Anda di halaman 1dari 10

Teori Dasar Drama

Sinopsis naskah Pelacur


Eliza seorang pelacur yang terjebak antara mengatakan kebenaran dan kebohongan
akibat dia diminta oleh seorang gelandangan yang dituduh polisi memperkosa dirinya. Pada
mulanya sebenarnya Eliza berjanji akan mengatakan kebenaran pada polisi walaupun dia
terus dirayu oleh Firdaus bersama komplotannya. Firdaus yang sudah jengkel terhadap
pendirian Eliza sampai menawarkan uang 10 juta untuk menandatangani surat pengakuan
palsu. Ya, akan tetapi Eliza tetap teguh ingin mengatakan kebenaran. Hingga datang seorang
kakek yang ternyata ayah dari pembunuh gelandangan di statsiun, Eliza mulai bingung
karena kisah kakek yang diceritakan kepadanya. Gelandangan menjadi buron sejak kejadian
di statsiun dan terus berlari dari kejaran polisi. Tuduhan terhadap gelandangan ini bertambah
yang asalnya hanya memperkosa ditambah menjadi gelandangan tersebut melukai seorang
keponakan kolonel. Di sisi lain ternyata tumbuh rasa cinta antara Firdaus dan Eliza akibat
konflik tersebut.
A. Pendekatan Objektif
1. Tema
Tema pada naskah ini menonjolkan tentang tipu daya. Ini digambarkan pada
munculnya seorang kakek untuk menggoyahkan hati eliza supaya bersaksi palsu yang
ternyata kakek itu adalah seorang suruhan dari kolonel. Selain itu ketika Firdaus yang
bermalam dengan Eliza untuk mencari keterangan dan berani membayar Eliza untuk
berskasi palsu.
2. Amanat
Amanat pokok dari naskah Pelacur ini terletak pada dialog antara Firdaus dan Eliza.
Eliza ingin mengatakan kebenaran. Padahal Eliza sendiri adalah seorang pelacur dan
Firdaus mencoba untuk membayarnya tapi Eliza enggan menerima uang itu. Ternyata
seorang pelacur masih mempunyai hati nurani juga.
Amanat lainnya diantaranya :
a. Uang dan kekuasaan tidak bisa membeli segalanya.
b. Menjadi pelacur bagi sebagian orang merupakan keterpaksaan karena keadaan
ekonomi.
3. Alur
a. Penahapan Plot
Plot dalam Naskah ini dibagi menjadi tiga yaitu awal, tengah dan akhir.
1) Bagian awal
Seorang gelandangan yang datang dan meminta tolong pada Eliza supaya dia
bersaksi bahwa gelandangan tidak memperkosa Eliza. Akan tetapi Eliza akan
bicara jika terpakasa karena dia sudah malas berurusan dengan polisi.
Gelandangan yang sudah menjadi buron di usir Eliza karena dia tak ingin
tempatnya dijadikan persembunyiannya.
Firdaus yang sengaja membuntuti Eliza hingga bermalam ditempat eliza
mulai menanyakan persoalan gelandangan. Firdaus yang menuduh bahwa Eliza
sudah diperkosa oleh gelandangan di statsiun tapi Eliza membantahnya. Hingga
Firdaus berkata bahwa yang sebenarnya membunuh gelandangan adalah Tomas
saudaranya. Firdaus ingin Eliza bersaksi palsu jika dipanggil pengadilan hingga
Firdaus menawarkan uang Rp. 10 jt tapi Eliza tak mau untuk bersaksi palsu dan
ini membuat Firdaus geram dibuatnya.
Pada tahap awal ini penulis sudah memberikan konflik yang cukup besar.
Bagian awal ini sudah ditonjolkan permaslahan gelandangan yang difitnah dan
seorang Pelacur yang ingin mengatakan kebenaran.
