H Ahmad Dahlan
Abstrak : Konsep Filsafat Pendidikan menurut K.H Ahmad Dahlan adalah mewujudkan ajaran
Islam dalam praktik kehidupan sosial. Ia meletakkan dasar pemikirannya pada semangat tarjih
dan tajdid (pembaruan) dalam gerakan Muhammadiyah. Semasa hidupnya K.H Ahmad
Dahlan banyak meninggalkan karya dan prestasi yang ditorehkannya, seperti merekonstruksi
arah kiblat masjid Agung Yogyakarta, mendirikan Ormas Muhammadiyah. K.H Ahmad Dahlan
bukanlah tipe tokoh yang gemar mengumpul teori serta pemikirannya dalam bentuk sebuah
buku atau pun jurnal. Namun dalam sepanjang perjuangan hidupnya, Ahmad Dahlan pernah
mengeluarkan risalah dalam sebuah pidato pengantar yang disampikan dalam kongres
Muhammadiyah tahun 1922, naskah pidato tersebut berjudul kesatuan hidup manusia.
Kata Kunci : K.H Ahmad Dahlan,Muhammadiyah, Hidupnya
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang berbentuk library research
(penelitian Pustaka). Jenis penelitian deskriptif verifikatif. Teknik pengumpulan data yaitu
dengan dokumentasi, analisis dokumen. Teknik analisis data yaitu deskriptif verifikatif dan
penarikan kesimpulan. Penelitian ini dilaksanakan untuk menggambarkan dan menjelaskan
konsep Filsafat Pendidikan K.H Ahmad Dahlan.
1
PEMBAHASAN
Biografi K.H Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 Masehi
(bertepatan dengan tahun 1285 Hijriyah). Beliau wafat pada tanggal 23 Februari 1923 pada
usia 55 tahun dan dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta. Pada tahun 1961, Pemerintah
Indonesia secara anumerta mengangkat K.H. Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor 657. Pengangkatan ini sebagai bentuk penghargaan
atas jasa-jasanya dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
K.H. Ahmad Dahlan merupakan keturunan dari keluarga yang memiliki silsilah
panjang, yaitu K.H. Abu bakar bin K.H. Muhammad Sulaiman bin Kyai Muthodho bin Kyai
Teyas bin Demang Jurang Kapindo ke-2 bin Demang Jurang Sapisan ke-1 bin Maulana
(Kiageng Gresik yang makamnya di Jati Anom, Klaten, Jawa Tengah) bin Maulana Fadhlullah
(Sunan Prapen bin Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Ishak dan seterusnya hingga
Saidina Husein, cucu Rasulullah SAW.
Muhammad Darwisy, yang kemudian dikenal sebagai K.H. Ahmad Dahlan, lahir dari
pasangan K.H. Abu Bakar bin K.H. M. Sulaiman, seorang khatib di Masjid Agung Yogyakarta
pada masa Kesultanan, dan Nyai Abu Bakar, putri dari K.H. Ibrahim bin K.H. Hasan yang juga
menjabat sebagai Kepengulon Kesultanan Ngayogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan pertama kali belajar agama dari ayahnya sendiri dan pada usia 8
tahun sudah mahir membaca Al-Qur'an dan menghafal 30 juz. Ia terkenal sebagai anak yang
cerdas dan kreatif dalam memanfaatkan peluang serta selalu rajin dan fokus dalam belajarnya.
