Disusun Oleh:
Nama NIM
Reni Dwi Ayu 23/530061/PMU/11760
Dosen Pengampu:
Dr. Abdur Rofi`, S.Si., M.Si.
MAGISTER KEPENDUDUKAN
FAKULTAS SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2024
A. Pendahuluan
Pada UU Nomor 25 Tahun 1997, Usaha sektor informal dijelasakan sebagai kegiatan orang
perseorangan atau keluarga, atau beberapa orang yang melaksanakan usaha bersama untuk
melakukan kegiatan ekonomi atas dasar kepercayaan dan kesepakatan, dan tidak berbadan
hukum. Sementara Pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan
kerja sektor informal dengan menerima upah dan/atau imbalan. Selain itu, sektor informal
didefinisikan sebagai jenis pekerjaan yang berada di luar regulasi atau anggota keluarga dengan
tidak dibayar, pekerja musiman di bidang pertanian, pekerja musiman di bidang nonpertanian,
dan pekerja tidak dibayar dapat digolongkan sebagai aktivitas sektor informal (ILO dalam BPS
2017). Mereka yang bekerja di sektor informal terdiri dari semua orang yang selama periode
acuan tertentu bekerja setidaknya di satu unit produksi yang memenuhi konsep sektor informal,
terlepas dari status mereka dalam pekerjaan tersebut baik merupakan pekerjaan utama maupun
sekunder (ICLS ke -15).
Badan Pusat Statistik mengklasifikasikan pekerja formal dan informal berdasarkan status
pekerjaan. Pekerja sektor formal mencakup mereka dengan status berusaha dibantu buruh tetap
dan dibayar serta buruh/karyawan/pegawai, sedangkan sisanya bekerja dengan berusaha
sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan
pekerja keluarga/tidak dibayar dikategorikan sebagai pekerja pada kegiatan informal (BPS,
2023).
Keberadaan sektor informal tidak dapat dipungkiri memberikan kontribusi yang besar
terhadap perekonomian di Indonesia. Pekerja informal di Indonesia mendominasi jumlah
sektor tenaga kerja secara keseluruhan. Berdasakan data BPS per Agustus 2023 terdapat
sebanyak 82,67 juta orang pekerja informal atau setara 59,11 % dari total pekerja. Banyaknya
pekerja yang berpartisipasi di sektor informal memiliki motif beragam, mulai dari strategi
bertahan hidup hingga keinginan mendapatkan pengaturan kerja yang fleksibel. Beberapa
alasan orang memilih untuk bekerja pada aktivitas informal disebabkan kemudahan dalam
memperoleh ataupun menciptakan pekerjaan sebagai tuntutan dalam memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya (ILO, 2013).
Gambar 1. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Kegiatan
Formal/Informal, Agustus 2021–Agustus 2023 (BPS, 2023)
B. Pembahasan
Formalisasi adalah proses menempatkan pekerja informal dan unit ekonomi di bawah
cakupan pengaturan formal, sekaligus memastikan peluang untuk mendapatkan jaminan
pendapatan, mata pencaharian, dan kewirausahaan (ILO, 2015). Formalisasi diartikan sebagai
proses perubahan transisi karakteristik pelaku usaha dari formal ke informal. .(Armansyah dan
Sukamdi, 2021). Pentingnya formalisasi sektor informal dilakukan sebagai satu upaya
menciptakan pekerjaan layak untuk semua sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan-
SDGs yang ditargetkan tercapai pada 2030
Perekonomian informal merupakan fenomena global dan tersebar luas. Sekitar 60 persen
penduduk dunia berpartisipasi di sektor informal. Meskipun sebagian besar terjadi di negara-
negara berkembang dan berkembang, penyakit ini juga merupakan bagian penting dari negara-
negara maju (IMF, 2020). Guy Ryder selaku Direktur Jendral ILO baru-baru ini dalam KTT
Y20 menyerukan gagasan terkait formaliasi perekonomian informal. Ryder mengemukakan
bahwa perekonomian informal menempatkan pemerintah, para pengusaha dan pekera berada
dalam posisi yang dirugikan. Bagi pemerintah, informalitas dapat menghilangkan kendali
negara dan pendapatan pajak. Dari sisi lain, perusahaan informal dianggap menjadi pesaing
yang tidak adil bagi perusahaan formal/terdaftar karena perusahaan tersebut tidak membayar
pajak atau iuran jaminan sosial. Kemudian dari sisi pekerja, perekonomian informal pada
umumnya memberikan kondisi yang tidak aman bagi pekerja.
