Anda di halaman 1dari 21

POLA CM-OM-RTM SEBAGAI INOVASI

IMPLEMENTATIFSISTEM MANAJEMEN MUTU DALAM


RANGKA PENINGKATAN MUTU TATA KELOLA SEKOLAH
PADA SMK NEGERI 1 OGAN KOMERING ULU

Oleh:
Uum Gatot Karyanto
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 3 Ogan Komering Ulu
Alamat Surel: uumkarya@yahoo.com

Disclaimer
Artikel ini merupakan pengembangan dan bersumber dari tesis penulis yang
berjudul “Implikasi Akreditasi Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Tata
Kelola Sekolah: Studi Kasus pada SMK Negeri 1 Ogan Komering Ulu”.
Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2015.

Abstrak

Praktik-praktik inovasi manajemen sekolah yang terbukti memberikan


manfaat bagi peningkatan mutu pendidikan perlu dipandang dan disikapi
sebagai praktik-praktik terbaik (best practices), terlebih jika itu memiliki
nilai transferabilitas pada unit-unit sekolah lain.Penerapan pola OM-CM-
RTM oleh SMKN 1 OKU dapat dipandang sebagai sebuah inovasi
implementatif SMM. Mekanisme OM-CM-RTM dilakukan dengan
melibatkan prosedur audit internal dan tindakan perbaikan yang secara
keseluruhan merupakan bagian integral dari implementasi SMM.Inovasi ini
berkontribusi dalam pengembangan fungsi-fungsi manajemen SMKN 1 OKU
dalam hal: (1) optimalisasi fungsi-fungsi personalia; (2) akses terhadap
keunggulan-keunggulan dan kelemahan sekolah; (3) refleksi diri dan
tumbuhnya inisiatif-inisiatif; (4) penyediaan data secara lebih cepat, (5)
tingkat validitas data untuk mendukung pengambilan keputusan; (6)
transparansi manajemen; (8) keringanan tugas KS dalam mengelola
manajemen sekolah; (9) peningkatan kualitas data dan dokumen secara terus-
menerus; dan (10) kualitas keputusan yang diambil oleh KS.

Kata kunci: sistem manajemen mutu, pola OM-CM-RTM, tata kelola


sekolah

A. PENDAHULUAN

Sekolah adalah institusi pendidikan yang tidak hanya mesti dilihat sebagai
institusi resmi dan terstruktur, tetapi juga mesti dipandang sebagai sebuah
organisasi. Sebagai sebuah organisasi sekolah memiliki fungsi dan tujuan yang
perlu direalisasikan melalui penerapan manajemen organisasi. Dengan paradigma
sepertiitu, fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan,

1
pengorganisasian, pengarahan,dan pengendalian perlu benar-benar dilaksanakan
dengan baik. Karena sekolah merupakan lembaga pendidikan, fungsi dan tujuan
organisasi sebagaimana dikemukakan harus merupakan subordinat dari fungsi dan
tujuan pendidikan, dalam hal ini tujuan pendidikan nasional, yakni
mengembangkan kemampuandan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Pasal 3 UU 20/2003).
Fungsi dan tujuan organisasi sekolah yang berposisi subordinat dari
fungsi dan tujuan pendidikan nasional tidak berarti sekolah tidak memiliki
kebebasan mengembangkan dimensi-dimensi manajemen organisasi. Justru
sebaliknya, fungsi dan tujuan pendidikan nasional mendorong terciptanya
inovasi-inovasi manejerial yang dilakukan oleh sekolah atau institusi pendidikan
lainnya. Dengan kata lain, praktik-praktik inovasi manajemen sekolah yang
terbukti memberikan manfaat bagi peningkatan mutu pendidikan perlu
dipandang dan disikapi sebagai praktik-praktik terbaik (best practices), terlebih
jika itu memiliki nilai transferabilitas pada unit-unit sekolah lain.
Berkaitan dengan hal itu, tulisan ini disusun sebagai suatu upaya merekam
dan memublikasikan salah satu hasil penelitian tentang praktik inovasi manajemen
sekolah, khususnya yang berkaitan dengan assessment data dan dokumen yang
menjadi dasar pengambilan keputusan (decision making) oleh unsur manajemen
atau pimpinan sekolah.Penilitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yang
dioperasionalisasikan dengan metode studi kasus (case study) ini dilakukan pada
situs tunggal, yaitu SMK Negeri 1 Ogan Komering Ulu (selanjutnya: SMKN 1
OKU), mulai 4 April 2015 sampai dengan 11 Juni 2015.
Pengambilan sampel situsai sosial penelitian dengan judul “Implikasi
Akreditasi Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Tata Kelola Sekolah: Studi Kasus
pada SMK Negeri 1 Ogan Komering Ulu” yang dilakukan oleh Karyanto (2015)
tersebut menggunakan teknik purposive sampling. “Populasi” penelitian sekaligus

