Anda di halaman 1dari 10

Hello Jelly

Sabtu, 05 November 2016

Pendekatan Psikologi dalam Belajar Bahasa - Makalah

PENDEKATAN PSIKOLOGI 
DALAM BELAJAR BAHASA
“MAKALAH”

Disusun oleh:
Adenailatul Khoiriyah                    (15188201053)
Rizka Nofita Sumanti                     (15188201062)

                            Dosen Pengampu:
             Mochammad Bayu Firmansyah, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI) PASURUAN

JI.Ki Hajar Dewantara 27-29 Pasuruan Telp. (0343) 421948


BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah

Pendekatan pembelajaran di dalam psikologi pendidikan mengalami proses


perkembangan yang cukup panjang dan menarik untuk dikaji.  Perkembangan tersebut
menunjukkan tahap proses berfikir para pakar di dunia psikolgi khususnya psikologi
pendidikan dalam upaya pengembangan pendekatan baru baik yang disengaja ataupun
secara tidak disengaja.

Terdapat empat pendekatan psikologi yang dikenal di dalam pembelajaran, yaitu


pendekatan behavioristik, pendekatan kognitivisme, pendekatan humanism dan
pendekatan konstruktivisme.  Masing-masing pendekatan memiliki berbagai asumsi dan
teknik tersendiri.  Ketiga-tiganya bermanfaat dalam setiap kegiatan pembelajaran antara
guru dengan siswa.  Penggunaannya tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya
belajar siswa

1.2              Rumusan Masalah

a.            Bagaimana  cara memahami pendekatan behaviorisme dalam


pembelajaran bahasa?

b.            Bagaimana cara memahami pendekatan kognitifme dalam pembelajaran


bahasa?

c.       Bagaimana cara memahami pendekatan humanisme dalam pembelajaran


bahasa?

d.      Bagaimana implikasi pendekatan psikologi dalam pemebelajaran bahasa?

1.3              Tujuan

a.       Memahami pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran bahasa.

b.      Memahami pendekatan kognitifme dalam pembelajaran bahasa.

c.       Memahami pendekatan humanism dalam pembelajaran bahasa.

d.      Memahami implikasi berbagai pendekatan psikologi dalam pemebelajaran


bahasa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1              Pengertian Pendekatan Psikologi

Pendekatan psikologi dapat diartikan sebagai asumsi-asumsi teoritis yang diyakini


oleh psikologi tertentu yang saling berhubungan yang menyangkut hakikat belajar dan
pengajaran pada diri seseorang (Anthony, 1985: 199; Richards, 1986: 14). 

Setiap paham psikologi memiliki keyakinan tertentu mengenai belajar. Pandangan


psikologi behaviorisme berbeda keyakinannya mengenai belajar dengan pandangan
psikologi kognitivme, atau konstruktivisme. Setiap keyakinan memiliki konsekuensi yang
berbeda-beda terhadap  pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
tindak lanjut. 

Belajar bahasa adalah proses penguasaan bahasa baik bahasa pertama maupun
bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa yang dimaksud melipiti penguasaan secara
alamiah (acquisition) maupun secara formal (learning) (Krashen, 1981: 40). Kedua proses
tersebut mengisyaratkan kepada kita bahawa proses alamiah maupun proses secara
formal sedikit banayak akan mempertimbangkan aspek psikologi bagi pembelajarnya.

2.2              Pendekatan Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan
dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan (Arya, 2010). 

Pendekatan behaviorisme dalam belajar bahasa menurut beberapa ahli:

a.       Ivan Pavlov

1.            Belajar adalah proses pembentuk asosiasi antara stimus dan respons secara
reflektif.

2.      Proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.

3.      Prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus respons.

4.      Tidak adanya kemampuan bawaan.

5.      Setiap pembelajaran memerlukan classical conditioning.

b.      B.F. Skinner
Pengertian belajar merupakan pembentukan asosiasi antara stimulus dengan
respons reflektif (sama dengan  Pavlov). Skinner juga menyangkal adanya kempuan
bawaan dan meyakini bahwa belajar perlu  classical conditioning  dan  operan
conditioning.  Skinner juga menyimpulkan perlunya pengajaran terprogram secara
bertahap. Artinya, stimulus yang diberiakan pada pembelajar (jika persyaratan lain
terpenuhi, seperti terciptanya situasi kelas yang kondusif) akan menghasilkan respons
tertentu. Respons tertentu akan menjadi stimulus baru dan menghasilkan respons baru
yang lain, dan seterusnya. 