2) Bagian Tengah
Kolonel datang ke tempat Eliza karena para anggotanya datang dan memaksa
menandatangani surat pengakuan palsu secara keras pada Eliza. Kolonel mulai
merayu Eliza dengan bercerita bahwa ayah Tomas sedang sakit-sakitan dan
akan menjadi koraban dari peristiwa ini.
Tak disangka seorang kakek datang ke tempat Eliza. Dan dia mulai
menceritakan kisah hidupnya. Kakek itu berencana bunuh diri karena tak ingin
menanggung malu karena mempunyai anak seorang kriminal.
Mendengar hal itu Eliza akhirnya menyetujui untuk menandatangani.
Kolonel yang kembali ke tempat Eliza memberi uang dan memberi tahu
gelandangan itu akan segera ditangkap dan dibui.
Pada tahap ini penulis memberikan konflik yang cukup menarik dengan
mengahdirkan seorang kolonel yang pura-pura membela Eliza akan tetapi tokoh
kakek yang menjadi kunci utama untuk merubah segala keteguhan hati Eliza.
3) Bagian Akhir
Gelandangan yang tiba-tiba muncul di tempat Eliza mengagetkan Eliza. Eliza
yang mengatakan bahwa dia sudah bersaksi palsu membuat gelandangan marah.
Gelandangan meminta supaya dia bersembunyi ditempat Eliza dan Eliza
membuat rencana untuk membunuh Firdaus bersama komplotannya. Ternyata
Eliza sudah mengetahui bahwa dia sudah ditipu oleh kakek yang mengaku-
ngaku ayah Tomas. Tapi gelandangan tak mau karena dia merasa takut untuk
membunuh.
Firdaus datang dan dia diusir oleh Eliza namun gagal. Firdaus menyakan
apakah Eliza menikmati ketika dia ditidurinya. Eliza tidak menjawabnya namun
ketika perbincangan sedang berlangsung ada suara dari kamar mandi yang
ternyata gelandangan. Firdaus menyuruh untuk keluar. Terjadi konflik dan
gelandangan kabur sedangkan Firdaus menembaknya namun gagal. Firdaus
kembali dan Eliza mencoba untuk membunuhnya tapi dengan sigap Firdaus
merayu dan bertanya apakah dia menikmati dan jawabannya iya. Firdaus yang
akan mencium Eliza dipanggil oleh ayahnya yaitu Kolonel. Firdaus kabur dan
Eliza berteriak pada kolonel supaya untuk menyobek surat pengakuan palsu itu
dan dia sadar bahwa dirinya hanya seorang pelacur.
Pada bagian akhir ini penulis benar-benar memberikan ketegangan ketika
gelandangan yang terus diburu oleh polisi. Penulis memberikan kejutan, yang
ternyata Firdaus terlibat percintaan dengan Eliza. Hal ini sungguh sulit untuk
diterka dan penulis berhasil mebuat kejutan ini.
4. Penokohan
a. Eliza
Tokoh Eliza sangat mendominasi dalam naskah ini. Dari awal hingga akhir tokoh ini
terus muncul dan menjadi inti dari naskah ini. Wataknya sendiri dia adalah orang
jujur. Ini bisa kita lihat ketika dia teguh untuk mengatakan kebenaran walau dibeli
oleh uang. Selain itu dia berwatak penyayang. Ini bisa kita lihat ketika dia luluh oleh
cerita kakek, dan dia menjadi pelacur untuk membiayai ayahnya yang sedang sakit di
kampung.
b. Firdaus
Tokoh Firdaus ini juga sangat penting karna dia menjadi pembuat konplik dalam
cerita ini, sehingga cerita pelacur ini pun menjadi menarik untuk di simak, sedangkan
watak dari pirdaus ini ialah picik dan keji, ini bisa kita lihat dari cara Firdaus untuk
membuat konfliknya ialah dia meniduri si pelacur terlebih dahulu untuk mulai
memicu agar si pelacur ini mau membuat pengakuan palsu dalam permasalahan yang
terjadi. Bahkan si Firdaus ini berniat menyogok si pelacur, agar si pelacur membuat
pengakuan palsu dalam persidangan.
