Anda di halaman 1dari 36

HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA (L)

Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Pengganti UTS


Dosen Pengampu :
Dr. Agus Riewanto

Disusun Oleh :
Ananda Auberta Az-zakka (E0022039)
Devia Fasha Prasmifta (E0022117)
Nasywa Adinda Rahmafitria (E0022344)
Pramatya Sidqi Aulia S. (E0022369)
Steffian Afifta Ekapasha (E0022441)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023

1
2
BAB 1

HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

Istilah Kelembagaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “lembaga” antara lain
diartikan badan organisasi yang tujuannya melakukan penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha; dan pola perilaku manusia yang mapan yang terdiri atas
interaksi sosial yang berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan.1

Istilah lembaga negara yang dalam Bahasa Inggris disebut dengan state organ
secara sederhana dapat diartikan sebagai alat perlengkapan negara, badan negara, atau
dapat disebut juga sebagai organ negara. Penyebutan istilah-istilah diatas sering
digunakan dalam konteks yang sama untuk membedakannya dengan lembaga swasta,
lembaga masyarakat, atau organissi non-pemerintah yang dalam Bahasa Inggris
disebut dengan non-government organization atau non-governmental organization
(NGO’s)

Kelembagaan adalah struktur sosial di mana orang-orang bekerja sama dengan


tujuan mempengaruhi perilaku dan cara hidup mereka. Suatu kelembagaan harus
mempunyai tujuan. Lembaga bersifat permanen dan mempunyai aturan dan dapat
menegakkan aturan tentang perilaku manusia. Pengertian lembaga mencakup konsep
pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus-menerus atau
berulang-ulang.

Dalam contoh khusus ini, penting untuk diingat bahwa pemahaman terhadap
lembaga-lembaga ini pada akhirnya bermuara pada pemahaman mengapa orang

1
H.A.S. Natabaya, “Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD 1945” dalam Refly Harun, dkk.
Menjaga Denyut Konstitusi, Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press,
2004), hlm. 60-61.

3
berperilaku seperti itu. Namun, perilaku sosial tidak membatasi suatu organisasi pada
aturan-aturan yang mengatur perilakunya atau persyaratan bahwa individu dan
organisasi mempunyai sikap positif terhadap norma-norma yang menjelaskan
perilaku mereka. Bertindak sesuai atau bertentangan dengan aturan yang ada. Dalam
kepustakaan Indonesia, lembaga negara digunakan dengan istilah yang berbeda-beda,
misalnya istilah organ negara, lembaga negara, dan perangkat negara, namun
maknanya sama. Dalam kelembagaan Inggris, lembaga negara disebut lembaga
politik, sedangkan dalam terminologi Belanda disebut staat organen.

Konsepsi lembaga negara (staatsorgaan), menurut H.A.S. Natabaya


menyimpulkan bahwa lembaga negara adalah suatu organisasi yang bertugas dan
memiliki fungsi menyelenggarakan pemerintahan negara. Perdebatan mengenai
perbedaan definisi “lembaga”, “badan”, maupun “organ” negara dipatahkan olehnya
dengan menyebutkan bahwa ketiganya memiliki definisi yang sama dan boleh dipakai
selama terdapat konsistensi penggunaan di dalamnya.2

Sebagai entitas pemerintahan atau kekuasaan, negara memiliki struktur


organisasi yang dikenal sebagai alat-alat kelengkapan negara. Menurut definisi yang
disampaikan oleh Bagir Manan dalam konteks hukum tata negara, lembaga negara
atau alat-alat kelengkapan negara terbatas pada unsur-unsur organisasi negara yang
bertindak atas nama negara, mengatur atau membentuk kehendak negara (staatswil),
dan memiliki tanggung jawab yang ditetapkan oleh konstitusi untuk melaksanakan
fungsi-fungsi tersebut. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai pelaksana negara.3

Keberadaan lembaga negara dalam suatu negara merupakan suatu keniscayaan.


Hal itu dikarenakan lembaga negara merupakan entitas yang mengisi dan
menjalankan sebuah negara. Tanpa adanya lembaga negara, maka suatu negara
tersebut tidak akan berfungsi dengan baik, bahkan membuat negara tersebut tidak
2
Ibid., hlm. 63
3
Muhtadi, Lembaga Negara: Makna, Kedudukan dan Relasi, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7
No. 3, 2013

4
stabil secara birokrasi dan berpotensi besar untuk negara tersebut dapat goyah dan
runtuh.4

Tujuan Kelembagaan

Secara konseptual, tujuan didirikannya lembaga-lembaga negara adalah untuk


melaksanakan fungsi negara dan juga melaksanakan fungsi pemerintahan yang
sebenarnya. Padahal, pada hakikatnya lembaga negara berfungsi sebagai pelaksana
landasan atau ideologi negara untuk mencapai tujuan. Kelembagaan dalam konteks
negara memiliki tujuan yang penting dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam
pemerintahan. Tujuan utama dari kelembagaan negara adalah untuk menciptakan
kerangka kerja yang stabil, efisien, dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintah serta untuk melindungi hak-hak warga negara. Beberapa tujuan utama
kelembagaan dalam kelembagaan negara meliputi:

1. Memisahkan dan Menyeimbangkan Kekuasaan: Kelembagaan negara, seperti


legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dirancang untuk memisahkan dan
menyeimbangkan kekuasaan. Tujuannya adalah untuk mencegah akumulasi
kekuasaan yang berlebihan dalam satu tangan dan untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan.
2. Menerapkan Aturan Hukum: Kelembagaan negara bertujuan untuk
menerapkan aturan hukum yang adil dan setara bagi semua warga negara. Ini
menciptakan kepastian hukum dan melindungi hak-hak individu dari tindakan
sewenang-wenang.
3. Mendorong Akuntabilitas dan Transparansi: Kelembagaan negara bertujuan
untuk mendorong akuntabilitas pemerintah dan transparansi dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Ini memungkinkan warga

4
Patrialis Akbar, S. H. (2022). Lembaga-lembaga Negara menurut UUD NRI 1945. Sinar Grafika, hlm.
8

5
negara untuk memantau kinerja pemerintah dan meminta
pertanggungjawaban.
4. Melindungi Hak Asasi Manusia: Kelembagaan negara sering kali melibatkan
lembaga-lembaga yang bertugas untuk melindungi hak asasi manusia, seperti
komisi hak asasi manusia, pengadilan, dan badan-badan perlindungan hak-hak
warga negara.
5. Mengatur Ekonomi dan Sosial: Beberapa lembaga dalam kelembagaan negara,
seperti lembaga keuangan dan regulator ekonomi, bertujuan untuk mengatur
ekonomi dan mempromosikan kesejahteraan sosial.
6. Melaksanakan Kebijakan Publik: Kelembagaan negara bertugas untuk
merancang dan melaksanakan kebijakan publik yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur.
7. Menjaga Keamanan dan Pertahanan: Beberapa kelembagaan negara, seperti
militer dan kepolisian, bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan
pertahanan negara dari ancaman dalam dan luar negeri.
8. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial: Kelembagaan negara juga bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dengan menyediakan
layanan dan dukungan bagi kelompok yang membutuhkan, seperti anak-anak,
lansia, dan kaum miskin.

Kelembagaan dalam kelembagaan negara memiliki peran yang sangat penting


dalam menjaga stabilitas, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan-tujuan
ini dirancang untuk menciptakan sistem pemerintahan yang berfungsi dengan baik
dan menjawab kebutuhan warga negara

6
BAB 2

KONSEPSI DAN CIRI LEMBAGA NEGARA

Teori Lembaga Negara

Menurut George Jellinek, lembaga-lembaga negara terbagi menjadi dua bagian


utama, yaitu perangkat negara langsung (unmittebere organ) dan perangkat negara
tidak langsung (mittebare organ). Lembaga negara erat kaitannya dengan konsep
kekuasaan negara di mana lembaga-lembaga itu dibentuk. terkait dengan upaya
negara untuk menjalankan cabang-cabang kekuasaan negaranya. Menurut Hans
Kelsen, konsep lembaga negara terdiri dari dua bagian, yaitu : Whoever fulfills a
function determined by the legal order is an organ. Menurut Hans Kelsen, setiap
individu, orang ataupun lembaga dapat disebut sebagai suatu organ negara apabila
berfungsi untuk menciptakan norma dan menjalankan norma sekaligus. … her
personally has a specific legal position. Pengertian pertama tersebut disempurnakan
lagi bahwa organ negara, dalam hal ini yakni tiap individu dapat dikatakan sebagai
organ negara apabila secara pribadi ia memiliki kedudukan hukum tertentu.

Hans Kelsen mengatakan, suatu organ adalah setiap orang yang menjalankan suatu
fungsi yang ditetapkan oleh aturan hukum. Kualitas seseorang sebagai organ dibentuk
oleh fungsinya. Selanjutnya menurut konsep material yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen menyatakan seseorang adalah organ negara hanya jika secara pribadi
menempati suatu kedudukan hukum tertentu. Menurut Hans Kelsen organ negara
menurut pengertian yang lebih sempit adalah karena dia dipilih atau diangkat untuk
menduduki fungsinya, karena dia menjalankan fungsinya secara profesional dan oleh
sebab itu menerima upah reguler, gaji yang bersumber dari keuangan negara. Dari apa
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen tersebut, menurut Jimly Asshiddiqie, ada tiga
pokok yang menjadi inti disebut sebagai organ negara yaitu:

7
1). Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi
tertentu,

2). Fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama dan bahkan secara hukum bersifat
eksklusif,

3). Karena fungsinya itu, ia berhak untuk mendapatkan imbalan gaji dari negara.

Sementara itu, menurut Jimly Asshiddiqie, mengkategorikan konsep lembaga


negara sebagai berikut:

1. Dalam arti luas, konsep lembaga negara mencakup setiap individu yang
menjalankan fungsi pembuatan hukum dan penegakan hukum. Pemahaman luas ini
terfokus pada perkataan masing-masing individu. Individu tersebut dapat berupa siapa
saja (rakyat atau ketiga cabang kekuasaan: legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dalam
rangka pembuatan dan penerapan undang-undang. Misalnya saja pemilihan umum
yang diikuti seluruh warga negara.