Para pakar psikologi belajar bahasa penganut paham behaviorisme berpendapat


bahwa belajar bahasa berlangsung dalam 5 (lima) tahapan yaitu:

1.      Trial and error,

2.      Mengingat-ingat,

3.      Menirukan,

4.      Mengasosiasikan, dan

5.      Menganalogi.

Dari kelima langkah tersebut dapat disimpulkan bahwa berbahasa pada dasarnya
merupakan proses pembentukan kebiasaan. Jika kita amati dari langkah-langkah
eksperimen  Pavlov  maupun  Skinner  kemudian dikaitkan dengan proses pembelajaran
bahasa dapat dikemukakan bahwa:

1.      Pembelajaran bahasa dapat diamati berdasarkan tingkah laku bahasanya.

2.            Pembelajaran bahasa berdasarkan langkah-langkah eksperimennya


dilakukan secara ilmiah.

3.            Pembelajaran bahasa dilakukan secara terprogram dan bertahap, dan


memberikan arti penting pada nosi penguatan (reinforcement) baik berupa
ganjaran maupun hukuman.

2.3              Pendekatan Kognitivisme

Belajar adalah proses penuh makna dalam mempertautkan kejadian atau bahan
(informasi) baru dengan konsep dan proposisi-proposisi yang sudah ada dalam kognisi
anak (Ausubel, 1965: 8). 

Pendekatan kognitivisme menurut beberapa ahli:

a.       Chomsky
1.            Gagasan kaum behavioris tentang tingkah laku bahasa manusia yang
dipersama kan dengan tingkah laku binatang tidaklah benar. Tingkah laku
manusia jauh lebih rumit daripada tingkah laku binatang.
2.      Deskripsi tingkah laku bahasa yang dilukiskan oleh kaum behavioris melalui
stimulasi eksternal (yang teramati) dan respons yang sesuai juga tidak benar.
Deskripsi tingkah laku bahasa harus dideskripsikan berdasarkan kemampuan
bawaan manusia untuk belajar bahasa.

3.  Kesimpulan yang ditarik oleh Skinner berdasarkan eksperimennya di


         

laboratorium dengan menggunakan seekor binatang tidak cukup untuk


diarahkan pada kesimpulan mengenai tingkah laku manusia, lebih-lebih
tingkah laku bahasa. 

Chomsky kemudian menawarkan asumsi baru mengenai penguasaan bahasa.


Asumsi yang ditawarkan itu antara lain:

1.            Manusia sejak lahir telah memiliki kemampuan berbahasa yang bersifat
bawaan (innate).

2.       Untuk membuat agar anak mampu berbahasa, membuat hipotesis mengenai
struktur bahasa. Dalam hal ini seorang anak sejak lahir telah dibekali alat
pemerolehan bahasa (LAD: Language Acquistion Device).

3.            Hipotesis tentang struktur bahasa yang dibuat oleh anak terjadi diambang
sadar (subcomsiousnes) dan akan diuji dalam pemakaina bahasa secara terus-
menerus dan akan dicocokkan dengan masukan linguistic baru yang di
peroleh dari lingkungannya. 

4.            Chomsky juga mengatan bahwa belajar bahasa bukan sekedar tanggapan
terhadap rangsanaga dari lauar dalam proses pembentukan kebiasaan
melaikan proses kreatif yang rasional dan kogmitif (dalam Kaswanti, 1990).

b.      Jean Piaget

1.                Pada usia 0-2 tahun dikenal dengan masa gerakan pancaindra (sensory
motor period). Pada masa ini seorang anak sedikit demi sedikit
mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan
benda-benda lain.

2.         Pada usia 2-7 tahun dikenal dengan masa pra-sosial. Pada masa ini ditandai
dengan anak menjadi pusat tunggal yang mencolok dari suatu objek,
misalnya seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi yang
satu benda dalam gelas panjang dan sebagian berada dalam cawan datar,
anak akan mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak daripada air di
cawan datar.

3.                Pada usia 7-11 tahun disebut masa operasi konkret. Pada masa ini seorang
anak telah memiliki sistem kognisi yang tersusun rapi yang mendasari segala
kognisi dan presepsi mereka. Anak sudah dapat membedakan benda yang
sama dalam kondisi yang berbeda

4.         Pada usia 11 ke atas disebut masa operasi formal. Pada masa ini anak mulai
memasuki dunia “kemungkinan”dari dunia yang sebenarnya. Mereka sudah
dapat memahami kemungkinan apa dan bukan saja “apa” (Flaevel, 1963;
Tarigan, 1986).

c.       Stephan Krashen

Krashen berteori bahwa proses pembelajaran bahasa berdasarkan pandangan


kognitif memiliki beberapa hipotesis.