2
sebagai informan kunci yaitu para pemangku kepentingan SMKN 1 OKU. Mereka
dipilih sebagai informan kunci—dengan mengadaptasi Sagala (2009: 94—95)—
karena diperkirakan (1) menguasai atau memahami informasi yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian ini; (2) sedang berkecimpung atau terlibat dengan
kegiatan yang diteliti; (3) mempunyai kesempatan atau waktu untuk dimintai
informasi; dan (4) dipandang tidak memberikan keterangan atas dasar
kemasannya sendiri tetapi sesuai kondisi riil yang menjadi tanggung jawabnya.
Penarikan sampel atau situasi sosial tidak hanya meliputi keputusan-keputusan
tentang orang-orang mana yang akan diamati, tetapi juga mengenai latar-latar,
peristiwa-peristiwa, dan proses-proses sosial.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
observasi, (2) wawancara, (3) studi dokumen, dan (4) trianggulasi.Data dan
informasi-informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara, dan
penelaahan atas dokumen-dokumen dicatat sebagai catatan pengamatan lapangan
(field note). Hasilnyadianalisis menggunakan teknik yang ditentukan, yakni
analisis data Model Miles & Huberman. Sugiyono (2011: 337—345) menguraikan
model ini sebagai berikut. (1) Analisis datadilakukan pada saat dan setelah
pengumpulan data berlangsung dalam periode tertentu. (2) Aktivitas dalam
analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
sampai tuntas sehingga datanya jenuh. (3) Aktivitas dalam analisis data meliputi
(a) reduksi data (data reduction), (b) penyajian data (data display), dan (c)
kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification).Untuk menetapkan
keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pengujian. Pelaksanaan teknik
pegujian pada penelitian ini didasarkan atas kriteria (1) credibility (validitas
internal), (2) trasferability (validitas internal), (3) dependability (reliabilitas), dan
(4) confirmability (objektivitas).

B. KAJIAN TEORI

1. Konsep Dasar Mutu Pendidikan

Secara umum, menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002: 7), mutu


adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang

3
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau
tersirat. Di dalam pengertian mutu, menurut Darwin dan Irsan (2012: 5),
terkandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya),
baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible(dapat dipegang — pen.) atau
intangible (tidak dapat dipegang — pen.)
Pengertian mutu dapat dilihat juga dari konsep absolut dan relatif. Sallis
(2005: 12—13) menjelaskan kedua konsep ini sebagai berikut. (1) Dalam konsep
absolutsesuatudisebut bermutu bila memenuhi standar tertinggi dan sempurna,
dalam arti sudah tidak ada yang melebihi. (2) Dalam konsep relatif, mutu berarti
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. (3) Mutu bukanlah merupakan tujuan akhir
melainkan sebagai alat ukur atas produk akhir dari standar yang ditentukan. (4)
Mutu suatu produk atau layanan dalam konsep relatif tidak mesti mahal atau
eksklusif. (5) Sementara dalam konsep absolut mutu bersifat elitis, dalam konsep
relatif mutu bersifat egaliter. (6) Label mutu diberikan ketika produk atau layanan
mampu memenuhi standar yang ditetapkan. (7) Pemenuhan standar itu mesti
dilakukan untuk mengkalim label mutu; dan itu pula yang harus dilakukan untuk
memenuhi harapan pelanggan. (8) Dalam konsep relatif, mutu adalah tentang
bagaimana mengantisipasi tuntutan standar dan memenuhinya dari waktu ke
waktu. (9) Definisimutu dalam konsep relatif memiliki dua aspek, yaitu dilihat
dari (a) sudut pandang produsen dan (b) sudut pandang pelanggan. Dari sudut
pandang produsen, kualitas diukur berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan; dari
sudut pandang pelanggan, kualitas dikembangkan untuk memenuhi tuntutan
pelanggan.
Dalam konteks pendidikan, menurut Darwin dan Irsan (2012: 5) pengertian
mutu mengacu kepada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dua hal ini
dijelaskan oleh Darwin dan Irsan (2012: 5—6) sebagai berikut. Dalam proses
pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif,
afektif, dan psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru),
sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana, dan sumber daya
lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah dan
dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input atau mensinergikan

4
semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru,
siswa, dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik dalam konteks
kurikuler maupun ekstrakurikuler; baik dalam lingkup substansi yang akademis
maupun yang nonakademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Adapun, mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu kepada prestasi yang
dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir
caturwulan, akhir tahun, dua tahun atau lima tahun, bahkan sepuluh tahun).
Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa
hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan umum atau ujian nasional).
Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu bidang olahraga, seni,
atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: mengoperasikan komputer,
beragam jenis teknik, dan jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi
yangintangibleseperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati,
kebersihan, dan sebagainya. Proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling
berhubungan. Akan tetapi, agar proses yang baik itu tidak salah arah, mutu dalam
artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh lembaga pendidikan, dan
halus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya.
Berbagai input dan proses harus selalu mengacu kepada mutu-hasil (output) yang
ingin dicapai. Dengan kata lain, tanggung jawab lembaga pendidikan dalam
melakukan quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab
akhirnya adalah pada hasil yang dicapai.
Dalam konteks pendidikan, Sallis (2005: 21—22) mengemukakan
bahwamutu yang dimaksudkan adalah dalam konsep relatif, terutama
berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
pelanggan pendidikan terdiri atas duaaspek, yaitu (1) pelanggan internal dan (2)
pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah kepala sekolah (selanjutnya: KS),
guru, dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga kelompok, yaitu
pelanggan eksternal primer (peserta didik), pelanggan eksternal sekunder(orang
tua dan para pemimpin pemerintahan), dan pelanggan eksternal tersier (pasar
kerja dan masyarakat luas).

