Anda di halaman 1dari 35

TUGAS INDIVIDU

MATERI
“ BELAJAR DAN PEMBELAJARAN”

OLEH

YOGI PRABOWO
A1G116115

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB III Teori Belajar Kognitivisik

A. Belajar Dalam Pandangan Kognitivisik


B. Teori Gestalt
C. Teori Perkembangan Piaget (Conitive Developmental)
D. Teori Belajar Menurut Bruner ( Discovery Learning )
E. Teori Belajar Mermakna Ausubel ( Meaningfull Learning )

BAB V Teori Belajar Humanistik

A. Belajar dalam Pandangan Humanistik


B. Pandangan Abraham Maslow ( Kepribadian Humanistik )
C. Pandangan Carl Rogers Terhadap Belajar
D. Pandangan Kolb Terhadap Belajar
E. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar
F. Pandangan Habermas Terhadap Belajar
G. Pandangan Bloom dan Krathwohl
H. Pandangan Combs

BAB VII Teori Neurosains

A. Konsep Neurosains
B. Belajar dalam Konsep Neurosains
C. Kajian Otak dan Hubungannya dalam Belajar
D. Teori/Paradigma Neurofisiologis Hebb
E. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Neurosains
BAB III

Teori Belajar Kognitivisik

A. Belajar Dalam Pandangan Kognitivisik


1. Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas.

2. Ciri-ciri Aliran Kognitivisme


a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c. Mementingkn peranan kognitif
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-
tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang,
orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita,
tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-
kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

3. Tokoh-tokoh
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget. Teorinya memberikan
banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh
terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik,
yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-
anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya;
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak
hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori
Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi
disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses
intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :


Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu
masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model
mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba
menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka
untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya.

c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi jika
siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan
baru.
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa
(advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan
belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan
tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan
dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang
dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan
belajar secara lebih mudah

4. Aplikasi teori Kognitivisme


Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami
bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia
pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan
siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika
tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
5. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
a. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

B. Teori Gestalt
1. Teori Belajar Gestalt
Istilah “Gestalt “ berasal dari bahasa jerman yang  artinya adalah bentuk atau konfigurasi.
Pokok pandangan Gestalt ini bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang  sebagai 
keseluruhan  yang  terorganisasikan.  Dalam  mengorganisasikan melibatkan  suatu  bentuk 
(figure)  yaitu  apa  yang  menjadi  pusat  pengamatan  dan berlawanan  dengan  latar 
(ground)  yaitu  sesuatu  yang  melatarbelakangi  suatu bentuk sehingga bentuk itu Nampak
sebagai sesuatu yang bermakna.
Pokok pandangan Gestalt berawal dari empat asumsi dasar, yaitu:
a. bahwa  perilaku  “molar”  hendaknya  lebih  banyak  dipelajari dibandingkan perilaku
“molecular”. Perilaku molecular adalah perilaku dalam bentuk keluarnya kelenjar atau
kontraksi otot, sedangkan perilaku “molar “ adalah perilaku dalam  keterkaitannya 
dengan  lingkungan  luar,  seperti  berlari,  berjalan,  mengikuti kuliah,  bermain 
sepakbola,  dll.  Perilaku  molar  ini  lebih mempunyai  makna dibandingkan perilaku
molecular.
b. hal  yang  penting  dalam  mempelajari  perilaku  adalah  membedakan anatar 
lingkungan  geografis  dengan  lingkungan  behavioral.  Lingkungan  geografis adalah 
lingkungan  yang  sebenarnya  ada,  sedangkan  lingkungan  behavioral  adalah
lingkungan  yang  merujuk  kepada  sesuatu  yang  nampak. Misalnya  jika  melihat
gunung  dari  kejauhan  seolah  tampak  sangat  indah  (ini  adalah  bentuk  lingkungan
behavioral), padahal sebenarnya jika kita mendekatigunung sebenarnya gunung itu
penuh dengan hutan lebat dan binatang buas (ini dinamakan lingkungan geografis).
c. bahwa  organisme  tidak  mereaksi  terhadap  rangsangan  lokal  atau unsur-unsur  atau 
suatu  bagian  peristiwa,  akan  tetapi  mereaksi  terhadap  suatu keseluruhan  objek 
atau  peristiwa.  Misalnya  adanya  penamaan  terhadap  suatu kumpul Misalnyaan
bintang seperti virgo, pisces, sagitarius, dan lain sebagainya.
d. bahwa pemberian makna terhadap suatu rangsangan  sensori, yaitu suatu  proses  yang 
dinamis  dalam  memberikan  tafsiran terhadap  rangsangan  yang diterima.
2. Prinsip Teori Belajar Gestalt
Menurut  Koffka  dalam  Mohammad  Surya  (2003)  terdapat tujuh  prinsip organisasi yang
terpenting, yaitu:
a. Hubungan  bentuk  dan  latar  (figure-ground  relationship),  prinsip  ini menganggap 
bahwa  setiap  bidang  pengamatan  dapat  dibagi  dua  yaitu bentuk dan latar belakang.
Bila figure dan latar  bersifat samar-samar, maka akan  terjadi  penafsiran  yang 
kabur.   Contohnya  perhatikan  gambar  berikut ini. (insert gambar)
b. Kedekatan  (proximity),  menyatakan  bahwa  unsur-unsur  yang  saling berdekatan 
dengan  ruang  dan  waktu  dalam  budang  pengamatan  akan dipandang  sebagai  satu 
bentuk  tertentu.  Contoh  lihat  gambar  berikut, Nampak  terdapat  tiga  kumpulan 
garis  yang  masing-masing  terdiri  atas  tiga baris yang saling berdekatan bukan
kumpulan Sembilan garis.
c. Kesamaan (similarity),  menyatakan bahwa sesuatu yang  memiliki kesamaan
cenderung akan dipandang sebagai suatu objek yang saling memiliki.
d. Arah  bersama  (common  direction),  mengimplikasikan  bahwa  unsur-unsur bidang 
pengamatan  yang  berada  dalam  arah  yang  sama  senderung  akan dipersepsi 
sebagai  suatu  figure  atau  bentuk  tertentu.  Misalnya  garis-garis pada contoh lebih
Nampak sebagai suatu pola yang jelas.
e. Kesederhanaan  (simplicity),  menyatakan  bahwa  orang  cenderung  menata bidang 
pengamatannya  dalam  bentuk  sederhana,  penampilan  regular  dan cenderung 
membentuk  keseluruhan  yang  baik  berdasarkan  susunan sumetrus dan keteraturan.
f. Ketertutupan  (closure),  menyatakan  bahwa  orang  cenderung  akan  mengisi
kekosongan suatu pola objek atau pengalaman yang tidak lengkap.

Dalam  pandangan  Gestalt  bahwa  pembelajaran  merupakan  suatu  fenomena


kognitif  yang  melibatkan  persepsi  terhadap  suatu  benda,  orang,  atau  peristiwa dalam
cara-cara yang berbeda. Bahwa transformasi atau perubahan seseorang dari sesuatu  yang 
tidak  tahu  menjadi  memiliki  kemampuan  berlangsung  dengan  cepat.
Manusia  akan  dengan  mudah  dan  efektif  melakukan  suatu  pembelajaran  apabila
memiliki  kemampuan  melihat  unsur-unsur  yang  terdapat  dalam  suatu  objek  atau
peristiwa  tertentu,  serta  mampu  melihat  hubungan  dan  keterkaitannya  untuk menjadi
suatu keseluruhan.

3. Aplikasi Teori Gestalt dalam Pembelajaran


Aplikasi teori Gestalt terhadap proses pembelajaran antara lain:
a. Pengalaman  tilikan  (insight),  dalam  proses  pembelajaran  sebaiknya  para peserta
didik memiliki kemampuan memandang sesuatu secara keseluruhan. Untuk itu perlu
ada bantuan dari guru dalam mengembangkan kemampuan tersebut  melalui 
kemampuan  dalam  memecahkan  masalah dengan  dilihat dari berbagai sudut
pandang.
b. Pembelajaran  bermakna  (meaningful  learning),  dalam  proses  pembelajaran
hendaknya  selalu  dihubungkan  dengan  peristiwa  atau  objek  yang  pernah atau
sering dialami siswa, sehingga dalam proses pemecahan masalah akan lebih 
memberikan  kemudahan  kepada  siswa  untuk  mencari  solusinya, sehingga lebih
bermakna.
c. Perilaku  bertujuan  (purposive  behavior),  dalam  proses  pembelajaran sebaiknya 
siswa  mengetahui  tujuan  mereka  mempelajari  suatu  materi  agar proses
pembelajaran menjadi efektif, karena memudahkan guru menggiring siswa  kea  rah 
pencapaian  tujuan  tersebut.  Untuk  itu pada  awal  proses pembelajaran  sebaiknya 
guru  mengemukakan  tujuan  pembelajaran  agar siswa mengetahui arah capaian
pembelajaran tersebut.
d. Prinsip ruang hidup (life space), dalam proses pembelajaran sebaiknya guru selalu 
menghubungkan  antara  proses  pembelajaran  dengan  tuntutan  dan kebutuhan 
lingkungan.  Materi  pelajaran  yang  disampaikan  hendaknya memiliki  padanan  dan 
kaitan  dengan  situasi  dan  kondisi  yang  terjadi  di lilngkungannya.
e. Transfer  dalam  pembelajaran  (transfer  of  knowledge),  dalam  proses pembelajaran 
sebaiknya  guru  membantu  siswa  untuk  menguasai  prinsipprinsip  pokok  dari 
materi  yang  akan  diajarkannya,  tujuannya  agar  siswa dapat  menerapkannya  dalam 
situasi-situasi  lain  yang mungkin  berbeda sifatnya. Teori-teori belajar yang berada
pada rumpun kognitif cukup banyak. Sekarang coba Anda cari pada literature lainnya
tentang teori belajar kognitif menurut Gagne, Bruner, dan Bloom yang sangat
mempengaruhi terhadap perkembangan pendidikan di Negara kita. Untuk  menambah 
wawasan  Anda,  kita  akan  bahas  sedikit  mengenai  teori belajar menurut Gagne,
bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar  berupa  kapabilitas 
yang  timbul  disebabkan  karena  adanya  stimulasi  yang berasal  dari  lingkungan 
dan  karena  terjadinya  proses  kognitif  yang  dilakukan  oleh peserta didik itu sendiri.
Menurut gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal yaitu
stimulus dari lingkungan dalam belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan
internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi
verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

