Anda di halaman 1dari 7

Nama : Kanijah (2288201080)

Program Studi

Mata Kuliah

Dosen Pengampu

TANGGAPAN KUIS PEDAGOGIK BAHASA

1. Pedagogik Bahasa selalu berkait erat dengan teori-teori belajar bahasa.


a. Teori Belajar Nativisme
Chomsky menyatakan bahwa bahasa diperoleh secara ilmiah (natural).
Menurutnya lingkungan tidak memengaruhi dalam proses kematangan pemerolehan
bahasa. Kaum kognitivis berpendapat bahwa manusia sejak lahir telah memiliki bakat
bawaan untuk belajar dalam diri manusia. Sejak lahir terdapat semacam kotak hitam
(black box) yang berfungsi untuk menyerap informasi, dan dibekali LAD (Language
Acquisition Device) atau alat pemerolehan bahasa. LAD dianggap sebagai begian dari
fisiologis dari otak khusus untuk memproses bahasa secara alami. Ini dapat dikatakan
sebagai hipotesis nurani yaitu hipotesis yang mengasumsikan sebagian atau
keseluruhan bahasa tidak dipelajari tetapi ditentukan oleh kendali nurani dari
organisme manusia. Cara kerja LAD adalah seorang anak sebagi masukan (input) dan
membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (output), maka jika
digambar sebagai berikut.

Dari situlah dapat diketahui bahwa ada unsur yang harus diperhatikan oleh
LAD ialah (1) korpus ucapan yang berfungsi menggiatkan LAD, (2) ada peran
semantik, (3) pernah perkembangan kognitif dalam pemerolehan bahasa. Dengan
demikian anak di dunia ini memperoleh struktur bahasa yang sama walaupun berlatar
budaya yang berbeda.

Pandangan kaum nativis bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama


anak-anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya secara genetis telah
direncanakan. Dengan kata lain bahasa merupakan pemberian yang alami atau

1
biologis yang disebut hipotesis alam. Bahasa itu kompleks dan rumit karena tidak
dapat dipelajari dalam waktu yang sangat singkat melalui peniruan (imitation).
Menurut Chomsky bahasa pertama tidak dapat diperoleh dari orang lain karena dalam
bahasa penuh dengan penyimpangan dan kesalahan kaidah penuturan (performan).

b. Teori Belajar Kognitivisme


Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persmaan
dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition/kognisi
ialah perolehan penataan, penggunaan pengetahuan. Pandangan teori belajar ini
dikemukakan oleh David Ausubel (1965) bahwa belajar sebagai proses penuh makna
(meaningful learning) yaitu mempertautkan kejadian dan informai sudah ada dalam
kognisi anak ditautkan dengan informasi baru untuk memperoleh pengetahuan baru
yang lain (Pranowo,2014:31). Oleh sebab itu ada cara tersendiri untuk membentuk
kebermaknaan dalam belajar anak.
Dalam proses belajar adakalanya terjadu kelupaan sistematis. Kelupaan
sistematis yang dimaksud adalah terjadi pemangkasan kohnisi berupa penghilangan
kekalutan dengan maksud memberi jalan bagi maksudnya informasi baru ke wilayah
kognisi. Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk
memahami sesuatu. Keaktifan individu itu dapat berupa mencari pengaaman,
mencari infomrasi, mencermati lingkungan, mempraktikkan sesuatu untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan
keberhasilan mempelajari informasi atau pengetahuan yang baru. Cara menciptakan
kebermaknaan dalam belajar ini dapat dilakukan oleh pemahaman dan pebelajaran
dengan berbagai cara berikut ini.
a) Anak lahir memiliki bakat bawaan untuk melakukan belajar, karena dalam
dirinya terdapat kotak hitam (black box) untuk menyerap informasi.
b) Belajar dilakukan secara sadar untuk mendapatkan pengetahuan baru.
c) Pembelajaran dapat mempertautkan informasi lama dengan informasi
baru.
d) Tugas mempelajari informasi baru dapat dipertautkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.
e) Seringkali terjadi kelupaan pada proses belajar.
f) Pemelajar mampu mempertautkan antar bagian dengan maksud sesuai
dengan konteks yang melingkupinya.

2
Belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon
sebagaimana dalam teori behaviorisme. Lebih dari itu belajar dengan teori
kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. teori belaar
kognitivisme ini lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Ilmu pengetahuan dibangun di dalam diri seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan secara
terpisah, tetapi melalui proses mengalir, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Beberapa tokoh kognitivis yaitu Krashen (1977), Robert M. Gagne, dengan


teori pemrosesan informasi yang bahwa belajar dipandang sebagai rposes
pengolahan informasi dalam otak manusia. Jean Piget sebagai tokoh kognitivis
(1954) menurutnya bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah
satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Menurut
Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu:

a) Asimilasi, yaitu proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif


yang sudah ada,
b) Akomodasi yaitu proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru,
c) Equilibrasi yang merupakan penyesuaian yang berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi.

Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan


tahap perkembangan kognitif individu. Proses belajar yang dialami seorang anak
berbeda pada tahap satu dengan tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara
berpikirnya. Oleh karena itu, orang tua atau pengajar seyogyanya memahami tahap-
tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media
pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

c. Teori Belajar Behaviorisme


Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta
memiliki sejarah yang cukup dalam. Kaum behavioris menganggap anak itu sebagai
penerima pasif dari tekanan lingkungan. Behaviorisme menganalisis bahwa perilaku
yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diprediksi. Behaviorisme
memandang pula bahwa ketika ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak akan
membawa bakat apa-apa. Manusia berkembang berdasarkan stimulus (rangsangan)

3
yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Ada perilaku verbal dalam setiap anak
yakni bahasa yang menyiratkan suatu wujud sesuatu yang dimiliki, digunakan, dan
bukan dilakukan.
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diambil,
dan dihasilkan oleh respon belajar terhadap rangsangan tanggapan dapat diperkuat
dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku yang diinginkan. Ada
beberapa tokoh dalam aliran behaviorisme yaitu Edwar Lee Thorndike, Ivan Pavlov,
Edwin Guthrie, Clark Hull, dan B.F.Skinner (Hariyanto,2011:68).

