BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Investasi pada hakekatnya merupakan penundaan konsumsi pada saat ini dengan tujuan
mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang akan datang.
Pemodal hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang diharapkan (expected
return) dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari
hasil yang diharapkan. Apabila kesempatan investasi mempunyai tingkat resiko yang lebih
tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi pula.
Dengan kata lain, semakin tinggi risiko suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi
pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor (Jogianto,2000).
Inflasi merupakan salah satu permasalahan klassik dalam suatu perekonomian yang dapat
mengakibatkan menurunnya pendapatan riil masyarakat yang secara berkelanjutan
mempunyai dampak negatif dalam perekonomian makro. Hal tersebut menempatkan issue
inflasi sebagai indikator yang sangat penting dalam menjaga stabilitas perekonomian. Krisis
moneter yang muncul pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan melonjaknya tingkat
inflasi di Indonesia berdampak pada penurunan daya beli masyarakatdan menurunnya tingkat
pertumbuhan ekonomi.
Bunga bank diartikan sebagai harga kepada deposan (yang memiliki simpanan) dan kreditur
(nasabah yang memperoleh pinjaman) yang harus dibayarkan kepada bank.
I.3 Tujuan
1 Apa itu Investasi ?
2 Apa Itu Inflasi ?
3 Mengetahui hubungan antar investasi, inflasi, dan bunga bank ?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN INVESTASI
Investasi, berasal dari kata إس;;تثمرyang artinya membuahkan. Sedangkan dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia, investasi adalah penanaman modal dalam suatu usaha atau
perusahaan dengan maksud mendapatkan keuntungan.
Apa bedanya harga semangkuk mie ayam hari ini dan 15 tahun lalu? Sebagai contoh, di suatu
warung makan, harga mie ayam sebesar Rp5.000 pada 15 tahun lalu. Pada saat ini, harga mie
ayam di warung yang sama bisa mencapai Rp20.000. Artinya, ada kenaikan harga mie ayam
tersebut.
Dalam ilmu ekonomi, kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam periode waktu
tertentu secara berkelanjutan disebut sebagai inflasi. Tentu saja, kenaikan harga itu tidak
hanya dialami mie ayam, tapi juga barang dan jasa lainnya.
Sama seperti data PDB, BPS juga mengumumkan data inflasi secara berkala.
Secara umum, inflasi dapat terjadi karena tiga penyebab yaitu ekspektasi, faktor penawaran
dan faktor permintaan. Dalam faktor permintaan, inflasi dapat terjadi ketika permintaan
melebihi pasokan barang yang ada.
Misalnya, permintaan terhadap ikan segar di suatu daerah pegunungan begitu tinggi. Di saat
yang bersamaan, pasokan ikan segar di wilayah itu tidak banyak karena lokasi yang jauh dari
laut. Situasi itu dapat menaikkan harga ikan segar di wilayah tersebut.
Dalam faktor penawaran, inflasi dapat terjadi karena berbagai faktor seperti masalah
distribusi akibat bencana alam, inflasi di luar negeri, peningkatan harga komoditas yang
diatur pemerintah dan sebagainya.
Idealnya, inflasi diharapkan stabil dan rendah. Inflasi diharapkan tidak terlalu tinggi karena
peningkatan harga yang terlalu tinggi akan memberatkan masyarakat dalam membeli barang
dan jasa. Pendapatan masyarakat akan tergerus karena tingginya harga-harga barang tersebut.
Otoritas yang bertugas untuk mengendalikan inflasi adalah Bank Indonesia. Setiap tahunnya,
bank sentral menetapkan target inflasi dimana target itu juga bisa menjadi acuan bagi
masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.
Suku bunga acuan merupakan salah satu konsep makro yang penting untuk dipahami. Bank
Indonesia secara berkala menetapkan BI 7 Days Reverse Repo Rate dan mengumumkannya
kepada publik.
Pada dasarnya, suku bunga acuan merupakan salah satu bagian dari kebijakan moneter yang
bertujuan untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai mata uang. Kebijakan ini berbeda
dari kebijakan fiskal dimana pemerintah berupaya mencapai target ekonomi tertentu dengan
cara mengatur pengeluaran dan penerimaannya.
Sesuai namanya, suku bunga acuan menjadi acuan bagi perbankan dalam menetapkan suku
bunga pinjaman atau simpanan. Sebagai contoh, saat suku bunga acuan dinaikkan oleh bank
sentral, bank akan meresponnya dengan menaikkan suku bunga pinjaman serta simpanan.
