Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PSIKOLOGI INDUSTRI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

OLEH:

DEDY SETIAWAN 101714253022

MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI i

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan Khusus 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1 Konsep Umum Pendidikan dan Pelatihan 3
2.1.1 Definisi Pendidikan 3
2.1.2 Definisi Pelatihan 3
2.1.3 Perbedaan Antara Pendidikan dan Pelatihan 4
2.1.4 Tujuan Pendidikan dan Pelatihan 4
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan dan Pelatihan 6
2.1.6 Tahapan Pendidikan dan Pelatihan 7
2.1.7 Metode Pendidikan dan Pelatihan 8
2.1.8 Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan 9
2.2 Pendidikan dan Pelatihan Dalam K3 10
2.2.1 Definisi dan Tujuan Pendidikan dan Pelatihan K3 10
2.2.2 Manfaat Pendidikan dan Pelatihan K3 10
2.2.3 Tahapan Pendidikan dan Pelatihan K3 11
2.2.4 Jenis Pendidikan dan Pelatihan K3 12
2.2.5 Indikator Keberhasilan Pendidikan dan Pelatihan K3 13

BAB 3 PENUTUPAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan industri yang semakin ketat menuntut setiap industri untuk
memiliki daya saing yang kuat pula. Salah satu bentuk kekuatan dari sebuah
organisasi adalah kualitas dan kinerja sumber daya manusianya. Keberhasilan
organisasi sangat ditentukan oleh kualitas pegawai didalamnya dan perubahan
lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk beradaptasi terhadap
lingkungan.
Guna tercapainya kinerja yang diharapkan dalam suatu organisasi atau
instansi, salah satunya harus mendapatkan program pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan harus sebagai bagian integral dari kebijakan personil
dalam rangka pembinaan pegawai disamping sebagai sarana pembinaan yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis. Selain itu juga sebagai bentuk
memantapkan sikap mental pegawai dalam bekerja.
Pendidikan dan pelatihan merupakan alat untuk menyesuaikan antara
tanggung jawab dan pekerjaan dengan kemampuan, keterampilan dan kecakapan
serta keahlian dari pegawai. Kebijaksanaan organisasi pada umumya
menyarankan agar setiap pegawai diberi kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan dan pengembangan kepribadian, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan yang pada akhirnya mampu meningkatkan
kinerja.
Pendidikan dan pelatihan merupakan proses yang berlanjut terutama disaat
perkembangan teknologi dan pengetahuan berkembang pesat seperti saat ini.
Peran pendidikan dan pelatihan sangat besar peranannya untuk membekali
pegawai agar lebih kreatif dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Semakin baik program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh
pengelola organisasi maka semakin terampil pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan.
Konsep dasar dari pendidikan dan pelatihan adalah memberikan bekal bagi
pegawai untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan permasalahan pekerjaan
yang dihadapinya. Pegawai yang secara rutin memperoleh pendidikan dan

1
pelatihan, mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan output yang lebih baik
dibandingkan karyawan yang tidak berpendidikan. Oleh karena itu, diperlukan
pembahasan yang mendalam tentang pendidikan dan pelatihan sebagai upaya
pengembangan sumber daya manusia suatu organisasi.
Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah
industri/perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para
pekerjanya. Menurut Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui
adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak
aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh
karena itu, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi
lingkungan yang tidak aman.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep pendidikan dan pelatihan secara umum dan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan definisi pendidikan dan pelatihan secara umum dan K3.
2. Menjelaskan tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum dan K3.
3. Menjelaskan tahapan pendidikan dan pelatihan secara umum dan K3.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Umum Pendidikan dan Pelatihan


2.1.1 Definisi Pendidikan
Langevelt (1962) dalam Notoadmojo (1998) menyatakan bahwa Pendidikan
adalah proses membawa anak ke arah kedewasaan”. Lebih lanjut ia menjelaskan
bahwa kedewasaan yang dimaksud adalah apabila anak telah sanggup bertindak
atas tanggung jawabnya sendiri. Menurut Dictionary of Education, pendidikan
diartikan sebagai berikut :
1. Proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk
tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup.
2. Proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah, sehingga
mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan
sosial dan kemampuan individu yang optimum
Menurut Crow and crow (1989), mengartikan pendidikan adalah suatu
proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses
belajar. Pendidikan mencakup pengalaman, pengertian dan penyesuaian diri dari
pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya, menuju ke arah
pertumbuhan dan perkembangan.
Pengertian Pendidikan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

