Anda di halaman 1dari 19

KAIDAH/KETENTUAN PENGKODINGAN

1. Septicaemia, unspecified (A41.9)


a. KepMenkes No. HK.01.07/MENKES/342/2017 tentang Tatalaksana Sepsis,
Pengambilan kultur harus dikerjakan secara rutin dan sebaiknya dilakukan
sebelum pemberian antibiotik dan Pemberian Antibiotik menggunakan spektrum
luas untuk terapi empiris adalah golongan karbapenem, sefalosporin generasi 4,
piperacilin tazobactam, dan "diberikan selama 7 hari".

Jika tatalaksana sepsis tidak memadai dan hanya kategori SIRS yang dapat
ditegakkan, maka A41.9 ➔ R56 SIRS

Contoh
Leukosit 19.000 mcl, tidak kultur, IV Cefotaksim 3x1 (bukan golongan karbapenem,
sefalosporin generasi 4, piperacilin tazobactam) selama 5 Hari (tatalaksana < 7 hari)
=> A41.9 diganti R56 (SIRS)

2. Acute renal failure ('N17.0','N17.1','N17.2','N17.8','N17.9')


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Medis, No. 7, Kriteria Gagal
Ginjal Akut menggunakan kriteria KDIGO 2012, dimana pada tahap I terjadi
peningkatan creatinin serum 0,3mg/dl dalam 48 jam atau ≥ 1,5-1,9 kali dari baseline
7 hari terakhir pasien atau urin ouput < 0,5 ml/kg BB/Jam dalam 6 jam.
Yang dimaksud baseline adalah nilai kreatinin sebelumnya pasien, bukan nilai normal.
Ini bisa diliat dari Contoh Kriteria KDIGO Hal. 31.
A. nilai creatinin awal dan nilai creatinin saat AKI ditegakkan/pasien pulang?
B. atau mohon dicek kembali nilai jumlah urin saat AKI ditegakkan (dalam
ml/kg BB/jam)?

Contoh Kasus
(A) Nilai Cr pasien tgl 1/1/2021 = 1,2 mg dl, nilai cr tgl 3/1/2021 = 1,5 mg dl
(B) Berat Badan pasien 50 Kg, urin output pasien selama 6 jam 50 ml => urin
ouputnya (50/50)/6 => 0,167 ml/kgBB/Jam).

Contoh
Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl namun tidak ada kenaikan atau perubahan nilai
creatinin. Tidak ada hasil Urin Output < 0,5 ml/kg BB/Jam dalam 6 jam => N17.9
diganti N19

Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl kemudian 2 hari perawatan di RS menjadi 1,6 mg/dl =>
Naik 0,1 mg/dl (tidak memenuhi kriterian naik 0,3 mg/dl dalam 48 jam) => AKI (N17.9)
diganti CKD (N18.-)

Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl kemudian 3 hari perawatan di RS menjadi 1,8 mg/dl =>
Naik 0,3 mg/dl (tidak memenuhi kriterian naik 1,5x lipat dalam range waktu 7 hari)
=> AKI (N17.9) diganti CKD (N18.-)

3. Urinary tract infection, site not specified (N39.0)


BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, Nomor 37 :
a. Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu dari kriteria di bawah ini :
Gejala klinis yang khas (minimal satu) sait kencing, nyeri perut bagian bawah,
nyeri tekan suprapubic, anyang-anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok
costovertebral angle (CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah
lekosit urin lebih dari 10/LBP (Lapangan Pandang Besar)
b. Kultur urin positif

Dalam penegakan DS N39.0 apakah ada gejala khas minimal satu dan jumlah
leukosit urin > 10/LPB ATAU hasil kultur?
Action : Jika hanya gejala, tapi tidak ada hasil kultur urin atau jika jumlah lekosit urin
< 10LBP, hapus diagnose N39.0
4. Typhoid and paratyphoid fevers (A01.-)
BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Koding, Nomor 01:
Penegakan diagnosa Typhoid fever (A01.0, A01.1, A01.2, A01.3, A01.4) sesuai
dengan Kepmenkes RI Nomor : HK.02.02/Meknes/514/2015 : Interpretasi hasil positif
bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang dengan interval 5 – 7 hari.
Skor tes Tubex berkisar antara 0–10, di mana nilai 0 diinterpretasikan negatif dan nilai
4–10 diinterpretasikan positif. Nilai tes Tubex 3–4 dinyatakan tidak konklusif dan perlu
pemeriksaan ulang.
Tes Tubex berpotensi mengalami kekeliruan jika interpretasi dilakukan di ruangan
dengan pencahayaan buruk atau oleh staf yang belum berpengalaman. Oleh karena
itu, baik tes Widal maupun Tubex harus diinterpretasikan berdasarkan konteks kondisi
klinis pasien karena tingginya angka positif palsu maupun negatif palsu.
https://www.alomedika.com/studi-literatur-efektivitas-tes-widal-dan-tubex-untuk-
diagnosis-tifoid-di-daerah-endemik