5
2. Konsep Dasar Tata Kelola Sekolah

Konsep manajemen mutu terpadu dalam bidang pendidikan sebagaimana


dideskripsikan di atas pada tataran praktis melibatkan konsep tata kelola,
khususnya tata kelola sekolah. Dalam artikelnya, “Accountability: An Essential
Aspect of School Governance”,Maile (2012: 326)mengutip beberapa definisi dan
konsep tentang tata kelola (governance) dari beberapa ahli sebagai
berikut.Potgieter, Visser, Van der Bank, Mothata, & Squelch (1997: 11)
menyatakan bahwa tata kelola sekolah merupakan suatu tindakan menentukan
kebijakan dan peraturan-peraturan yang memungkinkan sebuah sekolah dapat
diorganisasikan dan dikontrol. Tindakan dimaksud termasuk untuk memastikan
bahwa peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan itu secara efektif
memengaruhi aturan dan anggaran sekolah.The Auditor-General 1(1988:B2)
menyatakan bahwa tata kelola sekolah merupakan penggunaan kekuatan sumber
daya manajemen. Tata kelola melibatkan dasar dan perluasan kewenangan, seperti
penerapan kontrol dan insentif untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan
ekonomi bagi perbaikan organisasi. Sementara itu, bagi Buckland dan
Hofmeyr(1993: 30), tata kelola sekolah adalah proses keseluruhan di mana
kebijakan pendidikan diformulasikan, diadopsi, diimplementasikan, dan
dimonitor. Tata kelola merupakan sebuah isu yang bukan hanya pada level
nasional, melainkan juga pada seluruh level dari sistem turunannya sampai kepada
satuan sekolah. Karena dititikberatkan padadistribusi kekuasaan, tata kelola
seringkali disederhanakan menjadi pertanyaan: “Siapa yang membuat keputusan?”
Adapun, McLennan(1995:49) menegaskan bahwa tata kelola dapat dipahami
sebagai manajemen terpadu dari kompleksitas politik, sosio-ekonomi, dan
hubungan kelembagaan antara manusia (pemangku kepentingan berbagai sektor),
kebijakan (kerangka kerja normatif dan regulasi), dan kekuasaan (distribusi dan
pemanfaatan jejaring kekuasaan dan kewenangan) dalam rangka memastikan
pemberian layanan yang efektif dan efisien.

1
Bab 9 Konstitusi Republik Afrika Selatan, 1996, menetapkan the Auditor-General of South Africa (AGSA) sebagai salah
satu lembaga resmi negara untuk mendukung demokrasi konstitusional. Konstitusi mengakui dan menjamin
independensi AGSA, menegaskan bahwa AGSA harus netral dan harus menggunakan kewenangannya, dan
menjalankan fungsinya tanpa rasa takut, berpihak, atau berprasangka. (http://www.agsa.co.za/About/ Legislation.aspx)

6
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tata kelola
sekolah adalah suatu proses penerapan manajemen sumber daya yang ada di
sekolah dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang efektif dan
efisienmelalui penerapan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen itu
sendiri, menurut Usman (2009: 15) meliputi (1) perencanaan, (2)
pengorganisasian, (3) pengarahan (motivasi, kepemimpinan, kekuasaan,
pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, negosiasi, manajemen konflik,
perubahan organisasi, keterampilan interpersonal, membangun kepercayaan,
penilaian kinerja, dan kepuasan kerja), dan (4) pengendalian.

3. Sistem Manajemen Mutu

Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System)—selanjutnya:


SMM—menurut Kumar & Balakhrisnan (2011: 44) “… requires the intent of
documentation required on organizations starting from a quality policy, quality
manual and records appropriate for the organization.”SMM, dengan demikian,
sangat fokus terhadap persyaratan dokumentasi suatu organisasi, dari kebijakan
mutu, manual mutu, sampai kepada pengendalian rekaman organisasi. Purnama
(2005: 164) mendefinisikan SMM berdasarkanpremis bahwa karakteristiktertentu
dari praktik-praktik manajemen mutu dapatdistandarkan dan didesain dengan
baik; diterapkan dengan baik; pengelolaan sistemmutu secara hati-hati akan
memberikan kepercayaan bahwa output akanmemenuhi persyaratan dan harapan
konsumen.
Dengan mengacu kepada hasil penelitian Ek dan Cheng (1995) dan
rangkuman hasil-hasil penelitian yang disampaikan Chow-Chuaet.al. (2002),
Purnama (2005: 169) mengungkapkan bahwa implementasi SMM memberikan
manfaat besar bagi perusahaan dalam banyak hal. Manfaat-manfaat tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam manfaat yangbersifat (1) internal dan (2) ekternal.
Manfaat internal merupakan manfaat yang dirasakan dan bisa dilihat di dalam
lingkup internal organisasi, meliputi (1) kesadaran terhadap kualitas semakin
besar; (2) prosedur dokumentasi lebih baik; (3) instruksi dan prosedur kerja lebih
jelas; (4) pertanggungjawaban pekerjaan semakin jelas; (5) menghilangkan

7
kelebihan pekerjaan/mengurangi pekerjaan yang tidak penting; (6) memberi
peluang akses, pelacakan, dan pemeriksaan prosedur kerja yangmudah; (7)
mengurangi pemborosan dan inefisiensi; (8) membantu perbaikan yang kontinu;
(9) daya ingat/retensi staf lebih besar; dan (10) meningkatkan profitabilitas.
Adapun, manfaat eksternalmerupakan manfaat yang berkaitan dengan kondisi
faktor eksternal, meliputi (1) citra (image) perusahaan lebih baik; (2) layanan
konsumen lebih baik; (3) kepuasan konsumen meningkat; (4) keunggulan
bersaing lebih besar; (5) memperbesar pangsa pasar; (6) peluang ekspor lebih
besar; dan (7) ekspansi ke pasar internasional.
SMM, menurut Gaspersz, 2005: 26—56), berfokus pada prosesdan
pelanggan. Oleh karenanya, organisasi yang menerapkan ISO 9001: 2000,
misalnya,harus memenuhi kepuasan pelanggan(customers’ satisfaction) dan
proses terus-menerus (continuous processes improvement). Delapan prinsip
(klausul) yangharus dipenuhi oleh organisasi yang menerapkan SMMadalah: (1)
prinsip ruanglingkup; (2) referensi normatif; (3) istilahdan definisi; (4) sistem
manajemenkualitas; (5) tanggung jawab manajemen;(6) manajemensumber daya;
(7) realisasiproduk, dan; (8) pengukuran, analisis danpeningkatan.

