Anda di halaman 1dari 13

Nama : Tari Mahetri

NIM : 2023085001

Kelas : 1A

Matkul : Ketamansiswaan

Tugas Pertemuan 4

1. Sebutkan tujuan pendidikan tamansiswa!


Jawab :
Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohaninya. Untuk menjadi
anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa,
tanah air, serta manusia pada umumnya.
1. Membangun manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang dimaksud adalah melalui pendidikan agama dan pendidikan serta
pengajaran lainnya , pendidikan mampu meningkatkan keimanannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, mampu meningkatkan ketaqwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Tamatan pendidikan mampu meningkatku peribadatan sesuai
agama masing-masing, dan mampu meningkatkan pengabdian kepada
masyarakat, bangsa dan negara, serta kepada umat manusia sedunia.
2. Membangun manusia merdeka lahir batin yang dimaksud adalah
melalui pendidikan , para tamatannya mampu hidup swadisipiin, mampu berpikir
dan berbual positif, dan mampu menggunakan hak asasinya seimbang dengan
kewajiban asasinya.
3. Membangun manusia yang luhur akal budinya yang dimaksud adalah melalui
pendidikan , tamatannya akan selalu berpikir positif, berperasaan halus, peku, dan
tenggang rasa, berkemauan sesuai dengan perintah agama dan budayanya, serta
mampu mengendalikan diri untuk berbuat yang menyejahterakan dan
membahagiakan diri, bangsa, dan umat manusia pada umumnya.
4. Membangun manusia yang cerdas dan berketerampilan yang dimaksud
adalah melalui pendidikan, tamatannya mampu memutuskan segala masalah
secara cepat dan tepat, serta memiliki kecakapan hidup sesuai bakat dan
kemampuan masing-masing.
5. Membangun manusia yang sehat jasmani dan rohani yang dimaksud
adalah melalui pendidikan, tamatannya sehat jasmani dan rohani, kebal dalam
menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan jasmani dan rohani.
Mereka tidak sakit-sakitan, mereka selalu berpikir positif, dan berbuat yang
berguna bagi pengabdian terhadap Tuhannya. Berguna bagi masyarakatnya,
pelestarian dan pemberdayaan alam sekitarnya.
6. Membangun manusia yang mandiri yang dimaksud adalah melalui pendidikan,
tamatannya mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dengan
kemampuan diri sendiri, dan mampu membiyai hidup dengan hasil pendapatannya
sendiri secara halal
7. Membangun manusia yang bertanggug jawab atas kesejahteraan bangsadan tanah
air, serta manusia pada umumnya yang dimaksud adalah melalui pendidikan,
tamatannya merasa turut bertanggung jawab untuk Menyejahterakan bangsa dan
tanah air Indonesia, dan kesejahteraan umat manusia sedunia. Meraka tidak egois
ingin sejahtera dan bahagia sendiri. Mereka Ingin sejahtera dan bahagia bersama-
sama bangsanya, bersama-sama legaranya, dan bahkan bersama-sama dengan
umat manusia sedunia.
Tujuan pendidikan tamansiswa adalah “membangun anak didik menjadi manusia
merdeka lahir batin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air
serta manusia pada umumnya”. Tujuan ini dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut:
membangun berarti : menumbuhkan dan mengembangkan apa yang telah ada menurut
kodrat alamnya, bakat-bakat dan kemampuannya. Manusia merdeka lahir batin berarti:
manusia yang bebas fisik dan rohaninya, tidak terkekang atau tertindas serta memiliki:
1) Hak mengatur dirinya sendiri dalam batas tertib damainya hidup bermasyarakat.
2) Rasa bebas dan ketakutan dan kemeralatan
3) Kedaulatan pribadi dalam arti dapat mengatur dan menolong diri sendiri serta
harga diri
4) Keihklasan dalam pengabdian
5) Kemampuan melihat segala sesuatu menurut realita dan kebenaran (Obyektif)

Luhur akal budinya: berilmu cerdas, berbudi pekerti yang tinggi serta bertakwa.
Bertanggung jawab atas kesejahteraan: menciptakan kesejahteraan, dalam arti kecukupan
dalam keperluan pokok materiil dan non materiil, sandang pangan papan, keperluan
rohani, bacaan, tontonan dan rekreasi.

