Anda di halaman 1dari 13

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI PARIWISATA


Istilah pariwisata terlahir dari bahasa Sansekerta yang komponenkomponennya
terdiri dari : “Pari” yang berarti penuh, lengkap, berkeliling; “Wis (man)” yang berarti
rumah, properti, kampung, komunitas; dan “ata” berarti pergi terus-menerus,
mengembara (roaming about) yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah
pariwisata, berarti pergi secara lengkap meninggalkan rumah (kampung) berkeliling terus
menerus dan tidak bermaksud untuk menetap di tempat yang menjadi tujuan perjalanan
(Widyasmi, 2012).
Pariwisata adalah suatu aktivitas dari yang dilakukan oleh wisatawan ke suatu
tempat tujuan wisata di luar keseharian dan lingkungan tempat tinggal untuk melakukan
persinggahan sementara waktu dari tempat tinggal, yang didorong beberapa keperluan
tanpa bermaksud untuk mencari nafkah dan namun didasarkan atas kebutuhan untuk
mendapatkan kesenangan, dan disertai untuk menikmati berbagai hiburan yang dapat
melepaskan lelah dan menghasilkan suatu travel experience dan hospitality service
(Zakaria dan Supriharjo, 2014).

2.2 JENIS PARIWISATA


Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga jenis, Mappi (dalam Pradikta, 2013)

a. Objek wisata alam, misalnya: laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna
(langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam, dan lainlain.
b. Objek wisata budaya, misalnya: upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik
(tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara
panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival
budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat
istiadat lokal, museum dan lain-lain.
c. Objek wisata buatan, misalnya: sarana dan fasilitas olahraga, permainan
(layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda),
taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lain-lain.
2.3 DAYA TARIK WISATA
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata memiliki 4
(empat) komponen yaitu: attraction, accessibility, amenity, dan ancilliaary, Cooper
(dalam Febrina dkk, 2015).
1. Attraction (atraksi)
Attraction merupakan komponen yang signifikan dalam menarik wisatawan suatu
daerah, dapat menjadi tujuan wisata jika kondisinya mendukung untuk dikembangkan
menjadi sebuah atraksi wisata. Untuk menemukan potensi kepariwisataan harus
bertujuan kepada apa yang dicari oleh wisatawan. Modal atraksi yang dapat menarik
kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu: Natural resources (alami), atraksi wisata
budaya, dan atraksi buatan manusia itu sendiri. Keberadaan atraksi wisata menjadi
alasan serta motivasi wisatawan untuk mengunjungi suata Daya Tarik Wisata (DTW)
sehingga dapat membuat wisatawan tinggal berhari-hari atau bahkan pada
kesempatan lain wisatawan bisa berkunjung ke tempat yang sama.
2. Accessibility (aksesibilitas)
Accessibility merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan pariwisata, alat
transportasi ataupun jasa transportasi menjadi akses penting dalam pariwisata. Akses
ini diidentikkan dengan transferabilitas, yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah
yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesbilitas yang baik
seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, maka menyulitkan para wisatawan yang
akan berkunjung ke daerah tujuan wisata.
3. Amenity (fasilitas)
Amenity merupakan segala macam sarana dan prasarana yang diperlukan oleh
wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana dan prasarana yang harus
tersedia seperti penginapan, rumah makan, tempat rekreasi, tempat berkemah,
transportasi dan agen perjalanan. Adapun prasarana yang banyak diperlukan untuk
pembangunan pariwisata ialah jalan raya, persediaan air atau toilet, tenaga listrik,
tempat pembuangan sampah.
4. Ancilliary (pelayanan tambahan)
Ancillary atau pelayanan harus disediakan oleh pemerintah daerah suatu daerah
tujuan wisata baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan
yang disediakan termasuk pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air
minum, listrik, dan lain-lain) jasa pelayanan pada tempat wisata dimulai dengan
adanya pelayanan jasa kebutuhan sehari-hari (penjual makanan, warung minum atau
jajanan), kemudian jasa-jasa perdagangan (pramuniaga, tukang-tukang atau jasa
pelayanan lain), selanjutnya jasa untuk kenyamanan dan kesenangan (toko oleh-oleh
atau tempat souvernir), lalu jasa yang menyangkut keamanan dan keselamatan
(klinik, apotek, polisi dan pemadam kebakaran). Ancilliary juga merupakan hal-hal
yang mendukung kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan, tourism informasi,
travel agent, dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.

