Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA DENGAN TAHAP

PERKEMBANGAN KELURGA KELAHIRAN ANAK PERTAMA CHILD


BEARING
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP KELUARGA

1. Pengertian

Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah

tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1989).

Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman,

(2002) keluarga adalah sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan

lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai kelompok

dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah

kesehatan keluarga dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam

keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan

mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. Keluarga merupakan perantara yang

efektif dan mudah untuk berbagai usaha kesehatan masyarakat, perawat dapat

menjangkau seluruh masyarakat melalui keluarga. Dalam memelihara klien

sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan dalam

melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang

serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu yang menjadi anggota dalam

keluarga.

Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan

keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan

melindungi keluarga serta memperkuat pelayanan kepada masyarakat tentang

perawatan kesehatan.
2. Tipe-tipe Keluarga

a. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah,

ibu dan anak-anaknya dalam satu rumah.

b. Keluarga besar (Extended Family) yaitu keluarga inti di tambah dengan

sanak saudara, misalnya kakek, nenek, bibi, keponakan, saudara sepupu

dll.

c. Keluarga berantai (Serial Family) yaitu keluarga yang terdiri dari

wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu

keluarga inti.

d. Keluarga duda/ janda (Single Family) yaitu keluarga yang terjadi

perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinanya

berpoligami dan hidup bersama.

f. Keluarga kabitas (Cohabitation) yaitu dua orang yang menjadi satu

tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

3. Asuhan Keperawatan Keluarga

Menurut Setyowati dan Murwarni (2008), asuhan keperawatan keluarga

adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan

kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga

tersebut dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.


Tujuan umum asuhan keluarga adalah ditingkatkannya kemampuan

keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri dalam mengenal

masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi

masalah kesehatan keluarga, melakukan tindakan keperawatan kesehatan kepada

anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh, dan atau yang

membutuhkan bantuan/asuhan keperawatan, memelihara lingkungan (fisik, psikis

dan sosial) sehingga menunjang peningkatan kesehatan keluarga, memanfaatkan

sumber daya yang ada di masyarakat misalnya : puskesmas, puskesmas

pembantu, kartu sehat, dan posyandu untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

a. Pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga

Yang termasuk pada pengkajian keluarga adalah :

1) Mengidentifikasi data demografi dan sosiokultural

2) Data lingkungan

3) Struktur dan fungsi keluarga

4) Stress dan strategi koping yang digunakan keluarga

5) Perkembangan keluarga

Sedangkan yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai

anggota keluarga, adalah pengkajian fisik, mental, emosi, sosial dan

spiritual.

b. Diagnosis

Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap

adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga,

struktur keluarga, fungsi – fungsi keluarga dan koping keluarga, baik yang

bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki

kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan


bersama – sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber

daya keluarga (Setyowati dan Murwarni, 2008).

Diagnosis keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga tentang

masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi

keperawatan untuk mencapai tujuann asuhan keperawatan keluarga

sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2008).

Tahap dalam diagnosis keperawatan keluarga antara lain analisis data,

perumusan masalah dan prioritas masalah.

Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi problem, etiologi

dan sign/simpton. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga sama

dengan diagnosis klinik yang dapat dibedakan menjadi 5 (lima) kategori

yaitu :

a. Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)

b. Resiko (ancaman kesehatan)

c. Wellness (keadaan sejahtera)

d. Sindrom

Prioritas dari diagnosa keperawatan yang ditemukan dilakukan jika

diagnosis keperawatan ditemukan dihitung dengan menggunakan skala

prioritas (Skala Baylon dan Maglaya) sebagai berikut :

No Kriteria Bobot Skor

1. Sifat masalah 1 Aktual = 3

Resiko = 2

Potensial = 1

2. Kemungkinan masalah 2 Mudah = 2


untuk dipecahkan Sebagian = 1

Tidak dapat = 0

3. Potensi masalah untuk 1 Tinggi = 3

dicegah Cukup = 2

Rendah = 1

4. Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2

Tidak segera diatasi = 1

Tidak dirasakan adanya masalah

=0

c. Perencanaan

Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta

rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan di rumuskan

untuk mengatasi atau meminimalkan stressor dan intervensi dirancang

berdasarkan tiga tingkat pencegahan.

Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.

Penetapan tujuan jangka panjang ( tujuan umum ) mengacu pada bagaimana

mengatasi problem atau masalah di keluarga, sedangkan penetapan tujuan

jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi.

Contoh pembuatan rencana keperawatan keluarga seperti pada tabel di

bawah ini :

Diagnosis Tujuan Evaluasi Rencana

Keperawatan Kriteria Standar Intervensi


d. Implementasi

Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan

program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari

keluarga, dan memandirikan keluarga. Pada tahap ini perawat tidak bekerja

sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan

yang menjadi tim perawatan kesehatan di rumah.

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenaan dengan

program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang digunakan

terkait program kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai.

Evaluasi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang :

1) Efektifitas dan efisiensi program

2) Kesesuaian program dengan rencana dan tuntutan keluarga

3) Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

4) Masalah yang muncul dalam pengembangan program dan

penyelesaiannya.

4. Peran Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Keluarga

Menurut Setiadi (2008) dalam memberikan asuhan keperawatan

kesehatan keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat

antara lain adalah :

a. Pengenal kesehatan (health monitor)

b. Pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit

c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga

d. Fasilitator
e. Pendidik kesehatan

f. Penyuluh dan konsultan

5. Level/Tingkatan Praktik Keperawatan Keluarga

Terdapat beberapa level / tingkatan keperawatan keluarga menurut

Bozzet, 1987 dalam Friedman (1998) yang dikutip Achjar, H (2010) yaitu :

a. Level 1

Individu merupakan fokus intervensi dan keluarga sebagai background.

