Pembimbing : Prof. Dr. Ajid Thohir, M.Ag., Dr. Ajid Hakim, M.Ag
ABSTRACT
Sirah means the details of a person's life or the History of a person's life. Ibn Mandzur in the Arabic
book Lisanul states that the meaning of as-sirah according to language is habit, path, method and
behavior. In general terms, it means the details of a person's life or the history of a person's life.
The discussion of Sirah Nabawiyah focuses on the journey and life story of the Prophet
Muhammad in detail. The discussion also emphasizes personal traits, morals and the way he lives
his daily life that can be emulated. Meanwhile, history is only discussed about events that are
considered important that occurred in the past. The Nabawiyah sirah is sourced only from verses
of the Al-quran, the hadith of the prophet, and the history of his companions. Through this paper,
we provide reliable sources as references when conveying the Sirah of the Prophet Muhammad
SAW.
Keywords: Source, Sirah, Nabawiyah, Al-Quran, Hadith
ABSTRAK
Sirah artinya adalah perincian hidup seseorang atau Sejarah hidup seseorang. Ibnu Mandzur dalam
kitab Lisanul Arab menyatakan arti as-sirah menurut bahasa adalah kebiasaan, jalan, cara, dan
tingkah laku. Menurut istilah umum, artinya adalah perincian hidup seseorang atau sejarah hidup
seseorang. Sirah Nabawiyah pembahasannya bertumpu kepada perjalanan dan kisah hidup Nabi
Muhammad secara rinci. Pembahasan juga menekankan sifat pribadi, akhlak serta cara dia
menjalani kehidupan sehari yang bisa diteladani. Sedangkan sejarah pembahasannya hanya
mengenai peristiwa-peristiwa yang dianggap penting yang terjadi pada masa lampau. Sirah
Nabawiyah bersumber hanya dari ayat Al-Quran, hadits nabi, dan riwayat para sahabat dia. Melalui
makalah ini menyampaikan sumber-sumber yang dapat dipercaya sebagai rujukan ketika
menyampaikan Sirah Nabi Muhammad SAW.
Sirah Nabawiyah 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nabi Muhammad lahir di Mekkah pada hari senin pagi 12 Rabi’ul awal bertepatan
dengan tanggal 20 April tahun 571 M. Tahun kelahiran Nabi dikenal dengan tahun Gajah,
karena pada tahun itu pasukan Abrahah dengan menunggang gajah menyerbu Mekkah ingin
menghancurkan ka’bah. Beliau lahir dari keluarga miskin secara materi namun berdarah
ningrat dan terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi
Manaf bin Qushay bin Kilab. Dikisahkan, bahwa anak-anak Hasyim ini adalah keluarga yang
berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para jamaah haji yang dikenal
dengan sebutan Siqayah al-Hajj. Sedangkan ibunda Nabi Muhammad adalah Aminah binti
Wahab, adalah keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan ibunda Nabi
bertemu pada Kilab ibn Murrah (Burhanudin, 2017).
Pada waktu lahir Nabi Muhammad dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah
meninggal dunia ketika masih dalam kandungan. Nabi Muhammad kemudian diserahkan
kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Nabi Muhammad dibesarkan
sampai usia empat tahun. Setelah kurang lebih dua tahun berada dalam asuhan ibu kandungnya.
Ketika usia enam tahun Nabi Muhammad menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal,
Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Nabi Muhammad. Namun, dua
tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya
beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia juga sangat disegani
dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan.
Saat Rasulullah berdakwah di mekkah untuk pertama kalinya, beliau mendapatkan
pertentangan dari masyarakat kafir di Mekkah. Tidak hanya pertentangan, kezaliman pun
didapatkan oleh rasulullah. Kemudian Rasulullah bersama umat muslim lainnya hijrah ke
Madinah untuk mendapatkan perlindungan. Tidak hanya perlindungan, Islam pun berkembang
dengan pesatnya dan menjadi pusat awal dari semua aktifitas negara yang kemudian meliputi
semua Jazirah Arabia. Sejarah Islam pada masa Rasullullah merupakan sejarah yang demikian
indah yang seharusnya dijadikan contoh dan suri tauladan oleh kaum muslimin, baik penguasa
maupun rakyat biasa.
Sirah nabawiyah yang merupakan perincian sejarah Nabi Muhammad SAW secara
rinci, memberikan perjalanan dan kisah hidup Nabi Muhammad SAW. Sirah nabawiyah
sumber dan rujukan sirah nabawiyah ada tiga: Kitab Allah, Sunnah Nabawiyah yang sahih,
dan kitab-kitab sirah.
2.1 Kitab Allah – Alquran
Kitab Allah merupakan rujukan pertama untuk memahami sifat-sifat umum Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengenal tahapan-tahapan umum sirahnya Nabi
Muhammad.:
• mengemukakan sebagian kejadian dari kehidupan dan sirah-nya, sepert ayat-ayat yang
menjelaskan tentang Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Hunain, serta ayat-ayat yang
mengisahkan perkawinan dengan Zainab binti Jahsyi.
