Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama : Diah Lusiana Eko Tohari

NIM : 2021030410

Program Studi : Progsus S1 Keperawatan

1. Jurnal keperawatan terkait Keperawatan Gawat Darurat


a. Using the South African Triage Scale for prehospital triage: a qualitative study
(Julia Dixon, Taylor Burkholder, dkk: 2021)
Triase adalah komponen penting dari perawatan darurat pra Rumah Sakit. Triase yang
efektif yaitu mampu membuat pasien menerima perawatan dengan tepat. South African
Triage Scale (SATS) mudah digunakan dan memungkinkan komunikasi yang lebih baik
dengan penyedia Rumah Sakit saat serah terima pasien.
Penggunaan SATS pada penangan pra Rumah Sakit terdapat tantangan tersendiri seperti,
perubahan kondisi pasien, kondisi klinis pasien, waktu transportasi, Riwayat Kesehatan
pasien serta kebutuhan sosial pasien. Dalam penggunaan SATS yang harus dinilai dari
pasien antara lain terdiri dari detak jantung, laju pernafasan, tekanan darah sistolik, suhu,
tingkat kesadaran dan adanya trauma atau tidak yang nantinya disimpulkan dalam skor
dengan simbol warna hijau, kuning, orange, merah diurutkan dari nilai terendah hingga
tertinggi dan warna biru untuk pasien meninggal.
SATS digunakan sebagai alat untuk memandu pelaksanaan triase pasien dan tujuan
perawatan pasien selanjutnya, apakah hanya memerlukan pemantauan saja atau
memerlukan perawatan lanjutan di Rumah Sakit. Dalam SATS juga sudah ditentukan
tujuan tempat pelayanan Kesehatan yang akan dituju oleh pasien, agar tidak terjadi
penumpukan pasien dan pasien bisa mendapat penanganan dengan tepat. Pasien dengan
skor kegawatan rendah (hijau dan kuning) diprioritaskan ke Rumah Sakit Kabupaten dan
pasien dengan kegawatan yang lebih tinggi (orange dan merah) diprioritaskan ke fasilitas
regional atau tersier.
Keefektifan dari penggunaan SATS antara lain sebagai atal triase pra Rumah Sakit yang
tepat dalam sebagian besar kasus, memudahkan dalam penentuan TEWS (Triage Early
Warning Score) karena menggunakan tanda-tanda vital yang objektif, SATS memberikan
bahasa yang konsisten dan objektif saat serah terima pasien dengan penyedia layanan
atau fasilitas tujuan, SATS membantu mengidentifikasi pasien yang awalnya tampak
“tidak sakit” tetapi memiliki tanda-tanda vital yang tidak normal sehingga pasien bisa
mendapatkan pelayanan yang sesuai.
Secara keseluruhan, penggunaan SATS merupakan alat yang efektif dalam perawatan
darurat pra Rumah Sakit. Namun, banyak tantangan yang teridentifikasi untuk
menggunakan SATS di lingkungan pra Rumah Sakit yang dapat diperbaiki dengan
perubahan kecil pada SATS dan pelatihan ulang.

b. Implementation and performance of the South African Triage Scale at Kenyatta national
Hospital in Nairobi, Kenya
(Ali A. Wangara, Katherine M. Hunold, dkk: 2019)
Triase merupakan landasan dalam perawatan kegawatdaruratan modern, praktiknya
berdasarkan pada sumber daya yang tersedia, situasi sosial dan kriteria triase yang telah
ditentukan sebelumnya. Di negara berkembang triase kurang dimanfaatkan, hal ini
dikarenakan pelatihan triase yang terbatas, pengambilan keputusan yang kurang sesuai
dan standar sistem triase yang kurang sehingga mengakibatkan sistem triase tidak
konsisten dan dapat membahayakan pasien.
South African Triage Scale (SATS) merupakan sistem triase yang dikembangkan di
sumber daya yang terbatas di Afrika Selatan dan berhasil menunjukkan reabilitas dan
validitas yang baik sehingga bisa memiliki standar prosedur triase yang bisa diterima
secara nasional. Namun, SATS merupakan sketsa triase yang berbasis kertas sehingga
sangat terbatas dalam penggunaannya.
Sistem SATS dibedakan menjadi: darurat, sangat mendesak, mendesak dan rutin. Untuk
menentukan skor pasien dalam penggunaan SATS, petugas harus mengidentifikasi
keluhan utama, tanda-tanda vital, mobilitas, adanya trauma atau tidak, serta pemeriksaan
tambahan seperti gula darah atau tes kehamilan. Target waktu triase dengan level SATS
adalah sebagai berikut, merah: penangan langsung serta membutuhkan perhatian petugas
pelayanan Kesehatan yang cepat dan terfokus, orange: 10 menit, kuning: 1 jam dan hijau:
4 jam.
Secara keseluruhan, penggunaan SATS dalam sumber daya yang terbatas dan jika alokasi
sumber daya tidak tepat dapat mengancam nyawa pasien lain yang lebih membutuhkan.
SATS lebih baik dipahami dengan tetap memperhatikan variable tambahan seperti waktu
tunggu, waktu untuk penyedia layanan, waktu untuk intervensi, kondisi klinis, efek
samping dan hasil akhir pasien yang pulang. Namun, penggunaan SATS bisa
memperbaiki disposisi pasien darurat karena lebih banyak pasien yang dirawat daripada
yang dipulangkan.