Keluarga dipandang sebagai konteks bagi klien yang merupakan latar

belakang atau fokus sekunder, sedangkan individu merupakan bagian terdepan

atau fokus primer yang berkaitan dengan pengkajian dan intervensi

keperawatan. Dalam hal ini perawat keluarga, dapat menganggap keluarga

sebagai bagian sistem pendukung sosial klien tetapi hanya dengan sedikit

keterlibatan keluarga dalam rencana perawatan klien.

b. Level 2

Keluarga sebagai penjumlahan dari anggota – anggotanya (keluarga sebagai

kumpulan dari anggota keluarga). Dalam praktek keperawatan keluarga,

keluarga dipandang sebagai kumpulan dari anggota keluarga, sehingga asuhan

keperawatan bisa digunakan untuk seluruh anggota keluarga tersebut. Asuhan

keperawatan diberikan bukan hanya pada satu individu, tetapi bisa lebih

individu.

c. Level 3

Subsistem dalam keluarga bisa dilihat dari hubungan antara anggota – anggota

keluarga. Subsistem keluarga merupakan pusat perhatian sebagai penerima

pengkajian dan intervensi keperawatan keluarga.


d. Level 4

Seluruh anggota keluarga merupakan fokus intervensi. Keluarga dipandang

sebagai klien atau sebagai fokus utama pengkajian dan perawatan keluarga.

Keluarga menjadi yang utama dengan anggota keluarga sebagai latar belakang

atau konteks. Keluarga sebagai sistem yang berinteraksi, adanya saling

ketergantungan antara subsistem keluarga dengan keseluruhan keluarga dan

lingkungan sekitar.

B. KONSEP KELUARGA CHILDBEARING

1. Pengertian

Menurut Duvall & Miller (1985) dalam Friedman (2002), keluarga

Childbearing adalah keluarga yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan

berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Keluarga childbearing adalah keluarga

yang berada pada tahap perkembangan ke II .

Menurut Rodgers dalam Friedman (1998), keluarga Chilbearing adalah

keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran

anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa

keluarga Childbearing adalah keluarga yang berada pada tahap perkembangan

ke II mulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai

anak pertama berusia 30 bulan.

2. Tugas Perkembangan Keluarga Childbearing

Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan

krisis keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dalam Friedman (2002) dari 46
orang tua dinyatakan 17% tidak bermasalah, dan selebihnya bermasalah dalam

hal suami merasa diabaikan, peningkatan perselisihan dan argumen, interupsi

dalam jadual kontinyu dan kehidupan seksual dan sosial terganggu dan

menurun.

Menurut Duvall & Miller (1985) dan Charter & McGoldrick (1988)

dalam Friedman (2002), tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain

adalah:

1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap

(mengintegrasikan bayi baru ke keluarga)

2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan

anggota keluarga

3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan dengan

pasangan

4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan

peran orangtua dan kakek nenek dalam pengasuhan

Menurut Spradley( ) tugas perkembangan keluarga Childbearing adalah:

persiapan untuk bayi, penataan role masing-masing dan tanggung jawab,

persiapan biaya, adaptasi dengan pola hubungan seksual, pengetahuan tentang

kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.

3. Perhatian Pelayanan Kesehatan

Perhatian pelayanan kesehatan yang menjadi fokus utama asuhan

keperawatan pada keluarga childbearing menurut Friedman (2002), adalah :

a. Persiapan untuk pengalaman melahirkan


Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan pasangan suami istri. Saat

Kehamilan terjadi adaptasi maternal yang merupakan proses sosial dan

kognitif yang kompleks bukan hanya berdasarkan naluri tetapi dipelajari.

Awal kehamilan istri biasanya banyak tidur dan mempunyai keinginan untuk

berhenti dari aktivitas sehari – hari yang penuh tuntutan dan rutinitas.

Trimester ke II mulai mengalihkan perhatian ke dalam kandungannya.

Trimester III perlambatan aktivitas dan waktu terasa cepat berlalu sehingga

aktivitas dibatasi. Istri mulai mengubah konsep dirinya menjadi siap menjadi

orang tua.

b. Transisi menjadi orang tua

Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan

hangat, sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua tercapai. Ibu

dan Ayah kadang – kadang secara tiba – tiba berselisih dengan semua peran

yang mengasyikan yang telah dipercayakan.

c. Perawatan bayi yang sehat

Ibu yang pertama kali mempunyai anak akan banyak meminta bantuan di

dalam proses perawatan bayinya. Banyaknya nasehat dari orang tua,

tetangga, teman dan lingkungan terkadang membuat ibu baru merasa

kebingungan. Kelelahan secara fisik dan emosional dapat membuat ibu baru

mengalami post partum blues dan perasaan tidak berdaya.

d. Mengenali secara dini dan menangani masalah – masalah kesehatan fisik

anak dengan tepat

Keluarga baru belum mempunyai pengalaman mengenai proses pengasuhan

dan perawatan anak terutama mengenai tanda dan gejala suatu kondisi sakit.

Mereka banyak membutuhkan bantuan untuk melakukan tindakan


mendapatkan pelayanan kesehatan. Kebanyakan belajar dan mendapatkan

pengetahuan dari orang tua atau teman yang telah lebih dulu mempunyai

anak.

e. Imunisasi

Keluarga baru banyak yang sudah memahami pentingnya mengimunisasikan

bayinya. Tetapi pada sebagian budaya yang menolak untuk melakukan

tindakan ini dikarenakan kepercayaan imunisasi akan menimbulkan sakit.

