DOSEN PENGAJAR :
KELOMPOK 1:
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga
merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima
asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentukan cara pemberian asuhan yang
dibutuhkan oleh anggota yang membutuhkan.
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting yaitu memenuhi kebutuhan
perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga dan memenuhi perawatan keluarga yang
menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam memberikan asuhan keperawatan perawat perlu
juga memperhatikan hal-hal penting antar lain nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga
sehingga keluarga dapat menerima dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah
perawat dalam mencapai tujuan asuhan yang telah ditetapkan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang di laksanakan
oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga
klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan
masalah kesehatan yang di hadapinya. Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap
peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan
memelihara kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan.
Friedman (2002) menyatakan hingga sepuluh tahun terakhir, tidak banyak perhatian yang diberikan
kepada keluarga sebagai objek studi yang sistematik dalam keperawatan. Tetapi sejalan dengan
perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi keperawatan, maka pada saat sekarang keluarga
dipandang sebagai klien yang penting dalam mengupayakan peningkatan derajat Kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan tahap perkembangan keluarga yang telah dicapai. Hal ini
dilakukan dikarenakan setiap tahap perkembangannkeluarga berhubungan dengan tugas
perkembangan keluarga dan masalah kesehatan yang berbeda di setiap tahap tingkatannya.
Perbedaan ini yang menimbulkan aktivitas asuhan, pendekatan dan target pencapaian menjadi
berbeda pula.
Keluarga baru (Childbearing Family) merupakan tahap perkembangan keluarga ke II, Friedman
(2002), yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan.
Menurut sebagian besar orang menyatakan bahwa tahap ini merupakan tahap penuh stressor karena
merupakan tahap transisi menjadi orang tua. Sebuah ketidakseimbangan bisa terjadi sehingga bisa
menimbulkan krisis keluarga yang dapat berakhir dengan perasaan tidak memadai menjadi orang tua
dan menyebabkan gangguan dalam hubungan pernikahan.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis akan memaparkan mengenai Asuhan Keperawatan
Keluarga pada Keluarga Childbearing yang dilakukan oleh perawat untuk mengelola stressor yang
mungkin timbul dan bersama keluarga menentukan pemecahan permasalahan tersebut, sehingga
keluarga mampu secara mandiri menyelesaikan tugas perkembangannya, mengenali dan
menyelesaikan masalah kesehatannya dan pada akhirnya mampu tampil sebagai sebuah keluarga
mandiri, sejahtera, produktif dan menjalankan seluruh fungsi keluarga dengan baik.
1.1.Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran pemberian
asuhan keperawatan pada keluarga Childbearing ?
1.2.Tujuan
Tujuan umum adalah untuk mendapatkan gambaran dari asuhan keperawatan pada keluarga
Childbearing
1.3.Sistematika Penulisan
Bab I Bab ini berisi tentang pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan, masalah dan
sistematika penulisan.
Bab II Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang memuat Konsep Keluarga, konsep keluarga
Chilbearing dan Konsep Asuhan Keperawatan
Bab III Bab ini berisi tentang tinjauan kasus keluarga, pengkajian, diagnosis dan rencana intervensi
keperawatan
Bab IV Bab ini berisi tentang pembahasan kasus asuhan keperawatan keluarga
Bab V Bab ini berisi tentang penutup yang memuat kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di
dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan
(Bailon & Maglaya, 1989).
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman, (2002) keluarga adalah
sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan
masyarakat. Keluarga sebagai kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau
memperbaiki masalah-masalah kesehatan keluarga dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan
dalam keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan mempengaruhi
seluruh keluarga tersebut. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai
usaha kesehatan masyarakat, perawat dapat menjangkau seluruh masyarakat melalui keluarga.
Dalam memelihara klien sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan
dalam melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk
mengembangkan potensi tiap individu yang menjadi anggota dalam keluarga.
Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan keluarga untuk mengelola
masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan melindungi keluarga serta memperkuat
pelayanan kepada masyarakat tentang perawatan kesehatan.
2. Tipe-tipe Keluarga
a. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya dalam
satu rumah.
b. Keluarga besar (Extended Family) yaitu keluarga inti di tambah dengan sanak saudara, misalnya
kakek, nenek, bibi, keponakan, saudara sepupu dll.
c. Keluarga berantai (Serial Family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah
lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/ janda (Single Family) yaitu keluarga yang terjadi perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinanya berpoligami dan hidup
bersama.
f. Keluarga kabitas (Cohabitation) yaitu dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
Menurut Setyowati dan Murwarni (2008), asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian
kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
Tujuan umum asuhan keluarga adalah ditingkatkannya kemampuan keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatannya secara mandiri dalam mengenal masalah kesehatan keluarga, memutuskan
tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga, melakukan tindakan keperawatan
kesehatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh, dan atau yang
membutuhkan bantuan/asuhan keperawatan, memelihara lingkungan (fisik, psikis dan sosial)
sehingga menunjang peningkatan kesehatan keluarga, memanfaatkan sumber daya yang ada di
masyarakat misalnya : puskesmas, puskesmas pembantu, kartu sehat, dan posyandu untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
a. Pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga Yang termasuk pada pengkajian keluarga
adalah :
2) Data lingkungan
5) Perkembangan keluarga
Sedangkan yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai anggota keluarga, adalah
pengkajian fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual.
b. Diagnosis
Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah dalam
tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi – fungsi keluarga dan
koping keluarga, baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki
kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan bersama – sama
dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga (Setyowati dan Murwarni,
2008).
Diagnosis keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuann asuhan
keperawatan keluarga sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2008).