2. Konsep lembaga negara selain mencakup fungsi-fungsi di atas, juga mencakup


struktur jabatan negara atau pemerintahan. Kunci dari konsep lembaga negara yang
dimaksud terletak pada perkataan individu yang menduduki jabatan tertentu di
pemerintahan atau negara. Oleh karena itu, warga negara atau masyarakat tidak lagi
dimasukkan dalam lembaga negara.

3. Konsep lembaga negara diartikan sebagai badan atau organisasi yang menjalankan
fungsi pembuatan hukum dan penegakan hukum dalam kerangka struktur dan sistem
negara atau pemerintahan. Dalam konsep ini yang dimaksud dengan lembaga negara
adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang, peraturan presiden, atau
keputusan tingkat rendah, baik di pusat maupun daerah.

8
4. Konsep lembaga negara yang mencakup lembaga negara mulai di tingkat pusat
sampai di daerah, termasuk pula kecamatan, kelurahan, rukun tetangga (RT), dan
rukun warga (RW).

5. Konsep lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang pembentukannya diatur
dan ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga negara tersebut meliputi Majelis
Permusyawaratn Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah
Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Konsepsi Lembaga Negara

Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar


menimbulkan multitafsir seperti dikemukakan oleh Abdul Muchtie Fadjar bahwa
lembaga negara yang dimaksud mendapat penafsiran sebagai berikut:
a) Penafsiran luas, sehingga mencakup semua lembaga negara yang nama dan
kewenangannya disebut/tercantum dalam UUD 1945;
b) Penafsiran moderat, yakni yang hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal
sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara;
c) Penafsiran sempit, yakni penafsiran yang merujuk secara implisit dari ketentuan
Pasal 67 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (Abdul Muchtie
Fadjar, 2006:120).

Berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi yang mendasari suatu organisasi
birokrasi terdiri dari beberapa jenis yaituh ( Kumorotomo, 2008 ):

Kelembagaan pemerintahan umum yaituh rangkaian organisasi pemerintahan


yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban
dan keamanan dari tingkat pusat sampai daerah provinsi kabupaten kecamatan dan
kelurahan atau desa tugas-tugas tersebut bersifat mengatur.

Kelembagaan pembangunan yaituh unit organisasi yang pada hakikatnya


merupakan satu bidang atau sector yang khusus guna mencapai tujuan pembangunan

9
seperti pertanian, kesehatan, pendidikan dan industry fungsi pokoknya adalah
development function atau adaptive function.

Kelembagaan pelayanan yaituh unit organisasi yang pada hakikatnya merupakan


bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat, yang termasuk dalam
kategori ini antara lain rumah sakit, sekolah, koperasi, bank rakyat desa, transmigrasi,
dan berbagai unit organisasi lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat atas nama pemerintah fungsi utamanya adalah service.

10
BAB 3

LEMBAGA NEGARA

KEKUASAAN, WEWENANG, DAN SUMBER WEWENANG

Relasi Ketatanegaraan dan Lembaga Negara

Ketatanegaraan adalah sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata


negara adalah sesuatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang
menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban
para warga negara terhadap pemerintah atau sebaliknya.

Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua masyarakat


hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang
masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan
menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan
beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan kewenangan
badan-badan yang dimaksud.

Ruang Lingkup Ketatanegaraan dalam Pengaturan Lembaga Negara

Ahmad Sukardja berpendapat bahwa ada beberapa bidang penerapan hukum tata
negara, yaitu:

1. Konstitusi sebagai hukum dasar beserta perkembangannya dalam sejarah


kenegaraan yang bersangkutan, proses pembentukan dan perubahannya, kekuatan

11
mengikatnya dalam hierarki peraturan perundang-undangan, cakupan subtansi,
muatan isi sebagai dasar tertulis;

2. Pola dasar ketatanegaraan yang dianut dan dijadikan acuan bagi pengorganisasian
institusi, pembentukan dan penyelenggaraan organisasi negara dalam menjalankan
fungsi pemerintahan dan pembangunan;

3. Struktur kelembagaan negara dan mekanisme hubungan antar organ kelembagaan


negara, secara vertikal, horizontal, dan diagonal;

4. Prinsip kewarganegaraan dan hubungan antara negara dengan warga negara,


berserta hak-hak dan kewajiban Hak Asasi Manusia, bentuk dan prosedur
pengambilan putusan hukum, serta mekanisme perlawanan terhadap keputusan
hukum.

Sedangkan, Usep Ranadiwjaja mengemukakan bahwa dalam Hukum Tata Negara


terdapat 2 (dua) bidang pokok yaitu hukum mengenai kepribadian hukum dari
jabatan-jabatan, dan hukum mengenai lingkungan kekuasaan negara yakni lingkungan
manusia, wilayah, dan waktu. (I Gede Yusa, 2016 : 4). Berkenaan dengan kepribadian
hukum dari jabatan-jabatan, Berkenaan dengan kepribadian hukum dari jabatan-
jabatan, Logemann mengatakan terdapat 7 (tujuh) objek kajian HTN, yaitu:(I Gede
Yusa, 2016:4).

1. Jabatan apa yang terdapat dalam susunan negara

2. Siapa yang mengadakan jabatan

3. Bagaimana cara pengisian jabatan

4. Apa tugas jabatan

5. Apa wewenang jabatan

6. Hubungan antar jabatan; dan

12
7. Batas dari tugas organisasi negara.

Usep Ranawidjaja kemudian menjelaskan 4 (empat) bidang hukum ketatanegaraan,


yaitu :(I Gede Yusa, 2016 : 4-5)

1. Struktur umum dari organisasi negara yang terdiri dari bentuk negara, bentuk
pemerintahan, sistem pemerintahan, corak pemerintahan, sistem pemencaran
kekuasaan negara (desentralisasi), garis-garis besar tentang organisasi pelaksana
(perundang-undangan, pemerintahan, peradilan), wilayah negara, hubungan antara
negara dengan rakyat, hak politik rakyat, dasar negara, ciri-ciri kepribadian negara
Republik Indonesia (lagu kebangsaan, bahasa nasional, lambang, bendera dan
sebagainya.

2.Badan-badan ketatanegaraan di dalam organisasi negara, yaitu cara pembentukan,


susunan, tugas, wewenang, cara bekerja, hubungannya satu sama lain, dan masa
jabatannya;

3. Pengaturan kehidupan politik rakyat, yaitu partai politik, hubungan antara


kekuatan-kekuatan politik dengan badan-badan negara, kekuatan politik dan
pemilihan umum, arti dan kedudukan golongan kepentingan dan golongan penekan,
pencerminan pendapat, cara kerja sama antar kekuatan-kekuatan politik (koalisi,
oposisi, kerja sama atas dasar kerukunan); dan

4. Sejarah perkembangan ketatanegaraan sebagai latar belakang dari keadaan yang


berlaku.

Teori Kekuasaan

Soerjono soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk


mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan
tersebut. Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta - juta
manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu

13
pengetahuan kemasyarakatan. Adanya wewenang maupun kekuasaan merupakan
suatu pengaruh yang nyata atau potensial.

Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan atau match. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban
atau rechten en plichen. Di dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung
pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri zelfregelen, sedangkan kewajiban
secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan
sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan
dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.

Kekuasaan pemerintah tidak dapat lepas dari perkembangan asas legalitas yang
telah dimulai sejak munculnya konsep negara hukum klasik formele rechtsstaat atau
liberale rechtsstaat yaitu wetmatigheid van bestuur artinya menurut undangundang.
Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan kepada undang-undang. Sebagaimana
yang dikemukakan H.D. Van Wijk sebagai berikut:

“Wetmatigheid van bestuur: de uitvoerende macht bazit uitsluitend die


bevoegdheden welke haar uitdrukkelijk door de grondwet of door een andere wet zijn
toegeken”.(Pemerintahan menurut undang-undang: pemerintah mendapatkan
kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh undangundang atau undang-undang dasar).

Perancis mengenalnya sebagai le principle de la le'galite de Padminitration:


Jerman menyebutnya dengan gesetzmassigkeit der verwaltung dan bagi Inggris adalah
merupakan bagain the rule of law. Indroharto secara negatif merumuskan:

“tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah itu tidak akan
memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi
hukum warga masyarakatnya”.

14
Asas legalitas ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada anggota
masyarakat dari tindakan pemerintah. Dengan asas ini kekuasaan dan wewenang
bertindak pemerintah sejak awal sudah dapat diprediksi (predictable). Wewenang
pemerintah yang didasarkan kepada ketentuan perundang-undangan memberikan
kemudahan bagi masyarakat untuk mengetahuinya, sehingga masyarakat dapat
menyesuaikan dengan keadaan demikian. Indroharto mempersoalkan apakah asas
legalitas dalam pengertian wetmatigheid van bestuur harus dilaksanakan secara
mutlak.

Mengingat perkembangan konsep sistem hukum saat ini merupakan perpaduan


antara konsep hukum dan kepentingan umum. Dalam pengertian ini, menurut Bagir
Manan, peran negara atau pemerintah tidak hanya sekedar menunjang keamanan atau
ketertiban masyarakat saja, namun bertanggung jawab untuk mencapai keadilan
sosial, kesejahteraan sosial, dan kemajuan sebesar-besarnya manusia. Dalam negara
kesejahteraan, pemerintah harus berperan luas dan aktif, karena cakupan pekerjaan
untuk mensejahterakan warga negara semakin luas dan mencakup berbagai bidang
kehidupan. Lemaire menyebut pekerjaan pemerintah seperti itu sebagai bestuurzorg,
yang dikenal dengan pelayanan publik atau penyelenggaraan kesejahteraan
masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Tidak mungkin lembaga legislatif
mengendalikan kekuasaan, tugas, dan kepentingan tersebut sepenuhnya berdasarkan
hukum.(Bagir, 1996:16).