Penyuluhan dan bantuan layanan kesehatan juga dibutuhkan oleh keluarga.

f. Pertumbuhan dan perkembangan yang normal

Pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi perhatian yang penting. Pada

masa ini anak sedang berada pada proses interaksi dan adaptasi dengan

lingkungan baru. Keluarga perlu diberitahukan untuk melakukan

pengawasan terhadap tumbuh kembang anak dengan secara teratur

membawa anak ke pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas atau

petugas kesehatan terdekat. Sehingga dapat teridentifikasi kondisi gangguan

dari tumbuh kembang anak.

4. Masalah Yang Lazim Terjadi Pada Keluarga Childbearing

Tahap ini dimulai dengan kehamilan dan kelahiran anak pertama dan

berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Transisi menjadi orang tua adalah salah

satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga, dan sistem permanen dalam keluarga

mulai terbentuk. Masa menjadi orang tua ini bagi sebagian orang merupakan
masa transisi kehidupan yang penuh stress, periode ketidakseimbangan,

memerlukan banyak perubahan yang dapat menyebabkan krisis keluarga,

perasaan tidak memadai jadi orang tua, dan menyebabkan gangguan hubungan

pernikahan.

Stressor yang paling sering adalah kehilangan kebebasan personal akibat

tanggung jawab menjadi orang tua, kurangnya waktu dan hubungan persahabatan

dalam pernikahan sering teridentifikasi.

Penyesuaian menjadi orang tua menjadi hal penting karena kehadiran

bayi sebagai anggota baru membutuhkan perubahan yang tiba – tiba sampai

menuntut peran yang tidak henti – hentinya. Perasaan tidak memadai, kurangnya

bantuan dari keluarga dan teman, saran yang bertentangan dan profesional

pelayanan kesehatan.

Ibu biasanya sangat kelelahan baik secara fisik maupun psikologis dan

terbebani dengan tugas rumah tangga dan mungkin oleh tanggung jawab

pekerjaan.

Pola komunikasi pernikahan yang baru, berkembang dengan hadirnya

seorang anak, pola hubungan antar pasangan dan sebagai orang tua menunjukkan

pola transaksional yang berubah drastis.

Friedman, (2002) mengobservasi bahwa orang tua bayi sedikit berbicara

satu sama lain, sedikit memiliki kesenangan, kurang menstimulasi percakapan

dan kualitas pernikahan menurun sehingga pada tahap ini kebahagiaan

pernikahan lebih rendah.

Penyesuaian dengan keluarga besar dan teman – teman juga terjadi, akses

terhadap jaringan kerja dan sistem dukungan sosial untuk menerima kepuasan

dan memiliki perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda juga
perlu mengetahui kapan mereka membutuhkan bantuan dan dari mana mereka

mendapatkannya serta kapan mereka harus bergantung pada sumber – sumber

dan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri.

Hubungan pernikahan yang kuat dan aktif turut berperan dalam

kestabilan dan moralitas keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan

memberikan kekuatan dan energi pada pasangan untuk diberikan kepada bayinya.

5. Kehamilan

Berdasarkan definisi bahwa keluarga Childbearing adalah

keluarga yang dimulai dengan kehamilan sampai kelahiran hingga anak

pertama berusia 30 bulan, maka perlu juga pembahasan tentang kehamilan

dan perubahan peran apa saja yang terjadi dalam keluarga terkait dengan

kehamilan.

Ibu Hamil (Maternal) adalah: suatu kondisi dimana seorang

perempuan mengalami suatu kondisi kehamilan. Kehamilan adalah suatu

kondisi yang terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur

(ovum) dan sel mani (spermatozoa).

Kehamilan terbagi atas trimester I (1 – 14 minggu), trimester II (14 – 28

minggu), trimester III (28 – 42 minggu).

Masalah-masalah yang sering terjadi pada ibu hamil adalah :

1. Respon terhadap perubahan citra tubuh

Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk

tubuh yang cepat dan nyata. Selama trimester I bentuk tubuh


sedikit berubah, tetapi pada trimester II pembesaran abdomen yang

nyata, penebalan pinggang dan pembesaran payudara memastikan

status kehamilan. Wanita merasa seluruh tubuhnya bertambah

besar dan menyita ruang yang lebih luas. Perasaan ini semakin kuat

seiring bertambahnya usia kehamilan. Secara bertahap terjadi

kehilangan batasan – batasan fisik secara pasti, yang berfungsi

memisahkan diri sendiri dari orang lain dan memberi rasa aman.

Sikap wanita terhadap tubuhnya di duga dipengaruhi oleh nilai –

nilai yang diyakininya dan sifat pribadinya. Sikap ini sering

berubah seiring kemajuan kehamilan. Sikap positif terhadap tubuh

biasanya terlihat selama trimester I. Namun, seiring kemajuan

kehamilan, perasaan tersebut menjadi lebih negatif. Pada

kebanyakan wanita perasaan suka atau tidak suka terhadap tubuh

mereka dalam keadaan hamil bersifat sementara dan tidak

menyebabkan perubahan persepsi yang permanen tentang diri

mereka.

2. Ambivalensi selama masa hamil

Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan,

seperti cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau suatu

keadaan. Ambivalensi adalah respon normal yang dialami individu

yang mempersiapkan diri untuk suatu peran baru. Kebanyakan

wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen selama hamil. Bahkan

wanita yang bahagia dengan kehamilannya, dari waktu ke waktu


dapat memiliki sikap bermusuhan terhadap kehamilan atau janin.