1.      Hipotesis pertama yaitu hipotesis pemerolehan dan pembelajaran bahasa (the


acquisitiotillearning hypothesis). Hipotesis ini mengemukakan bahwa ada dua
cara pembelajaran bahasa, yaitu:
a)      Melalui proses pemerolehan (acquisition) dan

b)      Melalui proses belajar (learning).


2.            Hipotesis kedua  yaitu hipostesis monitoring (the monitoring hypothesis).
Hipotesis ini mengemukakan bahwa penegtahuan bahasa yang dipelajari
secara sadar hanya berfungsi sebagai monitor atau editor yang menegcek
sistem bahasa yang akan dihasilkan.
3.  Hipotesis ketiga  yaitu hipotesis urutan ilmiah (the order hypothesis).
         

Hipostesis ini mengemukakan bahwa proses pemerolehan struktur gramatikal


terjadai secara berurutan.

4.            Hipotesis keempat  yaitu hipotesis input (the input hypothesis) menyatakan
bahwa kemampuan bahasa seseorang tergantung inputnya. 

5.      Hipotesis kelima yaitu hipotesis saringan efektif (the filter affective hipothesis).


Hipotesis ini mengemukakan bhawa semakin besar saringan/filter afektif
semakin sukar pula untuk menguasai bahasa.

2.4              Pendekatan Humanisme
Pendekatan humanism atau konstruktivisme memeberikan peranan kepada
pembelajar lebih besar dalam belajar dan beorientasi pada kebutuhan pembelajar (Stevics,
1982).

Menurut  Carl  Rogers pandangan humaistik atau konstruktifisme memiliki ciri


penting, yaitu:

a.       Individu berfungsi penuh dalam pembelajaran,


b.      Pembelajaran harus dibimbing untuk mempelajari cara belajar, dan

c.       Pembelajaran harus diberi makna pemberdayaan.


Seorang Psikiater Lozanov (1978) dari Bulgaria mengemukakan tiga prinsip untuk
mensugesti para pemebelajar, yaitu:

a.       Joy and psychorelaxtion (memberikan rasa kegembiraan dan kesantaian secra


psikologis),
b.            Memanfaatkan  reserve powers  (memanfaatkan otak yang biasanya tidak
dapat dimanfaatkan oleh pembelajar), dan

c.       Menjalin kerja sama secara harmonis antara “kesadaran” dengan “keambang


sadaran”.
Pendekatan lain sebagai implementasi pendekatan humanistic adalah Total Physical
Respons  yang dikembangkan oleh  James  J.Asher  (1977). Konsep ini diterapkan dalam
pembelajaran bahasa yang berpijak pada aktivitas psikomotorik. Pencapaian kemampuan
berbahasa yang dipelajari dibagi dalam tiga tingkat, yaitu:
a.       Pencapaian awal,

b.      Pencapaian pertengahan, dan 


c.       Pencapaian lanjutan.

2.5              Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir yang merupakan pendekatan
kontekstual. Yaitu pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).

Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif


seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau
pengalaman baru. Rumelhart dan  Norman  (1978) menjelaskan seseorang akan dapat
membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. 

Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan
pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau  tuning.
Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan
menggunakan analogi, yaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne,
Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan
beberapa konsep-konsep yang telah ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.

2.6              Pandangan Konstruktivisme
Konstruktivisme dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari pandanagan
psikologi kognitif Piaget maupun Vygotsky (Sukiman, 2008). 
Pembelajaran yang terkonstrutivistis memiliki ciri sebagai beikut:

a.              Selama belajar, pembelajar membangun sendiri pemahamannya mengenai


suatu objek.
b.       Selama belajar, pembelajar sangat bergantung kepada pemahanman menenai
suatu objek.

c.              Proses belajar yang bermakana dipengaruhi oleh motivasi, konteks social,
perbedaan setiap indidvidu (setiap indidvidu memiliki cara belajar yang
berbeda dengan individu yang lain).

d.      Belajar yang bermakna mudah terjadi memalui tugas-tugas belajar mandiri.


e.       Pembelajaran yang berasal dari siswa lain (penjelasan oleh siswa sendiri) akan
lebih mudah diserap daripada penjelasan yang disampaikkan oleh guru.

f.              Pembiaran belajar oleh siswa tida cukup tetapi harus tetap ada “campur
tangan dari guru” untuk membantu mengkonstruk penegtahuan dengan
mengarahkan dalam berinteraksi sosial.

g.            Belajar secara konstruktivistis memeberikan keleluasaan belajar secara aktif


agar dapat memecahkan masalah dengan pendampinagan oleh guru.
2.7              Implikasinya Dalam Pembelajaran BI