Secara teori, saat suku bunga dinaikkan maka masyarakat akan cenderung memilih
menyimpan dananya karena mendapatkan bunga yang tinggi dari bank, sebaliknya saat suku
bunga diturunkan maka masyarakat akan cenderung meminjam dana dari bank karena akan
membayar bunga yang lebih rendah kepada bank.
Kebijakan moneter ini dapat berdampak terhadap inflasi. Sebagai contoh, saat suku bunga
dinaikkan, permintaan terhadap barang dan jasa akan relatif berkurang karena masyarakat
memilih menyimpan dananya. Dampaknya, tekanan inflasi akan berkurang.
Salah satu tujuan ditetapkannya suku bunga acuan oleh bank sentral adalah pengendalian
inflasi. Dengan kata lain, berbagai konsep makro seperti suku bunga, inflasi hingga PDB
sebenarnya berkaitan satu sama lain.
Sebagai ilustrasi, kondisi ekonomi suatu negara bisa berada dalam fase resesi atau tidak
tumbuh dalam dua kuartal berturut-turut. Dalam kondisi ekonomi seperti itu, bank sentral
akan menurunkan suku bunga acuan.
Salah satu tujuannya adalah mendorong masyarakat mengambil pinjaman yang akan
digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti membeli rumah atau mengembangkan usaha.
Saat suku bunga acuan tersebut turun, harga obligasi yang diperjualbelikan di pasar sekunder
akan naik. Hubungan keduanya seperti dua sisi di papan jungkat jungkit dimana ketika satu
sisi terangkat maka satu sisi yang lain akan turun.
Hubungan terbalik antara suku bunga acuan dan harga obligasi ini disebut sebagai risiko suku
bunga (interest rate risk) dalam investasi obligasi. Harga obligasi bisa naik saat suku bunga
acuan turun karena obligasi tersebut menjadi lebih menarik dibandingkan dengan obligasi
baru yang akan diterbitkan yang bunganya (kupon) kemungkinan besar lebih rendah.
Penetapan kupon obligasi menyesuaikan dengan suku bunga sebagai tolok ukurnya. Saat
suku bunga naik, kupon akan ikut naik, begitu pula sebaliknya. Secara teori, saat harga
obligasi itu naik, yield atau imbal hasil yang diperoleh pemilik obligasi jika memegang
obligasi itu hingga jatuh tempo akan turun.
Sementara itu, inflasi juga memiliki kecenderungan bergerak dengan arah yang berlawanan
dengan harga obligasi. Peningkatan inflasi dikhawatirkan dapat menggerus pendapatan
masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh dari kupon obligasi tersebut.
Dalam kondisi itu, harga obligasi akan turun karena imbal hasil yang diberikan dari obligasi
itu dikhawatirkan akan tergerus inflasi. Tingginya inflasi juga akan mendorong bank sentral
menaikkan suku bunga.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Naik atau turunnya suku bunga ditetapkan oleh bank sentral dalam kondisi tertentu.
Dalam kondisi ekonomi sedang lesu, misalnya bank sentral akan menurunkan suku
bunga supaya masyarakat bisa meminjam dana untuk usaha atau konsumsi dengan
yang lebih murah.
Inflasi juga dapat berpengaruh terhadap suku bunga . saat inflasi terlalu tinggi, bank
sentral biasanya akan merespon dengan peningkatan suku bunga supaya inflasi
tidak memberatkan masyarakat. Saat saku bunga dinaikkan, harga obligasi akan
turun.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Aulianda, Fidzar Aiga. “Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Provinsi Aceh.” Ekonomi, 2019, 1–91.
Faizah, Laily Awliatul, dan Setiawan. “Pemodelan Inflasi di Kota Semarang, Yogyakarta,
dan Surakarta dengan Pendekatan GSTAR.” Jurnal Sains dan Seni Pomits 2, no. 2
(2013): 317–22.
Putra, Trisno Wardy. “Investasi Dalam Ekonomi Islam.” Ulumul Syar,i 7, no. 2 (2018): 49–
57.
Santosa, Agus Budi. “Analisis Inflasi di Indonesia.” Prosiding Seminar Nasional Multi
Disiplin Ilmu & Call Papers UNISBANK Ke-3 (SENDI_U 3) 2017, 2017, 445–52.