Banyak perusahaan dan pekerja yang masuk ke perekonomian informal bukan karena
pilihan, namun karena mereka tidak mampu mengakses sektor formal, kurangnya peluang di
perekonomian formal atau tidak adanya mata pencaharian lain. Sulitnya mendapatkan
pekerjaan yang layak, penolakan hak-hak di tempat kerja, tidak adanya kesempatan yang
memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang berkualitas, perlindungan sosial yang tidak
memadai menjadi hal yang paling menonjol terjadi pada perekonomian informal. Hal ini
sejalan dengan ciri pekerjaan informal ditandai dengan kurangnya perlindungan terhadap
pembayaran upah, pemecatan yang tidak semestinya, upah yang rendah dan tidak teratur,
kondisi kerja yang tidak aman dan tidak sehat, jam kerja yang panjang dan tidak adanya
perlindungan sosial, termasuk pensiun, tunjangan sakit dan asuransi kesehatan, serta kurangnya
perlindungan sosial, akses terhadap informasi, kredit dan pasar. (ILO, 2019)
Dalam penelitian yang dilakukan Armansyah dan Sukamdi tahapan formalisasi dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu tahap informal, transisi, dan formal. Kelompok transisi dan
kelompok formal dalam hal ini disebut sebagai “sektor informal potensial” yang mana
sebagian karakteristiknya telah bertransisi ke sektor formal. Hasil analisis data dalam penelitian
menunjukkan bahwa persentase terbesar pelaku usaha sektor informal ada pada dimensi hukum
(izin usaha, sertifikat, standar kerja, retribusi, legalitas, keamanan).
Dari penelitian yang dilakukan Armansyah dan Sukamdi diperoleh inofrmasi bahwa
“formalisasi sektor informal” memiliki dampak positif dari sudut pandang pelaku usaha yaitu:
a) Pelaku usaha sektor informal yang telah memperoleh izin usaha merasa lebih aman
dalam menjalankan usaha tanpa perlu merasa khawatir takut tergusur;
b) Pelaku usaha sektor informal berkesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan.
Peningkatan partisipasi pelaku usaha sektor informal dalam berbagai pelatihan
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing kegiatan usaha.
c) Pelaku usaha sektor informal berkesempatan mendapatkan bantuan modal dari
pemerintah atau pihak swasta. Akses ke perbankan untuk melakukan pinjaman modal
usaha menjadi lebih mudah jika telah memiliki izin usaha.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab penerimaan pajak belum optimal. Salah
satunya yaitu struktur ekonomi di Indonesia yang relatif didominasi oleh sektor Informal.
Kenaikan pekerja sektor informal akan berdampak pada penurunan penerimaan perpajakan dan
penerimaan PPh, serta kenaikan PDRB atau aktivitas perekonomian regional akan
meningkatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan PPh (Robby , 2023). Pernyataan
tersebut didukung fakta bahwa umumnya benyak pekerja sektor informal yang tidak
melaporkan pendapatan ataupun keuntungannya kepada otoritas pajak.
Dalam hal ini, pemerintah patut melakukan upaya untuk meningkatkan edukasi dan
sosialisasi, serta kemudahan layanan pemenuhan kewajiban perpajakan kepada wajib pajak.
Salah satunya melalui penerapan self assesment system untuk meningkatkan penerimaan
perpajakan dimana wajib pajak secara sukarela mau menjalankan tanggung jawab bayar pajak
tersebut, baik kepada pekerja formal maupun informal. Artinya, tidak menutup kemungkinan
pekerja informal secara sukarela menjalankan tanggung jawab perpajakannya sehingga
keberadaan pekerja sektor informal tidak memiliki pengaruh negatif terhadap penerimaan
perpajakan dan penerimaan PPh. Upaya lain yang juga sebaiknya dilakukan yaitu dengan
peningkatan pemeriksaan pajak secara acak dan terarah guna meningkatkan efek kejut dan
pencegahan ketidakpatuhan wajib pajak yang berasal dari pekerja sektor informal. (Robby,
2023).