Bagi  Gagne  mengemukakan  lima  kategori  besar  dari  kemampuan  manusia berkenaan
dengan hasil dari belajar yaitu:
a. informasi verbal (verbal information)
b. ketrampilan intelektual (intellectual skills)
c. strategi kognitif (cognitive strategies)
d. sikap (attitudes)
e. ketrampilan motorik (motor skills)

Gagne  mengemukakan  delapan  tipe  belajar  yang  membentuk  suatu  hierarki dari
yang paling sederhana sampai yang kompleks, yaitu:
1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (signal learning)
2) Belajar hubungan stimulus-respon (stimulus-respon learning)
3) Belajar menguasai rangkaian suatu hal (chaining learning)
4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal ( verbal association)
5) Belajar membedakan atau diskriminasi (discrimination learning)
6) Belajar konsep-konsep (concept learning)
7) Belajar aturan atau hukum-hukum (role learning)
8) Belajar memecahkan masalah (problem solving)

Kemampuan  dan  ketekunan  guru  dalam  memecahkan  masalah  belajar  siswa


dengan  menggunakan  tipe  belajar  tersebut  akan  sangat  membantu,  sehingga akhirnya
ditemukan perlakuan seperti apa yang harusdiberikan kepada setiap siswa. Nah sekarang,
agar lebih faham lagi tentang teori belajar Gagne ini, coba Anda cari  dari  sumber  lain 
bagaimana  contoh  penerapan  dari  kedelapan  tipe  belajar tersebut.

4. Kelebihan dan Kekurangan Teori Gestalt


Teori belajar kognitif lebih memetingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang
berbeda dari teori belajar kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon.

Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut:


a. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
b. Dapat meningkatkan motivasi.

Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut :


a. Untuk teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat    diukur
hanya dengan satu orang siswa saja , maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan.
Apabila kita menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja
siswa yang tidak aktif dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini
tidak akan berhasil secara menyeluruh  guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan
siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang mungkin
b. Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga
harus mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari.

C. Teori Perkembangan Piaget (Conitive Developmental)


1. Teori kognitif Jean Piaget
Teori kognitif dari Jean Piaget masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam bidang
pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kirakira permulaan tahun 1960-an.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan
organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara
keduanya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:


a. kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan saraf;
b. pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan dunianya;
c. interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan social,
d. ekulibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar
dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
2. Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan
intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi
seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif
dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju
kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya
dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme
mengubah kondisi lingkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk
tetap bisa mempertahankan hidupnya.
Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh
pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi,
ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua
kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk : beradaptasi dan organisasi
(tindakan penataan) untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat
konsep dasar, yaitu sebagai berikut :
a. Skema
Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan
mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan
banyak hal yang berhubungan dengan ingatan. Skema adalah struktur kognitif yang
digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata
lingkungan ini secara intelektual. Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi
antara asimilasi dan akomodasi.
b. Asimilasi
Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan
bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yang ada atau tingkah laku yang
ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus
saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak
menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan
skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, dengan proses
itu individu secara kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata
lingkungan itu.
c. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata
lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu
yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan
disebut oleh Piaget adalah keseimbangan.

Untuk keperluan pengkonseptualisasian pertumbuhan kognitif/ perkembangan


intelektual Piaget membagi perkembangan ini ke dalam 4 periode yaitu :
1) Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan sistem
penginderaan untuk mengenal lingkungannya untuk mengenal obyek.
2) Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
3) Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak
lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara
logis.
4) Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif,
anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah
verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima
pandangan orang lain.

D. Teori Belajar Menurut Bruner ( Discovery Learning )


1. Teori Belajar
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian
banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai
manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi
baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu,
didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-
model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada
kegunaan bagi orang itu.
Bruner ternyata tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis. Yang
penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari belajar. Oleh
karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia
dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh
informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan
padanya.
Jerome Bruner (1915), seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif, yang menjabat sebagai direktur pusat untuk studi kognitif di Harvard
University. Teori Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar
sebagaimana yang dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada manusia
pengolah aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk memperoleh Pemahaman.
Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid
mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan
discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan
dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar.
Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
baru dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi
sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan
kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.
b. Tahap tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis dan ditransformasikan ke dalam
bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar dapat digunakan dalam hal lebih luas.
c. Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap ke dua
benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui mana-mana
pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.

Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh


bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung
pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem
simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan
kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain
tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:

a. Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu


rangsangan.

b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan


informasi secara realis

c. Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri


sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah
dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada
diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya

e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi
antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain.

f. Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa


alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas
yang berurutan dalam berbagai situasi

2. Belajar sebagai Proses Kognitif


Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang
atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang
memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut
cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan
mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang
disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu ialah: cara
enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia
berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara
melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
a. Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya
untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya,
anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan dan sebagainya.
b. Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya,
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi)
c. Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin
dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif
dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu
bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.

E. Teori Belajar Mermakna Ausubel ( Meaningfull Learning )


David Paulus Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi
penekanan pada belajar bermakna  dan juga terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut
Ausubel (Hudoyo, 1998) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” artinya bahan
pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif
yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang
sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.
Dengan demikian faktor intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada
belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belajar menerima
siswa hanya menerima konsep atau materi dari guru, dengan demikian siswa tinggal
menghapalkannya. Selain itu Ausubel juga membedakan antara belajar menghafal dengan belajar
bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya tetapi
pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain
sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
Ausubel menentang pendapat yang mengatakan bahwa metode penemuan dianggap
sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah
adalah metode yang kurang baik karena merupakan belajar menerima. Menurutnya baik metode
penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna,
tergantung dari situasinya.
Menurut David P. Ausubel dalam Sutomo (2015), ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning), belajar dikatakan bermakna bila informasi yang
akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta
didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning), bila struktur kognitif  yang cocok dengan fenomena
baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal.

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi


Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada peserta
didik melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut bagaimana peserta didik
dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Meliputi fakta, konsep, dan
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa
dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun
dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian
atau seluruh materi yang akan diajarkan.
Dalam tingkat ke dua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu
dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan
pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Jadi dapat disimpulkan jika peserta didik hanya mencoba menghafalkan informasi
baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan
hafalan. Sebaliknya jika peserta didik menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu
dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Kedua pengklasifikasian tersebut di atas apabila digambarkan ke dalam skema adalah sebagai
berikut:

Dalam kaitannya dengan tipe belajar, Ausubel mengemukakan empat tipe belajar, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta didik itu
kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang
dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan
mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta
didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia
menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur sangkar tanpa bekal
pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat-sifatnya,
yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur
sangkar dan kemudian dihafalkan.
3. Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final/akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar
persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan yang
susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan  kuadrat tersebut dengan
mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena
pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut
dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final. Peserta
didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan
pengetahuan yang dimiliki peserta didik (Hudoyo, 1990)

Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Sulaiman (1988) menyarankan agar


menggunakan dua fase yaitu, fase perencanan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan
terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan
siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan advance organizer. Fase
pelaksanakan terdiri dari advance organizer, diferensiasi progresif dan rekonsiliasi
integratif:
a. Fase Perencanaan
1) Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan
adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan
untuk mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi.
Sebagaimana dikatakan Sulaiman (1988), bahwa model Ausubel tidak dirancang
untuk mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan
“Organized bodies of content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi.
2) Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, model Ausubel ini meskipun
dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi
generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri,
tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan
syarat guru harus menyadari latar belakang pengetahuan siswa, Efektivitas
penggunaan model ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru terhadap latar
belakang pengetahuan siswa, pengalaman siswa dan struktur pengetahuan siswa.
Latar belakang pengetahuan siswa dapat diketahui melalui pretes, diskusi atau
pertanyaan.
3) Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis merupakan
salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel
4) Memformulasikan Advance Organizer, Eggen (1979), Advance organizer dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau menghubungkan materi
pelajaran dengan struktur pengetahuan siswa, b) mengorganisasikan materi yang
dipelajari siswa.