Secara garis besar kisah-kisah Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam yang dituturkan dalam Al-
Quran melingkupi antara lain:
• Perkembangan kehidupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Akhlaq Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
• Kesulitan dalam menjalankan dakwah seperti tuduhan-tuduhan yang Beliau
ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam terima.
• Hijrah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Sebagian peperangan yang diikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Badar,
Uhud, Khandaq, Fathu Makkah, Hunain, dll.
• Mu’jizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Isra Mi’raj.
Syaikh Al-Buthy juga menuturkan dalam Fiqhus Sirah nya bahwa secara umum, saat Al-Quran
menceritakan Sirah Nabawiyah, akan memakai satu dari dua uslub berikut:
• Mengemukakan sebagian kejadian dari kehidupan Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam,
yang sebagiannya sudah disebutkan sebelumnya di atas, termasuk juga pernikahan Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam dan Zainab binti Jahsy radhiyaLlahu ‘anha.
• Mengomentari kasus-kasus dan peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk menjawab
masalah-masalah yang timbul, atau mengungkap masalah yang belum jelas, atau
menarik perhatian kaum Muslimin kepada pelajaran yang terkandung padanya.
Baik Syaikh As-Siba’I dan Syaikh Al-Buthy, keduanya sepakat bahwa pembicaraan Al-Quran
terkait dengan Sirah Nabawiyah semuanya dalam bentuk global dan tidak mendetail.
Sebagaimana Perang Badar misalnya, Al-Quran tidak menjelaskan berapa jumlah Sahabat yang
syahid ataupun kaum kafir yang mati terbunuh.
2.2 Hadis
Menurut istilah ulama ahli hadis, hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, ketetapannya (bahasa Arab: تقرير, translit. Taqrīr), sifat jasmani atau sifat
akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (bahasa Arab: )بعثةdan terkadang juga
sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan sunnah.
Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan Sunnah, maka
pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan
dari Nabi Muhammad ﷺyang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadis itu sendiri adalah
bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
Secara struktur hadis terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan
matan (redaksi).
Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya
(apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran
(apakah ada yang bertolak belakang).
Kitab-kitab para imam hadits yang terkenal jujur dan amanah, seperti kitab-kitab yang
enam, Muwatha’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad. Sumber kedua ini lebih luas dan
lebih rinci, hanya saja belum tersusun secara urut dan sistematis dalam memberikan gambaran
kehidupan Rasulullah hshallallahu ‘alaihi wa sallam sejak lahir hingga wafat. Hal ini
disebabkan oleh dua hal:
• sebagian besar kitab-kitab ini disusun hadits-haditsnya berdasarkan bab-bab fiqih atau
sesuai dengan satuan pembahasan yang beraitan dengan syariat Islam. Karena itu,
hadits-hadits yang berkaitan dengan sirahnya yang menjelaskan bagian dari
kehidupannya terdapat pada berbagai tempat di antara semua bab yang ada.
أن رجلاً سأل رسولً هللا صلىً هللا عليه وسلم عن صوم يوم االثنين: عن أبي قتادة.
َ ً َويَ ْومً بُ ِعثْتًُ – أ َ ًْو أ ُ ْن ِز َل،ذَاكًَ يَ ْومً ُو ِلدْتًُ فِي ِه: «فقال
»رواه مسل ًم.- علَيً فِي ًِه
Syaikh As-Siba’i menyebutkan bahwa sumber ini memuat bagian terbesar kehidupan Nabi
ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Alasan yang menambah ketenangan dan kepercayaan padanya
adalah adanya sanad yang jelas bersambung sampai kepada para Sahabat radhiyallahu ‘anhum,
yang berinteraksi langsung dengan Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Melalui sumber ini,
kita dapat melihat gambaran yang komprehensif, walau terkadang tidak utuh, tentang Sirah
Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
sumber ini memuat bagian terbesar kehidupan Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Alasan yang
menambah ketenangan dan kepercayaan padanya adalah adanya sanad yang jelas bersambung
sampai kepada para Sahabat radhiyaLlahu ‘anhum, yang berinteraksi langsung dengan Nabi
ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Melalui sumber ini, kita dapat melihat gambaran yang
komprehensif, walau terkadang tidak utuh, tentang Sirah Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Khalikan berkata, “Ibnu Hisyam adalah orang yang menghimpun sirah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Al Maghazi dan As Siar karangan Ibnu Ishaq. Ia telah
menyempurnakan dan meringkasnya. Kitab inilah yang ada sekarang dan yang terkenal dengan
Sirah Ibnu Hisyam.2
Syaikh Al-Buthy menyebutkan bahwa kajian sirah diambil dari riwayat-riwayat pada
masa Sahabat radhiyaLlahu ‘anhum dan disampaikan secara turun-temurun tanpa dihimpun
atau disusun dalam sebuah kitab, walau sudah ada yang menaruh perhatian khusus terhadap
Sirah Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam dan rincian-rinciannya.