2.4 KONSEP DESA WISATA AGROPOLITAN


2.4.1 PENGERTIAN
Beberapa istilah beserta definisi terutama yang berkaitan dengan pengembangan
desa wisata agropolitan antara lain adalah yaitu itu
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
2. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara.
3. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di
dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
6. Agropolitan dapat diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang
diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan
pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
7. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
8. Pertanian dapat diartikan sebagai upaya pemanenan sinar matahari, atau transformasi
energi matahari menjadi energi organik (Saputra, 2002). Ditinjau dari komoditasnya,
pertanian terdiri dari pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
hortikultura, peternakan dan perikanan, sedangkan ditinjau dari ilmu yang
membangunnya, pertanian dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard sciences) dan ilmu-
ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar, terapan, lanjutan
maupun ilmu-ilmu kawinannya.
9. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diketahui dalam pengembangan dan pembangunan
pertanian adalah peran sumberdaya alam (tanah, air), modal, tenaga kerja dan
manajemen, peran kelembagaan dalam pertanian, dan peran sektor penunjang
lainnya.
10. Program pengembangan kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) adalah
pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang dilaksanakan dengan jalan
mensinergikan berbagai potensi yang ada, yang utuh dan menyeluruh, yang berdaya
saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh
masyarakat
dan difasilitasi oleh pemerintah.

2.4.2 KARAKTERISTIK KAWASAN AGROPOLITAN


Suatu kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) yang sudah berkembang
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi oleh kegiatan
pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai
dari berikut ini.
a. Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup peralatan
pertanian pupuk dan lain-lain.
b. Subsistem usaha tani/pertanian (on farm agribusiness) yang mencakup usaha:
tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
c. Subsistem agribisnis hilir (down strem agribusiness) yang meliputi: industri-
industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan
ekspor.
d. Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis)
seperti: perkreditan, asuransi, trasportasi, penelitian dan pengembangan,
pendidikan, penyuluhan, infratruktur dan kebijakan pemerintah.
2. Adanya keterkaitan antara kota dan desa (urban-rural linkages) yang bersifat
interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian di
perdesaaan mengembangkan usaha budi daya (on farm) dan produk olahan skala
rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk
berkembangnya usaha budi daya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian
antara lain : modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian dan lain-lain.
3. Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
pertanian atau agribisnis, tersebut di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian,
perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor),
perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan) agrowisata dan jasa
pelayanan.
4. Kehidupan masyarakat di kawasan sentral produksi pangan (agropolitan) sama
dengan suasana kehidupan diperkotaan, karena prasarana dan infrastruktur yang ada
di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota.
Selain itu, suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan sentral
produksi pangan (agropolitan) harus dapat memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki sumberdaya lahan dengan agropolitan yang sesuai untuk mengembangkan
komoditi pertanian khususnya pangan, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai
pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan).
2. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung
pengembangan sistem dan usaha agribisnis khususnya pangan, misalnya: jalan,
sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar terminal, jaringan telekomunikasi,
fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi
pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas, sosial lainnya.
3. Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensial untuk mengembangkan
kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) secara mandiri.
4. Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam,
kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.