Terdapat tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan analogi:
a) Definisi konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila
materi tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh
siswa. Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi
dibuat dalam terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah informasi
c) Analogi merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali
sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance organizer
tergantung pada dua faktor yaitu (1) penguasaan atau pengetahuan siswa
terhadap analogi itu, (2) tingkat saling menunjang antara gagasan yang
diajarkan dengan analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat
siswa lebih baik dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep
b. Fase Pelaksanaan
Untuk menjaga agar siswa tidak pasif maka guru harus dapat
mempertahankan adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh
perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu. Guru
hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir
pelajaran sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.
Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih
terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah guru yakin bahwa siswa mengerti akan
konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu: 1)
menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi
integratif, atau 2) melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut
menjadi lebih luas.
BAB V

Teori Belajar Humanistik

A. Belajar dalam Pandangan Humanistik


Psikologi humanistik lahir untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran,
pikiran , kebebasan dan kemauan, martabat manusia,kemampuan untuk berkembang, dan
kepastian refleksi diri. Humanistik akhirnya menjadi alternatif antara behaviristik dan
kognitivistik sehingga lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga”. Menurut Haryu (2006) para ahli
psikologi humanistik memandang bahwa aliran behavioristik merupakan sebuah aliran yang
menekankan aspek belajar dan tingkah laku telah memberikan hal yang sangat menkjubkan, akan
tetapi gagal dalam memandang manusia sebagai manusia. Behavioristik memandang manusia
ibarat makhluk menakinstik yang diekndalikan kekuatan dari luar dirinya.
Hal yang terpenting dari behavioristik adalah memandang manusia sebagai mesin
reaksi. Manusia dipandang sebagai rentetan gerakan reflek yang sifatnya mekanistik dan tidak
dapat mengenal manusia yang sebenarnya. Ketidaksepahaman pada psikoanalisa karena aliran ini
mempunyai pemikiran pesimistik, negatif, klinis, dan mengutamakan pengalaman masa lampau
dari ketidaksadaran manusia (Masrun,2002). Behavioristik hanya menyelidiki perbuatan-
perbuatan lahir saja dan mengabaikan kehidupan kejiwaan merupakan inti (core). Psikologi
humanistik menekannkan pada kehidupan kejiwaan manusia, di dalamnya terdapat potensi-
potensi manusia yang khas dan istimewa yang perlu diselami atau diberdayakan (Haryu,2006).
Humanistik dipelopori oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow.Menurut Rogers, semu manusia
lahir membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang di inginkan dan berprilaku dalam
cara konsisten menurut diri mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis mengembangkan
person-centered-theraphy. Pendekatan ini tidak bersifat menilai ataupun tidak memberi arahan
yang membantu klien mengkarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya
memfasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow
mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya
yang bersifat hierarkhis.
Teori humanistik lebih mengedepankan sisi humanis manusia dan tidak menuntut
jangka waktu bagi pebelajar mencapai pemahaman yang diinginkan. Teori tanduk lebih
menekankan pada isi/materi yang harus dipelajari dari pada proses agar membentuk manusia
seutuhnya. Proses belajar dilakukan agar pebelajar mendapatkan makna sesungguhnya dari
belajar. Setiap pebelajar memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda sehingga keberhasilan
belajar akan tercapai jika pebelajar dapat memahami diri dan lingkungannya
(Suphihatiningrum,2013). Teori humanistik memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan
yang melibatkan potensi psikis yang besifat kognitif, afektif dan konatif.Teori humanistik
merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Teori humanistik berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menenmukan kemampuan
yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Teori humanistik memandang bahwa proses belajar harus dimulai dan ditunjukkan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanistik bersifat
lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari
pada bidang kajian-kajian psikologi belajar. Teori humanistik lebih banyak berbicara konsep-
konsep pendidikan untuk memebentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar
dalam bentukknya yang paling ideal. Teori humanistik lebih tertarik pada pengertian belajar
dalam bentukknya yang paling ideal daripada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana
apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal manusia. Para pendidik biasanya memfokuskan
pembelajaran pada pembangunan kemampuan positif.
Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-
eksistensial, psikolog klinis, dan terapis. Ide dan konsep teorinya banyak didiapatkan dalam
pengalamannya yang terpautiknya yang bnayak dipengaruhi oleh teori kebutuhan (needs) yang
diperkenalkan Abraham H.
Maslow.Menurut kebutuhan teori Maslow di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan
hidup yang berjenjang, dari kebutuhan yang paling rendah tetapi mendasar sampai jenjang yang
paling tinngi. Setiap individu mempunyai keinginan mengaktualisasi diri, yang oleh Rogers
disebut dengan dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to becoming a person). Maka dari itu
proses belajar harus memungkinkan sisiwa mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat-sifat dan potensi-potensi psikologi yang unik. Proses akutialisasi diri berkembang sejalan
dengan perkembangan hidupnya karena setiap individu, dilahirkan disetrai potensi tumbuh-
kembang, bail secara fisik dan psikis masing-masing. Slavin (1994) dalam kaitannya dalam poses
pendidikan sekolah tahapan perkembangan anak, yaitu :
1. Tahap early chilhood
2. Tahap middle childhood
3. Tahap Adoles cence

Pada tahap early childhood perkembangan individu dalam dimensi perkembangan


kognitif lebih ditandai dengan penguasaan bahasa . individu pada tahapan ini mendapatkan
banyak sekali perbendaharaan bahasa.
Pada tahap middle childhood perkembagan kognitif anak mulai bergeser ke
perkembagan proses berpikir. Prose berpikir individu dimulai dari hal-hal konkret porasional
kemudian abstrak konseptual. Apabila individu ini gagal dalam proses konkret oprasional maka
mengalami kesulitan pada proses abstrak konseptual.
Pada tahap perkembangan andolescence, perkembangan ini ditandai dengan
perkembangan fungsi otak (brain) sebagai instrumen berfikir. Selain berkembang berpikir formal
oprasional juga mulai berkembang berpikir reasioning (penalaran) baik secara induktif dan
deduktif.
Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik, yaitu siswa harus mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, sehingga siswa mengetahui apa yang
dipelajarinya serta dapat mengetahui dimana, kapan, bagaimana mereka akan belajar.Aliran
humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi
bagian/dominan yang ada , yaitu dapat meliputi domain kognitif,afektif, dan psikomotorik. Siswa
berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Siswa
diharapkan memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

B. Pandangan Abraham Maslow ( Kepribadian Humanistik )


1. Pandangan Dasar Kepribadian dan Perkembangan
Teori kepribadian humanistik dipelopori oleh Abraham Moslow yang juga dianggap
seagai bapak dari teori ini. Menurut Koesworo (1991) konsep teori ini bersumber dari salah
satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Aliran ini menolak paham yang
menyakatakn bahwa manusia hanya semata sebagai hasil bawaan atau lingkungan
sepenuhnya. Sebaliknya aliran ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki kebebasan
untuk memilih, menentukan tindakannya dan nasibnya sebagai konsekuensi atas
eksistensinya.
Menurut (Koeswara, 1991) ajaran dan dasar psikologi humanistik yang dikembangkan oleh
Maslow adalah sebagai berikut.
a. Individu sebagai satu kesatuan dan bersifat menyeluruh (holistic)
Maslow menganut prinsip holistik, yaitu sebuah prinsip yang meyakini suatu
fenomena atau gejala itu hanya bisa dipelajari jika bersifat menyeluruh dan bersifat
integral. Untuk itulah, teori humanistik mengemukakan bahwa manusia itu harus
dipelajari dengan dan secara menyeluruh, bukan memisahkannya menjadi beberapa
elemen.Maslow menyatakan bahwa motivasi itu mempengaruhi individu secara
keseluruhan, bukan hanya bagian-bagian tertentu saja.
Menutut Alwisol (2009) pandangan holistic dalam kepribadian, yang
terpenting adalah kepribadian normal ditandai oleh utinitas, integritas, konsisten, dan
koherensi. Organisme memiliki satu drive yang berkuasa, yakni aktualisasi diri.

b. Ketidakrelevenan penyelidikan dengan hewan (menolak riset binatang)


Ajaran teori ini pada dasarnya menentan behaviristik yang menyelidiki
tingkah laku hewan untuk mengetahui tingkah laku manusia. Maslow mengingat bahwa
ada perbedaan yang mendasar antara manusia dengan hewan, karena manusia lebih dari
sekedar hewan. Ketidak relevanan ini disebabkan karena dapat mengabaikan ciri khas
yang melekat pada manusia seperti nilai-nilai, gagasan, dan ide dapat menciptakan
sesuatu yang baru. Ajaran ini didukung tidak adanya kepribadian tikus atau yang lain.
Menurut Alwisol (2009) psikologi humanistik menekankan perbedaan antara tingkah
laku manusia dengan tingkah laku binatang.
c. Pembawaan baik manusia
Ajaran lain dari teori ini menyatakan manusia pada dasarnya adalah baik.
Adapun kejahatan atau keburukan yang ada dalam manusia itu disebabkan oleh
pengaruh lingungan yang buruk bukan baawan.
d. Potensi kreatif manusia
Kreatif merupakan ajaran yang penting dalam teori kepribadian
humanistik.Potensi kreatif adalah potensi umum yang pasti di miliki oleh setiap
individu. Maslow yakin bahwa orang yang memiliki kesempatan dan berada dalam
lingkungan yang memungkinkan dapat mengungkapkan segenap potensinya dengan
kreatifitasnya.Untik menjadi kreatif tidak perlu kemampuan khusus.
e. Menekankan Kesehatan Psikologik
Menurut Alwisol (2009) dalam pandangan ini, apa yang baik adalah semua
yang memajukan akualisasi diri, dan yang buruk atau abnormal adalah segala hal yang
menggagalkan atau menghambat atau menolak kemanusiaan sebagai hakekat alami.