c. Gelandangan
Tokoh gelandangan ini juga tidakalah pentingnya karna dia menjadi korban dari
segala permasalahan dalam cerita ini, watak dari gelandangan ini ialah penakut ini di
perlihatka saat gelandangan ini di suruh untuk menikam para polisi namun dia malah
takut untuk melakukannya, selain itu watak dari gelandangan ini pantang menyerah
hal ini bisa kita perlihatkan saat dia membujuk si pelacur untuk jangan pernah
terhasut oleh para polisi yang ingin agar si pelacur ini untuk membuat pengakuan
palsu di persidangan.
d. Kolonel
Tokoh Kolonel ini otak dari segala penipuan untuk menjebak si pelacur. Watak dari
Kolonel sangatlah picik ini bisa kita lihat bagai mana dia menyewa seorang kakek tua
agar si pelacur merasa iba kepada kakek tua itu dan pada akhirnya si pelacur
membuat pengakuan palsu, selain itu watak dari kolonel ini ialah gigih, bisa di
perlihatkan bagaimana kolonel ini membuat berbagai cara agar si pelacur membuat
pengakuan palsu.
e. Polisi
Tokoh ini hanya peran pembantu agar si pelacur terdesak oleh tingkah polisi ini.
Watak dari polisi ini picik dan kasar ini di perlihatkan bagaimana si pelacur di desak
agar menandatangani surat pengakuan palsu untuk persidangan
f. Kakek
Tokoh ini ikut berperan penting di karnakan tokoh kakek ini menjadi tokoh pelaku
utama yang berhasil mengelabui si pecur untuk membuat pengakuan palsu, watak
dari tokoh ini mahir berekting, ini bisa kita lihat bagaimana si pelacur terjebak oleh si
kakek ini hingga si pelacurpun iba kepada kakek ini, sampai pada akhirnya si
pelacurpun mau membuat pengakuan palsu.

5. Latar atau Setting


a. Latar waktu
Latar waktu pada naskah ini yang pertama pada pagi hari ini bisa kita lihat ketika
firdaus bangun sedangkan Eliza sedang bersolek. Selain itu ketika firdaus dan Eliza
terlibat cek cok tentang apa yang firdaus lakukan pada malam hari.
Latar waktu yang selanjutnya pada malam hari ketika kolonel datang dengan
maksud untuk memberikan uang karena Eliza sudah memberikan kesaksian palsu.

b. Latar Tempat
Pada naskah ini yang menjadi latar tempat adalah sebuah kamar dan statsiun
kereta. Statsiun kereta sendiri hanya sebagai flashback kejadian karena dalam
naskah ini latar statsiun hanya menjadi tempat pembunuhan yang menjadi latar
belakang permasalahan yang terjadi pada naskah ini. Ini bisa dilihat ketika Firdaus
berdiaalog dengan Eliza ataupun tokoh-tokoh lain yang menyinggung tentang
kejadian pada saat di statsiun.
Latar tempat lainnya adalah di sebuah kamar tepatnya kamar Eliza. Latar tempat
ini menjadi yang utama dalam naskah ini karena adegan pertama hingga adegan
terakhir ada di kamar Eliza ini.
c. Latar Sosial
Latar sosial dalam naskah ini begitu ditonjolkan pada kelompok sosial pekerja
seperti pelacur, gelandangan, anak pejabat, kolonel dan polisi.
Pelacur sendiri bisa kita lihat pada pekerjaan Eliza. Ini terdapat pada dialog
“Aku benci langganan-langganan yang seenaknya saja mampir. Cita-cita ku ialah
menjadikan diriku makhluk yang ideal bagi tiga atau empat orang denganumur
yang terbatas. Seorang pada hari selasa, seorang pada hari kamis, dan seoranglagi
untuk akhirpekan. Santai. Kubilang ini padamu, walau kau kelihatannya
masihingusan, tapi kaukelihatannya serius. Itupun kalau kau mau. Baik, baik, aku
takkan mengoceh lagi. Pikirkansaja. Begitu !Rupanyakau repot juga. Ciumlahaku !
