Anda di halaman 1dari 11

MODEL KEPERAWATAN JIWA PREVENSI PRIMER, SEKUNDER,

TERSIELR

Makalah ini di buat dalam rangka memenuhi persyaratan


Mata Kuliah keperawatan jiwa

Kelompok
Gabriel mamarang Pulu
Aprilia Sultan
Jonathan Lotulung
Jonau cum

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2024

SEJARAH
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat non materi, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Mahasiswa yang pertama kali
mempelajari ilmu jiwa dan keperawatan jiwa sering mengalami kesulitan dengan
hal yang harus dipelajari, karena jiwa bersifat abstrak dan tidak berwujud benda.
Jiwa yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa.
Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah orang yang
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta
berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia.
Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang
bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang
ada padanya.
Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat
mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh besar
kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama, dan sebagainya.
ZAMAN MESIR KUNO
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang
bersarang di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat
lubang pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di
otak tersebut. Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa
diobati dengan dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara
diajak jalan melewati sebuah jembatan lalu diceburkan dalam air dingin dengan
maksud agar terkejut, yakni semacam syok terapi dengan harapan agar
gangguannya menghilang.
ZAMAN YUNANI
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya
pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan
roh jahat. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan
dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak
digunakan sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa yang miskin,
sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara orang kaya yang
mangalami gangguan jiwa dirawat di rumah sendiri.
ZAMAN VASELIUS
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia
ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari
seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia
untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga
ia ditangkap, diadili, dan diancam hukuman mati (pancung).
Revolusi Prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan
Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa.
Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi humanisme dengan semboyan
utamanya “Liberty, Equality, Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar
melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota
menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika tidak, kita harus
siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini diteruskan
oleh murid- murid Pinel sampai Revolusi II.
Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar
gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa
dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi
(penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda/gejala penyakit). Akhirnya,
Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa.
Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan
spesfikasinya masing-masing.
Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada
berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya
dikembangkanlah basis komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat
kesehatan mental komunitas (community mental health centre) yang dipelopori
oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.
DEFINISI
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan
model ini membantu praktisi memberikan dasar untuk melakukan pengkajian dan
intervensi juga cara untuk mengevaluasi keberhasilan penanggulangan.
Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual, dan teori merupakan
aktivitas berpikir yang tinggi. Model konseptual mengacu pada ide-ide global
mengenai individu, kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan
dengan displin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan
konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin.
KLASIFIKASI
1. Psikoanalitik (S. Frued, Eriksan, Klein, Homey, Fromm-Reichmann, Menninger
-Pandangan Terhadap Penyimpangan Perilaku
Perilaku didasarkan pada perkembangan dini dan resolusi konflik yang tidak
adekuat pertahanan ego tidak adekuat untuk mengontral ansietas. Gejala
merupakan upaya untuk mengatasi ansletas dan berkaitan dengan konflik yang
tidak. terselesaikan.
-Proses Terapeutik
Pukoanalisis menggunakan teknik asosiasi bebas dan analisis mimpi. Hal Ini
menginterprestasi perilaku, menggunakan transfewn untuk memperbaiki
pengalaman masa lalu. dan mengidentifikasi area masalah melalul Interpretasi
resistensi pasien.
-Peran Terapis dan Pasien
Pasien mengungkapkan semua pikiran dan mimpi serta mempertimbangan.
interprestasi terapis.
Terapis tetap mengupayakan perkembangan transferen, serta
menginterpretasikan pikiran dan mimpi pasien dalam kaitannya dengan
konflik, transferen, dan resistensi.
2. Interpersonal (Sullivan, Peplaul
-Pandangan Terhadap Penyimpangan
Perilaku ansietas timbul dan dialami secara interpersonal. Rasa takut yang
mendasar adalah takut terhadap penolakan seseorang membutuhkan rasa aman
dan kepuasan yang diperoleh melalui hubungan interpersonal yang positif.
-Proses Terapeutik
Hubungan antara terapis dan pasien membangun perasaan aman terapi
membantu pasien mengalami hubungan yang penuh rasa percaya dan
mencapai kepuasan interpersonal Pasien kemudian dibantu untuk
mengembangkan hubungan akrab di luar situasi terapi.
-Peran Terapis dan Pasien
Pasien menceritakan ansietas dan perasaannya pada terapis terapis menjalin
hubungan akrab dengan pasien, menggunakan empati untuk merasakan
perasaan pasien, dan menggunakan hubungan sebagai suatu pengalaman
interpersonal korektit