Dasar Motivasi menurut Alwisol (2009):


a. Maslow mengadopsi pendekatan holistik terhadap motivasi, yaitu seluruh orang, bukan
satu bagian dari beberapa motif yang terpisah.
b. Motivasi biasanya bersifat kompleks
c. Manusia termotivasi secra terus menerus oleh suatu kebutuhan atau kebutuhan yang
lainnya.
d. Semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan –kebutuhan
Maslow mengemukakan beberapa faktor mengapa manusia itu gagal untuk berkembang dan
tumbuh :
1. Naluri manusia cenderung lemah sehingga pertumbuhan dengan mudah dibuat tak
berdaya oleh kebiasaan buruk, lingungan, budaya yang kurang baik, pendidikan yang
kurang memadai.
2. Kebudayaan barat memiliki kecenderungan kuat untuk takut pada naluri-naluri dan
memandang semua naluri bersifat kebinatangan serta hina.
3. Pengaruh negatif yang kuat
4. Kecenderungan pada orang dewasa untuk meragukan dan bahkan takut pada
kemampuan-kemampuan mereka sendiri.
5. Lingkungan budaya dapat mrnghambat perkrmbangan manusia kearah aktialisasi diri.
6. Banyak individu yang diam dengan masa lalunya sehingga menghambat proses
perkembangan.
2. Teori Hierarki Kebutuhan Maslov
Teori Maslov didasarkan pada asumsi bahwa didalam diri individu ada 2 hal yaitu :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang dan (2) kekuatan untuk melawan atau
menolak perkembanagan itu. Maslov percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin. Individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Maslov dikenal dengan teori kebutuhan bertingkat yang digagasnya. Menurut Maslov,
tingkah laku manusia dapat dipahami dengan melihat kecenderungan manusia untuk
mencapai tujuan yang diharapkan sehingga ia dapat mendapat kepuasan. Menurut Maslov,
manusia itu tidak akan pernah merasa puas sepenuhnya, karena kepuasan itu bersifat
sementara. Maslov membagi kebutuhan manusia menjadi 5 tingkatan yaitu
a. kebutuhan-kebutuhan fisiologis
kebutuhan ini meliputi beberapa hal pokok, yaitu sandang, pangan, papan, oksigen, dan
seks. Kebutuhan fisiologis adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling penting
untuk segera dipenuhi karena terkait dengan kelangsungan hidup manusia. Jika
kebutuhan ini belum terpenuhi, maka individu tidak akan tergerak untuk memenuhi
kebutuhan yang diatasnya.
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
menurut Maslov adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman, kenyamanan dan keteraturan dari keadaan lingkungan sekelilingnya.
Misalnya anak yang mengalami trauma, maka ia akan mendorong dirinya untuk
memperoleh rasa aman yang berlebih
c. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (belongingness and love needs)
Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk iengadakan interaksi
dan ikatan emosional dengan individu yang lain, baik dilingkungan keluarga atau
masyarakat. Maslov menekankan bahwa kebutuhan ini mencakup keinginan untuk
mencintai dan dicintai. Menurut Maslov, kedua hal ini merupakan syarat terciptanya
perasaan yang sehat. Tanpa cinta,seseorang akan dikuasai kebencian, tak berharga dan
kehampaan.
d. Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs)
Kemampuan memperoleh prestasi melahirkan kebutuhan agar orang itu dihargai, maka
timbullah kebutuhan akan harga diri. Ada 2 macam kebutuhan akan harga diri yaitu (1)
kebutuhan akan kekuatan, kebebasan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. (2)
kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan,
dianggap penting, prestasi, pujian, hadiah dan apresiasi dari orang lain. Maslov
menyatakan bahwa harga diri yang sehat adalah hasil dari individu yang bersangkutan
atau pencapaiannya, bukan berdasar pada keturunan ataupun opini orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self aktualization needs)
Kebutuhan untuk aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang tertinggi dalam teori
Maslov. Tanda dari aktualisasi diri menurut Maslov adalah hasrat individu
mengungkapkan segala potensi yang dimilikinya untuk menjadi apayang dia inginkan.
Maslo menegaskan bahwa aktualisasi diri bukan hanya berbentuk penciptaan karya-
karya atu hasil dari kemampuan khusus. Bentuk aktualisasi diri tiap orang berbeda
karena adanya perbedaan individual.
Berdasarkan hirarki Maslov lingkungan pembelajaran adalah hasil dari
kebutuhan pembelajar, dan bertemunya bermacam-macam kebutuhan dan harapan.
Berdasarkan teori hirarki kebutuhan Maslov, aktualisasi diri adalah tujuan dari
pembelajaan, dan pendidikan adalah fokus dari pengembangan diri. Hirarki kebutuhan
menunjukkan bahwa prioritas pemenuhan kebutuhan sangat ditentukan oleh tingkatan
kebutuhan yang ada. Individu yang sudah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar secara
otomatis akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih tinggi dan
begitu seterusnya. Maslov menjelaskan bahwa pengalaman adalah hal positif dan sering
membuat individu merubah arah hidupnya menuju perilaku masa depan yang positif.

C. Pandangan Carl Rogers Terhadap Belajar


Teori belajar Carl Rogers merupakan salah satu teori belajar humanistik yang
menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh
pada semua orang yang mendorong semua orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial
otonom, dan secara keseluruhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi pribadi yang yang
terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya gur dalam memperhatikan prinsip
pendidikan dan pembelajaran, yaitu menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar
untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Salah satu
conyoh implikasi teori belajar humanistik Rogers adalah pembelajaran sains lebih menunjuk
pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan
dalam metodenya. Posisi guru menjadi fasilitator, motivator, dan stimulator. Guru hanya
memfasilitasi pembelajaran siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sehubungan dengan itu, menurut Rogers ada 2 tipe belajar, yaitu kognitif
(kebermaknaan) dan eksperintal (pengalaman). Guru perlu menghubungkan pengetahuan
akademik kedalam pengetahuan terpakai (kebermaknaan). Sementara eksperiential learning
melibatkan siswa secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri atau self
assesment.menurut Rogers perlu untuk memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
sebagai berikut :
1. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya karena setiap siswa
memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya sehingga guru perlu membuat
bahanpelajaran sistematis untuk mempermudah pemahaman & meningkatkan kebermaknaan
bagi siswa.
3. Belajar bermakna diartikan sebagai belajar tentang proses, bukan hanya produk/hasil akhir.

Menurut Rogers, menghubungkan pengetahuan akademik kedalam pengetahuan


terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential
learning menunjuk pada pemenuhan kebtuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential
learning mencakup keterlibatan siswa seara personal, berinisiatif evaluasi oleh siswa sendiri, dan
efek membekas pada siswa. Hubungannya dengan peran guru sebagai fasilitator, menurut teori
rogers diperlukan 3 sikap dalam fasilitator belajar, yaitu (1) realitas didalam fasilitator belajar,
(2) penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, (3) pengertian yang empati.

Rogers juga mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan
oleh guru. Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut :
1. Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur
2. Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
3. Guru menggunakan metode inkuiri, atau belajar menemukan (discoveri learning).
4. Guru menggunakan metode simulasi
5. Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan
berapartisipasi dengan kelompok lain.
6. Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
7. Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa
untuk timbulnya kreativitas.

Aplikasi teori humanistik Roger dalam pembelajaran adalah guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar. Teori humanistik Rogers ini cocok untuk diterapkan pada
matri-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial.

D. Pandangan Kolb Terhadap Belajar


1. experiential Learning Theory
Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui
transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan
mentransformasi pengalaman (eksperiensial). Menurut Budiningsih (2012) Kolb seorang
ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :
a. Tahap pengalaman konkret
b. Tahap pengalaman aktif dan reflektif
c. Tahap konseptualisasi
d. Tahap ekperimentasi aktif

Keempat tahap belajar itu digambarkan Kolb sebagai siklus berkesinambungan dan
berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar seperti pada gambar dibawah ini :

Concrete Experience/CE

Active Experimentation Relflective Observation

Abstract Conceptualitation
Menurut Pratiwi et al (2011) siklus diatas merupakan sebuah siklus belajar yang ideal
atau sempurna. Idealnya, pengalaman konkrit adalah titik dimana individu memulai proses
belajarnya. Pengalaman ini dijadikan landasan untuk melakukan observasi dan refleksi.
Hasil refleksi kemudian diasimilasi dan disaring menjadi konsep-konsep abstrak, guna
menyimpulakan implikasi baru dari tindakan yang perlu diambil oleh individu yang
bersangkuatn. Implikasi ini secara aktif diuji dan digunakan sebagi panduan untuk
menciptakan pengalaman baru.