Pernyataan pasangan tentang kecantikan seorang wanita yang tidak

hamil atau peristiwa promosi seorang kolega ketika keputusan

untuk memiliki seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dapat

meningkatkan rasa ambivalen. Sensasi tubuh, perasaan bergantung,

dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat anak dapat memicu

perasaan tersebut. Perasaan ambivalen berat yang menetap sampai

trimester III dapat mengindikasikan bahwa konflik peran sebagai

ibu belum diatasi (Lederman, 1984). Setelah kelahiran seorang

bayi yang sehat, kenangan akan perasaan ambivalen ini biasanya

lenyap. Apabila bayi yang lahir cacat, seorang wanita

kemungkinan akan mengingat kembali saat – saat ia tidak

menginginkan anak tersebut dan merasa sangat bersalah. Tanpa

penyuluhan dan dukungan yang memadai, ia dapat menjadi yakin

bahwa perasaan ambivalennya telah menyebabkan anaknya cacat.

3. Hubungan seksual

Ekspresi seksual selama masa hamil bersifat individual Beberapa

pasangan menyatakan puas dengan hubungan seksual mereka,

sedangkan yang lain mengatakan sebaliknya. Perasaan yang

berbeda – beda ini dipengaruhi oleh faktor – faktor fisik, emosi,

dan interaksi, termasuk takhayul tentang seks selama masa hamil,

masalah disfungsi seksual, dan perubahan fisik pada wanita.

Dengan berlanjutnya kehamilan, perubahan bentuk tubuh, citra


tubuh, dan rasa tidak nyaman mempengaruhi keinginan kedua

belah pihak untuk menyatakan seksualitas mereka. Selama

trimester I seringkali keinginan seksual wanita menurun, terutama

jika ia merasa mual, letih, dan mengantuk. Saat memasuki

trimester II kombinasi antara perasaan sejahteranya dan kongesti

pelvis yang meningkat dapat sangat meningkatkan keinginannya

untuk melampiaskan seksualitasnya. Pada trimester III peningkatan

keluhan somatik (tubuh) dan ukuran tubuh dapat menyebabkan

kenikmatan dan rasa tertarik terhadap seks menurun (Rynerson,

Lowdermilk, 1993). Pasangan tersebut perlu merasa bebas untuk

membahas hubungan seksual mereka selama masa hamil.

Kepekaan individu yang satu terhadap yang lain dan keinginan

untuk berbagi masalah dapat menguatkan hubungan seksual

mereka. Komunikasi antara pasangan merupakan hal yang penting.

Pasangan yang tidak memahami perubahan fisiologis dan emosi,

yang terjadi dengan cepat selama masa hamil, dapat menjadi

bingung saat melihat perilaku pasangannya. Dengan membicarakan

perubahan – perubahan yang mereka alami, pasangan dapat

mendefinisikan masalah mereka dan menawarkan dukungan yang

diperlukan. Perawat dapat memperlancar komunikasi antar

pasangan dengan berbicara kepada pasangan tentang perubahan

perasaan dan perilaku yang mungkin dialami wanita selama masa

hamil (Rynerson, Lowdermilk, 1993)


4. Kekhawatiran tentang janin

Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda – beda

selama masa hamil (Gaffney, 1988). Kekhawatiran pertama timbul

pada trimester I dan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya

keguguran. Banyak wanita yang sengaja tidak mau

memberitahukan kehamilannya kepada orang lain sampai periode

ini berlalu. Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat

dengan adanya gerakan dan denyut jantung, Kecemasan orang tua

yang terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya. Orang tua

mungkin akan membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka dan

berusaha untuk memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam

keadaan sempurna. Pada tahap lanjut kehamilan, rasa takut bahwa

anaknya dapat meninggal semakin melemah. Kemungkinan

kematian ini terbukti semakin tidak dipikirkan orang tua.

Tugas Perkembangan Ibu Hamil (Maternal) :

1. Menerima Kehamilan

Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu ialah

menerima ide kehamilan dan mengasimilasi status hamil ke dalam

gaya hidup wanita tersebut (Lederman, 1984). Tingkat penerimaan

dicerminkan dalam kesiapan wanita dan respons emosionalnya

dalam menerima kehamilan. Kesiapan menyambut kehamilan

Ketersediaan keluarga berencana mengandung makna bahwa


kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen

tanggung jawab bersama pasangan. Namun, merencanakan suatu

kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan (Entwistle,

Doering, 1981).Wanita lain memandang kehamilan sebagai suatu

hasil alami hubungan perkawinan, baik diinginkan maupun tidak

diinginkan, bergantung pada keadaan. Wanita yang siap menerima

suatu kehamilan akan dipicu gejala - gejala awal untuk mencari

validasi medis tentang kehamilannya. Beberapa wanita yang

memiliki perasaan kuat, seperti “tidak sekarang,” bukan saya,” dan

“ tidak yakin,” mungkin menunda mencari pengawasan dan

perawatan (Rubin, 1970). Namun , beberapa wanita menunda

validasi medis karena akses keperawatan terbatas, merasa malu,

atau alasan budaya. Untuk orang lain, kehamilan dipandang

sebagai suatu peristiwa alami, sehingga tidak perlu mencari

validasi medis dini. Setelah kehamilan dipastikan respon emosi

wanita dapat bervariasi, dari perasaan sangat gembira sampai

syok, tidak yakin, dan putus asa. Reaksi yang diperlihatkan banyak

wanita ialah respon” suatu hari nanti, tetapi tidak sekarang.”

Wanita lain dengan sederhana menerima kehamilan sebagai

kehendak alam. Banyak wanita mula- mula terkejut ketika

mendapatkan diri mereka hamil. Namun, seiring meningkatnya

penerimaan terhadap kehadiran seorang anak, akhirnya mereka

menerima kehamilan. Tidak menerima kehamilan tidak dapat


disamakan dengan menolak anak. Seorang wanita mungkin tidak

menyukai kenyataan dirinya hamil, tetapi agar anak itu dilahirkan.

