Anda di halaman 1dari 21

TREN DAN ISSUE KESELAMATAN

PASIEN
Tren adalah hal yang sangat mendasar dalam
berbagai pendekatan analisa, tren juga dapat
didefinisikan salah satu gambaran ataupun
informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya
sedang popular di kalangan masyarakat.
Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada
masa mendatang yang menyangkut ekonomi,
moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan
nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian,
ataupun tentang krisis.
TREN DAN ISSUE KESELAMATAN
PASIEN DI RS
Keselamatan pasien menjadi issue yang
sangat disukai oleh khalayak umum. Karena
keselamatan pasien salah satu indikator
penilaian terhadap suatu rumah sakit. Oleh
karena itu rumah sakit dituntut agar mampu
mengelola kegiatannya dengan
mengutamakan pada tanggung jawab para
profesional di bidang kesehatan, khususnya
tenaga medis dan tenaga keperawatan dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya.
Lanjutan
Kejadian di rumah sakit tidak dapat diprediksi,
banyak kemungkinan yang terjadi. Di rumah
sakit terdapat berbagai macam obat, prosedur, tes,
serta alat kesehatan dengan teknologi canggih
yang jumlahnya tidak sedikit. Pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga profesi
semakin kompleks seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal tersebut memungkinkan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) bila kompleksitas
tersbut tidak dikelola dengan baik.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya
terbesar di rumah sakit (sebesar 40-60%) memiliki
jobdesk yang dituntut untuk selalu menerapkan 6
Sasaran Keselamatan Pasien sehingga memiliki peran
kunci dalam menentukan keberhasilan akreditas JCI
tingkat paripurna.
Leape, Dineen AHRQ, Depkes, Henrikson
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya kejadian keselamatan pasien
meliputi faktor karakteristik individu, sifat dasar
pekerjaan, lingkungan fisik, interaksi antara sistem
dan manusia, lingkungan organisasi dan sosial,
manajemen, dan lingkungan eksternal.
Beberapa tren dan issue penyebab keselamatan
pasien dapat terancam ialah:
1. Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
2. Komunikasi yang tidak efektif
3. Penggunaan obat high alert yang tidak aman
4. Tidak tepat lokasi, prosedur, dan pasien
operasi
5. Pencegahan resiko infeksi yang buruk
6. Pencegahan pasien jatuh yang buruk
TREN DAN ISSUE KESELAMATAN
PASIEN DI PUSKESMAS
Berdasarkan regulasi indikator mutu terbagi menjadi :
• Indikator Mandatori
Terdapat 6 indikator nasional mutu (INM)
1. Indikator Kepatuhan Indentifikasi Pasien
2. Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan
3. Indikator Kepatuhan Penggunaan APD
4. Indikator Ibu hamil
5. Indikator TB
6. Indikator Kepuasan Pasien
• Indikator Non Manadatori
Indikator Non Manadatori

Indikator ini adalah indikator yang disusun berdasarkan


permasalahan yang ada/dihadapi di masing – masing puskesmas
yaitu :
1. Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP). Adalah indikator
mutu yang ditetapkan berdasarkan prioritas Puskesmas untuk
perbaikan mutu sesuai prioritas masalah di wilayah kerja
puskesmas
2. Indikator mutu masing – masing unit Pusekesmas. contoh :
a. Indikator mutu yang merupakan representasi mutu unit
kerja/pelayanan tersebut
b. Indikator mutu masing – masing unit kerja/program yang
capainnya tidak tercapai (atau berpeluang untuk ditingkatkan)
c. Indikator sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang sesuai untuk
pelayanan tersebut
Konsep Mutu Dasar Penerapan Di
Puseksmas :