2. Gaya Belajar Menurut Kolb


dengan mengamati inventori gaya belajar (learning style inventory)yang
dikembangkan masing-masing siswa, Kolb mengklasifikasi gaya belajar seseorang menjadi
4 kategori yaitu :

Accomodator / 4 Diverger / 1

Active Experimentation Reflective Observation

/ doing / watching

Converger / 3 Assimilator / 2

a. Kutub Perasaan/feeling (Concrete Experience)


Anak belajar melaui perasaan, dengan menekankan segi-segi pngalaman
konkret, lebih mementingkan elasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan
orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi
terhadap perubahan yang dihadapinya.
b. Kutub Pemikiran/Thinking (Abstract Conceptualitation)
anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada nalisis logis dari ide-
ide, perencanaan sistematis dan pemahaman intelektua dari situasi atau perkara yang
dihadapi.
c. Kutub pengamatan/Watching (Reflective Observation)
Anal belajar melaui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai,
menyimak suatu perkara dari berbagai prespektif, dan selalu menyimak makna dan hal-
hal yang diamati.
d. Kutub Tindakan/Doing (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi emampuan
melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya.
Gambar diatas menunuukkan bahwa model style of learning inventory Kolb memiliki 4
kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka 1-4.
a. Converger (Decision Maker)
Kombinasi dari berpikir dan berbuat (Thinking and Doing) atau kombinasi
dari konseptualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif (AC dan AE). Anak dengan tipe
Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori.
Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan. Mereka juga cendenrung lebih mrnyukai tugas teknis
(aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antara pribadi. Tipe ini lebih suka
belajar jika menghadapi soal yang mempunyai jawaban tertentu.
b. Diverger (Dreamer)
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching) atau
kombinasi dari pengalaman konkrit dan pengalaman reflektif (CE dan RO). Anak
dengan tipe diverger unggul dalam melihat situasi kongkrit dari banyak sudut pandang
yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan
“bertindak”. Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntunnya untuk
menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta suka
sekali mengumpulkan berbagai informasi.
c. Assimilator (Thinker)
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching) atau
kombinasi dari konseptualisasi abstrak dan pengamatan reflektif (AC dan RO). Anak
dengan tipe Asimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi
serta merangkumnya dalam suatu format yang logis, singkat dan jelas. Biasanya anak
tipe ini kurang perhatian orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak,
mereka juga cenderung lebih teoritis.
d. Accomodator (Doer)
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing) atau kombinasi
dari pengalaman kongkrit dan eksperimentasi aktif (CE dan AE). Anak dengan tipe
Accomodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang
dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam
berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak
berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis.

Berdasarkan keempat gaya tersebut tidak berarti manusia harus digolongkan secara
permanen dalam masing-masing kategori. Mnurut Kolb, belajar merupakan suatu
perkembangan yang melalui 3 fase yaitu pengumpulan pengetahuan (acqiusition),
pemusatan perhatian pada bidang tertentu (specialization), dan menaruh minat pada bidang
yang kurang diminati sehingga muncul minat dan tujuan hidup baru.
Menurut Kolb siklus belajar terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung diluar
kesadaran siswa. Dengan kata lain, meskipun dalam teorinya kita mampu membuat garis
tegas antara tahap sau dengan tahap lainnya, namun dalam praktik peralihan dari satu tahap
ke tahap lainnya itu seringkali begitu saja, sulit kita tentukan kapan beralihnya.

E. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar


Menurut Budiningsih (2010) pandangan Honey dan Mumfrod tentang belajar
diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahap-tahap di atas. Berdasarkan teori Kolb, Honey dan
mumfrod menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu
kelompok aktivis, golongan reflector, kelompok teotitis dan golongan pragmatis. Masing-masing
kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainya.
1. Kelompok aktivis
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang
melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagi kegiatan dengan tujuan untuk
memperoleh pengalaman – pengalaman baru. Orang orang yang tipe ini mudah diajak untuk
berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah percaya
pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan
secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri.
Pelajar aktivis menyenangi pelajaran yang melibatkan pengalaman, masalah dan
peluang baru; melibatkan kerja kelompok; mendesak mereka menyelesaikan suatu tugas
yang sulit; dan meminta mereka mengetuai diskusi. Pelajar aktivis tidak menyenangi
pelajaran yang hanya meminta mereka mendengar bacaan, penulisan atau berfikir sendiri;
meminta mereka mengingat dan memahami data; dan mendesak mereka untuk mengikuti
arahan tanpa banyak Tanya-jawab (nadia, 2010).
2. Kelompok Reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflector mempunyai kecendrungan yang
berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan tindakan,
orang-orang tipe reflector sangat berhati hati dan penuh pertimbangan. Mereka
mempertimbangkan baik-buruk dan untung-rugi selalu memperyimbangkan dengan cermat
dan memutuskan sesuatu. Orang orang demikian tidak mudah terpengaruhi, sehingga
mereka cendrung bersifat konservasif.
Pelajar reflector menyenangi pelajaran yang dapat memperhati individu atau kerja
sama; meminta mereka mengulang dan mempelajari perkara yang telah terjadi; dan meminta
mereka menyediakan analisis dan laporan tanpa perlu mematuhi jangka tertentu.
3. Kelompok Teoritis
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoritis, mereka memiliki kecendrungan yang
kritis, suka menganalisis, sesuatu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum.
Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan
atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skepstis
dan tidak menyukai hal hal yang bersifat spekulatif.
Pelajar teoritis menyenagi pelajaran yang menggunakan kemahiran dan pengetahuan
mereka untuk menyelesaikan suatu tugas dan berstruktur jelas; dan membolehkan mereka
bertanya dan mendapatkan ide baru. Pelajar teoritis tidak menyenangi pelajaran yang
meminta mereka melibatkan diri dalam situasi yang menekan emosi dan perasaan dan
mendesak mereka berkerja dengan orang yang tidak memilik gaya belajar sama (nadia,
2010)
4. Kelompok Pragmatis
Berbeda dengan orang-orang teoritis, tipe pragmatis memiliki sifat-sifat praktis, tidak
suka panjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi
mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat
dilaksanakan. Sesuatu hanya bermafaat jika dipraktekan.
Pelajar pragmatis menyenangi pelajaran yang a) menunjukan hubungan antara topic
dan tugas, b) memberi peluang kepada mereka untuk mencoba teknik baru, c) menunjukan
teknik yang dapat memberi kelebihan seperi teknik yang dapat menjimatkan masa, dan d)
menunjukan model yang boleh mereka tiru. Pelajar pragmatis tidak menyukai pelajar yang
a) tidak ada manfaat yang jelas, b) tidak ada latihan atau garis panduan untuk membuatnya,
c) tidak ada manfaat yang jelas untuk di pelajari, dan d) yang memberi penekanan terhadap
teori saja (nadia, 2010)

F. Pandangan Habermas Terhadap Belajar


menurut Budingsih (2012) Habermas berpendapat bahwa belajar baru akan terjadi
jika ada interaksi antara individu dengan lingkunganya. Lingkungan belajar yang dimaksud di
sini adalah lingkungan sosial, sebab antara keduanya menjadi 3 yaitu belajar teknis (technical
learning), belajar praktis (practical learning), dan belajar emansipatoris (emancipatory learning)
dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Belajar teknis (technical learning)
Belajar teknis adalah belajar bagaimana seorang dapat berinteraksi dengan
lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan
perlu dipelajar agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya
dengan baik.
2. Belajar praktis (practical learning)
Belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan
lingkkungan sosialnya, yaitu dengan orang orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan
belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antara sesame manusia.
Sungguhpun demikian, mereka percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang
dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia
pada umumnya.
3. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai sesuatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya
dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan
dan keterampilan serta sikap yang benar untuk mendukungn terjadinya tranformasi kultural
tersebut. Ilmu ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa amat diperlukan.
Harbermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab tranformasi kultural
adalah tujuan pendidikan paling tinggi
Harbermas juga menyatakan bahwa menjadi bermakna apabila dalam proses kegiatan
belajar (interaksi antara pendidi dan siswa) terjadi secara multi arah, terpadu dan
berorientasi pada kepentingan siswa atau student centered learning bukan teacher centered
(astute et al., 2010).

G. Pandangan Bloom dan Krathwohl


1. Taksonomi Bloom
Istilah taksonomi di gunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog
pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir
dalam proses pembelajaran. Menurut Bloom , hapalan sebenarnya merupakan tingkat
terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behavoirs).
Taksonomi Bloom adalah struktur hierarki yang mengidentifikasikan skills mulai
dari tingkat rendah hingga tinggi. Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang dikuasai
oleh siswa tercukup dalam 3 kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik
(Utari,2011).
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif terdiri dari 6 ranah tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintensis,dan evaluasi (Bloom et al.,1956;Baharuddi & Wahyuni, 2008).
b. Ranah Efektif
Ramag efektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan,
nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, dan sikap. Afektif terdiri atas 5 aspek,
yaitu penerimaan, jawaban/reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 5 kategori
ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks
(Utari, 2011).
c. Ranah psikomotorik
Ranah psikomotorik pada awalnya kurang detail penjelasannya, namun dalam
pelaksanaan pembelajaran, secara umum dapat dipraktikkan dan dilakukan
penilaiannya melalui pengamatan (Rochmad, 2012). Taksonomi Harrow
mengelompokkan menjadi 5 tingkat yaitu, meniru (imitation), manipulasi
(manipulation), ketepatan gerakan (precision), artikulasi (articulation), dan naturalisasi
(naturalization) (Suciati, 2001;Sunarto, 2012).
2. Revisi Taksonomi Bloom
Tim ahli psikologi yang dipimpin Anderson dan S osniak di tahun 1990-an
mengkaji kembali taksonomi Bloom dan menyusun kembali (update) taksonomi Bloom
pada ranah kognitif yang dipandang relevan untuk abad-21. Hasilnya dikenal dengan
sebutan Revisi Taksonomi Bloom (Rochmad, 2012). Revisi dilakukan terhadap Taksonomi
Bloom, yakni perubahan dari kata benda (dalam Taksonomi Bloom) menjadi kata kerja
(dalam taksonomi revisi). Perubahan dibuat agar sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan mengindikasikan siswa akan dapat melakukan sesuatu (kata kerja)
dengan sesuatu (kata benda) (Gunawan & Palupi, 2011).