Tujuan pendidikan di Perguruan Tamansiswa adalah membangun manusia


Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir
batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohaninya.
Untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Taman Siswa didirikan
oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai bentuk perjuangan dalam menentang penjajahan di
Indonesia. Model perjuangan Taman Siswa tidak berbentuk partai politik. Taman Siswa
didirikan untuk menentang penjajahan melalui jalur pendidikan dan kebudayaan. Dalam
memenuhi tujuannya, Taman Siswa mengumpulkan para cendekiawan asal dari
berbagai wilayah di Indonesia. Taman Siswa menerima para cendekiawan yang telah
menempuh pendidikan di dunia Barat maupun yang menempuh pendidikan di pesantren.
Tujuan akhir dari Taman Siswa adalah kemerdekaan Indonesia, yang kemudian berhasil
diwujudkan pada tahun 1945.

Buah pemikiran bapak pendidikan Indonesia, KH. Dewantara, konsep yang


dituangkan beliau mengenai pendidikan yang diwujudkan melalu lembaga pendidikan
Taman Siswa memberikan sebuah harapan baru untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Dijelaskan selanjutnya, Taman yang berarti tempat bermain bisa pula menjadi tempat
belajar, dan Siswa berarti murid. Taman Siswa ini sebuah sekolah yang mampu bertahan
pada tiga jaman, yakni jaman colonial Belanda, Jepang lalu masa kemerdekaan hingga
saat ini, dengan berbasis budaya lokal masyarakat jawa. Buah pemikiran KH. Dewantara
dengan prinsip pendidikan yang humasi dan religious, sangat relevan bila menyikapi
perkembangan terkini pendidikan di Indonesia. Secara history kala Indonesia masih di
jajah oleh Belanda pendidikan sangat dijaga ketat oleh Belanda. Karena Belanda tahu
melalui pendidikan akan terjadi perlawanan halus kepada Belanda saat berada di
Indonesia, bahkan diakui akan menyulitkan bagi Belanda saat itu. Tidak hanya disitu
saja, Belanda memiliki tiga poin politik etis diantaranya; Irigasi, Migrasi dan Edukasi.
Dari poin Edukasi, Belanda saat itu mendirikan sekolah dengan gaya barat, namun
sekolah tersebut tidak untuk mencerdaskan rakyat Indonesia. Pendidikan yang tersedia itu
hanya mengajarkan cara membaca, menulis dan menghitung. Kemudian munculnya
sistem pendidikan dari massa islam yang diwakili oleh pondok pesantren, dan pendidikan
“swasta pro-bumi” seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah. Menjadi sebuah golongan
baru yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Seketika
perjuangan yang bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak
beridirinya Budi Utomo tahun 1908. Lalu semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah
Pemuda tahun 1928. Pasca itu, para tokoh pendidikan lainnya seperti Muhammad Syafei
dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-
nya, dan Kyai Haji Ahmd Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya. Tidak
berhenti sampai ini, Belanda mendirikan sekolah-sekolah atas dasar kebutuhan praktis
yang berkaitan dengan berbagai bidang pekekrjaan. Adapun kebutuhan praktis mendasar
ialah untuk menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik pegawai negeri maupun
pegawan swasta. Saat itu pula kurikulum mengalami kekacauan (Radikal) dengan
masuknya ide-ide liberal yang bertujuan mengembangkan intelektual, nilai-nilai rasional
dan sosial. Namun sangat berbeda pada masa kolonial Jepang, banyak perubahan dalam
segala aspek termasuk pendidikan. Sistem yang bersifat militeristik dengan misinya
menguasai Indonesia. Hal itu di tujukan agar menghasilkan tentara yang siap menang
dalam perang bagi Jepang. Bahkan Jepang menghapuskan dualism pendidikan pada masa
itu, menjadikannya pendidikan sama bagi semua orang. Berbahasa Indonesia diwajibkan
dalam dunia Pendidikan, Kantor bahkan setiap hari dalam kehidupan. Lalu bahasa Jepang
sebagai bahasa kedua saat itu dan bahasa Belanda dilarang. Jepang pun mendirikan
sekolah guru dengan sistem indoktrinasi mental iedologis, dan pembinaan murid dan
pemuda dengan taiso (senam pagi). Hingga pendidikan ini terus berangsur mengalami
perubahan dimasa kemerdekaan, masa pembangunan, dan reformasi. Disimak dari uraian
diatas bahwasanya pendidikan ini sangat penting agar masyaratkat mampu berfikir,
berprilaku dan memiliki mental. Bukan sekedar bisa membaca, menulis maupun
menghitung. Di Indonesia kini, sistem pendidikan seperti apalagi yang akan diterapkan,
menyimak birokrasi mewacanakan berbagai penerapan sistem pendidikan yang dianggap
akan sesuai dengan jaman. Namun perubahan seperti apa untuk pendidikan masa kini.
Pendidikan sebagai suatu sistem sosial, dimana terdapat hubungan erat yang
mempengaruhi sistem lainnya seperti budaya, ekonomi, politik, agama dan lainnya.
Diakui sisi lain dalam pengkajian sistem pengganti Ujian Nasional itu bisa menjadi
sebuah inovasi baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun harus benar-benar
secara matang dan penerapan hingga kedepannya dapat memunculkan sebuah perubahan
pada kualitas SDM yang lebih baik. Untuk masa emas tahun 2024 SDM Indonesia harus
sudah mampu menerka-nerka dari tahun-tahun sebelumnya, jika yang dicita-citakan
perubahan sistem pendidikan ini untuk mewudkan SDM unggul.
Berbicara SDM unggul ini tidak bisa hanya satu bulan-satu tahun, mungkin akan butuh
bertahun-tahun. Mengapa demikian, sejatinya harus sering melihat ke bawah. Hingga saat
ini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pendidikan layak. Bahkan untuk
berada di suatu lembaga yang dapat pengorganisirannya pun jauh dari kata perbaikan
demi SDM unggul. Meski dengan segala penyebutan dalam dunia pendidikan ini telah di
terapkan yakni pendidikan merata, wajid sekolah 9 tahun, hingga sekolah gratis. Namun
fakta di lapangan pendidikan yang alakadarnya saja sudah sulit didapatkan bagi sebagian
masyarakat. Sehingga kita semua harus mengingat apa yang ingin dicapai oleh Ki Hajar
Dewantara dimasanya. Kini menjadi pendidikan ini semakin berat pada sebagian
kalangan yang mengeluhkan. Sedangkan banyak tawaran solusi dari pemerintah untuk
meringankan beban rakyatnya. Namun lagi-lagi wacana meringankan tersebut malah
menjadi senjata yang menjepit sehingga rakyat dibawah menjerit. Harus diakui sisi
baiknya, pula dalam memandang wacana baru pemerintah saat ini. Patut untuk
berpastisipasi dalam melakukan perwujudan sebuah inovasi pada dunia pendidikan.
Kembali pada pemikiran yang dituangkan Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yang humanis
menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia
lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki
Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa
(konatif). Pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan
psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.
Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan
menghasilkan ketidak utuhan perkembangan sebagai manusia Beliau mengatakan bahwa
pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan
peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya
menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan
olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau
manusiawi. Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa saat itu. Merdeka
baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh
tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,
kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan
disiplin. Adapun maksud dari pendirian Taman Siswa-nya itu adalah membangun
budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati
setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional.
Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya
adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis,
ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural
law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya
adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan
kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia
pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati,
cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap
individu hendaknya dihormati, pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari
orang kebanyakan, hendaknya pendidikan dapat memperkaya setiap individu tetapi
perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan. Pendidikan
hendaknya memperkuat rasa percaya diri, setiap orang harus hidup sederhana dan guru
hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan
para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat
yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang
lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu
metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh “care and
dedication based on love”. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang
yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan
yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu
bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart, and
the hand”.