Respon Emosional Wanita yang bahagia dan senang dengan

kehamilannya sering memandang hal tersebut sebagai pemenuhan

biologis dan merupakan bagian dari rencana hidupnya. Mereka

memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya diri akan

hasil akhir untuk dirinya sendiri, untuk bayinya, dan untuk

anggota keluarga yang lain. Meskipun secara umum keadaan

mereka baik, namun kelabilan emosional yang terlihat pada

perubahan mood yang cepat untuk dijumpai pada wanita hamil.

Perubahan mood yang cepat dan peningkatan sensitifitas terhadap

orang lain ini membingungkan calon ibu dan orang- orang di

sekelilingnya. Peningkatan iritabilitas, uraian air mata dan

kemarahan serta perasaan suka cita, serta kegembiraan yang luar

biasa muncul silih berganti hanya karena suatu provokasi kecil

atau tanpa provokasi sama sekali. Perubahan hormonal yang

merupakan bagian dari respon ibu terhadap kehamilan, dapat

menjadi penyebab perubahan mood, hampir sama seperti saat akan

menstruasi atau selama menopause. Alasan lain, seperti masalah

seksual atau rasa takut terhadap nyeri selama melahirkan, juga

dijadikan penjelasan timbulnya perilaku yang tidak menentu ini.

Seiring kemajuan kehamilan, wanita lebih menjadi terbuka tentang

terhadap diri sendiri dan orang lain. Ia bersedia membicarakan hal-


hal yang tidak pernah dibahas atau yang dibahas hanya dalam

keluarga dan tampak yakin bahwa pikiran- pikirannya dan gejala -

gejala yang dialaminya akan menarik untuk si pendengar yang

dianggapnya protektif. Keterbukaan ini, disertai kesiapan untuk

belajar, meningkatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan

wanita hamil dan meningkatkan kemungkinan diselenggarakannya

perawatan yang efektif dan terapeutik untuk mendukung

kehamilan. Apabila anak tersebut diingingkan, rasa tidak nyaman

yang timbul akibat kehamilan cenderung dianggap sebagai suatu

iritasi dan upaya dilakukan untuk meredakan rasa nyaman tersebut

biasanya membawa keberhasilan. Rasa senang yang timbul karena

memikirkan anak yang akan lahir dan perasaan dekat dengan anak

membantu menyesuaikan diri terhadap rasa tidak nyaman ini.

Pada beberapa keadaan wanita yang biasanya mengeluhkan

ketidak nyamanan fisik dapat mencari bantuan untuk mengatasi

konflik peran ibu dan tanggung jawabnya. Pengkajian lebih lanjut

tentang toleransi dan kemampuan koping perlu dilakukan

(Lederman, 1984)

2. Mengenal peran ibu

Proses mengidentifikasi peran ibu dimulai pada awal setiap

kehidupan seorang wanita, yakni melalui memori - memori ketika

ia, sebagai seorang anak, diasuh oleh ibunya. Persepsi kelompok

sosialnya mengenai peran feminim juga membuatnya condong


memilih peran sebagai ibu atau wanita karir, menikah atau tidak

menikah, dan mandiri dari pada interdependen. Peran - peran batu

loncatan, seperti bermain dengan boneka, menjaga bayi, dan

merawat adik - adik, dapat meningkatkan pemahaman tentang arti

menjadi seorang ibu. Banyak wanita selalu menginginkan seorang

bayi, menyukai anak - anak, dan menanti untuk menjadi seorang

ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk menjadi orang tua. Hal ini

mempengaruhi penerimaan mereka terhadap kehamilan dan

akhirnya terhadap adaptasi prenatal dan adaptasi menjadi orang

tua (Grossman, Eichler, Winckooff,1980 ;Lederman, 1984).

Wanita yang lain tidak mempertimbangkan dengan terinci arti

menjadi seorang ibu bagi diri mereka sendiri. Konflik selama masa

hamil, seperti tidak menginginkan kehamilan dan keputusan -

keputusan yang berkaitan denga karir dan anak harus diselesaikan,

3. Hubungan Ibu – Anak

Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal,

yakni ketika wanita mulai membayangkan dan melamunkan

dirinya menjadi ibu (Rubin, 1975; Gaffney, 1988a). Mereka mulai

berpikir seakan-akan dirinya adalah seorang ibu dan

membayangkan kualitas ibu seperti apa yang mereka miliki. Orang

tua yang sedang menantikan bayi berkeinginan untuk menjadi

orang tua yang hangat, penuh cinta, dan dekat dengan anaknya.

Mereka mencoba untuk mengantisipasi perubahan - perubahan


yang mungkin terjadi pada kehidupannya akibat kehadiran sang

anak dan membayangkan apakah mereka bisa tahan terhadap

kebisingan, kekacauan, kurangnya kebebasan, dan bentuk

perawatan yang harus mereka berikan. Mereka mempertanyakan

kemampuan mereka untuk membagi kasih mereka kepada anak

yang belum dilahirkan ini. Rubin (1967) menemukan bahwa

wanita “ menerapkan “dan menguji perannya sebagai ibu dengan

mengambil contoh ibunya sendiri atau wanita lain pengganti ibu

yang memberi pelayanan, dukungan, atau berperan sebagai

sumber informasi dan pengalaman. Hubungan ibu - anak terus

berlangsung sepanjang masa hamil sebagai suatu proses

perkembangan(Rubin, 1975)

4. Persiapan melahirkan

Banyak wanita khususnya Nulipara, secara aktif mempersiapkan

diri untuk menghadapi persalinan. Mereka membaca buku,

menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan

wanita lain (ibu, saudara perempuan, teman, orang yang tidak

dikenal).Mereka akan mencari orang terbaik untuk memberi

nasihat, arahan, dan perawatan (Patterson, Freese, Goldenberg,

1990). Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses

kelahiran yang aman untuk dirinya dan anaknya (Rubin, 1975).