Anderson & Krathwohl (2001) melalui Revisi Taksonomi Bloom membedakan ranah
kognitif dalam 2 dimensi, yaitu Dimensi Pengetahuan (the knowledge dimension) dan
DImensi Proses Kognitif ( the kognitive prosess dimension).
a. Dimensi Pengetahuan (the knowledge dimension)
1) faculty knowledge (pengetahuan fakta)
2) Conceptual knowledge (pengetahuan tentang konsep)
3) Proceduralknowledge (pengetahuan tentang prosedur)
4) Metacognitiveknowledge (pengetahuan metakognitif)
b. DImensi Proses Kognitif ( the kognitive prosess dimension).

H. Pandangan Combs
Combs menyatakan bahwa “kami akan terus meresapi konsep kami bahwa potensi
manusia bertambah ketika menemukan kemampuan baru”. Psikologi humanistik dalam
pendidikan yang bernuansa humanistik akan membantu manusia ke arah pribadi yang sempurna
dam mampu mencapai aktualisasi dirinya (Haryo, 2006).
Menurut Haryo (2006) Combs mengatakan bahwa manusia memiliki potensi yang
sangat penting untuk dikembangkan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa ada 5 hal yang sangat
berkaitan dengan pandangan psikologi humanistik tentang pendidikan , yaitu keterbatasan fisik,
kesempatan, kebutuhan manusia, konsep diri, serta penolakan dan ancaman.
Combs menyebutkan bahwa ada 3 hal dalam usaha mencapai pendidikan yang
bernuansa humanistik yaitu hirarki kebutuhan manusia, kebutuhan setiap individu, dan
aktualisasi diri.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal makna yang terkandung dalam materi tersebut tidak menyatu denagn makna
yang diharapkan siswa (Sukardjo, 2010).
Combs mengilustrasikan lukisan perspektif diri dan perspektif dunia seseorang
dengan menggunakan dua lingkaran dengan menggunakan dua lingkaran (besar dan kecil) yang
bertitik pusat sama, sebagai ditunjukkan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Ilustrasi Combs 1

( Sumber: Sukardjo, 2010)


Makin jauh kebermaknaan persepsi dari peristiwa-peristiwa (lingkaran B), dengan
persepsi diri (lingkaran A), makin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Sehingga,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan keterkaitan diri, akan makin mudah terlupakan oleh
siswa. Sebaliknya, apabila makin dekat kebermaknaan persepsi diri (lingkaran A) dengan
peristiwa-peristiwa dalam persepsi dunia (lingkaran B), makin besar pengaruhnya terhadap
perilaku siswa. Hal tersebut akan mudah diingat oleh siswa , seperti ditunjukkan pada Gambar
5.6.

Gambar 5.6 Ilustrasi Combs 2

(Sumber: Sukardjo, 2010)

Tugas pendidikan pada dasarnya bukan untuk menstransformasikan pengetahuan


sebanyak-banyaknya pada anak didik tetapi bagaimana seorang pendidik melakukan
pengembangan potensi pada diri anak. Faktor yang yang menjadi penghambat bagi
pengembangan potensi anak didik meliputi (Roberts, 1975).
1. Keterbatasan Fisiologi
Kondisi fisiologi utama bagi anak didik adalah kesehatan, karena hal ini sangat
penting bagi perkembangan dan pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional anak.
2. Terbatasnya Kesempatan
Potensi yang dimiliki anak didik akan berkembang dengan baik bila diberi stimulus
dari lingkungannya dan mereka menggunakannya sesuai tahap perkembangan anak didik.
Pemberian stimulus, pengalaman baru serta kebebasan eksplorasi dan berinteraksi dengan
dunia sekitarnya akan menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan serta potensi yang
dimiliki anak.
3. Keterbatasan Kebutuhan Manusia
Combs menegaskan bahwa manusia mempunyai kebutuhan dalam hidupnya dan
pemenuhan kebutuhan akan melahirkan kepuasaan dalam diri individu sehingga ia dapat
mengaktualisasikan dirinya. Membatasi anak dalam mengekspresikan dan
mengaktualisasikan dirinya dapat mematikan potensi yang dimilikinya sehingga akan
menimbulkan perasaan benci, jenuh belajar, dan jauh dari keluarga.
4. Konsep Diri
Combs mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan konsep diri adalah pandangan
diri tentang diri sendiri. Dalam hal ini konsep diri memiliki tiga dimensi diantaranya,
pertama, pengetahuan tentang diri sendiri. Pengetahuan ini meliputi apa yang diketahui
tentang diri sendiri,seperti usia, jenis kelamin, bakat, minat, dan kemampuan. Kedua,
harapan diri merupakan diri ideal, dan ketiga, penilaian tentang diri. Ini merupakan hasil
pengukuran terhadap diri sendiri yang disebut harga diri.
Anak didik yang memiliki konsep diri positif akan menerima dirinya seperti apa
adanya, ia mempunyai harapan yang realistis dan mampu mengevaluasi dirinya secara
positif. Cara efektif yang harus dilakukan pendidik adalah menanamkan kepercayaan diri,
membuka cakrawala anak dengan memberitahukan kelemahan dari letak kekuatannya serta
memberikan motivasi baik dari luar maupun diri anak.
5. Tantangan dan Ancaman
Tantangan dan ancaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan potensi anak, seperti ketika seseorang anak diddik
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas terhadap gurunya, maka psikologinya perhatian
anak akan terfokus pada sesuatu yang mengancma dirinya dan ia mengabaikan yanag lain.
Sebagai kesimpulan dari pandangan Combs, agara potensi anak didik bias berkembang,
maka pendidik, harus memberikan kebebasan dalam mengeksplorasi kemampuannya dan
mencarikan solusi bagi anak yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Combs juga menyampaikan bahwa meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang digunakan . Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua
lingkaran besar dan kecil yang bertitik pusat pada satu. Arthur Combs menjelaskan untuk
mengerti tingkah laku manusia yang penting adalah mengerti bagaimanadunia ini dilihat
dari sudut pandanganya.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah,
berinisiatif,dalam belajar dan terjadi perubahan pola piker, perilaku dan sikap atas kemauan
sendiri.

Menurut Combs peranan siswa lebih dominan, karena guru terfokus pada fasilitator
yang coba memberikan arahan kepada siswa. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajarnya dari pada hasil belajar. Adapun proses yang umum dilalui adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5. Sisiwa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi Mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan siswa untuk maju sesuai denagn kecepatannya.
BAB VII

Teori Neurosains

A. Konsep Neurosains
Manusia adalah makhluk yang selalu berfikir dengan otaknya sepanjgan hayatnya.
Manusia membutuhkan asupan berupa informasi dan data dalam proses berpikirnya, yang
nantinya akan dapat diolah maupun diproses, hingga akhirnya menghasilkan data atau informasi
yang baru. Neurosains merupakan suatu bidang kajian yang mengenai system saraf yang terdapat
di dalam otak manusia yang berhubungan dengan kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi,
persepsi, ingatan, danada kaitannya dengan pembelajar. (Husamah,2018)
Neurosains merupakan salah satu lompatan keilmuan pendukung yang sangat
memeberikan konstribusi dalam menelaah dan memahami perkembangan psikologi melalui
kajian keilmuan tentang sel saraf temuan yang dimaksud di antaranya dikemukakan oleh
Wittrock menentukan bahwa terdapat tiga wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat,
yaitu serabut dendrite, kompleksitas hubungan dendrite, dan pembagian sel saraf. (Wiyani dan
Barnawi, 2012)
Neurosains mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf belakagan
ini telah berkembang menjadi Neuropsikiatri dan Neurobehavior (penggabungan antara perilaku
dan fungsi otak). Penggabungan ini didasari karena otak merupakan sumber dari
pemikiran.reaksi-reaksi di otak yang di sebut dengan Neurochemistry, Neurohormonal,
Neuromekanikal merupakan sumber reaksi yang menggerakkan otak kita untuk berpikir.
Neurosains disebut dengan ilmu otak, karena mempelajari seluruh proses berpikir, sedangkan
proses berpikir itu sendiri terkait ilmu pengetahuan, perilaku, attitude yang sangat luas
cangkupannya. Neurosains juga menelaah penyakit pada otak dengan berbagai macam bentuk.