2.4.3 KONSEP DASAR PENGEMBANGAN


Agropolitan memiliki berbagai peran antara lain, sebagai penyediaan pangan
masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan; penghasil bahan
baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa, menghemat devisa yang berasal dari
ekspor atau produk subtitusi impor, dapat menjadi pasar yang potensial bagi produk-
produk sektor industri, transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor
industry, penyedia modal bagi pengembangan sektor-sektor lain, serta peran pertanian
dalam penyediaan jasa-jasa lingkungan.
Adapun dalam konsep pengembangannya, kawasan agropolitan harus memenuhi
kriteria:
a. kawasan perdesaan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya
system dan usaha agrobisnis yang mampu melayani, menarik, dan mendorong
kegiatan agrobisnis di wilayah sekitarnya;
b. kawasan perdesaan yang mempunyai kondisi geomorfologi, iklim, dan topografi
yang mendukung kegiatan agribisnis di kawasan agropolitan;
c. kawasan perdesaan yang memiliki dukungan kelembagaan yang mengembangkan
kegiatan agribisnis.

2.4.4 MUATAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN


Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi perlu
disusun pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan
program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung di dalamnya adalah:
a. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai: Pusat perdagangan dan
transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center), Penyedia jasa
pendukung pertanian (agricultural support services), Pasar konsumen produk non-
pertanian (non agricultural consumers market), Pusat industri pertanian (agro-based
industry), Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment), Pusat
agropolitan dan hinterland-nya terkait dengan sistem permukiman nasional,
provinsi, dan kabupaten (RTRW provinsi/ kabupaten).
b. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai: Pusat produksi
pertanian (agricultural production), Intensifikasi pertanian (agricultural
intensification), Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang
dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and
services), Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop
production and agricultural diversification).
c. Penetapan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor
hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang
paling besar (sesuai dengan kearifan lokal), dan mempunyai skala ek0nomi yang
memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.
d. Dukungan sistem infrastruktur yang membentuk struktur ruang untuk mendukung
pengembangan kawasan agropolitan diantaranya, jaringan jalan, irigasi, sumber-
sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
e. Dukungan sistem kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang
merupakan bagian dari pemerintah daerah dengan fasilitas pemerintah pusat,
pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan
agropolitan.

2.4.5 KEDUDUKAN AGROPOLITAN DALAM KETERKAITAN KOTA-DESA


Dalam rangka memperkecil kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan, maka
konsep perencanaan pembangunan perdesaan yang cocok adalah pengembangan kawasan
agropolitan. Program pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya
dalam rangka merealisasikan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dengan
pendekatan pengembangan sosial dan usaha agribisnis.
Konsep agropolitan dengan menggunakan prinsip desentralisasi dan
mengikutsertakan sebagian besar penduduk wilayah, yaitu penduduk perdesaan yang
bertani dalam pembangunan. Sesuai konsep ini, perdesaan yang tadinya tertutup,
diusahakan supaya lebih terbuka. Misalnya dengan menyebarkan berbagai industri kecil
di wilayah pedesaan dan pengembangan rekreasi, diharapkan terbentuk kotakota di
wilayah pertanian (agropolis). Produk yang dihasilkan oleh industri-industri kecil tersebut
akan dipasarkan di perkotaan. Akibatnya penduduk perdesaan dapat meningkatkan
pendapatannya serta mendapatkan sarana sosial ekonomi dalam jangkauannya, dan
dengan demikian perpindahan ke kota atau laju urbanisasi dapat dikendalikan, karena di
perdesaan telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup dan memberikan lapangan
kerja bagi masyarakatnya.