C. PEMBAHASAN DAN HASIL

1. Pembahasan

a. Gambaran Umum SMKN 1 OKU

SMKN 1 OKU berlokasi di pusat kota Baturaja (Ibu Kota Kabupaten


OKU), tepatnya di Jalan Prof. Ir. Sutami, Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten
OKU. Adapun, batas-batasnya adalah sebagai berikut: (1) sebelah utara dengan
SD Negeri 9 OKU; (2) sebelah selatan dengan Kantor Statistik Kabupaten OKU;
(3) sebelah timur dengan Jalan Prof. Ir. Sutami, dan (4) sebelah barat dengan
Kampus Universitas Baturaja.Berdasarkan batas-batas tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa SMKN 1 OKU memiliki lokasi yang strategis karena (1) berada
di pusat Kota Baturaja, (2) terletak di pinggir jalan raya, dan (3) dikelilingi oleh
gedung-gedung lembaga pendidikan dan kantor pemerintahan.

8
SMKN1 OKU didirikan pada tahun 1958 dengan nama Sekolah Menengah
Ekonomi Pertama (SMEP) Baturaja. Pada tahun 1978 sekolah ini berubah nama
menjadi Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Baturaja. Pada tahun
1998, pada awal Era Reformasi dan Otonomi Daerah, Pemerintah Kabupaten
OKU menerapkan kebijakan penyatuan nama sekolah untuk SLTA, termasuk
SLTA Kejuruan. Dengan penerapan kebijakan ini maka SMEA Negeri Baturaja
berubah nama menjadi SMK Negeri 1 Baturaja. Pada tahun 2003,seiring dengan
pemekaran secara administratif wilayah Kabupaten OKU menjadi tiga kabupaten,
yakni (1) Kabupaten OKU, (2) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU
Timur), dan (3) Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan), terjadi
lagi perubahan nama menjadi SMK Negeri 1 Ogan Komering Ulu atau lebih
populer dengan nama SMK Negeri 1 OKU.
Pada 2009, pada masa kepemimpinan Drs. H. Mahyudin Helmi, M.M.,
SMKN 1 OKU ditetapkan menjadi sekolah dengan status Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional(RSBI) berdasarkan SK Dirjen Mandikdasmen Nomor
3950/C.5.3/Kep/KU/2009. Karena salah satu syarat menjadi sekolah RSBI adalah
bahwa sekolah tersebut harus memiliki sertifikat ISO, pada awal 2010 manajemen
SMKN 1 OKU mulai mengusahakan pemerolehan sertifikat ISO 9001: 2008.
Usaha tersebut membuahkan hasil yang positif.Pada 2011 di bawah
kepemimpinan Drs. Subhan, SMKN1 OKU berhasil memperoleh sertifikat Sistem
Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001: 2008 pada tanggal 13 Desember 2011
melalui Badan Sertifikasi Internasional Sucofindo Internasional Sertification
Service. Saat ini, tahun 2015, SMKN 1 OKU telah ditetapkan menjadi sekolah
rujukan untuk Kabupaten OKU.
Secara kelembagaan, SMKN 1 OKU merupakan SMK kejuruan kelompok
Bisnis, Manajemen, dan Teknologi berstatus “Negeri” dengan Nomor Pokok
Sekolah Nasional (NSPN) 10604739 dan Nomor Statistik Sekolah (NSS)
401110301001. Saat ini SMK ini memiliki empat program keahlian, yakni: (1)
Program Keahlian Keuangan (Kompetensi Keahlian Akuntansi—selanjutnya:
AK), (2) Program Keahlian Tata Niaga (Kompetensi Keahlian Pemasaran—
selanjutnya: PM), (3) Program Keahlian Administrasi (Kompetensi Keahlian

9
Administrasi Perkantoran—selanjutnya: AP), dan (4) Program Keahlian Teknik
Informatika (Kompetensi Keahlian Teknik Komputer Jaringan—selanjutnya:
TKJ).

b. Implikasi SMM pada Implementasi Manajemen SMKN 1 OKU

Sebagai sekolah pemegang Sertifikat ISO 9001: 2008, SMKN 1


OKUwajib(huruf miring dari penulis—Pen.) mengimplementasikan SMM.
Implementasi SMM yang secara langsung dapat diamati adalah sistem
pengendalian dokumen dan pengendalian rekaman. Hasil studi dokumen yang
dilakukan pada 12 Juni 2015 mengidentifikasi 28 dokumen prosedur mutu sebagai
implementasi SMM berdasarkan standar ISO 9001: 2008. Karyanto (2015: 100—
101) merinci ke-28 dokumen tersebut meliputi (1) Manual Mutu, (2) Prosedur
Mutu Pengendalian Rekaman/Arsip, (3) Prosedur Mutu Tindakan Perbaikan, (4)
Prosedur Mutu Tindakan Pencegahan, (5) Prosedur Mutu Audit Internal, (6)
Prosedur Mutu Pengendalian Layanan yang Tidak Sesuai, (7) Prosedur Mutu
Pelayanan Pelanggan, (8) Prosedur Mutu Tinjauan Manajemen, (9) Prosedur
Mutu Pembuatan Dokumen KTSP, (10) Prosedur Mutu Pembagian Tugas
Mengajar, (11) Prosedur Mutu Persiapan Administrasi KBM, (12) Prosedur Mutu
Proses Kegiatan Belajar Mengajar, (13) Prosedur Mutu Pelaksanaan Supervisi
Pembelajaran, (14) Prosedur Mutu Penerimaan Siswa Baru, (15) Prosedur Mutu
Bimbingan Konseling, (16) Prosedur Mutu Ekstra Kurikuler, (17) Prosedur Mutu
Pembinaan Siswa, (18) Prosedur Mutu Praktik Kerja Industri, (19) Prosedur
Mutu Penelusuran Lulusan, (20) Prosedur Mutu Unit Produksi, (21) Prosedur
Mutu Kerjasama Antar Lembaga, (22) Prosedur Mutu Kepegawaian, (23)
Prosedur Mutu Persuratan, (24) Prosedur Mutu Administrasi Kesiswaan, (25)
Prosedur Mutu Pengadaan Barang dan Jasa, (26) Prosedur Mutu Pengelolaan
Ruang Praktik, (27) Prosedur Mutu Perawatan dan Perbaikan, dan (28) Prosedur
Mutu Perpustakaan.
Pada dokumen Manual Mutudideskripsikan (1) ruang lingkup SMM, (2)
mapping proses SMM, (3) persyaratan SMM dengan standar ISO 9001: 2008, (4)