Dalam penagihan DS A01.-, apakah hasil widal O minimal 1/320 atau tegak
tegak tubex (minimal positif ¾) atau tegak secara typhidot?
Action: Jika hasil lab tidak memenuhi, hapus diagnose A01.*
Contoh
Widal O 1/180, Tidak ada hasil Typhidot dan Tubex => A01 dihapus dari tagihan

5. Syok Kardiogenik (R57.0)


BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, Nomor 01 :
Syok Kardiogenik sebagai Diagnosa Sekunder jika :
a. Penurunan Tekanan Darah :
1) TD <90 mmHg tanpa inotropik
2) TD <80 mmHg dengan inotropik
b. Penurunan Ejection Fraction (EF <50%)
Tidak boleh dikoding bila tidak tegak secara medis dan tidak ada resource khusus
Lihat apakah ada data EF < 50% atau ada tatalaksana syok lainnya?
Action:
R57.0 dihapus jika tidak ada data EF dan tatalaksana syok lainnya
R57.0 => R57.9, Jika ada tatalaksana syok

6. Hypovolaemic Shock (R57.1)


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2018, Aspek Medis, No.8, Syok hypovolemik
dapat digunakan sebagai diagnose sekunder apabila terdapat manifestasi klinis dan
ada tatalaksana (minimal tatalaksananya adalah loading cairan sesuai).
Sesuai KepMenKes RI No. HK.01.07/MENKES/132/2017 tentang PNPK (Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran) Tata Laksana Trauma, Hal. 10. Program
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD/ GELS) diadopsi dari program
ATLS.
Sesuai Pedoman ATLS loading cairan 1-2 Liter pada dewasa atau 20cc/KgBB pada
anak. Sesuai ATLS, Syok Hypovolemik umumnya terjadi pada kasus perdarahan.
Dari penelusuran sumber lainnya, Prudent dimulai dengan cairan kristaloid hangat
30ml/Kg BB.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513297/
Mekanisme Loading cairan pada syok hypovolemik:
a. Tentukan defisit cairan. loading cairan dengan RL atau NaCl 0,9%
b. Terapi cairan: cairan kristaloid 20 mL/kgBB, dalam ½ - 1 jam, dapat diulang
(contoh jika berat badan 50Kg, berarti 1000cc diberikan dalam 0,5-1Jam)
c. Sisa defisit: 50% dalam 8 jam pertama, dan lainnya 50% dalam 16 jam
berikutnya
d. Indikator Syok Teratasi: produksi urin: 0,5 – 1 mL/kgBB/jam
Pasien dewasa (50kg) loading cairan diawal (-/+) 1000 cc,atau 2 botol infus
Jika memang secara klinis terjadi syok dan dilakukan penanganan/tatalaksana yang
memadai, syoknya dapat dikoding Shock, unspecified (R57.9)
Lihat apakah ada tatalaksana loading cairan (rata-rata dewasa (BB 50Kg)
1000cc) atau ada tatalaksana syok lainnya?
Action:
R57.1 dihapus jika tidak ada tatalaksana loading cairan atau syok lainnya.
R57.1 => R57.9 , Jika ada tatalaksana syok lainnya

Contoh :
Pasien dewasa ditatalaksana loading atau pemberian cepat 300cc dan lanjutan
20tts/menit (2000 liter /24 jam) => tidak memenuhi loading cairan => R57.1 dihapus

7. Ekstirpasi Pada Gusi (24.31)


BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, A. Aspek Koding, Nomor 91 :
Untuk prosedur ekstirpasi yang dilakukan pada daerah gingiva/gum/gusi maka
menggunakan Kode 24.31 (Excision of lesion or tissue of gum).