Ciuman yang sangatberartibagiku.Taksudikahkaumenciumku ?”
Atau juga
“Kolonel !Kolonel !Akutidakmau !Sobekkertaspengakuanitu !
Bedebah !!
Sialan !!
Kolonel, akutaksudiuangmu !Akupelacur, kolonel !Akupelacur, kolonel !”
Gelandangan bisa kita lihat pada dialog
“Gelandangan yang mana ? Oh, anakbuahsayasedangmencarinya”
Anak pejabat bisa dilihat pada dialog
“Akuanakseorangpejabat !“
Kolonel bisa dilihat pada dialog
“Masuklah !Bagaimanakolonel ?”
Dan polisi bisa dilihat pada dialog
“Kami polisi ! Engkau Eliza Maryam ?”
B. Pendekatan Ekspresif
Naskah pelacur ini diciptakan oleh Jean Paul Sartre. Dialahir di Paris, Perancis, 21
Juni 1905 – meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun. Sartre merupakan
seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran
eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi
(L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan
selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya pada masa
lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah
kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Eksistensialisme sendiri adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia
individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Pada tahun 1936/1937 Sartre menerbitkan buku berjudul La Transcendence de
L’Ego (Transendensi Ego). Buku ini merupakan hasil studi filsafat fenomenologinya di
Berlin. Sartre menggunakan metode fenomenologi untuk meneliti kesadaran. Sejak
semula Sartre memang menafsirkan fenomenologi Husserl secara realistis.
Fenomenologi bagi Sartre merupakan filsafat untuk mengungkapkan realitas dan
pengalaman nyata sehari-hari. Obyek pertama yang dibedah Sartre dengan fenomenologi
adalah psikologi, khususnya masalah fantasi dan emosi. Sedangkan pada tahun 1938
Sartre menerbitkan karya sastra pertamanya sekaligus yang terpenting yaitu La Nausee
(Rasa Muak). Novel ini menjadi monumen yang menandai awal karier Sartre sebagai
seorang sastrawan. Di dalam novel La Nausee itu kita akan menemukan tema-tema yang
menjadi pokok pembicaraan filsafatnya.
Latar belakang pemikiran J.P Sartre diantaranya pengaruhfenomenologi Edmund
Huserl; yakni 1) pengaruhkesadaransebagaititiktolak, 2) pentingnyafilsafatuntuk
‘kembali kepada realitasnya sendiri’. Kesadaran selalu memiliki penopangnya yakni
‘ada’ dandihubungkandengandunia.
Tema-tema pemikiran Sartre :
 Kebebasan dan ‘ada’
 Keberadaan manusia dalam tiga (3) tingkat; 1) ada dalam dirinya being in itself,
2) ada untuk dirinya; being for itself; dan 3) ada untuk orang lain; being for others
 Pengalaman tentang kebebasan adalah pengalaman tentang kesadaran sendiri.
 Lalu apakah manusia yang memiliki kesadaran itu ?
 Kebebasan manusia bersifat paradoks sekaligus menyesakkan; sebab kebebasan
seringkali ‘dibebankan’ kepada kita oleh situasi yang tidak kita pilih, tanpa alternatif
lain.
 Siapakah yang mengancam kebebasan manusia?---Sartre---menyebut sebagai (rasa
pikat dan ketertarikan) Benda/materi
 Pada prinsipnya; eksistensi manusia adalah sia-sia, absurd, penuh permusuhan dan
prasangka.Inilah yang oleh Heidegger (guru Sartre yang lain) disebut sebagai
‘keterlemparan’ eksistensi manusia dimana mansuia tidak mengetahui asal-asul dan
alasan keberadaan hidup kita sendiri.