Tahap dalam diagnosis keperawatan keluarga antara lain analisis data, perumusan masalah dan
prioritas masalah.
d. Sindrom
Prioritas dari diagnosa keperawatan yang ditemukan dilakukan jika diagnosis keperawatan ditemukan
dihitung dengan menggunakan skala prioritas (Skala Baylon dan Maglaya) sebagai berikut :
Perencanaan
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk
mengatasi masalah yang ada. Tujuan di rumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor dan
intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan tujuan jangka
panjang ( tujuan umum ) mengacu pada bagaimana mengatasi problem atau masalah di keluarga,
sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada bagaimana mengatasi
etiologi.
Contoh pembuatan rencana keperawatan keluarga seperti pada tabel di bawah ini :
d. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program. Program dibuat
untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga, dan memandirikan keluarga. Pada tahap ini
perawat tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi Kesehatan yang
menjadi tim perawatan kesehatan di rumah.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan informasi
yang sistematik berkenaan dengan program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang
digunakan terkait program kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai.
Menurut Setiadi (2008) dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, ada beberapa
peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain adalah :
a. Pengenal kesehatan (health monitor)
d. Fasilitator
e. Pendidik kesehatan
Terdapat beberapa level / tingkatan keperawatan keluarga menurut Bozzet, 1987 dalam Friedman
(1998) yang dikutip Achjar, H (2010) yaitu :
a. Level 1
Individu merupakan fokus intervensi dan keluarga sebagai background. Keluarga dipandang sebagai
konteks bagi klien yang merupakan latar belakang atau fokus sekunder, sedangkan individu
merupakan bagian terdepan atau fokus primer yang berkaitan dengan pengkajian dan intervensi
keperawatan. Dalam hal ini perawat keluarga, dapat menganggap keluarga sebagai bagian sistem
pendukung sosial klien tetapi hanya dengan sedikit keterlibatan keluarga dalam rencana perawatan
klien.
b. Level 2
Keluarga sebagai penjumlahan dari anggota – anggotanya (keluarga sebagai kumpulan dari anggota
keluarga). Dalam praktek keperawatan keluarga, keluarga dipandang sebagai kumpulan dari anggota
keluarga, sehingga asuhan keperawatan bisa digunakan untuk seluruh anggota keluarga tersebut.
Asuhan keperawatan diberikan bukan hanya pada satu individu, tetapi bisa lebih individu.
c. Level 3
Subsistem dalam keluarga bisa dilihat dari hubungan antara anggota – anggota keluarga. Subsistem
keluarga merupakan pusat perhatian sebagai penerima pengkajian dan intervensi keperawatan
keluarga.
d. Level 4
Seluruh anggota keluarga merupakan fokus intervensi. Keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai
fokus utama pengkajian dan perawatan keluarga. Keluarga menjadi yang utama dengan anggota
keluarga sebagai latar belakang atau konteks. Keluarga sebagai sistem yang berinteraksi, adanya
saling ketergantungan antara subsistem keluarga dengan keseluruhan keluarga dan lingkungan
sekitar.
1. Pengertian
Menurut Duvall & Miller (1985) dalam Friedman (2002), keluarga Childbearing adalah keluarga yang
dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Keluarga
childbearing adalah keluarga yang berada pada tahap perkembangan ke II .
Menurut Rodgers dalam Friedman (1998), keluarga Chilbearing adalah keluarga yang menantikan
kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama
berusia 30 bulan (2,5 tahun). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan secara umum
bahwa keluarga Childbearing adalah keluarga yang berada pada tahap perkembangan ke II mulai dari
kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.
Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan krisis keluarga. Studi klasik
Le Master (1957) dalam Friedman (2002) dari 46 orang tua dinyatakan 17% tidak bermasalah, dan
selebihnya bermasalah dalam hal suami merasa diabaikan, peningkatan perselisihan dan argumen,
interupsi dalam jadual kontinyu dan kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Menurut Duvall & Miller (1985) dan Charter & McGoldrick (1988) dalam Friedman (2002), tugas
perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:
1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke
keluarga)
4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orangtua dan
kakek nenek dalam pengasuhan
Menurut Spradley( ) tugas perkembangan keluarga Childbearing adalah: persiapan untuk bayi,
penataan role masing-masing dan tanggung jawab, persiapan biaya, adaptasi dengan pola hubungan
seksual, pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.
Perhatian pelayanan kesehatan yang menjadi fokus utama asuhan keperawatan pada keluarga
childbearing menurut Friedman (2002), adalah :
Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan pasangan suami istri. Saat Kehamilan terjadi
adaptasi maternal yang merupakan proses sosial dan kognitif yang kompleks bukan hanya
berdasarkan naluri tetapi dipelajari. Awal kehamilan istri biasanya banyak tidur dan mempunyai
keinginan untuk berhenti dari aktivitas sehari – hari yang penuh tuntutan dan rutinitas. Trimester ke
II mulai mengalihkan perhatian ke dalam kandungannya. Trimester III perlambatan aktivitas dan
waktu terasa cepat berlalu sehingga aktivitas dibatasi. Istri mulai mengubah konsep dirinya menjadi
siap menjadi orang tua.
Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan hangat, sehingga jalinan
kasih sayang antara bayi dan orang tua tercapai. Ibu dan Ayah kadang – kadang secara tiba – tiba
berselisih dengan semua peran yang mengasyikan yang telah dipercayakan.
Ibu yang pertama kali mempunyai anak akan banyak meminta bantuan di dalam proses perawatan
bayinya. Banyaknya nasehat dari orang tua, tetangga, teman dan lingkungan terkadang membuat ibu
baru merasa kebingungan. Kelelahan secara fisik dan emosional dapat membuat ibu baru mengalami
post partum blues dan perasaan tidak berdaya.
anak dengan tepat Keluarga baru belum mempunyai pengalaman mengenai proses pengasuhan dan
perawatan anak terutama mengenai tanda dan gejala suatu kondisi sakit. Mereka banyak
membutuhkan bantuan untuk melakukan Tindakan mendapatkan pelayanan kesehatan. Kebanyakan
belajar dan mendapatkan pengetahuan dari orang tua atau teman yang telah lebih dulu mempunyai
anak.
e. Imunisasi
Keluarga baru banyak yang sudah memahami pentingnya mengimunisasikan bayinya. Tetapi pada
sebagian budaya yang menolak untuk melakukan tindakan ini dikarenakan kepercayaan imunisasi
akan menimbulkan sakit. Penyuluhan dan bantuan layanan kesehatan juga dibutuhkan oleh keluarga.
Pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi perhatian yang penting. Pada masa ini anak sedang
berada pada proses interaksi dan adaptasi dengan lingkungan baru. Keluarga perlu diberitahukan
untuk melakukan pengawasan terhadap tumbuh kembang anak dengan secara teratur membawa
anak ke pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas atau Asuhan Keperawatan Keluarga Child
Bearing petugas kesehatan terdekat. Sehingga dapat teridentifikasi kondisi gangguan dari tumbuh
kembang anak.
Tahap ini dimulai dengan kehamilan dan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia
30 bulan. Transisi menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga, dan
sistem permanen dalam keluarga mulai terbentuk. Masa menjadi orang tua ini bagi sebagian orang
merupakan masa transisi kehidupan yang penuh stress, periode ketidakseimbangan, memerlukan
banyak perubahan yang dapat menyebabkan krisis keluarga, perasaan tidak memadai jadi orang tua,
dan menyebabkan gangguan hubungan pernikahan.
Stressor yang paling sering adalah kehilangan kebebasan personal akibat tanggung jawab menjadi
orang tua, kurangnya waktu dan hubungan persahabatan dalam pernikahan sering teridentifikasi.
Penyesuaian menjadi orang tua menjadi hal penting karena kehadiran bayi sebagai anggota baru
membutuhkan perubahan yang tiba – tiba sampai menuntut peran yang tidak henti – hentinya.
Perasaan tidak memadai, kurangnya bantuan dari keluarga dan teman, saran yang bertentangan dan
professional pelayanan kesehatan. Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing
Ibu biasanya sangat kelelahan baik secara fisik maupun psikologis dan terbebani dengan tugas rumah
tangga dan mungkin oleh tanggung jawab pekerjaan.
Pola komunikasi pernikahan yang baru, berkembang dengan hadirnya seorang anak, pola hubungan
antar pasangan dan sebagai orang tua menunjukkan pola transaksional yang berubah drastis.
Friedman, (2002) mengobservasi bahwa orang tua bayi sedikit berbicara satu sama lain, sedikit
memiliki kesenangan, kurang menstimulasi percakapan dan kualitas pernikahan menurun sehingga
pada tahap ini kebahagiaan pernikahan lebih rendah.
Penyesuaian dengan keluarga besar dan teman – teman juga terjadi, akses terhadap jaringan kerja
dan sistem dukungan sosial untuk menerima kepuasan dan memiliki perasaan positif tentang
kehidupan keluarga, keluarga muda juga perlu mengetahui kapan mereka membutuhkan bantuan
dan dari mana mereka mendapatkannya serta kapan mereka harus bergantung pada sumber –
sumber dan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri.
Hubungan pernikahan yang kuat dan aktif turut berperan dalam kestabilan dan moralitas keluarga.
Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan kekuatan dan energi pada pasangan untuk
diberikan kepada bayinya.
5. Kehamilan
Berdasarkan definisi bahwa keluarga Childbearing adalah keluarga yang dimulai dengan kehamilan
sampai kelahiran hingga anak pertama berusia 30 bulan, maka perlu juga pembahasan tentang
kehamilan Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing dan perubahan peran apa saja yang terjadi
dalam keluarga terkait dengan kehamilan.
Ibu Hamil (Maternal) adalah: suatu kondisi dimana seorang perempuan mengalami suatu kondisi
kehamilan. Kehamilan adalah suatu kondisi yang terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan
antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa). Kehamilan terbagi atas trimester I (1 – 14
minggu), trimester II (14 – 28) minggu), trimester III (28 – 42 minggu).
Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang cepat dan nyata. Selama
trimester I bentuk tubuh sedikit berubah, tetapi pada trimester II pembesaran abdomen yang nyata,
penebalan pinggang dan pembesaran payudara memastikan status kehamilan. Wanita merasa
seluruh tubuhnya bertambah besar dan menyita ruang yang lebih luas. Perasaan ini semakin kuat
seiring bertambahnya usia kehamilan. Secara bertahap terjadi kehilangan batasan – batasan fisik
secara pasti, yang berfungsi memisahkan diri sendiri dari orang lain dan memberi rasa aman. Sikap
wanita terhadap tubuhnya di duga dipengaruhi oleh nilai – nilai yang diyakininya dan sifat pribadinya.
Sikap ini sering berubah seiring kemajuan kehamilan. Sikap positif terhadap tubuh Asuhan
Keperawatan Keluarga Child Bearing biasanya terlihat selama trimester I. Namun, seiring kemajuan
kehamilan, perasaan tersebut menjadi lebih negatif. Pada kebanyakan wanita perasaan suka atau
tidak suka terhadap tubuh mereka dalam keadaan hamil bersifat sementara dan tidak menyebabkan
perubahan persepsi yang permanen tentang diri mereka.
Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan, seperti cinta dan benci terhadap
seseorang, sesuatu, atau suatu keadaan. Ambivalensi adalah respon normal yang dialami individu
yang mempersiapkan diri untuk suatu peran baru. Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan
ambivalen selama hamil. Bahkan wanita yang bahagia dengan kehamilannya, dari waktu ke waktu
dapat memiliki sikap bermusuhan terhadap kehamilan atau janin. Pernyataan pasangan tentang
kecantikan seorang wanita yang tidak hamil atau peristiwa promosi seorang kolega ketika keputusan
untuk memiliki seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dapat meningkatkan rasa ambivalen.