Pendekatan behaviorisme maupun pendekatan kognitivisme sampai sekarang masih


sama-sama berkembang penerapannya dalam proses pembelajaran bahasa. Pendekatan
behaviorisme yang diaplikasikan oleh kaum Struktural dalam pembelajaran bahasa
memberikan hasil yang cukup memuaskan apabila persyaratan yang ditentukan oleh
pendekatan itu diikuti secara sempurna. Syarat-syaratnya sebagai berikut:

a.         Usia pembelajar berkisar 10-12 tahun.


b.        Guru bahasa harus menguasai bahasa yang diajarkan secara baik dan memilki
pengetahuan dan pengalaman bagaimana mengajrkan bahasa tersebut, serta
memliki pengetahuan akan prinsip-prinsip umum linguistic.

c.                  Latihan pengucapan harus diberikan sejak awal dengan maksud untuk
membentuk kebiasaaan yang otomatis dalam mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa yang dipelajari secara benar tanpa ragu-ragu.

d.  Cara melatih ucapan diawali dengan pemberian deskripsi sederhana


             

bagaimana suatu bunyi bahasa dihasilkan dan diperbandingkan dengan bahasa


pertama belajar.
e.                  Metode penyajian semantic dalam arti penyajian digunkan metode langsung,
maksudnya pemakaian bahasa ibu dihindarkan, diberikan dengan teks secara
berulang-ulang dalam membaca, menulis mendengarkan dan berbicara.
f.                  Informasi gramartikal diberikan untuk mempermudah proses mempelajari
bahasa. Informasi menegnai tata bahasa bukan merupakan tujuan pengajaran,
oleh karena itu pengajaran harus disampaikan secara iknduktif.

g.         Teks bacaan yang diberikan harus berisi kehidupan dan kebudayaan penutur
asli bahasa yang dipelajari dengan memperhatikan tingkat kesukaran bahasa
dan isinya.

h.  Interpretasi terhadap isi teks hendaknya dilakukan interpetasi secara


             

pedagogis.
Pendekatan kognitif   (mentalis) yang diaplikasikan oleh para pakar pengajaran
bahasa dengan berpegang pada linguistic  Generatif  Trasnformasi, proses pembelajaran
bahasa juga memberikan persyaratan apabila pemeblajaran bahasa tidak ingin gagal. 
Pendekatan kostruktivisme dalam pembelajaran bahasa dipandang sebagai
pendekatan mutakhir. Pendekatan ini dipandang yang paling seusai dengan sifat-sifat
dasar belajar anak. Anak memiliki kebebasan untuk mengkonstruk pengetahuan
berdasarkan perkembangan pikirannya. Namun, kebebasan yang dimiliki  anak tidak
dibiarkan liar tanpa pendampingan oleh guru. Guru sebagai fasilisator yang memberikan
kemungkinan untuk ikut campur tangan dalam proses pembelajaran anak.

Kebebasn yang dimaksud  dalam konstruktivisme adalah kebebasan yang amat


sesuai dengan perkembangan kognitif anak. Anak merangkai pengetahuan atas dasar
pengetahuan yang sudah dimiliki. Oleh karena itu, peranan motivasi, konteks  sosial,
karakteristik individu sangat menentukan tingkat pemahamannya.

BAB III

KESIMPULAN
3.1              Kesimpulan

Pendekatan psikologi dapat diartikan sebagai asumsi-asumsi teoritis yang diyakini


oleh psikologi tertentu yang saling berhubungan yang menyangkut hakikat belajar dan
pengajaran pada diri seseorang (Anthony, 1985: 199; Richards, 1986: 14).

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan
dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan (Arya, 2010). 

Belajar adalah proses penuh makna dalam mempertautkan kejadian atau bahan
(informasi) baru dengan konsep dan proposisi-proposisi yang sudah ada dalam kognisi
anak (Ausubel, 1965: 8). 
Pendekatan humanism atau konstruktivisme memeberikan peranan kepada
pembelajar lebih besar dalam belajar dan beorientasi pada kebutuhan pembelajar (Stevics,
1982).
Konstruktivisme dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari pandanagan
psikologi kognitif Piaget maupun Vygotsky (Sukiman, 2008). 
DAFTAR PUSTAKA
Pranowo. 2014. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Safnowandi, S.Pd., M.Pd, . 2012, (Online), 


(https://safnowandi.wordpress.com/2012/11/03/teori-behaviorisme/  , diakses 07 Oktober
2016.)

Mhorbiq, (Online),  (http://mhorbiqcity.blogspot.co.id/p/pendekatan-pembelajaran-


bahasa.html , diakses 01 Oktober 2016)

Unknown di 06.48

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Unknown
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai