Bertoz
MALAM PERTEMPURAN
Braga, 2020
Leon dan semua anak Bertoz sudah bersiap dengan motornya
masing-masing, sesuai rencana mereka akan menyerang The
Bandrex malam ini. “Azka, lo pergi duluan.” Ujar Leon aka
pemimpin geng motor itu yang mana di balas anggukan singkat
oleh si pemilik nama.
“Dan sisanya pergi di titik yang udah gua tentuin tadi.” Setelah
mendengar perintah semua anak Bertoz satu persatu pergi
meninggalkan tempat itu.
Hugo berlari ke arah kumpulan Bertoz tak lupa The Bandrex yang
mengikutinya di belakang, mereka semua saling beradu tinju dan
melayangkan pukulan satu sama lain. Dughh! “Monyet pantat
aing ka tendang.” Ringis bizar sambil mengusap-usap pantatnya
yang di tendang salah satu anggota Bertoz.
“Go, maneh masih bisa denger aing kan?” Jaden berujar sambil
menepuk-nepuk pipi lelaki itu, namun Hugo tak kunjung
membuka matanya.
Ruangan Putih itu terasa begitu sunyi hanya berisi dirinya dan
sang kekasih serta tiang impus yang setia menemani mereka
berdua dan anak-anak The Bandrex satu persatu pamit karena di
cari oleh orang tua mereka masing-masing.
“Kamu gak capek apa merem terus kaya gitu, hm?” Viona mengisi
kekosongan dengan melontarkan pertanyaan yang entah di jawab
atau tidak. Gadis itu menggenggam tangan kekasihnya erat
sambil sesekali mengelusnya dengan lembut, memberi
kehangatan.
“Harusnya kamu hari ini nemenin aku ke pameran seni tapi malah
tiduran disini. Maafin abang aku —yaa?” suara itu melirih di akhir
ucapannya, kepalanya menunduk merasa bersalah.
“Kalo nanti kamu di jahatin lagi sama dia, bilang sama aku, biar
langsung aku tendang terus aku tonjok dadanya atau aku jambak
rambutnya sampe botak!” lanjutnya berapi-api.
“Serem pisan pacarku.” Sahut sang empu.
“Lagi beli bubur buat aku, soalnya tadi perutku bunyi terus.”
Jawabnya malu, Hugo yang melihat itu kembali terkekeh lucu.
“Punya aku berarti punya kamu juga.” Hugo mengambil apel itu
kemudian dia gosokan kebaju rumah sakitnya sebelum di kasih
kepada Viona yang mana langsung di terima dengan senang hati
oleh cantiknya.
“Lumayanlah.” Jawabnya.
“Yaudah atuh kalo gitu mah, kamu bawa baju ganti enggak?”
Hugo bertanya dan gadis itu menggeleng, kemudian dia
mengambil jaket yang di gantung di sampingnya, masih tersisa
noda darah yang mengering sisa semalam. Lalu mengeluarkan
dompet dan beberapa lembar uang disana dan di berikan kepada
temannya itu.
“Zar, belikeun baju buat pacar aing gih. Sisanya buat maneh.”
Bizar dengan senang hati. Mengambil uang itu sebelum bertanya
kepada kekasih panglimanya.
Setelah Bizar keluar tak lama dokter dan seorang perawat masuk
ke ruangannya untuk mengecek kondisi pria yang semalam
masuk unit gawat darurat.
“Tidak ada, tenang saja. Hanya luka tusuk ini saja yang bisa di
bilang cukup dalam butuh tiga minggu agar sembuh total.” Ujar
dokter itu sambil menunjuk bagian perut Hugo yang di balut kain
perban baru.