Sensasi tubuh, perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat anak dapat
memicu perasaan tersebut. Perasaan ambivalen berat yang menetap sampai trimester III dapat
mengindikasikan bahwa konflik peran sebagai ibu belum diatasi (Lederman, 1984). Setelah kelahiran
seorang bayi yang sehat, kenangan akan perasaan ambivalen ini biasanya Asuhan Keperawatan
Keluarga Child Bearing lenyap. Apabila bayi yang lahir cacat, seorang Wanita kemungkinan akan
mengingat kembali saat – saat ia tidak menginginkan anak tersebut dan merasa sangat bersalah.
Tanpa penyuluhan dan dukungan yang memadai, ia dapat menjadi yakin bahwa perasaan
ambivalennya telah menyebabkan anaknya cacat.
3. Hubungan seksual
Ekspresi seksual selama masa hamil bersifat individual Beberapa pasangan menyatakan puas dengan
hubungan seksual mereka, sedangkan yang lain mengatakan sebaliknya. Perasaan yang berbeda –
beda ini dipengaruhi oleh faktor – faktor fisik, emosi, dan interaksi, termasuk takhayul tentang seks
selama masa hamil, masalah disfungsi seksual, dan perubahan fisik pada wanita. Dengan
berlanjutnya kehamilan, perubahan bentuk tubuh, citra tubuh, dan rasa tidak nyaman
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak untuk menyatakan seksualitas mereka. Selama trimester
I seringkali keinginan seksual wanita menurun, terutama jika ia merasa mual, letih, dan mengantuk.
Saat memasuki trimester II kombinasi antara perasaan sejahteranya dan kongesti pelvis yang
meningkat dapat sangat meningkatkan keinginannya untuk melampiaskan seksualitasnya. Pada
trimester III peningkatan keluhan somatik (tubuh) dan ukuran tubuh dapat menyebabkan kenikmatan
dan rasa tertarik terhadap seks menurun (Rynerson, Lowdermilk, 1993). Pasangan tersebut perlu
merasa bebas untuk membahas hubungan seksual mereka selama masa hamil. Kepekaan individu
yang satu terhadap yang lain dan keinginan untuk berbagi masalah dapat menguatkan hubungan
seksual mereka. Komunikasi antara pasangan merupakan hal yang penting. Pasangan yang tidak
memahami perubahan fisiologis dan emosi, yang terjadi dengan cepat selama masa hamil, dapat
menjadi bingung saat melihat perilaku pasangannya. Dengan membicarakan perubahan – perubahan
yang mereka alami, pasangan dapat mendefinisikan masalah mereka dan menawarkan dukungan
yang diperlukan. Perawat dapat memperlancar komunikasi antar pasangan dengan berbicara kepada
pasangan tentang perubahan perasaan dan perilaku yang mungkin dialami wanita selama masa
hamil (Rynerson, Lowdermilk, 1993)
Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda – beda selama masa hamil (Gaffney,
1988). Kekhawatiran pertama timbul pada trimester I dan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
keguguran. Banyak wanita yang sengaja tidak mau memberitahukan kehamilannya kepada orang lain
sampai periode ini berlalu. Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat dengan adanya gerakan
dan denyut jantung, Kecemasan orang tua yang terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya.
Orang tua mungkin akan membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka dan Asuhan Keperawatan
Keluarga Child Bearing berusaha untuk memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan
sempurna. Pada tahap lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat meninggal semakin
melemah. Kemungkinan kematian ini terbukti semakin tidak dipikirkan orang tua.
1. Menerima Kehamilan
Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu ialah menerima ide kehamilan dan
mengasimilasi status hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut (Lederman, 1984). Tingkat
penerimaan dicerminkan dalam kesiapan wanita dan respons emosionalnya dalam menerima
kehamilan. Kesiapan menyambut kehamilan Ketersediaan keluarga berencana mengandung makna
bahwa kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen tanggung jawab bersama
pasangan. Namun, merencanakan suatu kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan
(Entwistle, Doering, 1981).Wanita lain memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan
perkawinan, baik diinginkan maupun tidak diinginkan, bergantung pada keadaan. Wanita yang siap
menerimasuatu kehamilan akan dipicu gejala - gejala awal untuk mencari validasi medis tentang
kehamilannya. Beberapa wanita yang memiliki perasaan kuat, seperti “tidak sekarang,” bukan saya,”
dan “ tidak yakin,” mungkin menunda mencari pengawasan dan Asuhan Keperawatan Keluarga Child
Bearing perawatan (Rubin, 1970). Namun , beberapa wanita menunda validasi medis karena akses
keperawatan terbatas, merasa malu, atau alasan budaya. Untuk orang lain, kehamilan dipandang
sebagai suatu peristiwa alami, sehingga tidak perlu mencari validasi medis dini. Setelah kehamilan
dipastikan respon emosi wanita dapat bervariasi, dari perasaan sangat gembira sampai syok, tidak
yakin, dan putus asa. Reaksi yang diperlihatkan banyak wanita ialah respon” suatu hari nanti, tetapi
tidak sekarang.” Wanita lain dengan sederhana menerima kehamilan sebagaikehendak alam. Banyak
wanita mula- mula terkejut Ketika mendapatkan diri mereka hamil. Namun, seiring meningkatnya
penerimaan terhadap kehadiran seorang anak, akhirnya mereka menerima kehamilan. Tidak
menerima kehamilan tidak dapat disamakan dengan menolak anak. Seorang wanita mungkin tidak
menyukai kenyataan dirinya hamil, tetapi agar anak itu dilahirkan. Respon Emosional Wanita yang
bahagia dan senang dengan kehamilannya sering memandang hal tersebut sebagai pemenuhan
biologis dan merupakan bagian dari rencana hidupnya. Mereka memiliki harga diri yang tinggi dan
cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya sendiri, untuk bayinya, dan untuk anggota
keluarga yang lain. Meskipun secara umum keadaan mereka baik, namun kelabilan emosional yang
terlihat pada perubahan mood yang cepat untuk dijumpai pada wanita hamil. Asuhan Keperawatan
Keluarga Child Bearing Perubahan mood yang cepat dan peningkatan sensitifitas terhadap orang lain
ini membingungkan calon ibu dan orang- orang di sekelilingnya. Peningkatan iritabilitas, uraian air
mata dan kemarahan serta perasaan suka cita, serta kegembiraan yang luar biasa muncul silih
berganti hanya karena suatu provokasi kecil atau tanpa provokasi sama sekali. Perubahan hormonal
yang merupakan bagian dari respon ibu terhadap kehamilan, dapat menjadi penyebab perubahan
mood, hampir sama seperti saat akan menstruasi atau selama menopause. Alasan lain, seperti
masalah seksual atau rasa takut terhadap nyeri selama melahirkan, juga dijadikan penjelasan
timbulnya perilaku yang tidak menentu ini. Seiring kemajuan kehamilan, wanita lebih menjadi
terbuka tentang terhadap diri sendiri dan orang lain. Ia bersedia membicarakan halhal yang tidak
pernah dibahas atau yang dibahas hanya dalam keluarga dan tampak yakin bahwa pikiran- pikirannya
dan gejala - gejala yang dialaminya akan menarik untuk si pendengar yang dianggapnya protektif.
Keterbukaan ini, disertai kesiapan untuk belajar, meningkatkan kesempatan untuk bekerja sama
dengan wanita hamil dan meningkatkan kemungkinan diselenggarakannya perawatan yang efektif
dan terapeutik untuk mendukung kehamilan. Apabila anak tersebut diingingkan, rasa tidak nyaman
yang timbul akibat kehamilan cenderung dianggap sebagai suatu iritasi dan upaya dilakukan untuk
meredakan rasa nyaman tersebut Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing biasanya membawa
keberhasilan. Rasa senang yang timbul karena memikirkan anak yang akan lahir dan perasaan dekat
dengan anak membantu menyesuaikan diri terhadap rasa tidak nyaman ini. Pada beberapa keadaan
wanita yang biasanya mengeluhkan ketidak nyamanan fisik dapat mencari bantuan untuk mengatasi
konflik peran ibu dan tanggung jawabnya. Pengkajian lebih lanjut tentang toleransi dan kemampuan
koping perlu dilakukan (Lederman, 1984)
Proses mengidentifikasi peran ibu dimulai pada awal setiap kehidupan seorang wanita, yakni melalui
memori - memori Ketika ia, sebagai seorang anak, diasuh oleh ibunya. Persepsi kelompok sosialnya
mengenai peran feminim juga membuatnya condong memilih peran sebagai ibu atau wanita karir,
menikah atau tidak menikah, dan mandiri dari pada interdependen. Peran - peran batu loncatan,
seperti bermain dengan boneka, menjaga bayi, dan merawat adik - adik, dapat meningkatkan
pemahaman tentang arti menjadi seorang ibu. Banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi,
menyukai anak - anak, dan menanti untuk menjadi seorang ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk
menjadi orang tua. Hal ini mempengaruhi penerimaan mereka terhadap kehamilan dan akhirnya
terhadap adaptasi prenatal dan adaptasi menjadi orang tua (Grossman, Eichler,
Winckooff,1980 ;Lederman, 1984). Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing Wanita yang lain
tidak mempertimbangkan dengan terinci arti menjadi seorang ibu bagi diri mereka sendiri. Konflik
selama masa hamil, seperti tidak menginginkan kehamilan dan keputusan - keputusan yang
berkaitan denga karir dan anak harus diselesaikan,
Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal, yakni ketika wanita mulai
membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu (Rubin, 1975; Gaffney, 1988a). Mereka mulai
berpikir seakan-akan dirinya adalah seorang ibu dan membayangkan kualitas ibu seperti apa yang
mereka miliki. Orang tua yang sedang menantikan bayi berkeinginan untuk menjadi orang tua yang
hangat, penuh cinta, dan dekat dengan anaknya. Mereka mencoba untuk mengantisipasi perubahan
– perubahan yang mungkin terjadi pada kehidupannya akibat kehadiran sang anak dan
membayangkan apakah mereka bisa tahan terhadap kebisingan, kekacauan, kurangnya kebebasan,
dan bentuk perawatan yang harus mereka berikan. Mereka mempertanyakan kemampuan mereka
untuk membagi kasih mereka kepada anak yang belum dilahirkan ini. Rubin (1967) menemukan
bahwa wanita “ menerapkan “dan menguji perannya sebagai ibu dengan mengambil contoh ibunya
sendiri atau wanita lain pengganti ibu yang memberi pelayanan, dukungan, atau berperan sebagai
sumber informasi dan pengalaman. Hubungan ibu - anak terus Asuhan Keperawatan Keluarga Child
Bearing berlangsung sepanjang masa hamil sebagai suatu proses perkembangan(Rubin, 1975)
4. Persiapan melahirkan
Banyak wanita khususnya Nulipara, secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan.
Mereka membaca buku, menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain
(ibu, saudara perempuan, teman, orang yang tidak dikenal).Mereka akan mencari orang terbaik
untuk memberi nasihat, arahan, dan perawatan (Patterson, Freese, Goldenberg, 1990). Rasa cemas
dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan anaknya
(Rubin, 1975).
Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya ialah ayah sang anak
(Richardson,1983). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa wanita yang diperhatikan dan dikasihi
oleh pasangan prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih
sedikit komplikasi persalinan, dan lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas
(Grossman,Eichler,Winckoff,1980; May,1982). Ada 2 kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita
selama ia hamil (Richardson,1983). Kebutuhan pertama ialah menerima tanda – tanda bahwa ia
dicintai dan dihargai. Kebutuhan kedua ialah merasa yakin akan penerimaan pasangannya terhadap
sang anak Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing dan mengasimilasi bayi tersebut ke dalam
kelurga. Rubin (1975) menyatakan bahwa wanita hamil harus “memastikan tersedianya akomodasi
sosial dan fisik dalam keluarga dan rumah tangga untuk anggota baru tersebut.” Hubungan
pernikahan tidak tetap, tetapi berubah dari waktu ke waktu. Bertambahnya seorang anak akan
mengubah sifat ikatan pasangan untuk selama – lamanya. Lederman (1984) melaporkan bahwa
hubungan istri dan suami bertambah dekat selama masa hamil. Dalam studinya, ia mengatakan
bahwa kehamilan berdampak mematangkan hubungan suami – istri akibat peran dan aspek – aspek
baru yang ditemukan dalam diri masing – masing pasangan.
6. Kesiapan untuk melahirkan
Menjelang akhir trimester III, wanita akan mengalami kesulitan napas dan gerakan janin menjadi
cukup kuat sehingga mengganggu tidur ibu. Nyeri pinggang, sering berkemih, keinginan untuk
berkemih, konstipasi, dan timbulnya varies dapat sangat mengganggu. Ukuran tubuh yang besar dan
rasa canggung mengganggu kemampuannya melakukan pekerjaan rumah tangga rutin, dan
mengambil posisi yang nyaman untuk tidur dan istirahat. Pada saat ini kebanyakan wanita akan tidak
sabar untuk menjalani persalinan, apakah disertai rasa suka cita, rasa takut, atau campuran
keduanya. Keinginan yang kuat untuk melihat hasil Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing akhir
kehamilannya dan untuk segera menyelesaikannya membuat wanita siap masuk ke tahap persalinan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Keluarga Tn. J, merupakan keluarga yang baru menikah pada bulan Januari 2010. Keduanya menikah
atas dasar saling mencintai. Umur Tn. J 28 tahun, dan istrinya Ny. F 25 tahun. Ny. F saat ini sedang
mengandung anak pertama mereka. Usia kandungan Ny.F memasuki minggu ke 27. Ny.F rutin
memeriksakan kandungannya ke bidan dan pernah satu kali periksa ke dokter kandungan diantar dan
dibiayai oleh kakak perempuannya yang berprofesi sebagi tenaga kesehatn di sebuah RS pemerintah.
Tn J adalah seorang mahasiswa yang saat ini sedang menyelesaikan tugas akhirnya di sebuah
perguruan tinggi swasta di Jogjakarta, dan Ny.F sebelumnya pernah bekerja sebagai guru honorer di
sebuah SMP Negeri, karena aalsan kehamilan yang sering muntah-muntah dan fisik yang lemah
akhirnya Ny.F keluar dari pekerjaannya. Saat ini, sumber keuangan keluarga Tn.J adalah dari orangtua
Tn.J karena baik Tn J maupun Ny.F belum ada yang bekerja. Asuhan Keperawatan Keluarga Child
Bearing
Ny. F sering merasakan kesedihan dan merasa kesal dengan suaminya, karena suaminya dianggap
belum siap menjadi seorang suami dan ayah yang baik karena pada saat ini, Tn.J yang duduk di
semester 11 belum juga menyelesaikan tugas akhirnya, serta tidak mencari pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, karena sebenarnya Tn.J bisa bekerja apa saja dengan ijazah D3
yang telah dikantonginya. Ny.F menyatakan bahwa Tn.J jarang sekali pergi ke kampus untuk
mengurus tugas akhirnya dan jika ditanya Tn. J menjadi tersinggung dan marah, sehingga Ny.F
cenerung memilih untuk diam ketimbang mengkomunikasikan permasalahn mereka karena takut Tn.j
akan marah. Kegiatan sehari-hari mereka hanya dihabiskan di rumah kos. Tn.J maupun Ny F banyak
menghabiskan waktu mereka untuk tidur. Pada malam hari Tn.J sering begadang untuk bermain
game online di kosnya.
Puncaknya, selama seminggu ini, komunikasi antara Ny. F dan Tn. J terputus. Kebanyakan saling
berdiam diri. Dan Ny. F sering menangis dan kadang pergi ke luar ke sekitar kos untuk sekedar
menenangkan diri.
Kajian selanjutnya akan dituangkan dalam format pengkajian sebagaimana tercantum di bawah ini.
B . ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Data Umum
1) Nama Kepala Keluarga : Tn. J
2) Usia : 28 tahun
3) Pendidikan : D3
5) Alamat :
Genogram
Keterangan
: Ny. F
: tinggal serumah
7. Tipe/Bentuk Keluarga :
Keluarga inti, terdiri dari suami, istri dan calon anak di kandungan Ny.F.
8) Suku Bangsa :
Keluarga Tn. Berasal dari suku jawa, dan Ny. F berasal dari suku Lampung
9) Agama :
Keluarga menganut agama Islam. Ny. F rajin melaksanakan ibadah solat lima waktu, tetapi Tn.J
kadang-kadang melewatkan 1 waktu solat terutama solat subuh karena bangun kesiangan.
Tn. J belum bekerja. Kebutuhan mereka masih ditanggung oleh orang tua Tn.J. Setiap bulan mereka
dikirimi uang sebesar Rp.1.000.000,- Pengaturan kebutuhan rumah tangga dilakukan oleh Ny.F. dan
Ny. F mengatakan seringnya uang habis sebelum dikirimi bulan berikutnya. Ny.F berniat akan mencari
pekerjaan sebagai guru les bahasa Inggris untuk menambah penghasilan mereka.
Tn. J maupun Ny.F sering menghabiskan waktu mereka di kost. Ny F mengatakan bahwa Tn.J sudah 1
bulan ini tidak pernah ke kampusnya Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing untuk mengurus
tugas akhirnya. Ny.F mengisi waktunya dengan memasak dan membaca buku. Hampir tidak ada
aktivitas rekreasi bersama, dengan alasan berhemat. Rekreasi yang dilakukan hanya menonton TV,
dan bermain game online bagi Tn.J.