2. Apakah relevansi tujuan pendidikan Tamansiswa dengan Tujuan pendidikan nasional!


Jawab :
Menurut saya tujuan pendidikan tamansiswa dengan tujuan pendidikan nasional
memiliki kesamaan atau keterkaitan pada tujuannya. Keduanya memiliki tujuan yang
sama dan memiliki maksud serta inti yang sama, hanya saja susunan kalimatnya yang
berbeda. Bisa kita lihat pengertian tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan nasional
dibawah ini.
Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohaninya. Untuk menjadi
anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa,
tanah air, serta manusia pada umumnya. Sedangkan Tujuan Pendidikan nasional adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dapat kita
simpulkan, meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan
tamansiswa sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan Pedidikan Tamansiswa itu adalah menuju Indonesia merdeka, demi
terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan
Nasional Tamansiswa adalah antitesa terhadap sistem pendidikan penjajah yang
mengutamakan intelektualistis, individualistis, dan materialistis. Perguruan Tamansiswa
juga didirikan untuk menampung minat masyarakat Hindia yang ingin bersekolah namun
terkendala oleh berbagai hal, termasuk status sosial. Sebab, pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia Belanda saat itu lebih diperuntukkan bagi kaum
bangsawan maupun pangreh praja (pegawai pemerintah), sehingga rakyat jelata tidak
bisa bersekolah. Kehadiran Perguruan Tamansiswa membuka kesempatan bagi semua
orang untuk bisa bersekolah secara mudah dan murah. Mudah karena tidak ada
persyaratan-persyaratan khusus, sedangkan murah dalam artian biayanya terjangkau oleh
semua golongan. Tidak mengherankan bila dalam kurun waktu delapan tahun (1922-
1930) jumlah Perguruan Tamansiswa telah mencapai 100 cabang dengan jumlah puluhan
ribu murid. Setiap kali kita memperingati Hari Pendidikan Nasional, yang teringat pada
kita hanyalah tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara, namun hal yang esensial dari
perjuangannya dalam bidang pendidikan justru terlupakan. Padahal, semestinya, pada
saat kita memperingati Hari Pendidikan Nasional, yang perlu diingat adalah perjuangan
Ki Hadjar Dewantara untuk mewujudkan sistem pendidikan yang berazaskan kodrat
alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan (azas-azas Tamansiswa).
Kelima azas Tamansiswa itu masih relevan untuk diwujudkan sampai saat ini. Azas
kodrat alam mengandung arti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk
adalah satu dengan kodrat alam semesta ini, karena manusia tidak dapat terlepas dari
kehendak hukum-hukum kodrat alam. Sebaliknya, manusia akan mengalami kebahagiaan
jika ia dapat mesra menyatukan diri dengann kodrat alam yang mengandung segala
hukum kemajuan (penjelasan azas Tamansiswa). Dalam konteks saat ini, penghargaan
kita terhadap lingkungan alam semesta, hanya mungkin terwujud jika kita menyadari
bahwa alam semesta itu sahabat kita, sehingga kita tidak boleh merusak lingkungan.
Demikian pula dengan azas-azas lainnya (seperti azas kemerdekaan, kebudayaan,
kebangsaan, dan kemanusiaan) menjadi amat relevan ketika praksis pendidikan nasional
semakin tidak memerdekakan subyek didik akibat gempuran kapitalisme global dan
ideologi lain dari asing. Pendidikan nasional yang seharusnya mampu menumbuhkan
masyarakat dan bangsa yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan
berkepribadian secara sosial budaya (seperti dikonsepkan oleh Sukarno), pada akhirnya
justru melahirkan serba tergantung pada bangsa asing, baik secara politik, ekonomi,
maupun budaya. Kita masih ingat, misalnya, UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 yang mengamanatkan pengembangan Sekolah Berstandar Internasional
(SBI), yang dalam praksisnya diwujudkan dalam bentuk Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI). RSBI adalah praksis pendidikan nasional yang mengingkari
kepribadian secara sosial-budaya dan menggantikannya dengan kepribadian asing
Syukurlah belakangan RSBI ini dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Seandainya tidak
dibubarkan, sistem pendidikan nasional justru melahirkan pribadi yang kontra dengan