2. Selain dikaitkan dengan teori bahasa, pedagogik Bahasa pun selalu terkait dengan
pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
a. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang dapat mengarahkan pada
pengalaman siswa. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran meliputi tujuh
komponen, yaitu konstruksivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Johnson,2002;Nurhadi,et al
2003:10).
(1) Konstruksivisme merupakan landasan berpikir pendekatan Contekstual Teaching
and Learning, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas, dan tidak serta
merta.
(2) Menemukan merupakan bagian initi dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun
materi yang diajarkannya. Kata kunci strategi inkuiri adalah siswa menemukan
sendiri.
(3) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya
dalam, pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan pikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian yang penting dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inkuiri yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

4
(4) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman,
antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu, semua adalah anggota
masyarakat belajar.
(5) Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh
cara menegrjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang
bagaimana cara belajar. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang
siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh.
(6) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima.
(7) Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran dalam hal perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami proes pembelajaran dengan benar.
b. Pendekatan Komunikatif
Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif diarahkan untuk
membentuk kompetensi komunikatif secara utuh bukan semata-mata membentuk
kompetensi kebahasaan. Dalam kompetensi komunikatif terdapat beberapa unsur yang
perlu dimiliki pemakai bahasa. Unsur-unsur tersebut menurut Swain (dalam
Syafi;i,1994) sebagai berikut:
(1) Pengetahuan dan sistem kaidah gramatikal yang meliputi ejaan, fonologi,
morfologi, sintaksis, dan penguasaan kosakata,
(2) Penguasaan segi-segi sosiolinguistik berupa memahami kesesuaian penggunaan
berbagai kosakata dan kaidah gramatikal untuk digunakan dalam berbagai fungsi
komunikasi seperti persuasi, narasi, eksposisi, argumentasi, deskripsi, memberi
perintah dan sebagainya, juga berupa kemampuan memilih ragam bahasa yang
tepat dalam berkomunikasi, suasana, serta lancar komunikasi;
(3) Penguasaan kewacanaan berupa kemampuan menyusun gagasan-gagasan dalam
bentuk turunan yang kohesif dan koheren;
(4) Pengusaan startegi komunikasi, berupa kemampuan menggunakan strategi
nonverbal untuk mengatasi berbagai kesenjangan yang terjadi di antara pembicara
atau penulis dengan pendengar atau pembaca.

5
c. Pendekatan Terpadu (Integratif)
Konsep pendekatan untegratif menekankan kepada penyajian materi
pembelajaran bahasa secara terpadu yang bertolak pada satu tema tertentu. Pandangan
teoritis yang melandasi pendekatan integratif adalah whole language, yaitu suatu
falsafah, dalam arti pandangan tentang kebenaran mengenai hakikat proses belajar dan
bagaimana mendorong proses tersebut agar berlangsung secara optimal di kelas
(Syafie’i,1995:143). Dua prinsip itu melandasi pembelajaran integratif; (1)
pembelajaran berpusat pada makna, maksudnya pengalaman pembelajaran berbahasa
baik secara lisan maupun tulisan harus bermakna dan bertujuan fungsional, dan nyata
atau realistis. (2) pembelajaran yang berpusat pada siswa, artinya dalam komponen
perencanaa pengajaran harus diperhatikan keberadaan dan latar belakang budaya
siswa.
Pendekatan terpadu berlandaskan pada prinsip-prinsip (1) siswa aktif dalam
pembelajaran untuk mengonstruksi, (2) bahasa digunakan untuk bermacam-macam
tujuan dengan berbagai macam pola, dan (3) pengetahuam diorganisasikan dan
dibentuk oleh pembelajar secara individu melalui interaksi sosial.
d. Pendekatan Proses (Lokakarya Penulis)
Calkins (dalam Tompkins,1994:60) menyatakan bahwa lokakarya penulis
adalah cara baru dalam mengimplementasikan menulis proses. Dalam proses
pembelajaran, lokakarya penulis memberikan penekanan kepada siswa. Guru hanya
berfungsi sebagai fasilitator, mediator, dan motivator. Tugas guru membantu siswa
agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Tompkins (1994:59) mengemukakan bahwa lokakrya penulis dapat dibagi
menjadi tiga tahapan, yakni pembelajaran mini, menulis mandiri, dan berbagi tulisan,
langkah-langkah yang termasuk dalam pembelajaran mini, yakni (1) memperkenalkan
prosedur lokakrya penulis, menyampaikan konsep-konsep tulisan, keterampilan dan
strategi menulis; (2) menawarkan berbagai topik yang sesuai dengan dunia siswa dan
buku-buku acuan yang dapat digunakan siswa untuk menulis; (3) memberikan
informasi mengenai topik dan membuat hubungan dengan sastra atau tulisan lainnya;
(4) menyuruh siswa untuk membuat catatan mengenai topik pada sebuah poster untuk
diperlihatkan di ruang kelas atau di dalam buku mereka; (5) menyuruh siswa untuk

6
merefleksikan bagaimana mereka dapat menggunakan informasi ini dalam tulisan
mereka.

Anda mungkin juga menyukai