Edward Deming, siklus ini dikenal dengan PDCA ( Plan, Do, Check, Action ).
PDCA menekankan pada pelaksanaan perubahan dan kepatuhan terhadap
standar. Kemudian siklus ini berkembang saat disadari pada tahap ke
tiga/check adalah melihat kembali hasil dari perubahan yang dilakukan.
Bahwa pada tahapan yang ke tiga yang dilakukan adalah study yaitu
membandingkan data hasil pengamatan, untuk dapat memperkirakan
pembelajaran yang dapat diperoleh sebagai proses perbaikan. Maka siklus
tersebut kemudian dikenal menjadi PDSA ( Plan, Do, Study, Action )
Dimensi Mutu
Dimensi mutu pelayanan di Indonesia disepakati mengacu pada tujuh dimensi :
1. Efekttif
Contoh : pelayanan kesehatan yang efektif adalah tersedia layanan Kesehatan sesuai
dengan standar, yaitu apabila ada pasien yang menderita hipertensi dan dabetes militus
(DM) tipe dua maka pelayanan Kesehatan diberikan sesuai dengan standar pelayanan
untuk penderita tekanan darah tinggi dan gula darah (kencing manis) tercantum dalam
KMK No.514 Tahun 2015 tentang panduan praktik klinis (PPK) bafi dokter di FKTP
2. Keselamatan
3. Contoh : pelayanan Kesehatan yang aman adalah memastikan penderita hipertensi
dan DM tipe dua tersebut memperoleh pelayanan yang aman dari cedera dengan
pembentukan system pelayanan yang menerapkan 7 (tujuh) standar keselamatan
pasien, 6 (enam) sasaran keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) Langkah menuju
keselamatan pasien pada system pelayanan Kesehatan sebagaimana tercantum
dalam PMK No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien
3. Berorientasi pada pasien/pengguna pelayanan (people-centered)

Contoh : pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada pasien adalah bahwa pasien penderita atau
DM tipe 2 tersebut dilayani sesuai dengan kebutuhannya. Apabila membutuhkan penjelasan
mengenai penyakitnya maka petugas Kesehatan memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhannya bukan hanya pengobatannya namun juga upaya promotif bahwa pasien tersebut juga
ditangani oleh pelayanan gizi untuk memberikan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). Salah
satunya adalah diet yang perlu dilakukan oleh pasien.

4. Tepat waktu
Contoh : pelayanan Kesehatan yang tepat waktu adalah bagaimana pasien tersebut memperoleh
pelayanan yang terencana untuk mengurangi waktu tunggu saat pengambilan obat maka bisa
sekaligus pasien tersebut juga memperoleh pelayanan gizi dihari yang sama. Sehingga pasien
tersebut tidak berulang kali mendatangi puskesmas.

5. Efisien
Contoh : pelayanan Kesehatan yang efisien bahwa pelayanan yang diterima oleh penderita hipertensi
dan DM tipe 2 tersebut tertulis didalam rekam medis secara lengkap dan benar untuk mencegah
pelayanan Kesehatan yang berulang atau tidak diperlukan sesuai dengan kondisi Kesehatan yang
dialaminya.
6. Adil

Contoh : pelayanan Kesehatan yang diterima oleh pasien sesuai dengan kondisi
kesehatannya serta manfaat Kesehatan yang diperoleh bukan melihat dari hal lain.
Pasien tersebut memperoleh pelayanan pengobatan hipertensi dan DM tipe 2 sesuai
status Kesehatan bukan melihat status sosial ekonominya. Bahwa puskesmas melayani
pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan tanpa membedakan latar belakang pasien
baik kaya ataupun miskin