Ia senang bertanya dan memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah.1
Setelah menyelesaikan pendidikannya, K.H. Ahmad Dahlan melanjutkan studinya
dengan mempelajari berbagai konsentrasi ilmu dari beberapa kyai, baik yang berada di dalam
negeri maupun di luar negeri. Di dalam negeri, dia belajar fiqh dari KH. Muhammad Shaleh,
nahwu dari KH. Muhsin, hadis dari K. Mahfudh Termas dan Syaikh Khayat, qiraah dari Syaikh
Amien dan Sayyid Bakri Syatha, falaq dari KH. Dahlan Semarang, dan ilmu racun binatang
dari Syaikh Hasan. Selain itu, dia juga memperoleh pengalaman selama menunaikan ibadah
haji pada tahun 1889 dan 1903, di mana dia belajar fiqh dari Syaikh Salaf Bafadal, Syaikh
Sa’id Yamani, dan Syaikh Sa’id Babusyel, hadis dari Mufti Syafi’i, dan qira’at dari Syaikh Ali
Misri Makkah.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa K.H. Ahmad Dahlan tidak memiliki
pengalaman pendidikan Barat, tetapi tetap memberikan ruang bagi rasionalitas dalam ajaran
Islam. Semangat rasionalitas ini tidak terlepas dari pengaruh gerakan pembaharuan yang
dipahami sebagai pikiran, aliran, gerakan, dan upaya “mengubah” ajaran-ajaran agama untuk
disesuaikan dengan konteks baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Gerakan ini terjadi di Timur Tengah dan diprakarsai oleh Djamaluddin Al-Afghanni,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Selain itu, konten bacaan dalam tafsir Al-Manar dari
1
Nafilah Abdullah, “K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis)”, Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama: UIN
Sunan Kalijaga, 2014, 24.
2
perpustakaan Jami’at Khair yang diperoleh dari penyelundupan di pelabuhan Tuban, Jawa
Timur, juga memengaruhi pandangan K.H Ahmad Dahlan.2
2
Muhammad Damami, Akar Gerakan Muhammadiyah, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000), 83.
3
Ibnu Tsani, Islam dan sosialisme Telaah atas Pemikoiran dan Aksi K.H Ahmad Dahlan, (Jakarta,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah), 25
4
Ruslan Rasid, KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF K. H. AHMAD DAHLAN DI
MUHAMMADIYAH, Jurnal Humanika, Th. XVIII, No. 1. Maret 2018, 54-55
3
Pemikiran K.H Ahmad Dahlan
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai pembaruan dalam Islam adalah mewujudkan
ajaran Islam dalam praktik kehidupan sosial. Ia meletakkan dasar pemikirannya pada semangat
tarjih dan tajdid (pembaruan) dalam gerakan Muhammadiyah.
Gerakan Muhammadiyah yang telah berlangsung selama satu abad merupakan
perwujudan dari pembaruan (tajdid) yang diusung oleh Kyai Ahmad Dahlan. Ia juga
melakukan observasi terhadap gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam hal pemberian
fatwa, ia menerapkan pendekatan tarjih yang berkaitan dengan masalah-masalah yang erat
kaitannya dengan akidah Islamiyah, ibadah, dan mu’amalah.5
Kyai Ahmad Dahlan memiliki pandangan bahwa pendidikan Islam merupakan upaya
strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada
pemikiran yang dinamis. Dia juga menegaskan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai yang
terdapat dalam syari’at Islam. Cita-cita pendidikan yang digagas oleh Kyai Dahlan adalah
lahirnya manusia-manusia baru yang mampu menjadi “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”,
yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani
dan rohani.
Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus untuk mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut, yaitu memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler,
dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum diajarkan
bersama-sama.
Kyai Dahlan berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumbernya, yaitu Al-
Qur’an dan Hadits, serta selalu menitik-beratkan pada pemberantasan dan melawan kebodohan
serta keterbelakangan yang berdasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Kyai Dahlan
percaya bahwa pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat
manusia.6
Keutuhan dalam konsep pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan memiliki
karakteristik, antara lain:7
1. Keutuhan dalam tujuan dan materi pembelajaran. Pendidikan Muhammadiyah
melahirkan ulama-intelek atau intelek-ulama, yakni insan-insan memiliki
intelektualitas yang tinggi dan memiliki sifat keulamaan yang mendalam. Karakteristik
ini menekankan bahwa pserta didik harus belajar secara utuh, belajar ilmu agama dan
belajar ilmu umum. Hal ini sejalan dengan pandangan Ulinuha.