Keluarga berada pada tahap perkembangan childbearing family. Ny.F sedang mengandung anak usia
27 minggu. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
# Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit, keluarga Tn. J telah menikah selama 1,5 tahun
dan akan mempunyai anak 1 dengan kehamilan Ny.F berusia 27 minggu telah membentuk keluarga
sebagai unit yang terdiri dari ayah, ibu dan calon anak.
# Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, keluarga Tn. J mengalami krisis yang
diakibatkan perubahan peran dan tanggung jawab yang cepat dari status lajang menjadi suami istri
dan calon orang tua. Sehingga beberapa permasalahan muncul pada proses ini.
Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek
dan nenek, keluarga Tn. J masih mempunyai keluarga dan teman yang bisa memberikan dukungan
tetapi belum dimanfaatkan dengan optimal. Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing
# Mensosialisasikan dengan lingkungan besar masing – masing pasangan, tugas ini sudah dilakukan.
# Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan
berbagai anggota keluarga, keluarga Tn. J membutuhkan bantuan pihak luar baik keluarga, teman
maupun petugas kesehatan dalam menyelesaikan krisis di keluarganya.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, keluarga Tn. J mengalami krisis yang
diakibatkan perubahan peran dan tanggung jawab yang cepat dari status lajang menjadi suami istri
dan calon orang tua. Sehingga beberapa permasalahan muncul pada proses ini.
Tn. J dan Ny. F menikah atas keinginan sendiri setelah melalui masa berpacaran selama 1 bulan.
Menurut keduanya, dulu mereka menikah atas dasar saling mencintai, Menurut Ny. F, pada awalnya
Ny. F merasa belum siap untuk menikah, tetapi atas desakan Tn.J yang tidak mau menunda
pernikahan karena akan menimbulkan fitnah di masyarakat maka pada akhirnya kemudian menikah
walaupun secara finansial belum siap. Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing
Tn. J adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Ayah Tn. J adalah seorang pensiunan PNS dan pernah
mengalami penyakit batu di saluran kencingnya, sedangkan Ny. F adalah anak ke delapan dari 9
bersaudara, ayah Ny.F juga seorang pensiunan PNS dan tidak ada riwayat penyakit yang ditirunkan
maupun kecacatan yang ada di keluarganya.
c. Lingkungan
Rumah yang dihuni Tn. Z merupakan rumah kos ,mereka tinggal di sebuah kamar berukuran 3 x 4
m2 , jenis rumah permanen, lantai rumah plester. Kamar kos mempunyai 1 jendela dan udara mudah
keluar masuk kamar. Dapur dan kamar mandi diganakan bersamasama dengan penghuni kos yang
lain yang terletak di belakang rumah. Sumber air yang digunakan PAM, kualitas air khas kaporit, tidak
berwarna. WC model leher angsa, pembuangan ke septic tank, sampah dikumpulkan dan diambil
oleh petugas dua kali seminggu .
Denah rumah
2,5 M 2,5 M 1M
1 3
2
4
5
Keterangan :
1 : kamar
2 : kamar
3 : WC
4 : ruang tamu
5 : sudut dapur
Rumah kos Tn. J terletak di gang yang ramai dan sangat berdekatan dengan tetangga. Hubungan
dengan tetangga kamar kos cukup akrab, tetapi hubungan dengan lingkungan sekitar rumah kos
mereka tidak dilakukan. Sebagian besar tetangga kamar kos mereka adalah mahasiswa. Jarak ke
Puskesmas kira-kira 2 km, ke rumah sakit kirakira 7 km. Alat transportasi motor, beca, dan angkot.
Keluarga Tn. J kadang berkunjung ke rumah kakaknya yang berbeda kota dengan mereka. Ny. F
mengatakan hubungannya cukup baik dengan keluarga suaminya. Keluarga Ny. F jarang berkunjung
karena jarak yang sangat jauh. Keluarga mereka tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di
lingkungan rumah kos mereka.
Keluarga Tn. J maupun Ny.F selalu memberikan dukungan baik materi maupun moril kepada mereka,
apalagi dengan kondisi kehamilan Ny.F yang semakin membesar, saudara-saudara dari keduanya
sering merasa kasihan dan terkadang mengirimkan sedikit uang untuk dibelikan susu dan vitamin
bagi Ny.F.
d. Struktur Keluarga
Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing Komunikasi antara anggota keluarga pada awalnya
sangat lancar, harmonis, saling membantu dan saling pengertian. Namun lama kelamaan Tn.J
cenderung tertutup apalagi jika disinggung masalah kuliahnya yang tidak kunjung selesai Tn.J sering
marah kepada Ny.F. Akhirnya komunikasi terjalin hanya sebatas hal – hal umum rutinitas rumah
tangga. Semakin hari pola komunikasi semakin tidak berkualitas, di kos Tn. J cenderung diam dan
sibuk dengan game online di laptopnya.
Pengendali keluarga adalah Tn. J sebagai kepala keluarga. Secara umum tidak ada yang mendominasi
kekuasaan hanya struktur tertinggi dipegang oleh kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga yang
sakit akan dilakukan upaya mendapatkan perawatan dan pengobatan sesuai dengan kemampuan dan
keyakinan keluarga.
Tn. J sebagai kepala keluarga belum menjalankan perannya sebagai mestinya untuk mencari nafkah,
Ny. F sebagai istri menjalankan peran menyiapkan kebutuhan suami dan menyelesaikan pekerjaan
rumah tangga.
Nilai – nilai yang dianut keluarga sesuai dengan nilai atau masyarakat dimana keluarga tinggal.
