Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI PEDAGANG KAKI LIMA

SETELAH PANDEMI DI JALAN GARU II A KECAMATAN


HARJOSARI I

Nabiilah Huwiadaa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sumatera Utara, Indonesia
E-mail : nabiilahhuwaidaa73@gmail.com

Abstract
The implementation of social distancing regulations or keeping a distance has a big
impact on street vendors. As a result, their income is decreasing. In this study, it will be
described in general how the socio-economic conditions felt by street vendors in the Jl. Garu
II A, District Harjosari I. The research method used in this research is descriptive research
with a qualitative approach. Sources of data obtained are primary data obtained through direct
observation and interviews. Based on the research conducted, the results showed that there
were significant differences in income levels before the pandemic and after the pandemic. At
the time before the pandemic, the income of street vendors could achieve large enough profits
so that they could finance their daily needs. However, after the pandemic, their economic
situation declined drastically and it was difficult to meet their daily needs, so they looked for
other sources of income to fulfill their needs.

Keywords: Pandemic, Social and Economic, Street vendors

Abstrak
Pemberlakukan peraturan social distancing atau berjaga jarak memberikan dampak
yang besar terhadap pedagang kaki lima. Akibatnya pendapatan mereka semakin menurun.
Pada penelitian ini akan digambarkan secara umum bagaimana kondisi sosial ekonomi yang
dirasakan oleh para pedagang kaki lima di kawasan Jl. Garu II A, Kecamatan Harjosari I.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Sumber data yang diperoleh merupakan data primer yang didapat
melalui observasi serta wawancara secara langsung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat pendapatan yang signifikan saat
sebelum pandemi dan saat sesudah pandemi. Pada saat sebelum pandemi, pendapatan pedagang
kaki lima dapat meraih keuntungan yang cukup besar sehingga dapat membiayai kebutuhan
sehari-hari. Namun, pada saat sesudah pandemi, keadaan ekonomi mereka menurun secara
drastis dan sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga mereka mencari
sumber pendapatan yang lain agar kebutuhan mereka terpenuhi.

Kata kunci : Pandemi, Sosial dan Ekonomi, Pedagang kaki lima


PENDAHULUAN
Kota dipandang sebagai tempat yang menjanjikan bagi masyarakat desa karena
pembangunan sektor formal berada di kota, sehingga terjadi perpindahan masyarakat desa ke
kota. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi kau migran. Karena pada sektor formal tidak
dapat menampung tenaga kerja sepenuhnya. Lapangan kerja yang disediakan memiliki
ketentuan syarat pendidikan dan skill tertentu yang sifatnya formal sehingga tenaga kerja yang
tidak tertampung pada sektor formal memilih melanjutkan kelangsungan hidupnya pada sektor
informal.
Adanya sektor informal, berperan sebagai pengaman diantara pngangguran dan
keterbatasan peluang bagi tenaga kerja. Sehingga dengan adanya sektor informal ini bisa
dikatakan dapat meminimalisir kemungkinan pengangguran dan sebagai akibat dari
kelangkaan peluang kerja. Salah satu sektor informal yang berada di perkotaan adalah
pedagang kaki lima (PKL). Akibat kelangkaan dari peluang kerja di sektor formal, PKL
menjadi pilihan mudah untuk bertaham hidup.
Menurut Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima yang di maksud dengan Kaki lima yang selanjutnya disebut dengan
Pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan sarana
usaha perdagangan yang bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota,
fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan miliki pemerintah dan atau swasta yang
bersifat sementara dan tidak menetap.
Para pedagang kaki lima yang berada di kawasan Jalan Garu II a mengalami banyak
kesulitan pada masa pandemi covid-19 atau penyebaran virus corona. Corona virus atau dalam
bahasa ilmiah Coronavirus Disease (COVID-19) merupakan sejenis penyakit menular yang
menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan ringan hingga sedang yang termasuk kedalam
jenis flu. (Putri, A , 2020). Dikarenakan tingginya tingkat penyebaran virus corona membuat
pemerintah mengambil tindakan guna mengurangi penyebaran virus tersebut. Langkah yang di
ambil pemerintah diantaranya seperti : penutupan sementara pada tempat rekreasi, pusat
perbelanjaan, dan meliburkan kegiatan belajar mengajar di setiap tingkatan pendidikan dan
pelarangan perkumpulan dan kerumunan atau yang disebut dengan social distancing. Social
distancing merupakan upaya penanggulangan suatu penyakit dengan tetap memberikan hak-
hak kepada penduduk disuatu wilayah yang teridentifikasi penyakit. (CDC 2020; Pearce, 2020).
Pengaruh yang sangat signifikan yang di rasakan oleh pedagang kaki lima di daerah
Jalan Garu II A adalah berkurangnya pendapatan yang didapat. Berdasarkan penelitian para
pedagang kaki lima mengalami penurunan pendapatan dikarenakan sepinya pengunjung. Pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan keadaan sosial ekonomi yang
di alami oleh pedagang kaki lima yang berada di kawasan Jalan Garu II A setelah pandemi .

METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang di lakukan melalui observasi dan
wawancara. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui kondisi sosial ekonomi yang dialami
oleh pedagang kaki lima di daerah Jalan Garu II A Kecamatan Harjosari I.

PEMBAHASAN

Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah kaki lima adalah lantai yang
di beri atap sebagai penghubung rumah dengan rumah. Arti yang kedua adalah lantai yang
berada di muka pintu atau ditepi jalan. Arti yang kedua ini lebih sering diperuntukkan kepada
bagian depan bangunan rumah toko (ruko), dimana di masa lampau terjadi kesepakatan antar
perencana kota bahawa bagian depan dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan
diajadikan sebagai jalur tempat pejalan kaki melintas. Namun, ruang yang disediakan tersebut
tidak lagi menjadi sarana bagi pejalan kaki, tetapi telah beralih fungsi menjadi area tempat
berjualan oleh para pedagang kecil sehingga muncullah istilah pedagang kaki lima.
Menurut Kartini Kartono, dkk dalam Alisjahbana, mendefinisikan pedagang kaki lima
sebagai berikut :
1. Dapat dikatakan bahwa pedagang kaki lima tergabung kedalam usaha yang disebut
sektor informal.
2. Kata kaki lima mengandung pengertian bahwa mereka pada umumnya menjual
dagangan mereka dengan gelaran tikar dipinggir jalan atau didepan pertokoan yang
anggap strategis.
3. Para pedagang kaki lima pada umumnya berjualan makanan, minuman dan barang
konsumsi lain yang dijual secara eceran.
4. Pedagang kaki lima pada umumnya memulai usaha dengan modal yang kecil bahkam
ada yang berdagang hanya sebagai alat pemilik modal dan menerima komisi.
5. Barang dagangan yang diperdagangkan oleh pedagang kaki lima pada umumnya
memiliki kualitas yang rendah.
Kemunculan pedagang kaki lima yang selanjutnya akan disebut dengan PKL di kawan
Jl. Garu II A Kecamatan Harjosari I di sambut baik oleh masyarakat. Karena dengan adanya
pedagang kaki lima tersebut membawa manfaat baik khusunya dalam penyediaan makanan dan
minuman dengan harga yang relatif murah. Sebagian dari mereka menggunakan sarana yang
dapat dipindahkan atau dapat dibongkar pasang.
Pada saat pandemi covid-19 yang marak kemarin, kondisi dagangan PKL dapat
dikatakan prihatin karena mereka sempat berhenti berdagang dikarenakan larangan atau
penutupan lokasi yang diberlakukan dari pemerintah. Otomatis hal tersebut sangat berpengaruh
kepada pendapatan para PKL yang bisa dikatakan tidak memilki pendapatan sama sekali.
Karena diberlakukannya social distancing kepada masyarakat membuat masyarakat cenderung
lebih membatasi diri untuk tidak keluar rumah kecuali hanya untuk keperluan mendesak saja.
Selain itu seluruh kegiatan belajar mengajar pun di lakukan secara daring atau melalui aplikasi
sehingga membuat dagangan para PKL semakin sepi pengunjung.
Kondisi tersebut sangat berdamapak kepada pendapatan PKL di kawasan Jl. Garu II A,
yang menyebabkan pendapatan mereka menurun secara drastis. Namun, pada saat ini kondisi
sudah mulai membaik meskipun tingkat pendapatan mereka belum kembali normal seperti saat
sebelum pandemi covid-19. Tapi pada saat ini hampir seluruh PKL dikawasan Jl. Garu II A
sudah mulai berjualan kembali dan juga terdapat beberapa PKL baru yang berjualan dikawasan
tersebut.