B. Belajar dalam Konsep Neurosains


Setiap anak dilahitkan dengan bakat(potensi kemampuan) yang berbeda-beda dan
terwujud dengan interaksi yang dinamis antara keunikan individu dan pengaruh lingkungan.
Berbagai kemampuan yang teraktualisasikan beranjak dari fungsi otak. Berfungsinya otak adalah
interaksi dari cetak biru (blue print) genetis danpengaruh lingkungan. (Husmah, 2018)
Alur informasi dalam teori neurosains yaitu adanya informasi dari lingkungan luar
individu lalu akan masuk melalui neuron sensorik, dari neuron sensorik menuju system syaraf
pusat(otak), atau setelah dari neuron sensorik saraf akan menju bagian sel saraf tepi (medulla
oblongata). Setelah menerima rangsangan otak/ sumsum tulang belakang akan itu akan
melanjutkannya ke sel saraf neuron motorik, dan akan terjadi sebuah rangsangan. Pada dasarnya
belajar adalah pembentukan hubungan-hubungan baru antara neuron, ini terjadi kompleksitas
peningkatan cabang-cabang dendrite dalam otak. Oleh sebab itu belajar dalam teori neurosins
sangat dipengaruhi kesiapan dalam belajar dan lingkungan belajar itu sendiri.
Kesiapan belajar ini tergantung bagaimana seseorang dapat menuntaskan perhatian
pada proses belajar itu. Intinya dalam proses pembelajar perhatian siswa berpusat pada pesan
yang disampaikan, maka akan memperoleh hasil belajar yang sangat baik. Semakin baik
perhatian siswa maka semakin baik pula hasil yang didapatkan dari pembelajaran tersebut, begitu
pula sebaliknya, jika siswa kurang memperhatikan, maka hasil belajar akan menurun. Namun
perhatian siswa dalam belajar sangatlah terbatas, perhatian tersebut tidak akan bertahan pada
waktu yang lama, dengan itu sebagai calon pendidik diperlukan strategi khusus agar perhatian
siswa dalam belajar dapat bertahan lama. (Husamah, 2018)
C. Kajian Otak dan Hubungannya dalam Belajar
1. Bagian-Bagian Otak
Otak bertanggung jawab terhadap pengalaman berbagai macam sensasi atau
rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan sadar, dan
kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau
memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian
a. Otak Besar (Serebrum)
Otak besar memiliki fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental,yang
berkaitan dengan kepandaian, ingatan, kesadaran, dan pertimbangan. Serebrum adalah
bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer, yaitu hemisfer kanan yang
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri, dan hemisfer kiri yang berfungsi
untuk mengontrol tubuh bagian kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus,
yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital, dan lobus temporal.
b. Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil merupakan otak terbesar kedua otakyang terletak di bawah
belakang kepala, berada di belakang batang otak dan dibawah lobus oksipital, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Merupakan pusat tubuh dalam mengontrol kualitas
gerakan. Otak kecil juga memiliki fungsi mengkoordinasi gerakan yang halus. (Utari,
2013)
c. Batang otak
Berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Bertugas mengontrol tekanan darah, pernafasan,
pola makan dan tidur, denyut jantung.

Batang otak terdiri dari empat bagian, yaitu :


1) Otak tengah (mesensefalon/mid brain)
Berfungsi mengontrol respon penglihatan gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran
2) Otak depan (diensefalon)
Berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun,
dan penumbuhan sikap agresif
3) Jembatan varol (pons varoli)
Menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
4) Medulla oblongata
Bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan lebih lanjut menjaid
medulla spinalis.
2. Kompleksitas otak
Perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi 250.000
neuroblast (sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan terjadinya
koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut sinaps, makin banyak percabangan
yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut dan kecerdasan ini harus di
latih dn distimulsi. Tanpa stimulasi yang baiik potensi ini akan tersia-siakan. Perjalanan
neutron dari tempat asal ke tempat tujuan tidak selalu berjalan mulus. Terdapat neutron yang
berhenti ditengah jalan, ada yang terus berjalan untuk menghidupkan atau mematikan
pengendalian genetis yang ada di dalamnya serta juga neutron yang mati karena pengaruh
lingkungan. Banyak faktor yang menggangu migrasi neutron yang berasal dari lingkungan
termasuk radiasi, mutasi genetis, obat-obatan dan stres.
3. Mekanisme Kerja Otak yang Berkaitan dengan Kecakapan Belajar
Otak memilki peranan penting dalam kecakapan belajar. Pertumbuhan jumlah
jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal tahun
kehidupannya, terutama pengalaman menyenangkan. Pada fase perkembangan ini anak
memilki potensi luar biasa dalam mengembangkan berbagai kemampuannya yang meliputi
kemampuan berbahasa, kognitif, motorik, sosialisasi. Bila lingkungan anak tidak
merangsangnya , maka perkembangan otaknya tidak akan berkembang dan anak akan
menderita. Anak-anak jarang diajak bermain atau jarang di sentuh, perkembangan otaknya
20% atau 30% lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia itu.
4. Sistem memori pada manusia
Setiap orang mungkin mempunyai miliaran potong informasi yang disimpan dalam
memori jangka panjang. Banyak daerah dan struktur di otak sebagaimana cortex serebri juga
berperan dalam belajar dan mengingat, ingatan kelihatannya didistribusikan secara
berlebihan di daerah korteks. Untuk mengingat sesuatu manusia harus mendapatkan
informasi, menyimpan, dan mengeluarkan/memanggil kembali. Kegagalan dalam mengingat
sesuatu dapat di sebabkan gangguan pada salah satu dari proses tersebut.
a. Tahapan ingatan
Dibedakan atas ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Ingatan jangka
pendek adalah suatu proses aktif yang berlangsungnya terbatas, tidak meninggalkan
bekas. Bentuk belajar jangka pendek yang paling sederhana disimpan dalam perubahan
fisik dalam reseptor perifer yang sifatnya sementara.
b. Ingatan Jangka Panjang akan Menimbulkan Perubahan Fisik pada Otak
Ingatan jangka Panjang dihasilkan oleh perubahan structural pada system
saraf, yang terjadi karena aktifitas berulang terhadap lingkaran neuron (loop of neuron).
Lingkaran tersebut dapat dari korteks ke thalamus atauhipokampus, kembali lagi
kekorteks. Aktifitas berulang terhadap neuron yang membentuk loop tersebut akan
menyebabkan synaps diantara mereka secara fungsional berhubungan. Sekali terjadi
hubungan, maka neuron tersebut akan merupakan suatu kumpulan sel, yang
bilatereksitasi pada neuron tersebut akan terjadi suatu aktifasi seluruh kumpulan sel
tersebut. Dengan demikian dapat disimpan dan dikembalikan lagi oleh berbagai sensasi,
pikiran atau emosi yang mengaktifasi beberapa neuron dari kumpulan sel tersebut.
Menurut Hebb perubahan structural tersebut terjadi di sinaps. (Japardi, 2002).
c. Jejak Memori Didistribusikan Secara Luas
Menurut Japradi (2002) untuk mengingat sesuatu, seseorang harus berhasil
melaksanakan 3 hal, yaitu mendapatkan informasi, menahan/menyimpannya dan
mengeluarkannya. Bila kita lupaakan sesuatu, maka gangguan dapat terjadi pada bagian
mana saja dari ke 3 proses tersebut. Ingatan atau memori tidaklah sesederhana seperi ini.
Memoria dalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, setelah diperiksa
dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Bruner manusia mempunyai
kapasitas dan kecenderungan untuk berubah karena menghadapi kejadian umum. Ingatan
mempunyai beberapa fase, yaitu waktu yang sangat singkat/extremely short term atau
ingatan segera (immediate memory) dimana item hanya dapat disimpan dalam beberapa
detik; ingatan jangka pendek (short term) dimana item dapat ditahan dalam beberapa
menit; ingatan jangka Panjang (lobg term) dimana penyimpanan berlangsung beberapa
jam sampai seumur hidup. Ingatan tidak terlokalisir pada struktur tertentu dari otak.
d. Hipokampus dan Lobus Temporalis BerperandalamIngatanManusia
MenurutJapradi (2002) hal-hal yang berasal dari ingatan jangka pendek dapat
diubah untuk disimpan menjadi ingatan jangka Panjang oleh hipokampus. Hipokampus
(terletak diantara lobus temporal otak) dan bagian media lobus temporal (bagian yang
terletak paling dekat dengan garis tengah badan) juga berperan dalam proses
penggabungan ingatan (memory consolidation). Konsolidasi ingatan yaitu perubahan
secara fisik, psikologis yang berlangsung terus menerus selama terjadinya organisasi otak
dan informa siulang yang dapa tmerupakan bagian dari ingatan permanen. Setelah
sebagian informasi masuk dalam ingatan jangka Panjang, sebagian lagi masih dalam
proses transformasi, dan mungkin sebagian yang lain terlupakan sebelum disimpan
secara menetap.
Menurut Squire dalam Japradi (2002) pada saat mempelajari sesuatu, bagian
temporal membentuk hubungan dengan tempat penyimpanan memori di daerah lain otak,
terutama bagian lain dikorteks. Interaksi ini membutuhkan waktu beberapa tahun selama
berlangsungnya reorganisasi memori.