10
persyaratan dokumentasi, (5) Manual Mutu, (6) pengendalian dokumen, dan (6)
pengendalian rekaman (Karyanto, 20015: 101—104) sebagai berikut.

1) Lingkup SMM ISO 9001: 2008


Untuk tujuan menerapkan SMM secara konsisten dalam penyediaan layanan
jasa yang memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan perundang-undangan,
dan persyaratan lainnya dengan selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dan
kinerja secara terus-menerus maka ditetapkan Ruang Lingkup Penerapan
SMM di SMKN 1 OKU. Ruang lingkup penerapan SMM dimaksud adalah (1)
Proses KBM pada Program Studi Keahlian Bisnis Manajemen dengan
kompetensi keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran, dan Pemasaran.
(Pada Manual Mutu ini belum termasuk kompetensi keahlian TKJ yang
didirikan kemudian) dan (2) proses-proses pendukung dan proses lainnya
sesuai dengan persyaratan yang ada di dalam standar ISO 9001: 2008.

2) Mapping SMM
Mapping/pemetaan proses SMM yang secara lengkap tertera pada Lampiran 1
Manual Mutu tentang Proses Bisnis SMKN 1 OKU.

3) Persyaratan Umum SMM


Pada Persyaratan Umum dikemukakan bahwa SMKN 1 OKU menetapkan,
mendokumentasikan, mengimplementasikan, dan memelihara SMM dan terus-
menerus memperbaiki keefektifannya sesuai dengan persyaratan standar ISO
9001: 2008. SMKN 1 OKU telah(huruf miring dari peneliti — pen):
a) menetapkan beberapa proses yang diperlukan untuk implementasi SMM;
b) menetapkan urutan dan interaksi antarproses layanan;
c) menetapkan kriteria dan metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa
baik kegiatan maupun proses-proses tersebut berjalan efektif;
d) memastikan tersedianya sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan dan pemantauan proses-proses tersebut;
e) memantau, mengukur, dan menganalisis proses-proses tersebut;

11
f) mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
yang direncanakan dan perbaikan berkesinambungan dari proses-proses
tersebut.

Apabila SMKN 1 OKU memilih untuk menyerahkan proses kepada pihak lain
(pihak ke-3) maka SMKN 1 OKU memastikan adanya pengawasan pada
proses itu sesuai peraturan perundangan yang berlaku. SMKN 1 OKU dapat
memakai tenaga ahli (narasumber)/pengajar/pelatih dari luar lingkungan
SMKN 1 OKU untuk melaksanakan kegiatan yang ada di dalam ruang lingkup
SMM.

4) Persyaratan Dokumentasi
Dokumentasi SMM SMKN 1 OKU mencakup:
a) Kebijakan Mutu (Lampiran 4 Manual Mutu) dan Sasaran Mutu (Lampiran
4 Manual Mutu),
b) Manual Mutu,
c) prosedur terdokumentasi dan rekaman yang disyaratkan oleh standar SMM
ISO 9001: 2008,
d) dokumen lain yang diperlukan oleh SMKN 1 OKU untuk memastikan
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan secara efektif,
e) rekaman yang disyaratkan oleh standar ISO 9001: 2008 dan pemenuhan
standar lainnya seperti akreditasi.

5) Manual Mutu
Sebagai pedoman penerapan SMM maka SMKN 1 OKU menetapkan dan
memelihara Manual Mutu yang di dalamnya tercakup:
a) Lingkup SMM, menyangkut semua klausul yang diterapkan karena
karaklteristik jasa layanan SMKN 1 OKU dapat diukur, diverifikasi, dan
divalidasi;
b) Prosedur terdokumentasi yang ditetapkan untuk SMM;
c) Urutan dari interaksi antara proses-proses SMM dituangkan pada interaksi
antarproses SMKN 1 OKU (Lampiran 1 Manual Mutu) dan Korelasi
Proses dengan SMM ISO 9001: 2008 (Lampiran 3 Manual Mutu).

12
6) Pengendalian Dokumen
Dokumentasi yang disyaratkan oleh SMM dikendalikan dengan tata cara yang
diterapkan secara konsisten agar tidak terjadi penggunaan dokumen yang tidak
sesuai. SMKN 1 OKU memiliki prosedur pengendalian dokumen untuk
menetapkan pengendalian yang diperlukan untuk:
a) menyetujui kecukupan dokumen sebelum diterbitkan/diimplementasikan;
b) meninjau untuk menyetujui ulang dokumen tersebut;
c) memastikan bahwa perubahan dan status revisi terkini dari dokumen;
d) memastikan bahwa versi terakhir dari dokumen yang berlaku tersedia di
tempat pemakai sesuai dengan Daftar Distribusi Dokumen untuk dokumen
yang terkendali;
e) memastikan dokumen selalu dapat dibaca dan teridentifikasi;
f) mencegah pemakaian dokumen kadulawarsa dan menerapkan identifikasi
yang sesuai untuk dokumen tersebut.