2.4.6 KEDUDUKAN AGROPOLITAN DALAM RENCANA TATA RUANG


Rencana tata ruang kawasan perdesaan merupakan bagian dari rencana tata ruang
wilayah kabupaten yang dapat disusun sebagai instrumen pemanfaatan ruang untuk
mengoptimalkan kegiatan pertanian yang dapat berbentuk kawasan agropolitan. Kawasan
agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada
wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
satuan sistem permukiman dan system agrobisnis. Pengembangan kawasan agropolitan
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang
kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses
produksi, maupun setelah proses produksi. Upaya tersebut dilakukan melalui pengaturan
lokasi permukiman penduduk, lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan, dan
peletakan jaringan prasarana. Kawasan agropolitan merupakan embrio kawasan perkotaan
yang berorientasi pada pengembangan kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian,
dan kegiatan pengolahan produk pertanian. Pengembangan kawasan agropolitan
merupakan pendekatan dalam pengembangan kawasan perdesaan.
Kedudukan rencana tata ruang kawasan agropolitan memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan;
b. rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan
sistem jaringan prasarana kawasan agropolitan. Struktur ruang kawasan agropolitan
merupakan gambaran sistem pusat kegiatan kawasan dan jaringan prasarana yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan kawasan selain untuk melayani kegiatan
pertanian dalam arti luas, baik tanaman pangan, perikanan, perkebunan, kehutanan,
maupun peternakan. Jaringan prasaranan pembentukan struktur ruang kawasan
agropolitan meliputi sistem jaringan telekomonikasi, dan sistem jaringan sumber
daya air. Pola ruang kawasan agropolitan merupakan gambaran pemanfaatanruang
kawasan, baik untuk permanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi daya.
c. rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya;
d. arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama
yang bersifat interdependen antardesa; dan
e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi arahan
peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Dalam rencana tata ruang, kawasan agropolitan harus memenuhi kriteria:
a) kawasan perdesaan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya
system dan usaha agrobisnis yang mampu melayani, menarik, dan mendorong
kegiatan agrobisnis di wilayah sekitarnya;
b) kawasan perdesaan yang mempunyai kondisi geomorfologi, iklim, dan topografi
yang mendukung kegiatan agribisnis di kawasan agropolitan; dan
c) kawasan perdesaan yang memiliki dukungan kelembagaan yang mengembangkan
kegiatan agribisnis.

2.5 TIPOLOGI KAWASAN AGROPOLITAN


Kawasan sentra produksi pangan memiliki tipologi kawasan sesuai klasifikasi
sektor usaha pertanian dan agribisnisnya masing-masing, seperti dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2. 1 Tipologi Kawasan Agropolitan
No. Sektor Usaha Tipologi Kawasan Persyaratan Agropolitan
Pertanian
1. Tanaman Pangan Dataran rendah dan dataran Harus sesuai dengan jenis
tinggi, dengan tekstur lahan yang komoditi yang
datar, memiliki sarana pengairan dikembangkan
(irigasi) yang memadai seperti ketinggian lahan,
jenis tanah, testur lahan,
iklim, dan tingkat keasaman
tanah.
2. Hortikultura Dataran rendah dan dataran Harus sesuai dengan jenis
tinggi, dengan tekstur lahan komoditi yang
datar dan berbukit, dan tersedia dikembangkan
sumber air yang memadai. seperti ketinggian lahan,
jenis tanah, testur lahan,
iklim, dan tingkat keasaman
tanah.
3. Perkebunan Dataran tinggi, dengan tekstur Harus sesuai dengan jenis
lahan berbukit, dekat dengan komoditi yang
kawasan konservasi alam, dikembangkan seperti
memiliki keindahan alam, ketinggian lahan, jenis
tanaman tahunan tanah, testur lahan, iklim,
dan tingkat keasaman tanah.
4. Peternakan Dekat kawasan pertanian dan Lokasi tidak boleh berada
perkebunan, dengan dipermukiman dan
sistem sanitasi yang memperhatikan aspek
No. Sektor Usaha Tipologi Kawasan Persyaratan Agropolitan
Pertanian
memadai. adaptasi lingkungan.
5. Perikanan Darat Terletak pada kolam Memperhatikan aspek
perikanan darat, tambak, danau keseimbangan ekologi dan
alam dan danau buatan, daerah tidak merusak ekosistem
aliran sungai lingkungan
baik dalam bentuk keramba yang ada.
maupun tangkapan alam.
6. Perikanan Laut Daerah pesisir pantai hingga Memperhatikan aspek
lautan dalam hingga batas keseimbangan ekologi dan
wilayah zona. Ekonomi ekslusif tidak merusak ekosistem
perairan NKRI lingkungan yang ada.
7. Agrowisata Pengembangan usaha pertanian Harus sesuai dengan jenis
dan perkebunan yang disamping komoditi yang
tetap berproduksi dikembangkan dikembangkan
menjadi kawasan wisata alam seperti ketinggian lahan,
tanpa meninggalkan fungsi jenis
utamanya sebagai tanah, testur lahan, iklim,
lahan pertanian produktif. dan tingkat keasaman tanah.
8. Hutan Wisata Kawasan hutan lindung Sesuai dengan karakteristik
dikawasan tanah milik lingkungan alam wilayah
Konservasi Alam
negara, kawasan ini biasanya konservasi hutan setempat.
berbatasan langsung dengan
kawasan lahan pertanian dan
perkebunan dengan
tanda batas wilayah yang
jelas.