2.1.2 Definisi Pelatihan


Pelatihan menurut Dessler (2009) adalah proses mengajarkan karyawan
baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk
menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam
dunia kerja. Pegawai, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti

3
pelatihan. Karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan
lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Menurut Rivai (2009) pelatihan merupakan bagian yang menyangkut proses
belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan diluar sistem
pendidikan yang berlaku dalam waktu relatif singkat dengan metode yang lebih
mengutamakan pada praktek daripada teori. Pelatihan adalah merupakan bagian
dari suatu proses pendidikan formal, yang tujuannya untuk meningkatkan
kemampuan atau keterampilan kerja seseorang atau sekelompok orang. Pelatihan
lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan
yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu, pelatihan
penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (Notoadmojo, 1998).

2.1.3 Perbedaan Antara Pendidikan dan Pelatihan


Berikut adalah tabel perbedaan antara pendidikan dan pelatihan
(Notoadmojo, 1998):
No Aspek Pendidikan Pelatihan
1 Pengembangan Menyeluruh Khusus (spesific)
kemampuan (overall)
2 Area kemampuan Kognitif, afektif Psikomotor
(penekanan)
3 Jangka waktu Long term Short term
pelaksanaan
4 Materi yang diberikan Lebih umum Lebih khusus
5 Penekanan metode Conventional Inconventional
belajar
6 Penghargaan akhir proses Gelar (degree) Sertifikat (nondegree)

2.1.4 Tujuan Pendidikan dan Pelatihan


Menurut Nitisemito (1996) menyatakan bahwa pelatihan merupakan bagian
dari kegiatan perusahaan atau instansi yang bertujuan untuk dapat memperbaiki
dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para
pegawai atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari instansi yang
bersangkutan.
Notoatmodjo (1998) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan juga
bertujuan agar peserta menjadi cepat berkembang. Sukar bagi seseorang untuk

4
mengembangkan dirinya tanpa adanya suatu pendidikan khusus. Pengembangan
diri dengan hanya melalui pengalaman saja akan lebih lambat dibandingkan
dengan pendidikan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk menstabilisasi
karyawan atau mengurangi angka turn over. Pegawai yang mendapatkan
pendidikan dan pelatihan kemungkinan mengembangkan diri lebih tinggi, pada
umumnya cenderung lebih lama bekerja dalam suatu instansi jika dibandingkan
dengan instansi yang tidak memberikan kesempatan berkembang bagi
karyawannya.
Hasibuan (2001), berpendapat bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan
adalah sama dengan pengembangan yang pada hakikatnya menyangkut hal-hal
berikut ini:
1. Produktivitas kerja
Melalui pengembangan, produktivitas kerja pegawai akan meningkat,
kualitas, kuantitas produksi semakin baik karena technical skill, human skill,
dan managerial skill pegawai yang semakin baik.
2. Efisiensi
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu,
bahan baku, dan mengurangi kerusakan mesin-mesin. Pemborosan
berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan
semakin besar.
3. Kerusakan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi,
dan mesin-mesin karena pegawai semakin ahli dan terampil dalam
melaksanakan pekerjaannya.
4. Kecelakaan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan sehingga
jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
5. Pelayanan
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik
dari pegawai kepada masyarakat yang dilayani, karena pemberian pelayanan
yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi masyarakat.

5
6. Moral
Melalui pengembangan, moral pegawai akan lebih baik karena keahlian dan
keterampilan sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
7. Karier
Melalui pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier pegawai
semakin besar, karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih
baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan pada keahlian dan prestasi kerja
seseorang.
8. Konseptual
Melalui pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam
mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skill, humanskill,
dan managerial skill-nya lebih baik.
9. Kepemimpinan
Melalui pengembangan, kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik,
human relation-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga
pembinaan kerja sama vertical dan horizontal semakin harmonis.
10. Balas Jasa
Melalui pengembangan, balas jasa (gaji, upah intensif dan benefis) pegawai
akan meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan dan Pelatihan


Faktor-faktor yang menunjang kearah keberhasilan pelatihan menurut Rivai
(2009), yaitu antara lain :
1. Materi yang Dibutuhkan
Materi disusun dari estimasi kebutuhan tujuan latihan, kebutuhan dalam
bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang
dibutuhkan.
2. Metode yang Digunakan
Metode yang dipilih hendak disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan
dilaksanakan.