7) Pengendalian Rekaman
SMKN 1 OKU menetapkan pengendalian rekaman untuk memberikan bukti
kesesuaian dengan persyaratan dalam pelaksanaan SMM. Prosedur
pengendalian rekaman/arsip dibuat untuk menetapkan pengendalian yang
diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, masa
simpan, dan pembuangan rekaman.

Sebagai gambaran, kepemilikan dokumen pendayagunaan pendidik dan


tenaga kependidikan SMKN 1 OKU antara lain terlihat dari tersedianya (1)
Prosedur Mutu Pembagian Tugas Mengajar dengan nomor dokumen
SMKN1OKU/KUR/PM-02, (2) Prosedur Mutu Kepegawaian dengan nomor
dokumen SMKN1OKU/TUS/PM-01, (3) Tanggung Jawab, Tugas, dan
Wewenang yang dimuat sebagai Lampiran 3 Manual Mutu dan dimuat pula pada
Bab III Renstra SMKN 1 OKU, serta RKJM SMKN 1 OKU. Keempat dokumen
ini akan dijadikan acuan dalam setiap penerbitan surat keputusan yang
menyangkut pelaksanaan tugas dan peningkatan kemampuan profesional personel.

c. Pola OM-CM-RTM

13
Dengan diperolehnya Sertifikat ISO 9001: 2008, SMKN 1 OKU sejak
tahun 2011 menerapkan SMM dalam melaksanakan tata kelola sekolah.
Penerapan sistem ini berimplikasi luas terhadap keseluruhan tata kelola sekolah.
Hasil wawancara dengan Silvana Wulansari, S.E. (WK MM SMKN 1 OKU)
mengilustrasikan bahwa tindak lanjut atas berbagai kegiatan sekolah, dilakukan
melalui tiga mekanisme yang bersifat terpadu, yakni (1) rapat pembukaan
(Opening Meeting Audit Internal—selanjutnya: OM), (2) rapat penutup (Closing
Meeting Audit Internal—selanjutnya: CM), dan (3) Rapat Tinjauan Manajemen
(selanjutnya: RTM). Untuk keperluan deskripsi dalam tulisan ini, rangkaian ketiga
mekanisme tersebut untuk selanjutnya disingkat OM-CM-RTM. Adapun, deskripsi
lengkap mekanisme OM-CM-RTM ini berdasarkan uraian keterangan
Silvanaadalah sebagai berikut.

1) Tahap 1: OM
Pada OM seluruh personel sekolah diundang untuk mengikuti rapat. Isi rapat
OM ini adalah (1) sosialisasi kepada seluruh personel sekolah bahwa akan
diadakan kegiatan assessment tertentu, misalnya evaluasi diri sekolah (EDS)
sebagai langkah awal akreditasi sekolah dan (2) meminta seluruh staf terkait
untuk menyiapkan segala dokumen dan kelengkapan administrasi lainnya
untuk keperluan audit internal yang akan dilakukan sebagai persiapan
menghadapi kegiatan assessment tersebut. Segera setelah OM dilaksanakan,
dilakukanlah audit internal.

2) Tahap 2: CM
Pada CM, hasil-hasil audit internal terhadap setiap bidang yang ada yang
berupa temuan-temuan dipresentasikan, dievaluasi, dan dicarikan alternatif
pemecahannya. Berdasarkan hasil evaluasi itu, tiap bidang tersebut diminta
untuk menindaklanjuti temuan-temuan itu agar sesuai dengan target yang telah
ditetapkan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan berkoordinasi dengan
WK MM dan Sekretaris MM. Implementasi tindak lanjut ini dilakukan
melalui suatu prosedur yang disebut dengan Tindakan Perbaikan dan

14
Pencegahan (TPP). Selanjutnya, WK MM mengecek hasil tindak lanjut
temuan-temuan tersebut.

3) Tahap 3: RTM. Pada RTM, semua temuan, tindak lanjut atas temuan-
temuan, dan hasil tindak lanjut atas temuan-temuan, diinventarisasi dan
dibahas bersama KS untuk dicarikan jalan keluarnya. Pada RTM, KS juga
menginstruksikan penyelesaian tindak lanjut atas temuan-temuan tersebut
sehingga semuanya dapat diselesaikan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan di dalam RKJM dan/atau RKT.

Seluruh tahapan OM-CM-RTM tersebut dilakukan melalui proses audit


oleh auditor internal terhadap auditee secara silang (cross-section). Sebagai
ilustrasi, misalnya, audit terhadap hasil akreditasi untuk komponen SI, yang
pengelolaannya merupakan tanggung jawab masing-masing ketua program
keahlian di bawah koordinasi WK Kurikulum, akan dilakukan oleh auditor
internal dari bidang lain, misalnya bidang Kesiswaan. Dengan kata lain, dalam
proses audit tersebut personel bidang Kurikulum pada masing-masing program
keahlian bertindak sebagai auditee yang akan diaudit oleh auditor internal dari
bidang Kesiswaan di bawah koordinasi WK Kesiswaan. Auditor internal
merupakan personel tertentu yang telah memiliki sertifikat Auditor Internal yang
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi ISO 9001: 2008, dalam hal ini dari Sucofindo
Internasional Sertification ServiceCabang Sumsel.

2. Hasil Pembahasan

Hasil analisis terhadap data dan keterangan-keterangan informatif tentang


implementasi mekanisme OM-CM-RTM memperlihatkan hal-hal sebagai berikut.