Dasar wewenang Lembaga Negara adalah asas pelaksanaan UU dalam arti luas
(wet in ruime zein) atau terikat pada jiwa dan tujuan dari pemerintah kekuasaan itu
dilaksanakan menurut hukum tidak tertulis yaitu asas-asas pemerintahan yang baik

Sumber Wewenang Lembaga Negara

15
Kewenangan yang diberikan karena adanya pelimpahan/peralihan wewenang.
Menyinggung mengenai hak serta wewenang yang diperoleh lembaga administrasi
pemerintahan yang telah diatur dalam undang-undang ini, telah disebutkan di dalam
Pasal 12 dan 22, yaitu adanya Delegasi, Mandat, Atribusi, dan Diskresi. Hak dan
wewenang yang diperoleh lembaga administrasi pemerintahan bertujuan untuk
memperlancar penyelenggaraan administrasi pemerintahan dengan adanya beberapa
syarat dan ketentuan dalam rangka mencapai tujuan dari undang-undang itu sendiri.
Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi,
yaitu kewenangan yang diberikan oleh undangundang. Dalam hukum Administrasi,
dikenal 3(tiga) sumber kewenangan, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.
1. Atribusi

Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang


kepada organ pemerintahan. Pembuat undang-undang memberikan wewenang kepada
pejabat pemerintahan yang lebih tinggi ataupun yang lebih rendah. Secara singkatnya,
atribusi merupakan wewenang khusus kepada lembaga pembuat undang-undang
untuk memberikan wewenang kepada organ pemerintahan. Berbeda dengan delegasi
dan mandat yang dalam penggunaannya dilakukan secara vertikal, atribusi dilakukan
secara horizontal. Berdasarkan UndangUndang No. 30 Tahun 2014 Pasal 12 Ayat 1
tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan), Atribusi adalah
pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UndangUndang. Atribusi
juga bisa dikatakan sebagai bentuk kewenangan yang didasarkan atau diberikan oleh
UUD atau UndangUndang kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Kewenangan
tersebut terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu
diperlukan, sesuai dengan batasbatas yang diberikan. Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila:
a) Diatur dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan/atau undang undang;

16
b) Merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan
c) Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan


yang bersangkutan.

2. Delegasi
Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya. . Dalam artian kasarnya, delegasi merupakan
proses pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu lembaga pemerintahan kepada
organ pemerintahan lainnya. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang,
melainkan hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat
lainnya. Tanggung jawab yuridis pun turut berpindah kepada penerima delegasi.
Berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, delegas adalah pelimpahan Kewenangan
dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
a. Badan dan/atau Pejabat

Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila:


a) Diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan lainnya;

b) Ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan

Daerah; dan
c) Merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada. Tanggung jawab
Kewenangan berada pada penerima Delegasi.

3. Mandat
Mandat terjadi jika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan
oleh organ lain atas namanya. Berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, mandat

17
adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
tinggi kepadaBadan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat. Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila:
1. Ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan
2. Merupakan pelaksanaan tugas rutin.

18
BAB 4

PEMBENTUKAN LEMBAGA NEGARA, STATUS LEMBAGA NEGARA


DAN JENIS LEMBAGA NEGARA

Prinsip Pembentukan Lembaga Negara

1. Prinsip Konstitualisme

Prinsip konstitusionalisme memuat esensi pembatasan kekuasaan dan kekuasaan


itu sendiri dibatasi oleh konstitusi sebagai norma hukum tertinggi. Persoalan yang
dianggap terpenting dalam paham konstitusional adalah pengaturan mengenai
pengawasan atau pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan. Artinya, dalam
prinsip konstitusionalisme, kekuasaan melarang dan prosedur ditentukan, sehingga
kekuasaan pemerintah menjamin pemerintah yang tidak sewenang-wenang dan
pemerintah yang bertanggung jawab. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini
secara ilamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan
peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

2. Prinsip Checks & Balance

Checks and balances adalah berbagai prosedur yang ditetapkan untuk


mengurangi kesalahan, mencegah perilaku yang tidak pantas, atau mengurangi risiko
sentralisasi kekuasaan. Checks and balances biasanya memastikan bahwa tidak ada
satu orang atau departemen yang memiliki kendali mutlak atas keputusan,
mendefinisikan dengan jelas tugas yang diberikan, dan memaksakan kerja sama
dalam menyelesaikan tugas.

19
Prinsip checks and balances merupakan prinsip ketatanegaraan yang
menghendaki agar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif sama-sama sederajat
dan saling mengontrol satu sama lain. Kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi,
bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh
aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang sedang menduduki jabatan
dalam lembaga-lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi. Mekanisme checks
and balances dalam suatu demokrasi merupakan hal yang wajar, bahkan sangat
diperlukan. Hal itu untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh seseorang atau
pun sebuah institusi, atau juga untuk menghindari terpusatnya kekuasaan pada
seseorang ataupun sebuah institusi, karena dengan mekanisme seperti ini, antara
institusi yang satu dengan yang lain akan saling mengontrol atau mengawasi, bahkan
bisa saling mengisi.

3. Prinsip integrasi

Dalam arti pembentukan lembaga-lembaga negara tidak dapat dilaksanakan secara


parsial, keberadaannya harus dikaitkan dengan lembaga-lembaga lain yang sudah ada.
Pembentukan lembaga-lembaga negara harus disusun sedemikian rupa sehingga
menjadi suatu proses yang menyatu, saling melengkapi, dan saling menguatkan, serta
harus ditentukan secara jelas kepada siapa lembaga-lembaga tersebut bertanggung
jawab.

4. Prinsip Kemanfaatan Bagi Masyarakat

Prinsip yang paling utama membentuk lembaga negara yaitu demi kesejahteraan
masyarakat dan dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan cara pembentukan lembaga
– lembaga negara dapat menjamin hak-hak dasar yang di jamin oleh konstitusi.

Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Lembaga Negara Baru

Pada dasarnya, pembentukan lembaga-lembaga negara di Indonesia dibentuk


karena lembaga yang ada belum dapat memberikan jalan keluar dan menyelesaikan

20
persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan perbaikan semakin mengemuka
seiring dengan munculnya era demokrasi. Selain itu, kelahiran lembaga-lembaga
negara mandiri merupakan bentuk ketidakpercayaan publik atas lembaga yang ada
dalam menyelesaikan persoalan ketatanegaraan.

Secara lebih lengkap, pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri di


Indonesia dilandasi oleh lima hal penting. Pertama, tidak adanya kredibilitas lembaga-
lembaga yang telah ada sebelumnya akibat adanya asumsi (dan bukti) mengenai
korupsi yang sistemik, mengakar dan sulit untuk diberantas. Kedua, tidak
independennya lembaga-lembaga negara yang karena alasan tertentu tunduk di bawah
pengaruh suatu kekuasaan tertentu. Ketiga, ketidakmampuan lembaga-lembaga
negara yang telah ada untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam masa
transisi menuju demokrasi baik karena persoalan internal maupun eksternal. Keempat,
terdapat pengaruh global yang menunjukkan adanya kecenderungan beberapa negara
untuk membentuk lembaga-lembaga negara ekstra yang disebut lembaga negara
mandiri (State Auxiliary Agency) atau lembaga pengawas (Institutional Watchdog)
yang dianggap sebagai suatu kebutuhan dan keharusan karena lembaga-lembaga yang
telah ada telah menjadi bagian dari sistem yang harus diperbaiki. Kelima, adanya
tekanan dari lembaga-lembaga internasional untuk membentuk lembaga-lembaga
tersebut sebagai prasyarat bagi era baru menuju demokratisasi.

Hubungan antar Lembaga Negara, Status dan Dasar Pembentukan

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan bersifat horizontal,


dalam arti kekuasaan dipisah-pisah ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam
lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (check and
balances). Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal, dalam arti perwujudan
kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi
negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Menurut Jimly, selama ini

21
(sebelum amandemen) Undang- Undang Dasar 1945 menganut paham pembagian
kekuasaan yang bersifat vertikal dan horizontal. Kedaulatan rakyat dianggap terwujud
penuh dalam wadah MPR yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi atau pun
sebagai forum tertinggi. Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan
kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di bawahnya, yaitu Presiden,
DPR, MA, dan seterusnya.

Berkaitan dengan keadaan tersebut dalam suatu sistem ketatanegaraan setidaknya


terdapat 3 status lembaga negara, yaitu:

1. Lembaga negara yang kedudukannya ditentukan dalam UUD;

2. Lembaga negara yang kedudukannya ditentukan dalam undang-undang; dan

3. Lembaga negara yang kedudukannya ditentukan oleh keputusan presiden.

Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa di antara lembaga-lembaga atau komisi-


komisi independent dimaksud dapat diuraikan di bawah ini dan dikelompokkan
sebagai berikut. (Jimly, 2006).

1) Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:

a) Presiden dan Wakil Presiden;

b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

e) Mahkamah Konstitusi (MK);

f) Mahkamah Agung (MA);

22
g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

2) Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang bersifat independen


berdasarkan konstitusi atau yang memiliki constitutional importance lainnya, seperti:

a) Komisi Yudisial (KY);

b) Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral;

c) Tentara Nasional Indonesia (TNI);

d) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);

e) Komisi Pemilihan Umum (KPU);

f) Kejaksaan Agung yang meskipun belum ditentukan kewenangannya dalam UUD


1945 melainkan hanya dalam UU, tetapi dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat
penegak hukum di bidang pro justisia, juga memiliki constitutional importance yang
sama dengan kepolisian;

g) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dibentuk berdasarkan UU tetapi


memiliki sifat constitutional importance berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945;

h) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOM-NAS- HAM)49 yang dibentuk


berdasarkan undangundang tetapi juga memiliki sifat constitutional importance.

3) Lembaga-Lembaga Independen lain yang dibentuk berdasarkan undang-undang,


seperti:

a) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);

b) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);

c) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

23
BAB 5

LEMBAGA NEGARA, PENGATURAN, DAN JUMLAHNYA DI INDONESIA

Pembedaan Lembaga Negara dari segi hirarkinya itu penting karena harus ada
pengaturan mengenai kedudukan hukum dari lembaga-lembaga negara tersebut mana
yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Menurut Jimly Asshiddiqie, sistem
ketatanegaraan pasca reformasi, konstitusi tidak lagi mengatur hubungan antar
lembaga yang bersifat vertikal. Sehingga Indonesia saat ini mengenal hubungan antar
lembaga negara yang bersifat horizontal. Perlakukan hukum antara lembaga yang satu
dengan yang lain adalah berbeda (misalnya dalam hal protokoler, gaji,dsb), hal ini
tergantung dari kedudukan lembaga negara tersebut apakah dibentuk berdasarkan
UUD, UU, PP atau Peraturan lain dibawahnya. Firmansyah Arifin, dkk
mengklasifikasikan lembaga-lembaga negara berdasarkan landasan hukum
pembentukkannya, yaitu lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945,
berdasarkan Undang-Undang (UU), dan berdasarkan Keputusan Presiden (KepPres).8
Lembaga-lembaga negara yang terdapat di dalam UUD 1945 jumlahnya 2l lembaga,
yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. lembaga negara yang bentuk atau nama dan wewenangnya diatur langsung oleh
UUD, yaitu MPR, Presiden, Wakil Presiden, Kementerian Negara, pemerintahan
daerah provinsi,pemerintahan daerah kabupaten, pemerintahan daerah kota, DPRD