6
3. Kemampuan Instruktur Pelatihan
Mencari sumber-sumber informasi yang lain yang mungkin berguna dalam
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan.
4. Sarana atau Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pedoman dimana proses belajar akan berjalan lebih efektif.
5. Peserta Pelatihan
Sangat penting untuk memperhitungkan tipe pekerja dan jenis pekerja yang
akan dilatih.
6. Evaluasi Pelatihan
Setelah mengadakan pelatihan hendaknya di evaluasi hasil yang didapat
dalam pelatihan, dengan memperhitungkan tingkat reaksi, tingkat belajar,
tingkat tingkah laku kerja, tingkat organisasi dan nilai akhir.

2.1.6 Tahapan Pendidikan dan Pelatihan


Notoatmodjo (1998) menyatakan bahwa siklus atau proses penyelenggaraan
suatu pendidikan dan pelatihan pada garis besarnya terdiri dari kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1. Penjajakan kebutuhan (need assessment) dan analisis kebutuhan pendidikan
atau pelatihan
2. Merumuskan tujuan pendidikan (educational objectives) dari pendidikan
dan pelatihan
3. Mengembangkan kurikulum (curriculum development) pendidikan atau
pelatihan
4. Menyusun bahan atau materi pelajaran yang akan dipakai dalam pendidikan
atau pelatihan
5. Menentukan metoda dan teknik pendidikan atau pelatihan, termasuk alat-
alat bantu pendidikan
6. Menyusun program pelaksanaannya, termasuk penentuan kriteria peserta
dan pengajar, serta pemanggilan, penyusunan jadwal, penyusunan
instrumen, evaluasi dan sebagainya
7. Pelaksanaan atau penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
8. Evaluasi hasil kegiatan pendidikan dan pelatihan

7
2.1.7 Metode Pendidikan dan Pelatihan
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pada garis besarnya terdapat dua
metode yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan karyawan, yaitu :
1. Metode di luar pekerjaan (off the job side). Pelatihan dengan menggunakan
metode ini berarti pegawai yang akan mengikuti pelatihan akan keluar untuk
sementara dari kegiatan pekerjaannya, kemudian mengikuti pelatihan yang
menggunakan teknik belajar-mengajar seperti biasanya. Pada prinsipnya
metode off the job side dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Teknik presentase informasi. Teknik ini dilakukan dengan menyajikan
informasi, dan tujuannya untuk mengintroduksi pengetahuan, sikap
dan keterampilan baru kepada petugas. Harapan akhir dari penyajian
ini adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan tersebut dapat di
adopsi oleh peserta latihan. Teknik penyajian informasi antara lain :
 Ceramah
 Teknik diskusi
 Teknik pemodelan perilaku (behavior modeling)
 Metode magang
b. Metode simulasi. Simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau
perilaku dari dunia real sedemikian rupa sehingga peserta latihan
dapat mereaksikannya seperti keadaan yang sebenarnya. Metode-
metode simulasi ini mencakup :
 Simulator alat-alat
 Studi kasus (case study)
 Permainan peranan (role playing)
 Teknik di dalam keranjang (in basket)
2. Metode di dalam pekerjaan (on the job side). Pelatihan ini berbentuk
penugasan pegawai-pegawai baru kepada supervisor yang telah
berpengalaman (senior). Metode ini berarti pegawai baru akan meminta
bimbingan kepada pegawai yang sudah berpengalaman. Para pegawai senior
yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan
memperlihatkan contoh-contoh pekerjaan yang baik serta penanganan suatu