1) Implementasi mekanisme OM-CM-RTM memerlukan dukungan penyediaan


data dan informasi yang telah diarsipkan secara rapi dan komprehensif.
Pemenuhan keperluan ini pada kenyataannya tidak sulit dilakukan oleh
manajemen SMKN 1 OKU karena melalui kendali penerapan prosedur mutu
sebagai “ruh” SMM telah terbangun tradisi pengendalian arsip dan
dokumentasi yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi

15
personalia yang diorganisasikan dalam Struktur Organisasi Tenaga Pendidik
dan Struktur Organisasi Tenaga Kependidikan.
2) Sebagai ilustrasi penerapan pola OM-CM-RTM, berikut dideskripsikan
prosedur atau mekanisme tindakan pada assessment akreditasi tahun
2011.Tindak lanjut atas hasil-hasil akreditasi sekolah pada SMKN 1 OKU
dengan dengan implementasi mekanisme OM-CM-RTM ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) sosialisasi kepada seluruh personel sekolah tentang hasil-hasil akreditasi
sekolah;
b) seluruh personel sekolah merefleksi hasil-hasil akreditasi sekolah tersebut
secara umum untuk mendapatkan (1) gambaran yang jelas tentang posisi
pencapaian pemenuhan SNP sekolah dan (2) penegasan bahwa pencapaian
tersebut merupakan hasil kerja bersama dan oleh karenanya keunggulan
serta kelemahannya menjadi tanggung jawab bersama untuk
mempertahankan dan memperbaikinya dalam rangka (a) meningkatkan
mutu sekolah secara umum dan (b) mempersiapkan proses akreditasi
berikutnya;
c) meminta seluruh staf terkait untuk menginventarisasi secara lebih spesifik
dan komprehensif hasil-hasil akreditasi sekolah, terutama yang berkaitan
dengan komponen-komponen akreditasi yang belum mencapai nilai
maksimal, yang akan digunakan sebagai bahan audit internal yang akan
dilakukan secara cross-sectional;
d) melakukan audit internal atas bahan-bahan yang telah disiapkan oleh staf
terkait;
e) hasil-hasil audit internal terhadap setiap bidang yang ada yang berupa
temuan-temuan dipresentasikan oleh WK MM dan Sekretaris ISO,
dievaluasi secara bersama-sama, dan dicarikan alternatif pemecahannya;
f) berdasarkan hasil evaluasi itu, tiap bidang tersebut diminta untuk
menindaklanjuti temuan-temuan yang teridentifikasi agar sesuai dengan
target yang telah ditetapkan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan
berkoordinasi dengan WK MM dan Sekretaris ISO. Implementasi tindak

16
lanjut ini dilakukan melalui suatu prosedur yang disebut dengan Tindakan
Perbaikan dan Pencegahan (TPP);
g) WK MM dan Sekretaris ISO 9001: 2008 mengecek ulang hasil tindak
lanjut temuan-temuan tersebut;
h) semua temuan, tindak lanjut atas temuan-temuan, dan hasil tindak lanjut
atas temuan-temuan, diinventarisasi dan dibahas bersama KS. Jika pada
hasil tindak lanjut masih ditemukan masalah yang belum terpecahkan, KS
mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan tertentu untuk
menyelesaikannya. Terbuka kemungkinan bahwa masalah tertentu
memang tidak dapat dipecahkan dan perlu di-input ke dalam catatan
khusus KS.
3) Keputusan strategis tentang tindak lanjut atas hasil-hasil akreditasi sekolah
tahun 2011 pada SMKN 1 OKU adalah melakukan tata kelola pemenuhan
assessment akreditasi sekolah melalui mekanisme SMM sebagai implementasi
ISO 9001: 2008. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa secara
umum pemenuhan SNP dengan sendirinya akan tercapai dengan implementasi
SMM.

Jika dicermati, penerapan mekanisme OM-CM-RTM oleh SMKN 1 OKU


dapat dipandang sebagai sebuah inovasi implementatif SMM. SMM yang
dikembangkan di dalam ISO memang memandang penting dan oleh karenanya
memberikan deskripsi yang luas dan rinci tentang prosedur RTM atau
management review meeting (MRM) dalam implementasi manajemen organisasi,
termasuk organisasi sekolah (periksa, misalnya: Riban, Mukhadis, & Isnandar,
2011). Namun demikian, pengombinasian RTM dengan OM dan CM sehingga
menjadi pola OM-CM-RTM merupakan inovasi atas SMM yang dilakukan oleh
manajemen SMKN 1 OKU. Inovasi ini dalam pandangan penulis berkontribusi
dalam pengembangan fungsi-fungsi manajemen SMKN 1 OKU dalam hal-hal
sebagai berikut.

1) mengoptimalkan fungsi-fungsi personalia yang diorganisasikan dalam struktur


organisasi;

17
2) sosialisasi kepada seluruh personel sekolah tentang pencapaian tujuan sekolah
memberikan akses kepada warga sekolah untuk mengetahui keunggulan-
keunggulan dan kelemahan sekolah;
3) pengetahuan mendalam warga sekolah tentang keunggulan-keunggulan dan
kelemahan sekolah memberikan bahan untuk melakukan refleksi diri yang
pada akhirnya memungkinkan tumbuhnya inisiatif-inisiatif bagi kemajuan
sekolah;
4) keterlibatan seluruh staf terkait untuk menginventarisasi secara lebih spesifik
dan komprehensif data sekolah memungkinkan penyediaan data secara lebih
cepat,
5) audit internal yang akan dilakukan secara cross-sectional memungkinkan data
yang tersedia memiliki tingkat validitas yang memadai untuk mendukung
pengambilan keputusan;
6) evaluasi yang dilakukan secara bersama-sama menggambarkan transparansi
manajemen sehingga timbulnya kecurigaan dan kesalahpahaman relatif dapat
diminimalisasi;
7) wewenang yang diberikan KS kepada WK MM dan Sekretaris ISO untuk
mengendalikan proses OM-CM-RTM meringankan tugas KS dalam
mengelola manajemen sekolah;
8) tindakan pencegahan dan tindakan perbaikan memberikan kemungkinan
kepada staf terkait untuk melakukan peningkatan kualitas data dan dokumen
secara terus-menerus;
9) dengan telah melalui tahapan assessment yang berjenjang dan berkelanjutan
sebagaimana tergambar pada deskripsi di atas, kualitas keputusan yang akan
diambil oleh KS sebagai top manager sekolah lebih terjamin karena telah
teruji.