Dalam Buku berjudul Formalization of The Informal Economy, 2014 – 2018, ILO
memberikan beberapa solusi sebagai upaya memfasilitasi transisi dari perekonomian informal
ke perekonomian formal sebagai berikut :
1. Peningkatan kapasitas konstituen triparti di tingkat negara
a. Penyediaan dukungan teknis dalam merancang, melaksanakan, dan memantau
strategi formalisasi perekonomian informal;
b. Penyediaan dukungan teknis dan saran kebijakan pada sektor atau kategori pekerja
tertentu;
c. Pengumpulan dan analisis data yang relevan untuk lebih memahami situasi sektor
informal;
d. Dukungan peningkatan kesadaran dan advokasi.
2. Peningkatan kapasitas di tingkat kesadaran dan advokasi
a. Pengembangan berbagai produk global, khususnya seputar pengembangan dan
penyebaran pengetahuan tentang apa yang berhasil dalam konteks tertentu;
b. Penyusunan pedoman dan ringkasan teknis dan kebijakan;
c. Organisasi lokakarya regional dan pertukaran lapangan;
d. Pengembangan jaringan juga mendukung pengembangan dan penerapan intervensi.
C. Penutup
Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian Indonesia disumbang dari sebagian besar
sektor informal, terutama dalam menyerap tenaga kerja yang tidak mampu diserap oleh sektor
formal. Meskipun demikian, formalisasi sektor informal di Indonesia penting untuk tetap
dilakukan sebab perekonomian informal menempatkan pemerintah, para pengusaha dan pekera
berada dalam posisi yang dirugikan yang dapat dilihat dari beragam aspek.
Dari kajian literatur yang dilakukan terkait pentingnya formalisasi sektor informal.
Diperlukan upaya pemerintah, untuk lebih banyak melakukan sosialisasi dan edukasi terkait
terkait wajib pajak demi menambah penerimaaan perpajakan, memfasilitasi perolehan
informasi terkait mekanisme pendaftaran usaha yang sesederhana mungin, serta keuntungan
dan kerugian pendaftaran usaha untuk memformalkan lebih banyak perusahaan, serta perlunya
menyesuaikan sistem jaminan sosial dan keuangan negara untuk memastikan upaya pembinaan
dan maanfaat yang tepat sasaran dalam upaya formalitas pekerja. Dengan demikian formalisasi
sektor informal dapat menciptakan pekerjaan layak untuk semua sesuai dengan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan- SDGs yang ditargetkan tercapai pada 2030.
Daftar Pustaka
Armansyah dan Sukamdi. (2021). Formalisasi sektor informal: Proses, faktor mepengaruh, dan
dampak pada pelaku usaha sektor informal di Kota Palembang. Jurnal Kependudukan
Indonesia, 16(1)
BPS RI. (2023). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2023. Berita Resmi Statistik.
No. 77/11/Th. XXVI, 6 November 2023.
ILO. (2015). Transition from the Informal to the Formal Economy Recommendation, 2015 (No.
204). Diakses 19 Maret 2023. Dari
https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_ILO_COD
E:R204
ILO. (2013). Measuring informality: A statistical manual on the informal sector and informal
employment. Geneva: International Labour Office. International Labor Organization.
ILO (2010). Ekonomi Formal Indonesia : Ukuran Komposisi dan Evolusi. Geneva:
International Labour Office. International Labor Organization.
Jayanty Nada Shofa (20 Juli 2021). Y20 Summit: ILO Calls for Formalization of Informal
Economy. Diakses pada 19 Maret 2023. Dari https://jakartaglobe.id/business/y20-summit-ilo-
calls-for-formalization-of-informal-economy.
Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan. Sekretariat Negara. Jakarta.