3. Sosial (Szasz, Caplan)


-Pandangan Terhadap penyimpangan perilaku
Faktor sosial dan lingkungan menciptakan stres, yang menyebabkan ansietas,
serta mengakibatkan timbulnya gejala. Perilaku yang tidak dapat diterima
(menyimpang) diartikan secara sosial dan memenuhi lebutuhan sistem sosial.
-Proses Terapeutik
Pasien dibantu untuk mengatasi sistem sosial. Mungkin digunakan intervensi
krisis manipulasi lingkungan dan menunjukkan dukungan sosial diterapkan
dukungan kelompok sebaya dianjurkan
-Peran Terapis dan Pasien
Pasient secara aktif menyampaikan masalahnya. kepada terapis dan bekerja
sama dengan terapis untuk menyelesaikan masalahnya. Menggunakan sumber
yang ada di masyarakat.
Terapis menggali sistem antial pasien dan membantu pasien menggunakan
sumber yang tersedia atau menciptakan sumber baru
4. Eksistensial (Perls, Glesser, Ellis, Rogers, Frank!)
- Pandangan Terhadap Penyimpangan Perilaku
Hidup ini akan sangat berarti apabila seseorang dapat mengalami dan
menerima diri (self acceptance) sepenuhnya. Penyimpangan perilaku terjadi
jika individu gagal dalam upayanya untuk menemukan dan menerima diri.
Menjadi diri sendiri bisa dalami melalui hubungan. murni dengan orang lain.
- Proses Terapeutik
Individu dibantu untuk mengalami kemumian hubungan. Terapi sering
dilakukan. dalam kelompok. Pasien dianjurkan untuk menggali dan menerima
diri dan dibantu untuk mengendalikan perilakunya.
-Peran Terapis dan Pasien
Pasien bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan serta dalam
suatu pengalaman yang berarti untuk mempelajari tentang diri yang
sebenarnya. Terapis membantu pasien untuk mengenal nilal diri. Terapis
mengklarifikasi realitas dari suatu situasi. dan mengenalkan pasien. tentang
perasaan tulus dan memperluas kesadaran dirinya.
5. Suportif [Werman, Rockland)
- Pandangan Terhadap Penyimpangan Perilaku
Masalah terjadi sebagai akibat dari faktor bin-psika sosial.
- Proses Terapeutik
Uji coba realitas dan peningkatan harga diri. Dukungan sosial didentifikasi
dan respons koping yang adaptif dikuatkan. Penekanan pada respons koping
maladaptif saat ini.
- Peran Terapis dan Pasien
Pasien secara aktif terlibat dalam pengobatan. Terapis menjalin hubungan
yang hangat dan penuh empati dengan pasien.
6. Komunikasi Berne, Watzlawicki
-Pandangan Terhadap Penyimpangan Perilaku
Gangguan perilaku terjadi apabila pesan. tidak dikomunikasikan dengan jelas.
Bahasa dapat digunakan untuk merusak makna pesan bisa diteruskan secara
serentak pada berbagai tingkatan. Kesan verbal dan nonverbal mungkin tidak
selaras.
- Proses Terapeutik
Pola komunikasi dianalisis dan umpan balik diberikan untuk mengklarifikasi
area masalah. Analisis transaksional berfokus pada permainan dan belajar
untuk berkomunikasi secara langsung tanpa bersandiwara.
- Peran Terapis dan Pasien
Pasien memperhatikan pola komunikasi, termasuk permainan, dan bekerja.
untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri serta memvalidasi pesan dan
orang lain. Terapis menginterpretasi pola komunikasi kepada pasien dan
mengajarkan prinsip-prinsip komunikasi yang balk
7. Perilaku (Bandura, Pavliov, Wolpe, Skinneri
-Pandangan Terhadap Penyimpangan Perilaku
Perilaku dipelajari. Peyimpangan terjadi karena manusia telah membentuk
kebiasaan perilaku yang tidak diinginkan. Oleh karena perilaku dapat
dipelajari, maka perilaku juga dapat tidak dipelajari. Perilaku menyimpang
terjadi berulang karena berguna untuk mengurangi ansietas. Jika demikian,
perilaku lain yang dapat mengurangi ansietas dapat dipakai sebagai pengganti.
-Proses Terapeutik
Terapi merupakan proses pendidikan.Penyimpannya perilaku tidak dihargai
perilaku yang produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan latihan leatertifan
merupakan pendekatan perilaku
-Peran Terapis dan pasien
Pasien mempraktikkan teknik perilaku yang digunakan, mengerjakan
pekerjaan rumah, dan penggalakkan latihan. Pasien membantu
mengembangkan hierarki perilaku. Derapis mengajar pasien tentang
pendekatan perilaku membantu mengembangkan hierarki perilaku dan
menguatkan perilaku yang diinginkan.
8. Medik (Meyer, Kraeplin Spitzer, Frances)
- Proses Terhadap Penyimpangan Perilaku
Gangguan perilaku disebabkan oleh penyakit biologis. Gejala timbul sebagai
akibat dari kombinasi faktor fisiologik, genetik, Lingkungan, dan sosial.
Perilaku menyimpang berhubungan dengan toleransi pasien terhadap stres
-Proses Terapeutik
Diagnosis penyakit dilandasi oleh kondisi yang ada dan informasi historis
serta pemeriksaan diagnostik. Pengobatan meliputi terapi somatik dan
farmakologik, serta berbagai teknik Interpersonal.
- Peran Terapi dan Pasien
Pasien mempraktikkan regimen terapi yang dianjurkan dan melaporkan efek
terapi kepada dokter. Pasien menjalani terapi jangka panjang apabila
diperlukan. Terapis menggunakan kombinasi terapi somatik dan terapi
interpersonal. Terapis menegakkan diagnosis penyakit dan menentukan
pendekatan terapeutik.
9. Stres adaptasi (Gail Stuart)
- Proses Terhadap Penyimpangan Perilaku
Sehat sakit diidentifikasi sebagai hasil berbagai karakteristik individu yang
berinteraksi dengan faktor Lingkungan.
- Proses Terapeutik
Mengidentifikasi faktor predisposisi, presipitasi, stresor. sumber koping, dan
mekanisme koping yang digunakan pasien.
- Peran Terapi dan Pasien
Membantu pasien lebih adaptif dalam menghadapi stresor.