5. Fungsi Otak dalam Memori


Menurut Japradi (2002) hipokampus, amigdala, dan struktur yang berhubungan
berperan pada memori konsolidasi dan pada perubahan memori deklaratif pada manusia
menjadi ingatan jangka panjang. Daerah thalamus berperan dalam initial coding pada
informasideklaratif tertentu. Proses belajar deklaratif pada manusia dilakukan oleh lobus
temporalis dan bagiandari thalamus. Pada binatang percobaan ada daerah yang
berperandalam proses dalam penyimpanan informasi yaitu:
a. Cerebelum
Banyak respon belajar yang conditioning disimpan di serebelum, misalnya
kelinci dikondisikan untuk mengedipkan mata karena suara. Dilakukan latihan dengan
menyemprotkan udara langsung kemata kelinci setiap kali ada rangsangan suara. Jejak
memorinya terletak di nucleus serebelar yang dalam.
b. Hipokampus
Hipokampus pada tikus berperan dalam mempelajari spatial map. Pada
binatang bercobaan bila sel hipokampus dirangsang berulang-ulang dengan electrode
maka sel akan bekerja sampai beberapa minggu setelah rangsangan berakhir, ini disebut
long term potentiation. Ini memperoleh hewan untuk memperoleh sesuatu.
c. Korteks
Untuk mempelajar ihal yang sederhana pada habituasi dan conditioning tidak
memerlukan fungsi kortikal yang lebih tinggi. Pada binatang yang lebih tinggi lapisan
kortikalnya lebih tebal dan structural neuralnya lebih rumit. Pada manusia dimana
korteksnya menonjol tejadi pula perubahan tersebut. Adanya hubungan dengan struktur
lain diotak, memungkinkan manusia untuk memproses informasi dan menyimpan
pengalaman di dalam korteks.

D. Teori/Paradigma Neurofisiologis Hebb


1. RingkasanParadigma Hebb
Hebb adalah pencetus pertama kali pencarian korelasi neurofisiologis peristiwa
belajar. Konseputama Hebb yakni konsep paradigm fungsionalistik (perubahan perilaku
karena adanya perubahan secara fisiologis dan system kerjaotak). Saat bekerja samadengan
Lashley di Universitas Chicago, Hebb yakin bahwa otak tidak bekerja seperti papan
penghubung kompleks, seperti yang diyakini oleh behavioris dan asosisionis; namun otak
bekerja secara menyeluruh dalam satu keterkaitan. Hebb menggunakan istilah kumpulansel
dan sekuensifase. Satu kumpulan sel adalah paket neural yang diasosiasikan dengan satu
obyek lingkungan. Sekensi fase adalah sederetan kumpulan sel yang salingterkait. Jika
serangkaian kejadian biasa terjadi dalam satu lingkungan, mereka akan dipersentasikan di
level neural sebagai sekuensi fase. Stimulasi atas sekuensifase ini menyebabkan aliran ide-
ide yang salingberkaitan (Hergenhahn& Olson, 2011).
2. Pandangan Hebb Tentang Pendidikan dan Belajar
Hebb merangkum hasil penelitian yang telah dilakukannya selama 20 tahun kedalam
buku yang diberi judul “The Organization of Behavior”, yang pada intinya mengatakan
bahwa perilaku dapat dijelaskan melalu iaksi-aksi neuron. Ide yang paling terkenal di dalam
buku Hebb di atas adalah sebuah postulat yang kemudian dikenal dengan nama metode
belajar Hebb :“Jika akson sebuah sel A cukup dekat untuk bisa mengeksitasi sel B dan
secara berulang atau terus menerus melakukan penembakan, beberapa proses atau
perubahan metabolism akan terjadi pada satu atau keduasel, sehingga efisiensi sel A,
sebagai salah satu sel penembak B, akan meningkat.” MenurutHergenhahn&Olsan (2011)
Hebb mengemukakan proses belajar yang terbagimenjadiduajenis, yakni proses belajar pada
anak-anak dan orang dewasa.
a. Proses belajar anak-anak
Jenis belajar ini berkaitan dengan pembentukan kumpulan sel dan sekuensi
fase secara gradual selama masa bayi dan anak-anak. Proses belajar awal ini
representasi neurologis atau objek dan lingkungan. Ketika perkembangan neural
initerjadi, anak dapat memikirkan suatu objek atau kejadian, atau sederetan objek dan
kejadian, yang tidak hadir secara fisik di depannya. Dalam satu pengertian, Salinan
dari objek lingkungan ini ada dalam system saraf anak. Selama proses belajar awal ini,
anak harus berada dalam lingkungan kaya, berisi berbagai macam pemandangan, suara,
tekstur, bentuk, objek, dan sebagiannya. Semakin kompleks suatu lingkungan, semakin
banyak yang direpresentasikan di level neural, semakin besar kemampuan anak
untukbelajar.
b. Proses belajar orang dewasa
Jenis belajar yang lebih mendalam dan berwawasan menjadi cirri kehidupan
orang dewasa. Belajar orang dewasa melibatkan penataan ulang atas kumpulan sel dan
sekuensi fase. Oleh karena itu, proses belajar ditingkat selanjutnya lebih perseptual,
cepat dan berwawasan.

3. AplikasiTeori Hebb dalamKehidupanNyata


Semua proses pembelajaranawal, sebuahlingkungan yang kaya akan menjadi sangat
pentin guntuk seorang anak, termasuk bermacam-macam objek penglihatan, suarat ekstur,
bentuk objek, dan yang lainnya. Semakin kompleks lingkungannya, makan akan semakin
banyak terwakili dalam tingkat neurologis. Semakin banyak terwakili dalam neurologis,
semakin banyak anak tersebu tberfikir. Hebb menyarankan agar anak-anak diberi
lingkungan dengan bermacam-macam stimulus atau varietas. Penelitian-penelitian tentang
otak pun banyak yang diilhami oleh teori belajar neurofisiologis dominan yang
dikemukakan oleh Hebb. Carol S. Dweck yang telah lebih dari dua decade meneliti
kecerdasan dan meneliti kecerdasan dan motivasi juga dipengaruhi oleh teoridari Hebb
(Blackwell et al, 2008).
Kemajuan dalam bidang neurobiology atau neurosains ini akhirnya memungkinkan
para peneliti untuk membangun model-model matematika dari sel-sel syaraf manusia.
Dikenal pula istilah pengembangan jaringan syaraftiruan (JST) yang sudah dimulai sekitar
50 tahun yang lalu. Pengembangan ini didorong oleh keinginan untuk lebih memahami
organ otak sekali gusmen coba meniru sebagian keunggulannya yang diaplikasikan pada
computer dan keturunannya (Jatmikoet al., 2011).
E. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Neurosains
Winarno (1994) mengungkapkan bahwa sebagai suatu teori pembelajaran
berbasis kemampuan otak (Neuroscience), tentu saja memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan-kelebihannya adalah sebagai berikut:
 Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
 Memperhatikan kerja alamiah otak si pembelajar dalam proses pembelajaran.
 Menciptakan iklim pembelajaran dimana pembelajar dihormati dan didukung.
 Menghindari terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
 Dapat menggunakan berbagai model-model pembelajaran dalam mengaplikasikan
teori ini. Dianjurkan untuk memvariasikan model-model pembelajaran tersebut,
supaya potensi pebelajar dapat dibangunkan.

Adapun kelemahan-kelemahan dari teori ini adalah sebagai berikut:


 Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui tentang teori ini
(masih baru).
 Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk dapat memahami (mempelajari)
bagaimana otak kita bekerja.
 Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran
yang baik bagi otak.
 Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran teori
ini
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, L., Trzesniewski, K., & Dweck, C. 2008. Implikasi Theories of Intelegence Predict
Achievement Across an Adolescent Transition: A Longitudinal Study and an
Intervention. (Online).

Hergenhahn, B. R. & Olson, M.H. 2009. Theories of Learning (Teori Belajar). Terjemahan oleh Tri
Wibowo B.S. cetakan ke II. Jakarta: Kencana.

Husamah. Pantiwati, Yuni. Restian, Arina. Sumarsono, Puji. 2018. Belajar dan Pembelajaran.
Malang: UMM Press.

Japardi, I. 2002. Learning and Memory. Maklah. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara.

Jatmiko, W., Mursanto, P., Fajar, M., Tawakkal, M. I., Trianggoro, W., Rambe, R. S., Fauzi,
Ramadhan, A. 2011. Implementasi berbagai Alogaritma Neural Network dan Wavelet
pada Field Programmble Gate Array (FPGA). Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer UI.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC.

Utari, R. 2013. Taksonomi Bloom: Apa dan Bagaimana Menggunakannya?. Pusdiklat KNPK.

Winarno, E. M. 1994. Belajar Motorik. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP


Malang.

Wiyani, N. A. & Barnawi. 2012. Format PAUDI. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

https://www.kompasiana.com/akmala-04/5508eef0a333112a452e39d1/teori-belajar-kognitivisme

http://whendikz.blogspot.com/2013/11/resume-teori-belajar-gestalt.html\

https://www.padamu.net/teori-kognitif-dan-perkembangannya-menurut-jean-piaget

https://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurut-jerome-bruner/

http://samplingkuliah.blogspot.com/2017/10/teori-belajar-kognitif-ausubel.html

Husamah. Pantiwati, yuni. Restian, Arina. Sumarsono, Puji. 2018. Belajar dan Pembelajaran.
Malang. Universitas Muhammadiyah Malang

Anda mungkin juga menyukai