Lihat apakah lokasi lesi/abses/jaringan di gusi atau bukan?


Action:
Jika prosedur eksisi lesi/abses pada gusi maka prosedur 24.4/27.0 => 24.31
Ekstirpasi pada lokasi gigi impaksi atau kista dentigen harusnya menggunakan kode
24.31 karena lokasi di gusi.

8. Hypospadias (Q54.9)
Diagnosa Q54.9 Hypospadia,,namun penagihan prosedur seringnya 64.4 Release
Chordee , padahal ada kode spesifik Repair Hypsopadia 58.45. Sesuai ICD 9 CM
prosedur hypospadia menggunakan kode 58.45
Sesuai dengan Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Urologi Anak di Indonesia
2016 dari Ikatan Urologi Indonesia kondisi hyposdia dan tatalaksananya merupakan
bagian dari kondisi dan tatalaksana hypospadianya. Trias klinis hipospadia yang
sering ditemukan pada hipospadia adalah :
(1) meatus uretra yang terletak di ventral penis,
(2) korde atau penis yang menekuk ke arah ventral,
(3) prepusium yang berlebihan di bagian dorsal penis

Dan pada algoritme penatalaksanaan Hypospadia proksimal sudah ada mekanisme


tatalaksana hypospadianya dengan kondisi chordee
Action :
64.42 => 58.45,
Sesuai ICD 9 CM, prosedur hypospadia menggunakan kode 58.45, dan sesuai
Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Urologi Anak di Indonesia 2016 dari Ikatan
Urologi Indonesia kondisi hyposdia dan tatalaksananya merupakan bagian dari
kondisi dan tatalaksana hypospadianya.
Contoh :
Pasien hypospadia dengan chordee dilakukan repair => 64.42 diganti cukup dengan
single prosedur 58.45

9. Cerebral infarction (I63)


BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, A. Aspek Koding, Nomor 74 : Jika CT-Scan
infark (+) menggunakan kode I63.*

Lihat hasil CT Scan


Action :
a. Jika tanpa CT-Scan I63 => I64
b. Jika kasus stroke hemoragik I63 => I61
c. Riwayat stroke lama : I69.*
d. Perdarahan subarachnoid : I60.*
e. Perdarahan intracerebral : I61.*
f. Perdarahan lain di otak : I62.*
CT-Scan tidak dilakukan, sehingga I63.9 => I64
CT-Scan stroke lama => I63.9 diganti I69.3

10. Other Anaemias


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Medis No. 13, Penagihan
kondisi anaemia sebagai diagnosa sekunder (D64.9 atau kode anemia lainnya) yang
dimasukkan adalah yang dilakukan transfusi atau pemberian eritropoetin.

Lihat apakah ada tranfusi atau pemberian eritropoetin?


Action:
Jika Pasien tidak dilakukan transfusi, D64.9 dihapus dari tagihan.
Contoh : Pasien anemia hanya mendapatkan obat oral => tidak memenuhi
11. Leukopenia / Agranulocytosis (D70)
BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, A. Aspek Koding, Nomor 15 :
a. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab)
b. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien kanker adalah leukosit dibawah 3000
dan harus dituliskan diluar diagnosanya kankernya karena hal ini berdampak pada
pemberian GSCF (Leukogen atau lainnya) pasca kemoterapi sampai leukosit
diatas atau sama dengan 4000

Apakah leukosit awal dibawah 3000 dan ada pemberian GCSF (leukogen dll)
serta leukosit diatas 4000 setelah pemberian GCSF tersebut
Action :
Jika tidak sesuai D70 dihapus.
Contoh:
Leukosit awal 2000 setelah pemberian GCSF menjadi 2300 => tidak memenuhi

12. Malnutrisi DM
Sesuai ICD 10 Tahun 2010, Kondisi Malnutrisi dengan DM menggunakan kode
gabungan E12.- Malnutrition-related diabetes mellitus.