5. Hubungan dengan Pasangan


Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya

ialah ayah sang anak (Richardson,1983). Semakin banyak bukti

menunjukkan bahwa wanita yang diperhatikan dan dikasihi oleh

pasangan prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit

gejala emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi persalinan, dan

lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas

(Grossman,Eichler,Winckoff,1980; May,1982). Ada 2 kebutuhan

utama yang ditunjukkan wanita selama ia hamil

(Richardson,1983). Kebutuhan pertama ialah menerima tanda –

tanda bahwa ia dicintai dan dihargai. Kebutuhan kedua ialah

merasa yakin akan penerimaan pasangannya terhadap sang anak

dan mengasimilasi bayi tersebut ke dalam kelurga. Rubin (1975)

menyatakan bahwa wanita hamil harus “memastikan tersedianya

akomodasi sosial dan fisik dalam keluarga dan rumah tangga

untuk anggota baru tersebut.” Hubungan pernikahan tidak tetap,

tetapi berubah dari waktu ke waktu. Bertambahnya seorang anak

akan mengubah sifat ikatan pasangan untuk selama – lamanya.

Lederman (1984) melaporkan bahwa hubungan istri dan suami

bertambah dekat selama masa hamil. Dalam studinya, ia

mengatakan bahwa kehamilan berdampak mematangkan

hubungan suami – istri akibat peran dan aspek – aspek baru yang

ditemukan dalam diri masing – masing pasangan.


6. Kesiapan untuk melahirkan

Menjelang akhir trimester III, wanita akan mengalami kesulitan

napas dan gerakan janin menjadi cukup kuat sehingga

mengganggu tidur ibu. Nyeri pinggang, sering berkemih,

keinginan untuk berkemih, konstipasi, dan timbulnya varies dapat

sangat mengganggu. Ukuran tubuh yang besar dan rasa canggung

mengganggu kemampuannya melakukan pekerjaan rumah tangga

rutin, dan mengambil posisi yang nyaman untuk tidur dan

istirahat. Pada saat ini kebanyakan wanita akan tidak sabar untuk

menjalani persalinan, apakah disertai rasa suka cita, rasa takut,

atau campuran keduanya. Keinginan yang kuat untuk melihat hasil

akhir kehamilannya dan untuk segera menyelesaikannya membuat

wanita siap masuk ke tahap persalinan.


LAPORAN KASUS KELOLAAN

A. Kasus
Keluarga Tn. B (27 th) menikah dengan Ny.B (25 th) sejak 2 tahun
yang lalu. Tn. B bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu dengan
penghasilan Rp 500.000/bln, istri tidak bekerja. Tinggal dirumah
kontrakan ukuran 60 M2, terdiri dari 2 ruangan dan 1 kamar mandi,
ventilasi tidak memadai. Keluarga Tn. B memiliki anak An. C (♀)
berumur 11 bulan. Imunisasi tidak lengkap karena pernah panas
sebelumnya setelah di imunisasi. Riwayat anak lahir spontan di bidan
dengan BBL = 3 kg, saat ini BB = 7,5 kg dan masih diberikan ASI +
makan sehari 1x dengan menu yg disajikan dirumah. Dalam keluarga
Tn.B, Ny.B mengeluhkan tentang sikap suaminya yang terlalu cuek
dengan kondisinya yang mengurus anak dan rutinitas rumah tangganya
seorang diri. Tn. B mengatakan urusan mengurus rumah dan merawat anak
adalah sepenuhnya tanggung jawab istri dirumah. Ia sudah terlalu lelah
sepulang dari kerja.

B. Pengkajian
I. Data Umum
a. Nama KK : Tn. B
b. Umur : 27 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Buruh
e. Alamat : Kruwed, Gombong
f. Komposisi Keluarga :
No Nama L/P Umur Agama Hub. KK Pendidikan Pekerjaan
1 Tn. B L 27 th Islam Suami SMP Buruh
2 Ny. B P 25 th Islam Istri SMP IRT
3 An. C P 11 bl Islam Anak Belum -
Sekolah
g. Genogram

Keterangan :
Laki-laki : Sakit :
Perempuan : Tinggal Serumah : - - -
Menikah :

h. Tipe Keluarga
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
i. Suku Bangsa
Jawa, Tn. B sebagai pengambil keputusan kelarga
j. Status Sosial konomi Keluarga
Tn. B sebagai buruh di pabrik sepatu mempunyai penghasilan Rp.
500.000/bulan, tidak memiliki tabungan. Penghasilan dipergunakan
untuk kebutuhan sehari-hari
k. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Keluarga tidak mempunyai waktu khusus untuk rekreasi tetapi jika
libur hanya berkunjung pada sanak keluarga

II. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Saat ini keluarga berada pada tahap perkembangan keluarga
dengan kelahiran anak pertama (Child Bearing)
b. Tahap Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
1) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan seksual
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
c. Riwayat Keluarga Inti
Tn. B dan Ny. B menikah sejak 2 tahun yang lalu, menikah karena
saling mencitai, ini adalah pernikahan pertama kalinya buat
mereka.
d. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Keluarga Tn. B mengatakan tidak ada penyakit keturunan dan
belum pernah anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit.

III. Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Keluarga Tn. B tinggal di wilayah pinggiran kota, status rumah
adalah mengontrak, luas rumah 60 M2 jenis permanen terdiri dari
ruang tengah bersatu dengan dapur dan 1 kamar mandi, ventilasi :
1 buah diatas jendela ruang

b. Denah Rumah

B C U
A D

Keterangan
A: Ruang Tamu
B: Ruang makan dan dapur
C: Kamar mandi
D : Kamar tidur

c. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW


Di lingkungan sekitar ada TPS, masjid, posyandu dan puskesmas
d. Mobilitas Georafis Keluarga
Keluarga belum memiliki rumah sendiri sehingga sering berpidah-
pindah tempat tinggal
e. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Tn. B mengatakan jarang mengikuti kegiatan di masyarakat, Ny. B
mengkuti pengajian
f. Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan setiap minggu ke dua ada kegiatan
posyandu dan bila ada anggota keluarga yang sakit diperiksakan ke
puskesmas

IV. Struktur Keluarga


a. Pola Komunikasi Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan pengambilan kepurusan dilakukan
oleh Tn. B, masalah tidak dibicarakan secara terbuka dalam
keluarga
b. Struktur Kekuatan Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan orang tua Tn.B dan kakak Ny.B selalu
membantu bila mereka ada masalah dalam keluarga
c. Struktur Peran
Tn. B sebagai kepala keluarga, Ny. B sebagai istri merawat rumah
dan anak

d. Nilai dan Norma Budaya


Agama yang dianut keluarga Tn.B adalah agama Islam, mereka
melaksanakan kewajiban sholat serta Ny.B mengikuti kegiatan
pengajian rutin

V. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Ny.B mengeluhkan sikap cuek suami yang tidak mau tahu urusan
anak dan kerjaan rumah tangga, Tn.B mengatakan uruan rumah
dan anak adalah tanggung jawab istri di rumah, tugasnya hanyalah
mencari nafkah
b. Fungsi Sosialisasi
Keterbukaan dalam keluarga kurang, interaksi dengan sosial pada
kegiatan tertentu saja.
c. Fungsi Perawatan Keluarga
Keluarga belum memahami gizi balita, pentingnya imunisasi serta
resiko akibat imunisasi yang tidak lengkap serta tumbuh kembang
anak
d. Fungsi Reproduksi
Kelurga Tn.B baru memiliki anak satu (An.C) dan Ny.B tidak
mengikuti program KB
e. Fungsi konomi
Keluarga Tn.B hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari saja
dengan makan sehari 2 kali sehari, membayar kontrakan dan listrik

VI. Stress dan Koping


a. Stressor Jangka Pendek
Ny. B mengatakan kesal dengan sikap Tn. B yang cuek dengan
urusan anak dan pekerjaan rumah tangga dan Tn.B mengatakan ia
sudah terlalu letih dengn pekerjaannya setiap hari dan ia butuh
refresing
b. Stressor Jangka Panjang
Ny.B mengatakan keluarganya tidak memiliki tabungan
c. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Masalah
Keluarga Tn.B mengatakan tidak menyadari masalah yang ada
dalam keluarga
d. Strategi Koping yang Digunakan
Tn.B mengatakan selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan
istri dan Ny.B mengatakan bila ia sudah kesal sekali dengan Tn.B,
ia pergi ke tempat kakaknya untuk menenangkan diri
e. Strategi Adaptasi Disfungsional
Keluarga Tn. B mengatakan kurang perduli terhadap masalahnya
karena Tn. B selalu sibuk bekerja ketika pulang Tn. B langsung
tidur dan jarang berkomunikasi dengan istrinya.
VII. Harapan Keluarga
Keluarga Tn.B berharap semua anggota keluarga sehat, dana
mencukupi dan dapat terpenuhi semua kebutuhannya

VIII. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Anggota
Keluarga
Tn.B Ny.B An.C
Keadaan Umum
- BB 55 kg 45 kg 7,5 kg
- TB 165 cm 155 cm 75 cm
- TD 110/70 100/70 -
- Nadi mmHg mmHg 100 x/menit
- Respirasi 80 x/menit 80 x/menit 20 x/menit
16 x/menit 18 x/menit
Kepala
- Rambut Normal Nomal Normal

- Kulit Kepala Bersih Bersih Bersih


Normal Normal Normal
- Mata Pengihatan
Telinga
- Pendegaran Baik Baik Baik
- Kebersihan Baik Baik Baik
Mulut
- Kebersihan Baik Baik Baik
- Caries gigi Tidak ada Tidak ada Tidak ada

ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH
1. DS: Disfungsi proses
Istri mengatakan suaminya keluarga
terlalu cuek dengan
kondisinya, istri hanya
mengurus anak dan rutinitas
rumah tangga seorang diri
DO:
Istri mengatakan terlihat lelah
mengurus anak

DS: Ketidaefektifan
Istri mengatakan bahwa hubungan
suaminya cuekdan tidak
perduli dengan keluarga (anak
dan istrinya)
DO:
Istri terlihat lesu dan sedih
serta jarang berkomunikasi
dengan suaminya

POHON MASALAH

Dx.Disfungsi
proses
keluarga
Dx.
Ketidaefektifan
hubungan

keluarga tidak
mampu menunjukan kurangnya
respek kepada komunikasi
kepada anggota antara suami
keluarga lain (Istri dan istri
dan anak)

DS: Istri mengatakan DS: Istri


suaminya terlalu cuek mengatakan bahwa
dengan kondisinya, istri suaminya cuekdan
hanya mengurus anak dan tidak perduli dengan
rutinitas rumah tangga keluarga (anak dan
seorang diri istrinya)

DO: Istri mengatakan DO: Istri terlihat


terlihat lelah mengurus lesu dan sedih
anak

Mempertahankan
Adaptasi dengan hubungan yang
Persiapan perubahan anggota memuaskan
menjadi orang keluarga, peran, interaksi dengan pasangan
tua hubungan seksual

Tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran anak pertama

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Disfungsi proses keluarga
2. Ketidakefektifan hubungan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Data Diagnosa NOC NIC TTD
Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Hasil