PENCEGAHAN
Pencegahan primer, sekunder, dan tersier
1. Pencegahan Primer
1. Fokus
Pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan. Dan
pecegahanterjadinya gangguan jiwa.
2. Tujuan
Mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan
meningkatkankesehatan jiwa.
3. Target
Anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai
dengankelompok umur yaitu anak-anakremaja, dewasadan usia
lanjut
4. Aktivitas:
 Program pendidikan kesehatan, program stimulasi
perkembangan, program sosialisasi, manejemen stres,
persiapan menjadi orang tua.
 Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan
pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah atau
tempat tinggal.
 Program penccegahan penyalahgunaan obat
 Program pencegahan bunuh diri

2. Pencegahan Sekunder
a) Fokus
Deteksi dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengansegera.
b) Tujuan:
Menurunkan kejadian gangguan jiwa.
c) Target
Anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda- tanda masalahdan
gangguan jiwa.
d) Aktivitas
Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagaisumber seperti masyarakat, tim kesehatan lainnya, penemuan langsung.
e) Melakukan penjaringan kasus.

3. Pencegahan tersier
a) Fokus
Peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada
pasiengangguan jiwa.
b) Tujuan:
Mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
c) Target:
Anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.
d) Aktivitas :
 Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber- sumber di
masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga,
teman dekattokoh masyarakat), pelayananan terdekat yang terjangkau
masyarakat.
 Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri.
 Program sosialisasi.
 Program mencegah stigma.

KONSEPTUAL KEPERAWATAN JIWA


Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi yang terintegrasi juga merupakan bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sedangkan Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai
individu, kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan displin yang
spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus
lebih khusus pada suatu kejadian dan Fenomena dari suatu disiplin (Fawcett, 1992).

6 MODEL
1) Model Psikoanalisa
Model konseptual yang dikembangkan oleh ilmuan S. Freud, Erikson Klein. Dengan berfokus
pada proses-proses intrapsikis dan perkembangan psikososial. Dalam teori ini Freud
berasumsi bahwa perilaku manusia terutama masalah-masalah emosional terjadi karena
konflik bawah sadar dan insting dasar terutama pada Masa anak-anak.
2) Model Interpersonal
Model konseptual yang dikembangkan oleh ilmuan Sullivan, Peplau yang mengemukakan
bahwa pandangan tentang penyimpangan perilaku berupa ansietas yang timbul dan dialami
secara interpersonal. Rasa takut yang mendasar adalah takut terhadap penolakan. Seseorang
membutuhkan rasa aman dan kepuasan yang diperoleh melalui hubungan interpersonal yang
Positif.
3) Model Sosial
Model ini dikembangkan oleh ilmuan Szasz dan Caplan yang mengatakan bahwa pandangan
tentang penyimpangan perilaku berasal dari faktor sosial dan lingkungan yang menimbulkan
stres, Yang akhirnya menyebabkan ansietas,
4) Model Perilaku
Model ini dikembangkan oleh ilmuan Bandura, Pavlov, Wolpe, dan Skinner yang
mengemukakan bahwa pandangan Tentang penyimpangan perilaku karena individu telah
membentuk Kebiasaan perilaku yang tidak diinginkan

5) Model Kognitif
Model ini dikembangkan oleh ilmuan Piaget yang berfokus pada pola berpikir negatif dan
yang mengarah pada perasaan dan perilaku maladaptif. Menurut piaget, setiap individu
dilahirkan dengan kecenderungan mengatur dan beradaptasi dengan lingkungan mereka.
6) Model Medik
Model ini dikembangkan oleh ilmuan Meyer & Kraeplin yaitu gangguan perilaku disebabkan
oleh penyakit biologis. Gejala-gejala timbul akibat kombinasi faktor-faktor fisiologis,
genetik, lingkungan, dan sosial. Perilaku menyimpang berhubungan dengan Toleransi pasien
terhadap stres.

PREVENSI PADA GANGGUAN JIWA


Prevensi kesehatan mental didasarkan atas cara kerja usaha pencegahan kesehatan
masyarakat. Hanya saja, dalam kesehatan masyarakat. Dalam masyarakat, prevensi
mengandung arti untuk mengendalikan penyakit.
Pelayanan Keperawatan Jiwa komprehensif diberikan kepada masyarakat yang sangat
beragam dalam rentang sehat sakit yang memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat
prevensi primer sekunder dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang
komprehensif mencakup 3 tingkat prevensi, yaitu:

PEREVENSI PRIMER
a. Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan terjadinya gangguan jiwa.
b. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa.
c. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang sehat jiwa dan belum
mengalami gangguan jiwa sesuai dengan Kelompok umur yaitu anak anak,
remaja, dewasa, dan usia Lanjut.
PREVENSI SEKUNDER
a. Fokus pelayanan keperawatan jiwa pada tingkat prevensi Sekunder adalah deteksi
dini masalah psikososial dan Gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
b. Tujuan pelayanan adalah mencegah dan menurunkan Kejadian gangguan jiwa.
c. Target pelayanan yaituanggota masyarakat yang Berisiko/gangguan jiwa (telah
memiliki faktor risiko) dan Memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan
Gangguan jiwa.

PREVENSI TERSIER
a. Fokus pelayanan jiwa pada peningkatan fungsi dan sosialisasi Serta pencegahan
kekambuhan pada pasien gangguan jiwa Dan pemulihan optimal.
b. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami Gangguan jiwa pada
tahap pemulihan.

Anda mungkin juga menyukai