2. Jurnal: Using the South African Triage Scale for prehospital triage: a qualitative study (Julia
Dixon, Taylor Burkholder, dkk: 2021)
Kelebihan dan kekurangan jurnal tersebut dibandingkan dengan jurnal sebelumnya:
a. Kelebihan
1) Mudah digunakan serta memungkinkan untuk komunikasi yang lebih baik dengan
penyedia layanan rumah sakit saat serah terima pasien, karena jika komunikasi yang
disampaikan tidak baik bisa membahayakan pasien dan bisa menyebabkan salah
persepsi antara petugas pra rumah sakit dengan petugas rumah sakit.
2) Hal yang diidentifikasi dalam menentukan skor triase pasien dilihat dari detak
jantung, laju pernafasan, tekanan darah sistolik, suhu, tingkat kesadaran serta adanya
trauma, tanpa harus melakukan pemeriksaan tambahan seperti gula darah atau tes
kehamilan. Karena tidak semua petugas pra rumah sakit mampu melakukan
pemeriksaan tambahan seperti tes kehamilan atau tes gula darah.
3) Setiap skor sudah dikaitkan dengan warna SATS serta tujuan pelayanan yang
diperlukan oleh pasien antara lain: warna hijau dan kuning diprioritaskan untuk ke
rumah sakit Kabupaten, warna orange dan merah diprioritaskan untuk ke rumah sakit
regional atau tersier, dan warna biru untuk pasien meninggal.
b. Kekurangan
1) Tidak memiliki target waktu pelayanan triase sehingga dapat menghambat dalam
menghemat waktu dan pelayanan, serta dapat memperlambat penanganan pasien
untuk segera menuju ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
2) Dalam penerapan SATS masih banyak yang bertentangan dengan penilaian setiap
individu mengenai kebutuhan perawatan klinis pasien atau sumber daya pra rumah
sakit dan rumah sakit yang tersedia. Selain itu perubahan kondisi pasien yang belum
stabil dan waktu transportasi juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
memperbaiki system ini.

3. Untuk jurnal mengenai SATS jika akan diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan gawat
darurat di Indonesia mungkin masih bisa tetapi tetap memerlukan beberapa modifikasi untuk
menyesuaikan dengan kondisi pelayanan Kesehatan yang telah berlaku di Indonesia.
Penerapan SATS di Indonesia diperlukan dalam memperbaiki pemilahan pasien,
memperbaiki komunikasi dokter dan perawat, serta target waktu pelayanan pasien yang
sesuai dengan kegawatan agar tidak membahayakan kondisi pasien lain dan pasien bisa
mendapatkan penangaanan sesuai dengan kondisinya. Untuk itu perlu dilakukannya pelatihan
yang berkelanjutan untuk mendorong penggunaan SATS dan meningkatkan efisiensi dalam
pemilahan pasien secara keseluruhan.
Penerapan SATS di Indonesia juga diperlukan dalam pelayanan pra rumah sakit karena
masih banyak tenaga pra rumah sakit yang belum memahami mengenai penanganan
kegawatdaruratan diluar rumah sakit serta waktu tunggu tindakan gawat darurat yang
seharusnya bisa segera dilakukan, akan tetapi karena minimnya petugas dengan pelatihan
gawat darurat pra rumah sakit menyebabkan pasien harus menunggu petugas medis. Selain
itu kurang tepatnya tindakan pertolongan pertama yang dilakukan sehingga menyebabkan
masih banyak korban yang tidak bisa diselamatkan karena sumber daya yang masih kurang.
Untuk itu perlu dilakukan pelatihan khusus petugas pra rumah sakit dalam menangani
kegawatdarutan agar pasien yang memerlukan penanganan segera diluar rumah sakit bisa
memiliki peluang hidup yang lebih tinggi dan bisa mendapatkan pelayanan Kesehatan yang
sesuai dengan kondisi klinisnya.

4. Jika jurnal tersebut dijadikan tema penelitian maka dapat dilakukan penelitian ini di
Indonesia, karena dalam SATS juga dapat diterapkan untuk negara yang berkembang dan
yang memiliki sumber daya yang kurang, serta ada tantangan lain dalam waktu transportasi,
perubahan kondisi dan kebutuhan sosial pasien. Hal ini cukup sesuai dengan kondisi
geografis di Indonesia yang memiliki wilayah yang luas, kebutuhan sosial budaya yang
beragam, jarak tempuh untuk menuju ke fasilitas kesehatan yang memerlukan waktu cukup
lama serta kurangnya sumber daya yang memadai terutama dalam pelayanan
kegawatdaruratan pra rumah sakit. Sehingga perlu dikembangkan lagi mengenai tindakan
kegawatdaruratan pra rumah sakit terutama untuk petugas non medis untuk mengurangi
angka kematian pasien dengan kondisi gawat darurat, selain itu agar pasien bisa
mendapatkan pelayanan fasilitas rumah sakit yang sesuai dan tidak membahayakan kondisi
pasien yang lain.

Anda mungkin juga menyukai