Baru pada masa generas tabi’in, Sirah Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam mulai disusun
dengan mengumpulkan data yang terdapat pada lembaran-lembaran kertas. Kemudian muncul
generasi penyusun Sirah berikutnya dengan tokoh-tokohnya seperti Muhammad bin Ishaq/Ibnu
Ishaq (152H), lalu disusul generasi setelahnya seperti Al-Waqidi (203H), dll.
Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabary dikenal dengan Ibnu
Jarir al-Thabary. Seorang ulama’ besar yang memiliki banyak karya yang masyhur, diantaranya
tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beliau dilahirkan di kota Amul, Tabaristan, Iran pada
tahun 224 H atau 839 masehi dan mulai melakukan perjalanan menuntut ilmu ke luar daerahnya
pada umur 12 tahun. Belajar di berbagai daerah di luar Iran namun pada akhirnya menetap di
Baghdad hingga wafatnya pada tahun 310 H. Beliau salah satu ulama’ yang paling masyhur
pada zamannya. Pendapat-pendapatnya menjadi rujukan, beliau juga seorang hafizh Qur’an
bahkan sangat faham dengan makna-makna yang dikandungnya. Sunnah nabi beliau kuasai,
baik yang shahih maupun tidak. Dan yang menjadi kelebihannya, beliau paham betul dengan
pendapat-pendapat sahabat, tabi’in dan generasi selanjutnya. Menurut Abu al-Abbas
“Muhammad Ibnu Jarir itu adalah seorang yang faqih”. Selain kitab tafsir Jami’ al Bayan,
beberapa karya beliau yang tak kalah masyhurnya ialah: Tarikh al-Umam wa al-Muluk yang
menjadi rujukan utama kitab sejarah raja-raja Arab, kitab al-Qiraat, al-Adad wa al-Tanzil, kitab
Ikhtilaf al-Ulama’, Tarikh al-Rijal min al-Sahabat wa al-Tabiin, kitab Ahkam Syara’ii al-Islam
dan masih banyak lagi yang lainnya yang menunjukkan keluasan ilmunya. Namun kitab-kitab
Imam al-Suyuti dalam kitab Thabaqat al-Mufassirin berkata “Beliau (Al-Thabari) awal
mulanya seorang pengikut madzhab Syafi’i kemudian membentuk madzhab sendiri dengan
pendapat-pendapatnya, dan beliau mempunyai banyak pengikut, dan dalam hal Ushul maupun
Furu’ beliau memiliki banyak karya kitab. Konon, tafsir al-Thabary ini sempat hampir hilang
dari peredaran namun dengan izin Allah naskah lengkapnya pada akhirnya ditemukan dalam
penguasaan seorang mantan amir Najed yaitu amir Hamud bin amir Abdu al-Rasyid dan
kemudian di salin untuk diterbitkan sehingga bisa sampai pada tangan kita sekarang. Adapun
metode penafsiran yang digunakan dalam kitab ini ialah Tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi
ayat secara mendetil dari al-Fatihah hinggan an-Nas. Sedangkan dari cara penafsirannya, ia
termasuk dalam kategori tafsir bi al-Ma’tsur, menafsirkan al-Qur’an dengan Qur’an, atau
dengan hadist Rasul, atau keterangan-keterangan dari para sahabat dan juga tabi’in.
Hal ini terlihat sekali di dalam kitab at-Thabari yang menghadirkan banyak riwayat dari
hadis maupun atsar para sahabat dan tabi’in dalam menafsirkan sebuah ayat. Sebelum memulai
penafsirannya, merupakan ciri khas imam at-Thabary berkata القول فى تفسير السورة كذاوكذاdan القول
فى تأويل كذاوكذاkemudian dikuatkan dengan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada para
sahabat, Tabi’in. Apabila ada dua pendapat atau lebih mengenai suatu ayat, beliau akan
menguraikannya satu per satu dan didukung dengn riwayat-riwayat yang berkenaan dengannya
dari para Sahabat dan Tabi’in. At-Thabary sangat menentang keras para penafsir yang hanya
menggunakan akalnya saja atau murni pemahaman bahasa tanpa berpegang pada riwayat para
sahabat maupun tabi’in.
Salah satu ciri khas lainnya dari tafsir ini ialah ketika beliau sampai pada perdebatan tafsir
mengenai hal yang dalam pandangan beliau kurang bermanfaat ataupun tidak menjadi
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Usairy, A. (2020). Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX (R. Samson
(ed.)). Akbar Media, cet-XI.
Baried, Siti Baroroh. Dkk (1985). Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Hakim, Ajid. (2013). Studi Islam Di Asia Tenggara.
Irsyadi Nia, Muhammad Reza. (2012). Antara Filsafat dan Penafsiran Teks-teks Agama, Sadra
Press.
Islam. (2023). https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam
Kartodirdjo, Sartono. (1990). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Yogyakarta
: Penerbit Ombak.
Yusuf, Husain, Muhammad. 2022. Jejak Dakwah Rasulullah. Bandung: Pustaka Kasidah Cinta.