8
pekerjaan yang jelas dan konkrit yang nantinya akan dikerjakan oleh
pegawai baru setelah pelatihan berakhir. Cara ini mempunyai banyak
keuntungan antara lain :
a. Sangat ekonomis karena tidak perlu membiayai trainers dan trainee,
serta tidak memerlukan penyediaan peralatan dan ruangan khusus
b. Para trainee sekaligus berada dalam situasi kerja yang aktual dan
konkret
c. Memberikan praktek aktif bagi para trainee terhadap pengetahuan
yang dipelajari olehnya
d. Para trainee belajar dan langsung mempraktekkan, sehingga dapat
diketahui apakah yang dikerjakan sudah benar atau salah.
Bentuk lain dari on the job side adalah metode rotasi pekerjaan. Metode ini
pada umumnya dilakukan pegawai-pegawai yang sudah lama, kemudian
akan dipindahkan tugasnya baik secara vertikal (promosi) maupun secara
horizontal (bagian lain yang sederajat dengan pekerjaan sebelumnya).
Metode rotasi pekerjaan dapat membantu para pegawai untuk
mempertahankan tujuan-tujuan karir mereka sebelum menduduki suatu
jabatan baru, dan juga memperluas cakrawala pegawai.

2.1.8 Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan


Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa setelah berakhir pelatihan,
sebaiknya dilakukan evaluasi. Evaluasi ini mencakup dua hal yaitu :
1. Evaluasi terhadap proses pelatihan yang meliputi :
a. Organisasi penyelenggara, misalnya : administrasi, konsumsi,
akomodasi, ruangan, petugas dan sebagainya
b. Penyampaian materi pelatihan, misalnya : relevansi maupun pengajar
2. Evaluasi terhadap hasil, yang mencakup evaluasi sejauh mana materi yang
disampaikan dapat dikuasai dan dimengerti oleh peserta latiha. Lebih jauh
lagi apakah ada peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku peserta pelatihan.
Cara melakukan evaluasi :
a. Formal, dengan menggunakan kuesioner yang harus diisi oleh peserta
pelatihan

9
b. Informal, dengan diskusi antara peserta dengan panitia. Disamping
evaluasi pada akhir pelatihan, kadang-kadang pada setiap akhir sesi
pada setiap hari pelatihan dapat juga dilakukan evaluasi terhadap sesi
pelatihan pada waktu tersebut.

2.2 Pendidikan dan Pelatihan Dalam K3


2.2.1 Definisi dan Tujuan Pendidikan dan Pelatihan K3
Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan
tugas dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan
mengeliminasi berbagai kecelakaan (Sukarmin, 1997 dalam Yulianto, 2015).
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang
diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.
Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi
pekerja (Ramli, 2010).
Tujuan pelatihan agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan
mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat
kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja. Peraturan yang
perlu ditaati UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur agar tenaga kerja,
petugas keselamatan dan kesehatan kerja dan manajer wajib mengikuti pelatihan
keselamatan dan kesehatan kerja (Yulianto, 2015).

2.2.2 Manfaat Pendidikan dan Pelatihan K3


Menurut Widuri (1992), setiap program pelatihan kerja ada manfaatnya,
demikian juga dengan pelatihan K3. Manfaat pelatihan K3 yaitu :
1. Meningkatkan ilmu dan keterampilan pekerja
2. Mengurangi kecelakaan kerja
3. Mengurangi absensi dan penggantian pekerja
4. Mengurangi beban pengawasan
5. Mengurangi waktu yang terbuang
6. Mengurangi biaya lembur

10
7. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin
8. Mengurangi keluhan-keluhan
9. Meningkatkan kepuasaan kerja
10. Meningkatkan produksi
11. Komunikasi yang baik
12. Kerjasama yang baik

2.2.3 Tahapan Pendidikan dan Pelatihan K3


Menurut Ramli (2010), pengembangan pelatihan K3 yang baik dan efektif
dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Analisa Jabatan atau pekerjaan
Dalam tahapan ini dilakukan identifikasi dan analisa semua pekerjaan atau
jabatan yang ada dalam perusahaan kemudian akan dibuat daftar pekerjaan
yang dilakukan oleh setiap pekerja.
2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis
Melakukan identifikasi tentang pekerjaan yang tergolong berbahaya dan
beresiko tinggi dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pekerja.
3. Mengkaji data-data kecelakaan
Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting
dalam merancang pelatihan K3. Kecelakaan mengidentifikasikan adanya
penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3), salah satu diantaranya adalah kurangnya
kompetensi atau kepedulian mengenai K3. Untuk itu perlu dilakukan
pembinaan dan pelatihan.
4. Survei kebutuhan pelatihan
Melakukan survei mengenai kebutuhan pelatihan dan jenis pelatihan yang
diperlukan untuk meningkatkan keterampilan pekerja sehingga pekerja
dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat di masing-masing
tempat kerja.

