Anda di halaman 1dari 91

The Bandrex

Bertoz
MALAM PERTEMPURAN

Braga, 2020
Leon dan semua anak Bertoz sudah bersiap dengan motornya
masing-masing, sesuai rencana mereka akan menyerang The
Bandrex malam ini. “Azka, lo pergi duluan.” Ujar Leon aka
pemimpin geng motor itu yang mana di balas anggukan singkat
oleh si pemilik nama.

“Dan sisanya pergi di titik yang udah gua tentuin tadi.” Setelah
mendengar perintah semua anak Bertoz satu persatu pergi
meninggalkan tempat itu.

Leon menaiki motornya dan bersiap untuk menyusul. Namun,


sebelum menancapkan gas dia berujar, “Mati lo bajingan.”
Kemudian lelaki itu tersenyum miring dengan sorot mata penuh
dendam.

Sedangkah di tempat lain The Bandrex tengah berkumpul dan


terdengar gelak tawa dari mereka yang begitu renyah, —ah
sepertinya mereka sedang bermain monopoli.

“Udahlah anying udahan hutang aing banyak pisan lieur.” Frustasi


Saka, iya pemuda manis itu kalah dan ingin berhenti bermain.
Namun tidak di gubris oleh yang lain, ”Minjem deui ka bank.”
Celetuk Jaden tenteng.
“Mbung bangsat aing udah gak punya rumah, di jual semua.
Hutang ka maneh loba ka si Hugo loba komo ka si Bizar, nanti aing
bayar make naon?goblog!” balasnya sewot dan yang
mendengarnya di buat terkekeh lucu. “Kalem atuh anjir, game ieu
teh game.” Balas bizar sambil menunjuk-nujuk papan monopoli,
“Game tai.” Umpat batin Saka kesal.

Mereka yang tengah asik meledek Saka sukses di buat emosi


karena tiba-tiba di depan markasnya tedengar gemberan motor
yang sangat berisik. “Bangsat saha eta anu gember-gember
motor?” tanya Hugo emosi.

Pria itu berdiri lalu berjalan ke depan markas mereka untuk


mengetahui si pelaku dan Hugo melihat di sebrang jalan
seseorang yang mengenakan helm full face dan motor besar
bewarna biru tua tengah memandang dirinya, sejenak sebelum
bajingan itu pergi dia memicingkan matanya tajam Hugo amat
sangat hafal dengan jaket bergambar harimau itu. Bertozka, geng
motor yang selalu mencari perkara dengannya.

“Bertoz.” Ucapnya singkat ke pada para rekannya, kemudian dia


melangkah ke arah motor sebelum berseru, “Mereka sengaja
mancing supaya kita ngejar mereka, apapun yang mereka jual kita
harus beli.” Dan setelah mendengar seruan tersebut semua anak-
anak The Bandrex berdiri memakai jaketnya dan berjalan ke arah
motor masing-masing, karena ucapan itu adalah ajakan untuk
tidak tinggal diam mereka akan kembali bertempur.
Azka tersenyum puas ternyata umpannya berhasil kini di
belakang terlihat The Bandrex tengah mengejar dirinya. Pria ini
memepercepat laju motornya sebelum berhenti ia berbelok dan
memasuki area bangunan yang sudah usang, kemudian Azka
melihat semua anggotanya sudah berkumpul disana.

“Mereka di belakang.” Ucapnya setelah turun dari motor dan


melepas helm yang ada di kepalanya, “God job.” Balas Leon
sambil menepuk pundak pria itu bangga. Tak berselang lama
terdengar suara motor yang bergemuruh mendekati tempat
mereka, itu dia The Bandrex.

Hugo mencopot helmnya kemudian dia turun dari motor


kesayangannya dan berjalan paling depan dengan wajah datar
tanpa ekspresi di ikuti yang lain di belakangnya, “Selamat datang
The Bandrex.” Ucap Leon sambil bertepuk tangan yang mana di
ikuti oleh anggotanya dengan tawa mengejek.

“Kalian sudah siap kalah malem ini?” sombongnya, Hugo yang


mendengar itu memutarkan matanya malas. “Gak capek kalian
semua nyari perkara sama The Bandrex? Kalo di hitung ini udah ke
tujuh kalinya lo ngusik kami dan dari tujuh pertempuran itu lo gak
pernah sekalipun menang Bertozka!” sarkas Hugo, “Dan sekarang
malah menyombongkan diri? —hahaha lawak lo!” lanjutnya
sambil melipatkan tangan di depan dada.
“Gua gak akan berhenti sebelum lo tinggalin adik kesayangan
gua.” Balas Leon, ia mengepalkan tangannya kuat guna untuk
menahan emosi karena dia begitu muak dan benci melihat wajah
di depannya ini.

“Kalo gitu gak usah berhen — ” Bughh!!!

Sebelum Hugo menyelesaikan perkataannya, Leon sudah lebih


dulu melayangkan tinju ke arah rahang pemuda itu. Cuihh! Hugo
meludah dia tersenyum miring dengan sorot mata yang berubah
menjadi tajam sambil mengusap sudut bibirnya yang sedikit
terkena noda darah.

“Bajingan maju lo semua anjing!” teriaknya.

Hugo berlari ke arah kumpulan Bertoz tak lupa The Bandrex yang
mengikutinya di belakang, mereka semua saling beradu tinju dan
melayangkan pukulan satu sama lain. Dughh! “Monyet pantat
aing ka tendang.” Ringis bizar sambil mengusap-usap pantatnya
yang di tendang salah satu anggota Bertoz.

“Kadie anjing sok aing habis ngegym, ku aing patahin leher


maraneh bangsat!” sombong Jaden sembari menggulung lengan
bajunya ke atas dan terlihatlah otot-otot pemuda kekar itu.
“Banyak bacot!” Bisma melayangkan kepalan tangannya ke arah
wajah itu namun Jaden sukses menghindar. “Minimal kalo gak
bisa mukul samsak ya mukul orang, kaya gini.” Bughh!! Bisma
terhuyung kebelakang dengan pelipis yang mengeluarkan sedikit
darah. Sialan tinjuan anak ini gak main-main, makan nasi dimana
dia?

Bughh! Bughh! Dughh!!!

Pertarungan mereka semakin sengit dan tak ada satupun orang


yang ingin mengalah, di sisi lain perkelahian Hugo dan Leon tak
kalah panas mereka saling melayangkan bogemnya satu sama
lain, sebelum Leon berhenti sejenak dan mengeluarkan sesuatu
di dalam saku celananya. Kemudian pria itu berlari ke arah Hugo
yang sudah terlihat babak belur sama seperti kondisi wajahnya
saat ini dan Leon sukses menusukkan pisau kecil yang sengaja ia
bawa tadi ke arah perut panglima The Bandrex itu.

“Akhh!” Hugo meringis sambil memegangi perut bagian kirinya,


tak lama darah merembes keluar dan mengotori bajunya, alisnya
mengernyit dan kepalanya sedikit berputar-putar serta kakinya
terasa begitu lemas, sedangkan Leon menjatuhkan pisau kecil itu
dan tanganya yang berlumuran darah bergemetar hebat, —apa
yang telah ia lakukan?

Hugo menjatuhkan tubuhnya ke tanah yang mana sukses


mengalihkan perhatian dan menghentikan pertikaian anggotanya
dengan Bertoz, anak-anak The Bandrex melupakan
pertarungannya dan segera berlari ke arah sang panglima. Mereka
di buat terkejut setelah melihat kondisi Hugo yang sudah lemah
tak berdaya dan noda darah yang terlihat jelas mengotori baju
pria itu.

“Hugo, go bangun.” Panik bizar pria itu mengangkat kepala


panglimanya dan menaruh di pangkuannya.

“Go, maneh masih bisa denger aing kan?” Jaden berujar sambil
menepuk-nepuk pipi lelaki itu, namun Hugo tak kunjung
membuka matanya.

“Go, bangsat maneh gak matikan?” Saka emosi dan mengoyang-


goyangkan tubuh pria itu brutal.

Hugo membuka matanya perlahan, “Aing masih hidup anjing,


kalian semua jangan planga plongo kaya monyet cepet bawa aing
ke rumah sakit goblog.” Setelah mengucapkan perkataan itu
dengan nada yang lemah namun sedikit ngegas, Hugo kehilangan
kesadarannya yang mana sukses membuat anak-anak The
Bandrex panik bukan main.

Jaden langsung berdiri dan mengendong Hugo di pundaknya,


mereka segera membawa panglimanya ke rumah sakit sebelum
terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Sedangkan anak-anak
Bertoz sudah kabur lebih dulu, dasar pecundang.
RUANGAN PUTIH

Rs. Santosa Bandung, 2020


Viona duduk di samping ranjang yang kini terbaring seorang lelaki
yang masih setia menutup kedua kelopak matanya. Terlihat
nyaman, dengan bibir pucat dan sedikit luka sobek di sudut
kanannya.

Ruangan Putih itu terasa begitu sunyi hanya berisi dirinya dan
sang kekasih serta tiang impus yang setia menemani mereka
berdua dan anak-anak The Bandrex satu persatu pamit karena di
cari oleh orang tua mereka masing-masing.

“Kamu gak capek apa merem terus kaya gitu, hm?” Viona mengisi
kekosongan dengan melontarkan pertanyaan yang entah di jawab
atau tidak. Gadis itu menggenggam tangan kekasihnya erat
sambil sesekali mengelusnya dengan lembut, memberi
kehangatan.

“Harusnya kamu hari ini nemenin aku ke pameran seni tapi malah
tiduran disini. Maafin abang aku —yaa?” suara itu melirih di akhir
ucapannya, kepalanya menunduk merasa bersalah.

“Kalo nanti kamu di jahatin lagi sama dia, bilang sama aku, biar
langsung aku tendang terus aku tonjok dadanya atau aku jambak
rambutnya sampe botak!” lanjutnya berapi-api.
“Serem pisan pacarku.” Sahut sang empu.

Viona mengangkat kepalanya terkejut, suara serak siapa itu? Apa


suara kekasih berandalnya? Entahlah.

Kepalanya menoleh ke arah suara itu berasal dan jantungnya


langsung berdegup dengan kencang, sebab kini netranya
menangkap sang kekasih sudah membuka kedua matanya
dengan ukiran senyum tipis yang terpatri di sudut bibir pucat itu,
—Hugo sudah sadarkan diri!

“Lama ya nungguin aku?” suara serak itu kembali terdengar,


Viona tak kuasa membendung air matanya dan tangis pecah
begitu pria di hadapannya membuka kedua tangannya tanda
menyuruh gadis itu mendekat untuk memeluk tubuhnya.

“Jahat, bikin aku nunggu semaleman!” suaranya terdengar lucu


karena terbenam di dada pria itu dan Hugo terkekeh gemas
sambil tangan yang berbalut selang infus mengusap punggung
munggil yang tengah mendekapnya erat.

“Maaf sayang, kedinginan ya pasti?” balasnya lembut sambil


melepaskan dekapan kekasihnya, kemudian kedua ibu jarinya
mengelus pipi Viona yang basah karena air mata. Lagi-lagi pria
asal bandung itu tersenyum melihat wajah kekasihnya yang lucu,
hidung memerah dan sedikit mengeluarkan ingus. *Idih bucin
amat bang.

“Temen-temen kamu nungguin sampe shubuh tapi kamu gak


bangun-bangun, jadi mereka pada pulang soalnya di cariin sama
orang tuanya. Tinggal aku sama Bizar.” Ujarnya sembari kembali
mendudukan diri di kursi samping ranjang.

“Ahh, terus sekarang dia kemana?” tanya sang kekasih.

“Lagi beli bubur buat aku, soalnya tadi perutku bunyi terus.”
Jawabnya malu, Hugo yang melihat itu kembali terkekeh lucu.

“Ini kan ada apel di sebelah aku —yang, kunaon enggak di


makan?” tunjuk lelaki itu kepada buah yang ada di samping
dirinya.

“Gak mau, itukan punya kamu.” Sahutnya.

“Punya aku berarti punya kamu juga.” Hugo mengambil apel itu
kemudian dia gosokan kebaju rumah sakitnya sebelum di kasih
kepada Viona yang mana langsung di terima dengan senang hati
oleh cantiknya.

Tak lama Bizar datang dengan menenteng plastik yang sudah


pasti berisi bubur ayam, untuk orang yang kini tengah memakan
apel dengan lahap. Kemudian matanya bergulir ke samping,
ternyata panglimanya sudah sadarkan diri. Sedikit rasa lega,
sebelum akhirnya dia merasa kesal karena dua sejoli itu malah
beromantisan di hadapannya yang jomblo akut ini, “Si kehed
malah bobogohan.” Batinnya kesal sambil melangkah
menghampiri dua mahluk itu. *makanya cari pacar zar wkwk

“Bubur yeuh.” Meletakan plastik itu di atas nakas sampis ranjang


Hugo.

“Nuhun, Zar.” Ucap hugo sambil nyengir kuda.

“Kumaha masih nyeri teu eta perut maneh?” tanyanya sambil


mendudukan diri di atas ranjang karena memang tidak ada kursi
lagi.

“Lumayanlah.” Jawabnya.

“Syukur atuh, —Btw barudak rek kadieu deui ke sore.” Infonya,


sebelum mengupaskan buah jeruk untuk di berikan kepada sang
panglimanya yang mana Hugo langsung membuka mulutnya
lebar, Viona yang melihat itu hanya terdiam. Kenapa kini mereka
yang beromantisan di hadapannya? *Hayoloh Vio siaga satu.
“Yang kamu mau pulang enggak? Biar Bizar yang anterin, takut si
bunda nyariin.” Ujar Hugo kepada kekasihnya dengan mulut yang
masih mengunyah buah jeruk.

“Enggak mau, aku udah izin kok!” tolaknya sebelum menyuapkan


bubur kepada mulutnya sendiri.

“Yaudah atuh kalo gitu mah, kamu bawa baju ganti enggak?”
Hugo bertanya dan gadis itu menggeleng, kemudian dia
mengambil jaket yang di gantung di sampingnya, masih tersisa
noda darah yang mengering sisa semalam. Lalu mengeluarkan
dompet dan beberapa lembar uang disana dan di berikan kepada
temannya itu.

“Zar, belikeun baju buat pacar aing gih. Sisanya buat maneh.”
Bizar dengan senang hati. Mengambil uang itu sebelum bertanya
kepada kekasih panglimanya.

“Bajuna hayang model naon —neng?” tanyanya sambil memakai


jaket Bandrex karena memang dia yang sama sekali belum pulang
otomatis masih memakai baju semalam, sama halnya dengan
Viona.

“Apa aja deh yang penting nyaman.” Jawabnya singkat sambil


masih asik memakan bubur yang tadi ia beli.
“Siap atuhlah. Yaudah, aing otw dulu bro.” Melangkahkan kaki
panjangnya keluar ruangan putih itu setelah menepuk dengan
sengaja luka tusuk Hugo yang mana membuat panglimanya
berteriak sakit, “Anying Zaki, nyeri goblog!” umpatnya kepada
lelaki yang sudah menghilang di balik pintu.

Setelah Bizar keluar tak lama dokter dan seorang perawat masuk
ke ruangannya untuk mengecek kondisi pria yang semalam
masuk unit gawat darurat.

“Gimana keadaannya dok? Enggak ada luka yang serius kan?”


Viona bertanya setelah dokter itu selesai memeriksa tubuh
kekasihnya.

“Yang serius mah hubungan kita, —yang.” Celetuk Hugo tanpa


malu di hadapan dokter yang memeriksanya dan si perawat
mengulum bibirnya menahan tawa, ada-ada saja pikirnya dan
Viona mendelikan matanya suruh Hugo diam.

“Tidak ada, tenang saja. Hanya luka tusuk ini saja yang bisa di
bilang cukup dalam butuh tiga minggu agar sembuh total.” Ujar
dokter itu sambil menunjuk bagian perut Hugo yang di balut kain
perban baru.

“Tiga hari ke depan sudah boleh di bawa pulang dengan pesan


jangan terlalu banyak bergerak. Kalo begitu saya izin memeriksa
pasien yang lain.” Lanjut sang dokter.
“Ahh, iya dok. Terimakasih banyak.” Jawab Viona sambil
tersenyum simpul, sebelum dokter dan perawat itu keluar
ruangan.

“Dengerkan kata dokter? Jangan banyak gerak!” sentak Viona


kepada pria yang kini sedang rebahan santai di atas ranjangnya.

“Siap laksanakan, —geulisku.” Sahutnya sembari menunjukan


gesture hormat kepada sang kekasih.

Setelahnya Hugo dan Viona kembali bermesraan serta berdebat


manis sembari menunggu Bizar kembali membawa pakaian untuk
pujaan hati dari panglima The Bandrex itu.

Anda mungkin juga menyukai