 Bagi Sartre, keberadaan manusia justru terletak dalam pilihan kebebasan dan
tanggungjawab.
Jika kita hubungkan naskah pelacur dengan pola-pola pemikran sartre maka
kebebasan dan tanggung jawab yang dominan dalam naskah ini. Ini bisa kita lihat ketika
seorang pelacur pun bebas untuk mengatakan sebuah kebenaran walaupun dia dari
seorang kasta yang rendah jika dilihat dari strata sosial.
Ataupun jika kita meliha tideologi yang diapakai yaitu eksistensialisme, kalau kita
hubungkan dengan konflik yang terjadi adalah ketika firdaus mengatakan bahwa Thomas
yang membunuh gelandagan itu tidak bersalah karena yang dibunuhnya hanya seorang
gelandangan penggangu yang pernah mencuri. Eksistensialisme sendiri mengatakan
bahwa kebenaran itu relative dan setiap individu bebas menentukan sesuatu yang
dianggapnya benar. Dan dari pengertian tersebut tokoh firdaus ini menentukan bahwa
yang dia bela tomas telah melakukan hal yang benar.
C. Pendekatan Pragmatik
Naskah drama pelacur jika ditinjau dari segi penddekatan pragmatik maka akan
memiliki citra yang berbeda-beda dari setiap pembaca.Hal ini disebabkan adanya
perbedaan pandangan antara pembaca satu dan pembacalain,Adakalanya pembaca
memandang dari sudut estetika. Para pembaca yang memandang naskah pelacur ini dari
sudut pandang estetika akan mengutarakan pendapatnya secara objektif dan mengacu
pada interpretasinya sendiri sehingga terkadang akan muncul pendapat bahwa cerpen ini
adalah suatu karya satra yang indah, diihat dari struktur penyampaian atau penulisannya.
Sedangkan jika dilihat dari segi pendidikan atau juga moral maka pembaca mungkin
akan berpikir bahwa naskah ini kurang baik karena adanya sebuah intrik untuk
menghasilkan sebuah kebohongan atau juga terdapat kegiatan seorang pelacur yang
sedang merayu pelanggannya. Misalnya ketika tokoh Firdaus dan polisi memaksa Eliza
(pelacur) untuk memberikan kesaksian palsu.
Membaca naskah pelacur ini menimbulkan sebuah keironian bahwa kekuasaan yang
seharusnya diaplikasikan dengan benar dalam naskah ini justru kekuasaan bisa memaksa
seseorang yang ingin mengatkan kejujuran dirubah untuk mengatakan sebuah
kebohongan. Dan juga membaca naskah ini membuka mata kita lebar-lebar bahwa
seorang pelacur pun masih punya hati nurani untuk mengatakan kebenaran atau
kejujuran walaupun sudah diiming-imingi dengan uang. Konflik yang berkembang dalam
naskah ini tak ubahnya sebuah maksud atau tujuan penulis kepada para pembaca bahwa
seorang pelacur pun masih bisa mngatakan kebenaran atau juga seorang pelacur memang
buruk tapi tak busuk seperti para penguasa yang menggunakan kekuasaannya untuk
melakukan hal-hal penyimpangan.
Sartre sebagai penulis sangat jeli dalam menyampaikan tujuan yang dia sampaikan
kepada pembaca tentang orang rendahan sekalipun masih lebih baik daripada seorang
penguasa yang mempunyai citra baik tapi dalamnya lebih busuk dari seorang pelacur.
Dalam naskah ini juga dijelaskan sikap teguh tokoh pelacur untuk mengatakan kebenaran
harus tertipu oleh kepintaran seorang kolonel dengan mendatangkan tokoh kakek untuk
membuat tokoh pelacur menjadi iba dan mau memberikan kesaksian palsu. Sehingga
pembaca dapat menarik kesimpulan pada naskah ini bahwa seorang pelacur juga manusia
biasa yang mempunyai rasa simpati terhadap sesamanya.
Melalui cerpen ini pula penulis ingin menyampaikan amanat jangan pernah menilai
seseorang dari pekerjaan atau strata sosialnya. Hal ini tampak pada dialog berikut
berikut.
Eliza :“Akuinginmengatakankebenaran !”
Firdaus :“Kebenaran ?! Lontesepuluhribuperakinginmengatakankebenaran ?!
Tidak ada kebenaran manis. Yang ada hanyalah antara orang terpelajar dan seorang
gelandangan, itu saja.”
Di sini tokoh pelacur memang benar-benar ingin mengatakan kebenaran walaupun sudah
dihina ataupun sudah ditawari uang sebelumnya. Keteguhan hatinya untuk mengatakan
kebenaran harus runtuh ketika seorang kakek datang dan menceritakan latar belakang
hidupnya. Ini bisa dilihat dari dialog berikut.
Eliza : “Initakadil !Mengapaibusebaikdiaharusmenanggungbeban yang seberatini ?
Akupunmelakukanpekerjaanini demi ibuku yang sakit-sakitan di
kampung……..hatikutakinginmembiarkaniniterjadi.”
Kolonel : “Lalusiapakah yang kaupilih ?Gelandangan yang
pernahdipenjarakarenamencuriitu, atauanakdariibu yang baikdanmalangitu ?
Inilahsurat yang haruskautandatangani.”
“Berikantanganmu”
“Mari.”
“Nantikitaakanberjumpalagi, masihada yang haruskitabicarakan.”
Selain itu Sartre ingin menunjukan bahwa setiap kebebasan manusia bersifat
paradoks sekaligus menyesakkan sebab kebebasan seringkali ‘dibebankan’
kepadakitaolehsituasi yang tidakkitapilih, tanpaalternatif lain. Ini diperlihatkan ketika
Eliza (Pelacur) disudutkan antara mengatakan kebenaran atau kesaksian palsu setelah
seorang kakek datang.
D. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang berupaya memahami hubungan
karya sastra dengan realitas/kenyataan. Jika kita beranjak dari pengertian tersebut maka
naskah drama ini sangat kental dengan realitas yang ada.
Jikakitamelihatdarisegikelompok social naskahinimenunjukansebuah strata
sosialbahwa orang rendahanharusselalumenuruti orang yang mempunyai pangkat.
Melihat permasalahan tersebut jika dihubungkan kedalam realita ssosial yang ada
memang benar. Ketika seorang rendahan seperti gelandangan atau pelacur sudah
layaknya seperti objek penderita, berbagai hinaan, cacian cibiran, atau juga makian selalu
menghinggapi mereka. Selalu ada pembatas antara kelas rendahan dengan kelas
penguasa.
Selanjutnya melihat konflik ketika sebuah keputusan menaj dibimbang akibat
muncul sesuatu yang dapa tmembuat hati berperang antara mengucapkanya atau tidak
memang selalu hadir dalam dunianyata juga. Sepertihalnya pemerintah yang tak
konsisten ketika akan menaikan bbm menjadi tidak, akibat semua rakyat berdemo
dimana-mana.
Seperti halnya permasalahan para penguasa yang melakukan penyelewengan
kekuasaan yang dilakukan oleh tokoh kolonel dalam naskah ini. Tak jauh beda dengan
pemerintahan sekarang. Mereka para penguasa melakukan penyelewengan seperti
bertindak korupsi. Dengan kekuasaannya para penguasa bisa melakukan apa saja
termasuk membeli suara rakyat.
ANALISIS KAJIAN NASKAH DRAMA PELACUR KARYA JEAN PAUL SARTRE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kajian Drama

oleh :
Yadi Suryaman :102121170
Sindi Arifiani :10212171
Muhamad Sayidul Huda : 102121172
Ari Gustian Nurahman : 102121176
Galuh Linggar Brawijaya :102121196
Wahab Ansori : 102121201
Reni sri wulandari :1021212

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2012

Anda mungkin juga menyukai