11
5. Analisa kebutuhan pelatihan
Melakukan analisa keselamatan kerja untuk mengetahui apa saja potensi
bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan. Dari analisa keselamatan kerja
dapat diidentifikasi jenis bahaya dan tingat resiko dari setiap pekerjaan.
6. Menentukan sasaran dan target pelatihan
Pelatihan K3 diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari masing-masing pekerja.
Sasaran dan target pelatihan harus ditetapkan dengan tepat sebagai masukan
untuk merancang format dan silabus pelatihan.
7. Mengembangkan objektif pembelajaran
Pelatihan K3 harus dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan pekerja
yang ada dalam suatu perusahaan.
8. Melaksanakan pelatihan
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan secara eksternal
melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang sesuai
dengan kebutuhan.
9. Melakukan evaluasi
Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektifitasnya. Evaluasi
dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti materi pelatihan dan
dampak terhadap pekerja setelah kembali ke tempat kerja masing-masing.
10. Melakukan perbaikan
Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan
berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

2.2.4 Jenis Pendidikan dan Pelatihan K3


Menurut Ramli (2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Induksi K3
Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja
atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru,
pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.

12
2. Pelatihan Khusus K3
Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja.
Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan
mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.
3. Pelatihan K3 Umum
Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan
diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemen
puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk
menanamkan budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja. Misalnya
pelatihan mengenai dasar K3 dan petunjuk keselamatan seperti keadaan
darurat dan pemadam kebakaran.

2.2.5 Indikator Keberhasilan Pendidikan dan Pelatihan K3


Untuk mengetahui efektifitas dari suatu pelatihan K3 dapat diukur dengan
memperhatikan indikator keberhasilan pelatihan (Widuri, 1992), yaitu:
1. Prestasi kerja karyawan
2. Kedisplinan karyawan
3. Absensi karyawan
4. Tingkat kerusakan produksi, alat-alat dan mesin
5. Tingkat kecelakaan karyawan
6. Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga dan waktu
7. Tingkat kerja sama karyawan
8. Tingkat upah karyawan
9. Prakarsa karyawan
10. Kepemimpinan dan kepuasaan manajerial.

13
BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan yang didapat yaitu pendidikan adalah suatu proses dimana


pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari proses belajar. Pelatihan
adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan
dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan K3
adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas dan
pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi
berbagai kecelakaan.
Pelatihan secara umum bertujuan untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para
pegawai atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari instansi yang
bersangkutan. Tujuan pelatihan K3 agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan
kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang
ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja.
Tahapan dalam melakukan pelatihan K3 yaitu analisa jabatan atau
pekerjaan, identifikasi pekerjaan atau tugas kritis, mengkaji data-data kecelakaan,
survei kebutuhan pelatihan, analisa kebutuhan pelatihan, menentukan sasaran dan
target pelatihan, mengembangkan objektif pembelajaran, melaksanakan pelatihan,
melakukan evaluasi, dan melakukan perbaikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Crow, A. dan Crow, L.1989. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Nur Cahaya.


Dessler, G. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Index.
Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nitisemito, A.S. 1996. Manajemen Personalia, Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Gholia Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmojo, S. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Rivai, V. Dan Sagala, E.J. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahan Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Raja Grafindo.
Widuri, A. 1992. Psikologi Industri. Jakarta: Himpunan Pembina Sumberdaya
Manusia Indonesia.
Yulianto, A. 2015. Pelatihan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sebagai Upaya
Pencegahan Kecelakaan Kerja. Publikasi Ilmiah Badan Diklat Tambang
Bawah Tanah Kementerian ESDM.
Yuniarsih, T. dan Suwatno. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Alfabeta.

15

Anda mungkin juga menyukai