dalam membiayai asset perusahaan. Hutang bagi perusahaan
memiliki beban tetap yang berupa beban bunga. Semakin besar hutang yang dimiliki
perusahaan maka beban bunga yang harus dibayarkan juga semakin tinggi. Perusahaan
yang memiliki hutang tinggi akan mendapatkan insentif pajak berupa potongan atas
bunga pinjaman sehingga perusahaan yang memiliki beban pajak tinggi dapat melakukan
penghematan pajak dengan cara menambah hutang perusahaan (Suyanto dan Supramono,
2012).
Ukuran perusahaan yaitu gambaran mengenai besar atau kecilnya suatu perusahaan.
Ukuran perusahaan tercantum pada laporan keuangan selama akhir periode yang telah
diaudit. Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aset yang dimiliki perusahan atau total
aktiva perusahaan yang kecilnya perusahaan dapat diukur berdasarkan total penjualan,
total nilai buku aset, nilai total aktiva dan jumlah tenaga kerja (Munawir, 2007). Ukuran
perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi suatu
perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya.
Hormati (2009) mendefinisikan ukuran perusahaan sebagai skala atau nilai yang
dapat mengklasifikasikan suatu perusahaan ke dalam kategori besar atau kecil
berdasarkan total aset, log size, dan sebagainya. Semakin besar total aset
mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Semakin besar ukuran
perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks.
Jadi hal itu memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada
untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Selain itu perusahaan yang
beroperasi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tax
avoidance yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroperasi lintas domestik,
karena mereka bisa melakukan transfer laba ke perusahaan yang ada di negara lain,
dimana negara tersebut memungut tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan negara
lainnya (Marfu’ah, 2015).
Sedangkan menurut Yusuf dan Soraya (2008), ukuran perusahaan merupakan ukuran
atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan, ditunjukan oleh natural logaritma dari total
aktiva. Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur
modal, semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan
perusahaan untuk melakukan investasi (Taufik, 2002).
Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan
yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aset,
dan lainnya (Saifudin dan Yunanda 2016). Pengukuran dengan log total aset dinilai
memiliki tingkat kestabilan yang lebih dibandingkan proksi-proksi yang lainnya dan
berkesinambungan antar periode (Yogiyanto 2007 dalam Dewinta dan Setiawan 2016).
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh (Budianti & Curry, 2018)
menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan positif terhadap penghindaran
pajak. Artinya jika perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya maka kas
dalam perusahaan berjalan lancar, dan beban pajak merupakan kewajiban jangka pendek
yang akan mudah dipenuhi. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis pertama
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Perusahaan yang dikelompokkan ke dalam ukuran yang besar (memiliki aset yang
besar) akan cenderung lebih mampu dan lebih stabil untuk menghasilkan laba jika
dibandingkan dengan perusahaan dengan total aset yang kecil (Indriani 2005 dalam
Dewinta dan Setiawan 2016). Perusahaan yang tergolong besar akan memiliki sumber
daya yang besar salah satunya sumber daya manusia yang ahli dibidang perpajakan.
Maka dari itu perusahaan besar cenderung melakukan praktik penghindaran pajak karena
perusahaan besar memiliki sumber daya manusia yang ahli dalam melakukan
perencanaan pajak sehingga dapat menekan beban pajak secara optimal. Teori kekuasaan
politik menjelaskan bahwa perusahaan besar akan lebih agresif untuk melakukan
penghindaran pajak agar mencapai penghematan beban pajak yang optimal (Dharma dan
Ardiana 2016).
Pendapat diatas didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawan dan
Sukartha (2014), Swingly dan Sukartha (2015) dan Dharma dan Ardiana (2016), dimana
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin tinggi nilai ukuran perusahaan
maka aktivitas penghindaran pajak semakin tinggi pula. Berdasarkan uraian tersebut,
maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini sebagai berikut :
Likuiditas (X1)
H1+