Asuhan Keperawatan Keluarga Child Bearing
Ny. F menyampaikan sebetulnya antar anggota keluarga saling menyayangi. Tetapi karena Tn.J belum
bekerja dan tidak juga serius menyelesaikan tugas akhirnya, akhirnya membuat Ny.F merasa kesal
dan bersedih karena menganggap suaminya belum siap menjadi seorang suami dan ayah yang baik
bagi keluarganya.
Sosialisasi di dalam keluarga inti masih terdapat hambatan karena kurangnya komunikasi dan
sosialisasi dengan masyarakat sekitar juga kurang berjalan dengan baik.
f. Koping Keluarga
Ny. F sering merasa sedih dan kesal karena Tn.J belum bekerja dan dianggap tidak serius untuk
nsegera menyelesaikan tugas akhirnya padahal saat ini Ny.F sedang hamil anak mereka yang sudah
berusia 27 minggu. Ny.F mengatakan bahwa Tn.J belum siap menjadi seorang suami dan ayah yang
baik. Tn. J mengatakan bahwa sebenarnya ia belum siap menjalani pernikahan ini, dia mengatakan
bahwa dulu hanya mengikuti emosi sesaat saja untuk menikah. Asuhan Keperawatan Keluarga Child
Bearing
Kesal dengan kondisi seperti ini Ny. F menjaga jarak dengan suami, dan Ny.F tidak berani
menyinggung soal pekerjaan dan kuliah Tn. J karena takut suaminya akan marah.
Jika ada masalah Ny. F cenderung banyak diam, Tn. J cenderung mudah marah meskipun sebenarnya
Tn.J memiliki karakter yang tertutup. Ny. F selalu menceritakan permasalahannya dengan kakaknya.
Ny. F cenderung banyak diam, Tn. J cenderung mudah marah, komunikasi yang terjalin menjadi tidak
efektif dan tidak berkualitas.
Ny. F berharap asuhan keperawatan keluarga bisa membantu memecahkan permasalahan yang ada
di keluarganya.
Analisis Data
Data Objektif :
# An. Z tidur di kamar yang suasananya agak gelap
# TTV : Suhu : 39,2 o
C, Nadi : 105x/m, Respirasi : 42x/m
# Bunyi Nafas : ronchi
# Teraba panas dan pembesaran kelenjar getah bening di
bawah
mandibula
# Suasana rumah agak gelap, lembab dan pengap karena
jendela
selalu tertutup kain gordeng
Data Subjektif : Beban psikologis anggota
# Ny. W mengatakan sangat kesal dengan suaminya, keluarga (Ny. W) pada
karena keluarga tn. Z
suami tidak membantu pengasuhan anak dan berhubungan dengan
membebankan perubahan peran dan
semua urusan rumah tangga kepada dirinya tanggung jawab menjadi
# Ny. W mengatakan dirinya sangat kelelahan dengan orang tua
pekerjaan
rumah tangga, pengasuhan anak dan pekerjaannya
sebagai
guru free lance bahasa
# Ny. W mengatakan kesulitan untuk beristirahat, dan
kadang
membiarkan An. Z main sendirian di rumah atau halaman
bahkan pernah hilang di gang ketika Ny. W ketiduran
sambil
menyusui An. A
# Ny. W mengatakan inisiatifnya untuk bekerja adalah
untuk
membantu perekonomian keluarga, rumah masih
ngontrak
# Ny. W mengatakan selama 2 hari ini sudah tidak
mengobrol
lagi dengan suaminya, kebanyakan saling berdiam diri
# Ny. W mengatakan suka mengurung diri di kamar dan
menangis dan kadang pergi ke rumah orang tuanya untuk
menenangkan diri
# Ny. W mengatakan merasa kesal jika anak – anak
melakukan kesalahan dan akhirnya marah – marah
Data Objektif :
# Tn. Z tidak ada di rumah
# Ny. W berwajah ketus dan tidak bersahabat saat
menerima perawat
# TTV : TD : 100/60 mmHg, N : 90x/m, R : 22x/m
# Raut wajah bereskpresi kesal dan kelelahan
Data Subjektif : Perilaku mencari
# Ny. W mengatakan sedang hamil anak ke tiga dengan pertolongan kesehatan
umur kehamilan kira – kira 2 bulan, dengan hasil PP Test yang tidak sesuai
positif, HPHT tidak ingat berhubungan dengan KMK
# Ny. W mengatakan tidak pernah ber KB karena memanfaatkan fasilitas
keyakinan agama dan pelayanan kesehatan
# Ny. W mengatakan anak – anak tidak diimunisasi karena yang ada
repot kalau jadi sakit, tidak ke posyandu dan belum
diperiksa kehamilan ke tenaga kesehatan
#Ny. W mengatakan tidak mempunyai jaminan kesehatan,
jika ada anggota keluarga sakit akan meminta bantuan
paraji untuk dipijat atau diberikan ramuan tradisional
Data Objektif :
# PP test positif, ballotement (+)
# Conjungtiva Ny. W anemis
# BB Ny. W 41 kg
# BB An. Z 9,5 kg, tidak diimunisasi, pola makan tidak
teratur
# BB An. A sehat 8, 1 kg, tidak diimunisasi, pola makan
tidak
sesuai dengan usia (bubur instan susu)
Prioritas Masalah :
Bersihan jalan nafas tidak efektif pada An. Z di Keluarga Tn Z berhubungan dengan
Diagnosis Keperawatan
Tn. Z adalah :
Data Subjektif :
apotek
minyak telon
Data Objektif :
mandibula
Suasana rumah agak gelap, lembab dan pengap karena jendela selalu
ditandai dengan :
Data Subjektif :
bahasa
Data Objektif :
Data Subjektif :
kehamilan kira – kira 2 bulan, dengan hasil PP Test positif, HPHT tidak
ingat
tenaga kesehatan
Data Objektif :
PP test positif, ballotement (+)
BB Ny. W 41 kg