D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah


dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut.

18
1) Penerapan polaOM-CM-RTM oleh SMKN 1 OKU dapat dipandang sebagai
sebuah inovasi implementatif SMM.
2) Mekanisme OM-CM-RTM dilakukan dengan melibatkan prosedur audit
internal dan tindakan perbaikan yang secara keseluruhan merupakan bagian
integral dari implementasi SMM dengan tahapan-tahapan yang melibatkan:
(1) sosialisasi kepada seluruh personel sekolah; (2) refleksi atas hasil-hasil
pencapaian skolah secara umum; (3) inventarisasi secara lebih spesifik dan
komprehensif oleh staf terkait; (4) audit internal secara cross-sectional; (5)
presentasi hasil-hasil audit internal oleh WK MM; (6) tindak lanjut berupa
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan (TPP) oleh staf terkait atas temuan-
temuan yang teridentifikasi; (7) pengecekan ulang oleh WK MM dan
Sekretaris ISO atas hasil tindak lanjut temuan-temuan; dan (8) pembahasan
akhir bersama KS.
3) Inovasi ini berkontribusi dalam pengembangan fungsi-fungsi manajemen
SMKN 1 OKU dalam hal: (1) optimalisasi fungsi-fungsi personalia; (2)
memberikan akses kepada warga sekolah untuk mengetahui keunggulan-
keunggulan dan kelemahan sekolah; (3) memberikan bahan untuk melakukan
refleksi diri dan tumbuhnya inisiatif-inisiatif; (4) memungkinkan penyediaan
data secara lebih cepat, (5) memungkinkan data yang tersedia memiliki tingkat
validitas yang memadai untuk mendukung pengambilan keputusan; (6)
menggambarkan transparansi manajemen yang dapat meminimalisasi
timbulnya kecurigaan dan kesalahpahaman; (8) meringankan tugas KS dalam
mengelola manajemen sekolah; (9) memberikan kemungkinan kepada staf
terkait untuk melakukan peningkatan kualitas data dan dokumen secara terus-
menerus;dan (10) kualitas keputusan yang akan diambil oleh KS lebih
terjamin karena telah teruji.

2. Rekomendasi

Implementasi pola OM-CM-RTM dalam assessment sekolah


memungkinkan untuk diterapkan pada sekolah lain. Akan tetapi, pola ini
memerlukan dukungan penyediaan data dan dokumen yang telah diarsipkan

19
secara rapi dan komprehensif. Pemenuhan keperluan ini pada kenyataannya tidak
sulit dilakukan oleh manajemen SMKN 1 OKU karena melalui kendali penerapan
prosedur SMM telah terbangun tradisi pengendalian arsip dan dokumentasi yang
efektif dan efisien. Oleh sebab itu, sekolah sebagai organisasi perlu meninjau
ulang sistem pengendalian arsip dan dokumentasi yang mendukung fektivitas dan
efisiensi implementasi manajemen sekolah. SMM sendiri dapat dikembangkan
sendiri oleh sekolah dengan, misalnya, mengadaptasi SMM yang telah diterapkan
pada sekolah-sekolah bersertifikat ISO.

Daftar Pustaka
Darwin dan Irsan. 2012. Penjamin Mutu Pendidikan dan Pengawasan, Cet. I.
Medan: Unimed Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis


Sekolah: Konsep Dasar. Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.

http://www.agsa.co.za/About/Legislation.aspx, diakses pada18 Desember 2014.

Karyanto, Uum Gatot. 2015. Implikasi Akreditasi Sekolah terhadap Peningkatan


Mutu Tata Kelola Sekolah: Studi Kasus pada SMK Negeri 1 Ogan
Komering Ulu. Tesis. Universitas Negeri Medan. Tidak diterbitkan.

Kumar, Durai Anand dan Dr. V. Balakrishnan. 2011. AStudy on ISO 9001
Quality Management System Certifications – Reasons behind the Failure
of ISO Certified Organizations. Global Journal of Management and
Business Research, Vol. 11 Issue 9, Version 1.0 September 2011, pp. 42—
50.

Maile, Simeon. 2012. Accountability: An Essential Aspect of School Governance.


South African Journal of Education, Vol. 22(4) 326—331.

Moleong, Lexy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXXI. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Purnama, Nursya’bani. 2005. Tinjauan Kritis terhadap Implementasi ISO 9000.


Jurnal Siasat Bisnis, No. 10, Vol., 2, Desember 2005, h. 163—178.

Riban, Amat Mukhadis, & Isnandar. 2011. Implementasi ISO 9001: 2000 pada
Pembelajaran Produktif Bidang Keahlian Bangunan di Sekolah Menengah

20
Kejuruan. Jurnal Teknologi dan Kejuruan, Vol. 34, No. 2, September
2011, h. 141—154.

Sagala, H. Syaiful. 2009. Desain Organisasi Pendidikan dalam Implementasi


Kebijakan Otonomi Daerah: Studi Kasus Desain Organisasasi Pendidikan
yang Efektif pada Lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi dan
Kabupaten/Kota, Cet. I. Jakarta: Uhamka Press.

Sallis, Edward. 2005. Total Quality Management in Education, Third Edition.


London: Kogan Page.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D, Cet. VIII. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Ed. III,
Cet. I. Jakarta: Bumi Aksara.

21

Anda mungkin juga menyukai