7. Terintegrasi

Contoh : pada pasien yang penderita hipertensi dan DM tipe 2 maka petugas Kesehatan
kunjungan pasien tersebut diposbindu wilayahnya untuk memastikan bahwa pasien
tersebut terpantau tekanan darahnya dan gula darahnya serta memudahkan memperoleh
obat rutin dan KIE pasien. Sebelumnya puskesmas juga melakukan skrining melalui
deteksi dini faktor Penyakit Tidak Menular (PTM) yang dilakukan bersama dengan
lintas program/lintas fasyankes dan lintas sektor, misalnya dikaitkan dengan rujukan ke
dokter/dokter spesialis/ rumah sakit untuk pasien dengan hipertensi dan kencing manis
yang tidak terkendali/tidak terkontrol
Manajemen Risiko
Secara garis besar siklus manajemen Risiko terdiri dari :
1. Penetapan konteks
2. Kajian risiko :
A. identifikasi risiko
B analisis risiko
C. evaluasi Risko
3. Penanganan Risiko
4. Komunikasi, konsultasi dan dukungan internal
5 pemantauan dan Reviu
Proses Manajemen Risiko
TREN DAN ISSUE KESELAMATAN
PASIEN DI BPM
Jumlah bidan praktik mandiri di Indonesia adalah
32.650 BPM (IBI, 2015). Provinsi Jawa Barat
memiliki jumlah BPM tertinggi di seluruh indonesia
dengan 12.654 bidan yang terdiri dari jumlah bidan
praktik murni sebanyak 1.776 bidan dan bidan
praktik mandiri non murni sebanyak 10.878 (IBI,
2012). Namun, di sisi lain angka kematian di provinsi
Jawa Barat juga tertinggi di indonesia dengan 249
kasus. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan
dan kesenjangan peran bidan selaku tenaga pelayan
kesehatan dalam melakukan manajemen resiko yang
ada di BPM.
LANJUTAN
Keadaan tersebut kemungkinan terkait dengan kejadian tidak
diharapkan (KTD) dalam pelayanan praktik bidan, dimana
kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak sembuh,
kecacatan bahkan kematian. Sayangnya hingga saat ini belum
ada regulasi/kebijakan/peraturan yang menjadi keselamatan
pasien di BPM.
Selain penerapan asuhan kebidanan (pelayanan kebidanan) yang
berkualitas, BPM juga perlu menerapkan pasien safety untuk
menjaga keselamatan pasien. Pasien sebagai pengguna layanan
BPM memiliki hak atas diberikannya pelayanan yang
berkualitas dan aman, mengingat bidan bekerja sendiri sehingga
dibutuhkan standar pelayanan yang tinggi dalam mencegah
terjadinya kejadian yang tidak diinginkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan.
Kompleksitas dalam pelayanan kebidanan yang
diberikan dapat menimbulkan kerawanan kesalahan
medik yang dapat menyebabkan kesalahan/kelalain
manusia. Kelalaian medis bisa berupa
ketidaksengajaan bidan dalam tindakan pelayanan
yang sering disebut juga medical error. Pada
dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan
tidak sengaja melakukan sesautu yang seharusnya
tidak dilakukan (commission) atau tidak melakukan
sesuatu (omission) yang seharusnya dilakukan oleh
orang lain dengan kualifikasi yang sama suatu
keadaan dalam kondisi serta sesuatu yang sama
pula.
Praktik kebidanan merupakan suatu praktik yang
penuh dengan resiko. Tindakan diagnostik maupun
terapetik tidak pernah lepas dari kemungkinan
cedera, syok, sampai meninggal. Selain itu, pada
umumnya hasil sesuatu pengobatan tidak dapat
diramalkan secara pasti. Seorang bidan dikatakan
melakukan malpraktik jika ia melakukan praktik
kebidanan sedemikian buruknya, misalnya
kelalaian, kecerobohan yang nyata/kesengajaan
yang tidak mungkin dilakukan oleh bidan pada
umumnya, yang bertentangan dengan standar
pelayanan, sehingga pasien mengalami kerugian.
Daftar Pustaka

Cahyono, A. (2015). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Perawat


Terhadap Pengelolaan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Simamora, R. H., & Fathi, A. (2019). The Influence Of Training Handover


Based SBAR Communication For Improving Patients Safety. Indian journal of public
health research & development, 10(9), 1280-1285

Kemenkes RI. (2021) Pedoman Tata Kelola Mutu Di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI
Terima Kasih……

Anda mungkin juga menyukai