-Keluarga 0006 Disfungsi 2602 Keluarga 7100 Keluarga


tidak 3 proses mampu mampu
mampu keluarga mengenal mengenal
melakukan masalah masalah :
peran dalam tentang Fungsi Peingkatan
proses tahap keluarga : Integritas
perkembang 260203 1. Mengatur Keluarga
an keluarga perilaku 1. Jadilah
-Adanya anggota pendengar
konflik keluarga. yag baik
keluarga 260211 2. Menciptakan bagi anggota
lingkungan keluarga.
dimana 2. Bina
anggota hubungan
keluarga saling
secara percaya
terbuka dapat dengan
mengungkap anggota
kan perasaan. keluarga.
260213 3. Melibatkan 3. Identifikasi
anggota tipe
keluarga mekanisme
dalam koping
pemecahan keluarga.
masalah. 4. Bantu
26025 4. Anggota keluarga
keluarga bisa dalam
melakukan mengatasi
peran yang konflik.
diharapkan. 5. Hargai
260218 5. Anggota privasi dari
keluarga bisa setiap
mengungkap individu
kan kesetiaan anggota
pada keluarga.
keluarga.
- Dukungan 0022 Ketidaefektif 2904 Keluarga 7150 Keluarga
komunikasi 3 an hubungan mampu mampu
klien dan mengenal mengenal
keluarga 290401 masalah masalah :
terbatas tentang Terapi
- Perubahan Kinerja Keluarga
peran Pengasuhan : 1. Tentukan
keluarga Bayi pola
- Adanya 290402 1. Menunjuka komunikasi
konflik hubungan dalam
keluarga saling keluarga.
mencintai. 2. Identifikasi
2. Memberikan bagaimana
aktivitas keluarga
perkembanga menyelesaik
n yang aman an masalah.
dan sesuai 3. Tentukan
290409 dengan usia. bagaimana
3. Memberikan keluarga
pengawasan membuat
yang tepat. keputusan.
4. Menggunaka 4. Bantu
290410 n sistem anggota
dukungan keluarga
sosial untuk berkomunik
membantu asi lebih
bayi. efektif.
5. Bantu
anggota
keluarga
untuk
merubah
bagimana
mereka
berhubunga
n dengan
anggota
keluarga
yang lain.

IMPLEMENTASI
DIAGNOSA TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
KE DAN FORMATIF
WAKTU
1 Rabu, 8 Mei Keluarga mampu S: keluarga
2019 mengenal masalah Tn.B mampu
08.00 WIB : Peingkatan menjadi
Integritas pendengar
Keluarga yang baik bagi
- Keluarga mampu anggota
Menjadi keluarganya
pendengar yag O: keluarga
baik bagi Tn.B tampak
anggota harmonis
keluarga.

Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga


2019 membina Tn.B
08.10 WIB hubungan saling mengatakan
percaya dengan anggota
anggota keluarganya
keluarga. sudah saling
terbuka tentang
masalahnya
O: keluarga
Tn.B tampak
harmaonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 mengidentifikasi Tn.B
08.20 WIB tipe mekanisme mengtakan
koping keluarga mampu
menentukan
koping
keluarga untuk
memyelesaikan
masalah yang
ada
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 membantu Tn.B
08.30 WIB keluarga dalam mengatakan
mengatasi anggota
konflik. keluarganya
sudah saling
membantu
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 menghargai Tn.B
08.40 WIB privasi dari mengatakan
setiap individu setiap keluarga
anggota saling
keluarga. menghargai
setiap individu
O: kelurga
Tn.B tampak
harmonis
2 Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S: keluarga
2019 mentukan pola Tn.B
08.50 WIB komunikasi mengatakan
dalam keluarga. keluarganya
baik dalam
berkomunikasi
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S:keluarga
2019 mengidentifikasi Tn.B
08.50 WIB bagaimana mengatakan
keluarga mampu
menyelesaikan menyelesaikan
masalah. masalah
keluarganya
dengan baik
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S: keluarga
2019 menentukan Tn.B
09.00 WIB bagaimana mengatakan
keluarga keluarganya
membuat mampu
keputusan. menentukan
keputusan
dalam
mengmbil
keputusan
O: Keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga S: keluarga
2019 mampu Tn.B
09.10 WIB membantu mengatakan
anggota mampu
keluarga berkomunikasi
berkomunikasi dengan baik
lebih efektif. O: Keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga S: keluarga
2019 mampu Tn.B
09.30 WIB membantu mengatakan
anggota mampu
keluarga untuk berkomunikasi
merubah dengan baik
bagimana O: Keluarga
mereka Tn.B tampak
berhubungan harmonis
dengan anggota
keluarga yang
lain.

EVALUASI

DIAGNOSA TANGGAL DAN EVALUASI SUMATIF TTD


KE WAKTU
1 Rabu, 8 Mei 2019 S: Istri mengatakan suaminya
14.00 WIB sudah tidak terlalu cuek dengan
kondisinya, istri sekarang
mengurus anak dan rutinitas
rumah tangga secara bersama
dengan suami
O: Istri dan suami sudah terlihat
mau berkomunikasi dan bekerja
sama mengurus anak dan
rutinitas keluarganya
A: Masalah keperawatan
disfungsi keluarga belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
- tingkatkan koping
keluarga yang baik
- tingkatkan peran
masing-masing anggota
keluarga
2 Rabu, 8 Mei 2019 S: Istri mengatakan bahwa
14.00 WIB suaminya sudah tidak cuek dan
mulai perduli dengan keluarga
(anak dan istrinya)
O: Istri terlihat senang dengan
perubahan suaminya yang
sudah mau berkomunikasi
dengan baik
A: Masalah keperawatan
ketidakefektifan hubungan
belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- tingkatkan komunikasi
yang efektif dalam
keluarga

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8090372/
LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_KELUARGA_DENGAN_MENANTI_K
ELAHIRAN (diakses pada tanggal 30 April 2019)

Anda mungkin juga menyukai