Trisakti-nya Bung Karno. Persoalan kebangsaan yang menjadi salah satu azas
Tamansiswa juga semakin relevan untuk ditegaskan kembali dalam sistem pendidikan
nasional saat ini. Tepatnya ketika Generasi Y yang akan tampil sebagai calon pemimpin
negeri ini 10-20 tahun mendatang mengalami krisis kebangsaan, termasuk krisis ideologi
negara. Adanya hasil survei terhadap kalangan mahasiswa dari sejumlah Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) terkemuka, bahwa hanya lima persen saja mahasiswa yang masih
meyakini Pancasila sebagai ideologi negara, menunjukkan ada persoalan kebangsaan
yang amat mendasar pada sistem pendidikan nasional kita. Pendek kata, pendidikan
nasional gagal menumbuhkan semangat kebangsaan. Pelajaran sejarah yang diberikan
sejak SD hingga SMTA ternyata tidak mampu menyentuh kesadaran berbangsa pada
anak didik. Realitas ini perlu menjadi bahan refleksi bersama, terutama menyangkut soal
substansi dan metode pengajarannya. Apakah substansi pelajaran sejarah yang tidak pas
ataukah metode pengajarannya yang tidak menarik? Hal lain yang sering terlupakan pada
setiap kita memperingati Hari Pendidikan Nasional adalah semangat Ki Hadjar
Dewantara untuk menyelenggarakan pendidikan kerakyatan, yang dapat diakses oleh
semua warga. Gagasan itu masih tetap relevan bila kita melihat kebijakan pendidikan saat
ini yang cenderung hanya memfasilitasi Kelompok A (kaya dan pintar), sedikit ke
Kelompok B (kaya tapi kurang pintar), dan Kelompok C (pintar tapi miskin), namun
mengabaikan Kelompok D (bodoh dan miskin). Padahal, kalau dikaitkan dengan
tanggung jawab negara untuk menyantuni fakir miskin, kebijakan pendidikan nasional itu
semestinya lebih condong ke Kelompok D. Kelompok D itu pada tingkat SMA biasanya
bersekolah di SMK-SMK swasta pinggiran yang seluruh biayanya mereka tanggung
sendiri. Sementara Kelompok A itu justru bersekolah di sekolah-sekolah negeri favorit
yang 90% pembiayaannya ditanggung oleh negara. Akhirnya, orang kaya itu untuk
mendapatkan yang banyak cukup membayar sedikit, sebaliknya orang miskin untuk
mendapatkan yang sedikit harus membayar lebih banyak. Sejauh ini kita memang tidak
mengetahui sebaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) sehingga kita tidak tahu persis apakah
banyak menyasar pada Kelompok D, C, atau bahkan A dan B? Namun, berdasarkan
distribusi anggaran pendidikan, dari APBN dan APBD, lebih banyak memfasilitasi
kepada Kelompok A, sedikit Kelompok B dan C. Kebijakan pendidikan seperti itu tidak
jauh berbeda dengan kebijakan pendidikan pada masa kolonial dulu, yang hanya
memberikan ruang kepada golongan bangsawan dan pangreh praja saja. Kebijakaan
pendidikan yang bias kelas menengah seperti itu semestinya mendapat koreksi dari
pengambil kebijakan. Ya, agar sistem pendidikan nasional mampu mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; bukan justru menciptakan kesenjangan
antara kaya dan miskin.
Ajaran nilai-nilai luhur kebangsaan harus tetap dipegang teguh oleh sistem
pendidikan, proses pengajaran, dan sikap hidup semua peserta pendidikan baik guru,
murid, dan orangtua siswa, lewat ajaran pendidikan dan kebudayaan yang diwariskan Ki
Hadjar Dewantara dan menjadi nilai-nilai basis perjuangan Tamansiswa dalam
mendorong lahirnya pendidikan nasional di Indonesia. Tamansiswa punya kewajiban
memberi sinyal kepada semua pihak penyelenggara pendidikan dan pemerintah agar
pendidikan tetap mengakar pada kebudayaan bangsa. Modernisasi pendidikan harus
dilakukan, tetapi nilai-nilai keluhuran kebangsaan mesti dipegang, mulai dari pengajaran,
sikap hidup, guru, dan orangtua yang berperan dalam pendidikan anak-anak, semuanya
berpijak pada nilai-nilai luhur kebangsaan Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional secara yuridis dapat ditelusuri ke UUD 1945, UU 20
2013 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, dan implementasinya melalui Kurikulum
2013. Berikut adalah penjabaran tujuan pendidikan menurut Undang-undang dasar, UU
20 Sisdiknas, dan kurilum 2013. Tujuan Pendidikan nasional dalam UU 20 2013 pasal 3
(Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional) mengenai Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) adalah sebagai berikut. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan yang