Adaptasi dan Integrasi Pedagang Kaki Lima Pasca Kebijakan Pemerintah


Proses adaptasi dan integrasi pedagang kaki lima pasca kebijakan pemerintah dalam
melakukan pembatasan sosial layak untuk di perhatikan. Adaptasi dan integrasi ini pada
dasarnya merupakan proses untuk menciptakan keteraturan sosial pasca pandemi covid-19.
Dikutip dari konsep Talcott Parsons dengan teori AGIL, Adaptation (A), Goal Attainment (G),
Integration (I), dan Latency (L), digambarkan bahwa pola kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah merupakan aturan yang wajib di ikuti. Keempat teori tersebut merupakan fungsi
penting yang wajib dibutuhkan oleh semua sistem sosial.
a. Adaptation : pada masa pandemi covid-19, PKL sudah beradaptasi dengan adanya
peraturan pembatasan kegiatan yang diberlakukan oleh pemerintah. Namun, teori
adaptasi ini tidak seluruhnya didukung karena masih terdapat PKL yang masih
berjualan di keramaian dan kurang patuh terhadap peraturan protokol kesehatan.
b. Goal Attainment : Pada masa covid-19, PKL belum mendukung fungsi ini. Dilihat dari
beberapa pedagang kaki lima yang melanggar protokol kesehatan yang menghalangi
kebijakan pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus corona. Bahkan banyak yang
tidak mengenakan masker saat berdagang.
c. Integration : Pada saat pandemi, PKL belum menerapkan fungsi ini dimana terlihat dari
fungsi Adaptation dan Goal Attainmentnya yang belum terlaksa dengan baik.
d. Latency : Pada masa pandemi perlu dilakukan perubahan pola pada PKL serta disiplin
pedagang dan pembeli yang bertujuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebelumnya
dengan baik.
Berdasarkan penelitian, pada saat pandemi covid-19, PKL perlu dilakukan evaluasi
serta perbaikan pola agar tujuan dari keempat fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

Faktor yang membuat pedagang kaki lima mempertahankan dagangannya adalah


kehidupan sandang, pangan dan papan yang semakin meningkat, tingkat pendidikan yang
rendah, keterampilan yang monoton, kemudahan dalam memasuki sektor informal dan tidak
memerlukan modal yang besar.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi PKL terhadap kebijakan
pemerintah terkait larangan kerumunan atau social distancing, menyebabkan penurunan jumlah
pelanggan sehingga pendapatan PKL mengalami penurunan drastis disertai dengan adanya
pandemi covid-19.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung
kepada informan mengenai kehidupan sosial ekonomi PKL setelah pandemi di kawasan Jl.
Garu II A, Kecamatan Harjosai I, maka peneliti mendapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Kondisi perekonomian para PKL terdapat perbedaan yang besar pada saat sebelum
dan sesudah pandemi covid-19. Pada saat sebelum pandemi pendapatan para PKL
tergolong cukup besar sehingga mendapat keuntungan yang besar dan dapat
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
2. Pada saat pandemi bahkan sampai setelah pandemi, kondisi perekonomian mereka
tergolong cukup rendah. Karena kurangnya pelanggan dan semakin besarnya biaya
hidup membuat mereka harus menacari sumber pendapatan yang lain.
3. Kondisi kesehatan para PKL pun cukup beragam. Jikalau mereka terkena penyakit,
mereka tidak akan kerumah sakit hanya pergi ke klinik atau puskesmas bahkan
membeli obat eceran di warung.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima.
Budi, A. S. (2006). Kajian Lokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL Serta
Persepsi Masyarakat Sekitar di Kota Pemalang (Doctoral dissertation, program
Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Herdiana, D. (2020). Konstruksi Konsep Social Distancing dan Lockdown dalam Perspektif
Kebijakan Publik. Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan, 8(02), 107-107.
Nadhirah, S. M., & Suriadi, A. (2022). Kondisi Sosial Ekonomi di Masa Pandemi Pada
Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan
Tembung. GOVERNANCE: Jurnal Ilmiah Kajian Politik Lokal dan
Pembangunan, 8(3).

Anda mungkin juga menyukai