24
Provinsi, DPRD Kabupaten, DPRD Kota, DPR, DPD, BPK, MA, KY, MK, TNI,
Kepolisian Negara RI;

2. lembaga negara yang bentuk atau namanya tidak ditentukan di dalamUUD, tetapi
wewenangnya diberikan oleh UUD, yaitu Dewan Pertimbangan Presiden dan KPU;

3. lembaga negara yang bentuk atau nama dan wewenangnya tidak ditentukan oleh
UUD, ialah bank sentral

Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum
kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara
dalam arti yang luas .
1) Presiden ;
2) Wakil Presiden ;
3) Dewan pertimbangan presiden ;
4) Kementerian Negara ;
5) Menteri Luar Negeri ;
6) Menteri Dalam Negeri ;
7) Menteri Pertahanan ;
8) Duta ;
9) Konsul ;
10) Pemerintahan Daerah Provinsi ;
11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi ;
12) DPRD Provinsi ;
13) Pemerintahan Daerah Kabupten ;
14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten ;
15) DPRD Kabupaten ;
16) Pemerintahan Daerah Kota ;
17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota ;

25
18) DPRD Kota ;
19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ;
20) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ;
21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ;
22) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur
lebih lanjut dengan undang-undang ;
23) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab,dan
independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang ;
24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ;
25) Mahkamah Agung (MA) ;
26) Mahkamah Konstitusi (MK) ;
27) Komisi Yudisial (KY) ;
28) Tentara Nasional Indonesia (TNI) , dan
29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) .
30) Angkatan Darat (AD) ;
31) Angkatan Laut (AL) ;
32) Angkatan Udara (AU) ;
33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ;
34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman ,
seperti Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya;
35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. (Jimly, 2006).

26
BAB 6

LEMBAGA NEGARA YANG MEMEGANG KEKUASAAN

Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 Pasca


Amandemen

Menurut Jimly, hierarki antarlembaga negara penting untuk ditentukan, karena


harus ada pengaturan mengenai perlakuan terhadap orang yang menduduki jabatan
dalam lembaga negara. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu kriteria
hierarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan kualitas
fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.
Sehubungan dengan itu, maka dari segi fungsinya, ada yang bersifat utama atau
primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). (Jimly, 2009).
Sedangkan dari segi hierarkinya, dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis
pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut
sebagai lembaga negara, sedangkan lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Organ
lapis pertama atau lembaga tinggi negara, yaitu:
1. Presiden dan Wakil Presiden;
2. Dewan Perwakilan Rakyat;
3. Dewan Perwakilan Daerah;
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
5. Mahkamah Konstitusi;
6. Mahkamah Agung;

27
7. Badan Pemeriksa Keuangan.

Organ lapis kedua atau lembaga negara, ada yang mendapatkan kewenangannya
dari UUD, ada pula yang mendapatkan kewenangannya dari undang-undang.
Walaupun kewenangannya diberikan oleh UUD (memiliki contitutional importance)
tapi belum tentu merupakan lembaga negara utama, Lembaga-lembaga negara sebagai
organ konstitusi lapis kedua itu adalah:
1. Menteri Negara;
2. Tentara Nasional Indonesia;
3. Kepolisian Negara
4. Komisi Yudisial
5. Komisi Pemilihan Umum
6. Bank Sentral

Lembaga-lembaga daerah adalah:


1. Pemerintahan Daerah Provinsi

2. Gubernur
3. DPRD Provinsi
4. Pemerintahan Daerah Kabupaten
5. Bupati
6. DPRD Kabupaten
7. Pemerintahan Daerah Kota
8. Walikota

9. DPRD Kota.

Majelis Permusyawaratan Rakyat


Dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan

28
karenanya rakyatlah yang berdaulat. Sebelum UUD 1945 dilakukan perubahan,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan rakyat
dipegang dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun, setelah perubahan UUD
1945 terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama
sistem demokrasi langsung yang diadopsi di Indonesia, dimana konsekuensinya
adalah kedaulatan rakyat tidak lagi dipegang oleh MPR. Ada begitu banyak faktor
yang menyebabkan Indonesia memillih demokrasi langsung, salah satunya adalah
dorongan politik dan demokrasi yang berlangsung pada masa era orde baru dengan
segala dinamikanya.

Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “MPR terdiri atas anggota DPR dan
anggota DPD yang dipilih meIaui pemilu dan diatur Iebih lanjut dengan undang-
undang”. Undang-undang yang dimaksud adalah undang- undang pemilu legislatif,
yang disahkan oleh pemerintah bersama DPR. Jumlah anggota MPR didasarkan
penjumlahan anggota DPR dan DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak 550 orang
sedangkan jumlah anggota DPD ditentukan, bahwa anggota DPD dan setiap provinsi
ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak Iebih dan 1/3
jumlah anggota DPR. MPR berkedudukan sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi
sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 sebelum
diamandemen. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

a) MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu


Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
b) Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum,
dalam sidang paripurna MPR;
c) Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa

29
jabatannya setelah presiden daniatau wakil presiden diberi kesempatan
untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR,
d) Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya
dalam masa jabatannya;
e) Memilih wakil presiden dari dua .calon yang diajukan presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya
selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
f) Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan
wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang paket calon presiden dan waki1 presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis
masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
g) Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR

Presiden dan Wakil Presiden

Presiden Republik Indonesia


Dalam menjalankan tugasnya, sebagai seorang presiden terdapat syarat tertentu, masa
jabatan, serta wewenang yang dapat dimiliki ketika masih dalam periode masa
jabatannya. Dalam pasal 6 ayat 1 UUD 45, sebagai calon presiden atau wakil presiden
diharuskan seorang yang telah menjadi seorang warga negara Indonesia sejak lahir
dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak
pernah mengkhianati negara, dan mampu secara Rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden. Pun terdapat
wewenang, kewajiban, dan hak bagi seorang presiden sebagai Kepala Negara
diantaranya :

30
- Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara (Pasal 10).

- Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1).

- Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat


2).

- Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).

- Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan


pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2).

- Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR


(Pasal 13 Ayat 3).

- Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah


Agung (Pasal 14 Ayat 1).

- Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14


ayat 2).

- Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang (Pasal 15).
Wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan

- Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1).

- Mengajukan Rancangan Undang Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat 1).

- Menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat 2).

- Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan


pertimbangan kepada presiden (Pasal 16).

31
- Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri (Pasal 17 ayat 2).

- Membahas dan memberi persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan
RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4).

- Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam


kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1).

- Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan


pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2).

- Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan memperhatikan


pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1). - Menetapkan hakim agung dari calon yang
diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR (Pasal 24A ayat 3).

- Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan


DPR (Pasal 24 B ayat 3).

- Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang
hakim konstitusi (Pasal 24 C ayat 3).

32
BAB 7

LEMBAGA PEMERINTAHAN NEGARA

Pemerintahan Negara

Menurut Napitupulu pemerintah mengandung arti lembaga atau organisasi yang


menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses
berlangsungnya kegiatan atau perubahan pemerintah dalam mengatur kekuasaan
negara. Dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara
yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh
rakyat. Seorang Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden dalam menjalankan
fungsi dan kewajibannya. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung
merupakan bentuk kedaulatan rakyat dan demokrasi yang sesungguhnya. Pada
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 mengatur,
jika Presiden dan Wakil Presiden mengangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksanaan tugas Kepresidenan adalah Mentri Luar Negeri, Mentri Dalam Negeri
dan Mentri pertahanan secara bersama-sama, dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
MPR harus melaksanakan sidang untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang
baru.

Pemerintahan Daerah

Pada pasal 18 ayat (1) UUD 45 di sebutkan bahwa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia terdapat pembagian daerah daerah provinsi yang pada tiap tiap provinsi

33
tersebut dibagi atas kabupaten dan kota yang memiliki pemerintahan daerah yang
diatur oleh undang undang. Pemerintahan Daerah terdapat kepala pemerintah daerah
yang terdiri atas gubernur dan/atau walikota yang dipilih secara demokratis (pasal 18
ayat (4)) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui pemilu (pasal 18
ayat (3)), yang mana keduanya memiliki beberapa tugas dan wewenang yang sama,
diantaranya adalah :

1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi


dan tugas pembangtuan (pasal 18 ayat (2))
2) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali dalam urusan pemerintahan
yang oleh Undang-Undang ditentukan ssebagai urusan Pemerintahan Pusat
(pasal 18 ayat (5))
3) Berhak menetapkan peraturan daerah dan peratiran-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (6))

34
Daftar Pustaka

Abdul Muchtie Fadjar. 2006. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi.


Konstitusi Press. Jakarta

Bagir Manan. 1996. Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi


Liberalisme Perekonomian, FH-UNILA, Bandar Lampung.

I Gede Yusa (et.al). 2016. Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD NRI 1945,
Malang: Setara Press.

Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca


Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Jimly Asshiddiqie. 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer.

Josef M. Monteiro, 2014, Lembaga-Lembaga Negara Setelah Amandemen UUD


1945, Pustaka Yustisia, Yogyakarta

Permana, I. P. (2018, Desember 2). KAJIAN YURIDIS PASAL 8 AYAT (3)


UNDANG-UNDANG DASAR 1945 .

H.A.S. Natabaya, “Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD 1945” dalam Refly
Harun, dkk. Menjaga Denyut Konstitusi, Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi,
(Jakarta: Konstitusi Press, 2004), hlm. 60-61.

Muhtadi, Lembaga Negara: Makna, Kedudukan dan Relasi, Fiat Justitia Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 7 No. 3, 2013

Patrialis Akbar, S. H. (2022). Lembaga-lembaga Negara menurut UUD NRI 1945.


Sinar Grafika, hlm. 8

35
36

Anda mungkin juga menyukai