tertuang dalam UU 20 SISDIKNAS ini adalah tujuan pendidikan nasional termutakhir
untuk saat ini, karena merupakan penjabaran dan penafsiran terbaru dari Undang Undang
Dasar 1945 yang sebetulnya telah memuat tujuan pendidikan pula.
Tujuan pendidikan telah tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalamnya dinyatakan bahwa salah
satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi tersebut
di antaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat 1, Pasal 31, dan Pasal 32, juga
mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan Undang-undang. Dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan nasional yang
disebutkan di atas harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk
itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan. Maka berdasarkan keperluan tersebutlah UU 20 SISDIKNAS
dirancang. Kemudian, melanjutkan UU 20 SISDIKNAS tersebut, dibuatlah implementasi
yang lebih spesifik dan konkret lagi, yakni melalui perancangan kurikulum. Dalam
kaitannya dengan kurikulum yang hingga kini (2022) digunakan, maka kurikulum
tersebut adalah kurikulum 2013 yang akan dipaparkan di bawah ini.
Boleh dikatakan bahwa Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat 1, Pasal 31, dan Pasal
32 ini adalah tujuan sistem pendidikan nasional. Sementara itu, sistem haruslah ditunjang
oleh pelaksanaan yang mumpuni pula. Di sinilah kurikulum menjadi pemeran utama
dalam menyetir penggunaan sistem pendidikan yang efektif, terarah, dan sesuai dengan
kemudi yang diarahkan oleh Undang Undang. Dari tahun 2013 hingga 2019 bahkan
tahun 2020 sekarang kurikulum terbaru yang telah disusun dan digunakan adalah
Kurikulum 2013 yang disingkat K13 atau sering disebut dengan Kurtilas. Kurikulum ini
tentunya terus dikembangkan sembari diimplementasikan. Revisi terakhir yang diberikan
adalah Kurikulum 2013 revisi 2017. Karena kurikulum adalah bentuk konrket tujuan
pendidikan, maka tujuan telah terpecah menjadi masing-masing kepentingan pendidikan
yang diharapkan. Untuk memberikan konteks yang lebih luas, berikut adalah kerangka
kerja penyusunan Kurikulum 2013 yang diambil dari pemaparan konsep dan
implementasi kurikulum 2013 oleh Kemdikbud pada 14 januari 2014. Dapat dilihat
bahwa kurikulum 2013 telah memecah langsung tujuan pendidikan menjadi satuan-
satuan tujuan pendidikan yang langsung diterapkan pada silabus pembelajaran masing-
masing jenjang sekolah. Tujuan pendidikan telah diaplikasikan langsung menjadi standar
proses, kompetensi inti kelas dan kompetensi dasar yang diinginkan sesuai dengan
standar isi. Kemudian standar penilaiannya juga dirancang untuk menyokong tujuan
pendidikan nasional.
Meskipun Kurikulum 2013 revisi adalah kurikulum terbaru yang diamanatkan
untuk digunakan namun pemerintah juga memperbolehkan sebagian sekolah untuk
menggunakan kurikulum lain. Misalnya bagaimana sekolah yang merasa belum mampu
mengimplementasikannya boleh masih menggunakan kurikulum sebelumnya yakni
kurikulum KTSP. Beberapa penyelenggara pendidikan khusus seperti Sekolah
Internasional juga diperbolehkan menggunakan kurikulum lain seperti
kurikulum Cambridge. Tentunya asalkan sesuai dengan prosedur dan implementasi yang
sesuai dengan aturan main pemerintah. Selain itu, kini kementerian pendidikan dan
kebudayaan tengah menggodok kurikulum baru yang masih berupa prototype. Prototype
atau rancangan sementara ini tentunya harus melalui banyak proses percobaan dan
pengembangan sebelum dapat diimplementasikan. Bisa jadi kurikulum baru ini hanya
akan diimplementasikan empat hingga sepuluh tahun kedepan, karena masa pakai
kurikulum 2013 masih panjang. Namun bisa jadi kurikulum ini tiba-tiba berubah. Hal
tersebut sangat bergantung pada situasi dan kondisi politik di Indonesia.
Sumber :

 Buku KETAMANSISWAAN yang disusun oleh Tim Dosen Ketamansiswaan Universitas


Sarjanawiyata Tamansiswa.
 PENDIDIKAN KETAMANSISWAAAN JILID III Disusun oleh Ki Soenarno
Hadiwijoyo Hal.9-10
 H.A.R., Tilaar (2012). Kaleidoskop Pendidikan Nasional: Kumpulan Karangan. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas. hlm. 21.
 Ki Hadjar Dewantara, Kebudayaaan, Bagian Kedua, Majelis Luhur Persatuan
Tamansiswa, Cetakan kedua(edisi revisi), Yogyakarta, 2013.

Anda mungkin juga menyukai