2. Keutuhan antara teori dan praktik K.H. Ahmad Dahlan, sejak awal mengembangkan
pendidikan, dalam pendidikannya mempunyai konsep pendidikan yang berelevansi
dengan lingkungan kehidupan. Konsep ini melahirkan prinsip ilmu amaliah, amal
5
Muhammad Hamsah, Nurchamidah, Dan Rasimin, “Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Dan Relevansinya Dengan Dunia Pendidikan Modern”, Risalah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, September
2021, 384
6
Mukayat Al-Amin Dan Mukadas, “Studi Komparatif: Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH.
Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim Asy‟ari”, AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama/Vol. 4, No. 2, 2018.
7
Zamroni, Percikan Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah, (Yogyakarta : Penerbit Ombak
Dua, 2014), 62-64.
4
ilmiah. Jadi, ilmu akan bermanfaat ketika diamalkan untuk kepentingan masyarakat
banyak.
3. Keutuhan antara pendidikan formal dan nonformal. Pada pendidikan formal
para peserta didik belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan, ilmu agama dan umum,
serta ilmu pengetahuan tersebut akan semakin mendalam manakala ilmu diaplikasikan.
Sedangkan pada pendidikan nonformal peserta didik akan belajar soft skill, seperti
kepemimpinan, semangat kebangsaan, kesetiaan, tanggung jawab dan rela berkorban.
Kesatuan dari pendidikan formal dan nonformal merupakan ciri ketiga pendidikan
holistik yang dikembangkan dalam pendidikan Muhammadiyah.
4. Kesatuan di antara berbagai pusat pendidikan. Sejak awal berdirinya
sekolah Muhammadiyah telah ditetapkan kesatuan dari empat pusat pendidikan, yakni
sekolah, keluarga, masyarakat dan masjid.
KESIMPULAN
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 Masehi
(bertepatan dengan tahun 1285 Hijriyah). Beliau wafat pada tanggal 23 Februari 1923 pada
usia 55 tahun dan dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta. Pada tahun 1961, Pemerintah
Indonesia secara anumerta mengangkat K.H. Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor 657. Pengangkatan ini sebagai bentuk penghargaan
atas jasa-jasanya dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
K.H. Ahmad Dahlan memiliki nama asli Muhammad Darwis, lahir dari pasangan K.H.
Abu Bakar bin K.H. M. Sulaiman, seorang khatib di Masjid Agung Yogyakarta pada masa
Kesultanan, dan Nyai Abu Bakar, putri dari K.H. Ibrahim bin K.H. Hasan yang juga menjabat
sebagai Kepengulon Kesultanan Ngayogyakarta.
Semasa hidupnya K.H Ahmad Dahlan banyak meninggalkan karya dan prestasi yang
ditorehkannya, seperti merekonstruksi arah kiblat masjid Agung Yogyakarta, mendirikan
Ormas Muhammadiyah, Dll. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai pembaruan dalam Islam
adalah mewujudkan ajaran Islam dalam praktik kehidupan sosial. Ia meletakkan dasar
pemikirannya pada semangat tarjih dan tajdid (pembaruan) dalam gerakan Muhammadiyah.
Kyai Ahmad Dahlan memiliki pandangan bahwa pendidikan Islam merupakan upaya strategis
untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang
dinamis. Dia juga menegaskan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam
syari’at Islam.
5
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nafillah “K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis)”, Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama: UIN
Sunan Kalijaga, 2014
Al-Amin, Munkayat Dan Mukadas, “Studi Komparatif: Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH.
Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim Asy‟ari”, AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama/Vol. 4,
No. 2
Damami, Muhammad, Akar Gerakan Muhammadiyah, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000)
Hamsah, Muhammad, Nurchamidah, Dan Rasimin, “Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Dan Relevansinya Dengan Dunia Pendidikan Modern”, Risalah: Jurnal Pendidikan Dan Studi
Islam, September 2021
Rasid, Ruslan, KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF K. H. AHMAD DAHLAN DI
MUHAMMADIYAH, Jurnal Humanika, Th. XVIII, No. 1. Maret 2018
Tsani, Ibnu, Islam dan sosialisme Telaah atas Pemikoiran dan Aksi K.H Ahmad Dahlan, (Jakarta,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)
Zamroni, Percikan Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah, (Yogyakarta : Penerbit Ombak Dua, 2014)