2.6 INFRASTRUKTUR PENUNJANG AGROPOLITAN


Infrastruktur penunjang diarahkan untuk mendukung pengembangan sistem dan
usaha agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh pada kawasan sentra
produksi pangan (agropolitan), yaitu meliputi sebagai berikut.
1. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem agribisnis hulu (up
stream agribusiness) untuk menunjang kelancaran aliran barang masuk dari kota ke
kawasan sentra produksi pangan dan sebaliknya. Seperti bibit, benih, mesin dan
peralatan pertanian, pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak, dan lain-lain. Jenis
dukungan sarana dan prasarana dapat berupa sebagai berikut.
a. Jalan penghubung antar desa-kota.
b. Gudang penyimpanan Saprotan (sarana produksi pertanian).
c. Tempat bongkar muat Saprotan.
2. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha tani/pertanian
primer (on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi usaha budidaya pertanian
yaitu berupa tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan. Jenis dukungan tersebut dapat berupa sebagai berikut.
a. Jalan usaha tani (farm road) dari desa pusat ke desa hinterland maupun antar
desa hinterland yang menjadi pemasok hasil pertanian.
b. Penyediaan sarana air baku melalui pembuatan sarana irigasi untuk mengairi
dan menyirami lahan pertanian.
c. Dermaga, tempat pendaratan kapal penangkap ikan, dan tambatan perahu
pada kawasan budidaya perikanan tangkapan, baik di danau ataupun di laut.
d. Sub terminal pengumpul pada desa-desa yang menjadi hinterland.
3. Dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung subsistem agribisnis hilir (down
stream agribusiness) berupa industri-industri pengolahan hasil pertanian sebelum
dipasarkan sehingga mendapat nilai tambah. Jenis dukungan sarana dan prasarana
dapat berupa sebagai berikut.
a. Sarana pengeringan hasil pertanian seperti lantai jamur gabah, jagung, kopi,
coklat, kopra, dan tempat penjemuran ikan.
b. Gudang penyimpanan hasil pertanian termasuk didalamnya sarana
pengawetan/pendinginan (cold storage).
c. Sarana pengolahan hasil pertanian seperti tempat penggilingan, tempat
pengemasan, rumah potong hewan, tempat pencucian dan sortir hasil
pertanian, sarana industri-industri rumah tangga termasuk food service.
Seperti pembuatan keripik, dodol, jus, bubuk/tepung, produk segar
supermarket, aero catering, dan lain-lain.
d. Sarana pemasaran dan perdagangan hasil pertanian seperti pasar tradisional,
kios cinderamata, pasar hewan, tempat pelelangan ikan, dan terminal
agribisnis.
e. Terminal, pelataran, tempat parker serta bongkar muat barang, termasuk sub
terminal agribisnis (STA).
f. Sarana promosi dan pusat informasi pengembangan agribisnis.
g. Sarana kelembagaan dan perekonomian seperti bangunan koperasi usaha
bersama (KUB), perbankan, balai pendidikan dan pelatihan agribisnis.
h. Jalan antar desa-kota, jalan antar desa, jalan poros desa dan jalan lingkar desa
yang menghubungkan beberapa desa hinterland.
i. Sarana penunjang seperti pembangkit listrik/generator listrik, telepon, sarana
air bersih untuk pembersihan dan pengolahan hasil pertanian, sarana
pembuangan limbah industri dan sampah hasil olahan.

Anda mungkin juga menyukai