Action :
DM dengan Malnutrisi menggunakan kode E12.-

13. Eklampsia (O15)


Sesuai ICD 10 Tahun 2011, Kondisi preeklampsia menggunakan kode O14.-
Hal ini juga dikuatkan dengan BA Kesepakatan INACBG Tahun 2023 Edisi 1, Aspek
Koding, No. 27 yaitu kode untuk impending eclampsia menggunakan kode O14.1

Lihat apakah pasien memang mengalami kejang (eklampsia) atau sebenarnya


kasus Impending Eklampsia (Jenis Pre- Eklampsia).
Contoh
Karena pasien tidak mengalami kejang dan merupakan kasus Impending Eklampsia
=> O15- diganti O14.-.
14. Prolong Pregnancy (O48)
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Koding No. 126, Prolong
Pregnancy adalah kehamilan 42 minggu penuh atau lebih.

Lihat Usia Kehamilan saat melahirkan ibu


Action :
Jika usia kehamilan < 42 minggu => O48 dihapus

15. CKD N18.9


Sesuai ICD 11 Tahun 2011, Pasien CKD dengan hemodialis menggunakan kode
N18.5

Lihat dari kondisi sekarang atau riwayat HD-nya Action :


Jika pasien sedang atau kondisi selama ini HD rutin => N18.9 diganti N185

16. DS Efusi Pleura (J91/J91)


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Medis, No.16, Penagihan efusi
pleura harus memenuhi kriteria dilakukan tindakan punksi pleura atau torakosintesis
atau tatalaksana tambahan sesuai penyebabnya "diluar tatalaksana kondisi
primernya".
Dari hasil penelusuran sumber lainnya, pada efusi pleura minimal penanganan utama
yang dilakukan adalah mengatasi kondisi primernya, sehingga ketika ketika kondisi
primernya sudah tertangani, cairan di pleura tersebut akan diabsorpsi dengan
sendirinya.
pada MIMS juga tidak ada indikasi furosemid, spironolakton untuk efusi pleura.
Sehingga tidak sesuai jika pemberian furosemid sebagai prosedur penanganan efusi
pleura tambahan diluar tata laksana diagnosis primernya, apalagi CKD atau CHF, obat
furosemid digunakan sebagai penanganan overload cairannya, berarti masuk dalam
penanganan tatalaksana diagnosis primernya.
Lihat apakah terdapat tatalaksana khusus untuk Efusi Pleuranya diluar
tatalaksana kondisi primer/utamanya. Contoh: pasien mendapat pemasangan
WSD
Action:
Jika tidak ada tatalaksana khusus/spesifik => Efusi Pleura (J91/J91) dihapus
Contoh
Tatalaksana Furosemide IV 3x1 (di MIMS tidak ada indiksi sebagai tatalaksana Efusi
Pleura), karena tidak ada tatalaksana spesifik => Efusi Pleura (J91/J91) dihapus

17. DS Gagal Nafas Akut (J96.0)


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, No. 17. Kriteria yang
dapat ditagihkan Gagal Nafas Akut (J96.1) apabila memenuhi salah satu:
1. Hasil AGDA pO2 < 60 mmHg dan / atau SaO2 <91%
2. Pulse Oksimetri SpO2 < 91%
3. Hasil AGDA pO2/FIO2 (P/F) ratio <300
4. Hasil AGDA pCO2 > 50 mmHg dengan PH < 7,35
5. Hasil AGDA peningkatan pCO2 ≥ 11 mmHg dari nilai dasar

Lihat Kriteria Gagal Nafas Akutnya sesuai BA 2019


Contoh
Data terlampir hanya hasil SpO2 dari jari dengan nilai 90% tapi tidak ada tatalaksana
spesifik.
Lihat apakah hasil AGDA sebagai pendukung, jika tidak ada J96.1 dihapus

18. DS Hemiplegia
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, No.21 penagihan
hemiplegia harus ada tatalaksana hemiplegia

Lihat apakah pasien mendapatkan perawatan fisioterapi


Contoh
Pasien tidak mendapatkan fisioterapi, maka hemiplegia G81.9 dihapus dari tagihan
19. Diagnosa Sekunder I49.3
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, No. 38 Penegakan
kasus I49.3 harus ada tatalaksana henti jantung .
Sesuai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan
Pembuluh darah, oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardivaskular Indonesia
(PERKI) 2016, Pada kasus Ekstra Sistol Ventrikel (VES) ICD I49.3, Terapi pada VES
Symtomatik:
a. Farmakologis dengan beta bloker, nondihydropiridin calcium channel blocker,
amiodaron; atau kombinasi
b. Koreksi elektrolit, terutama magnesium dan kalium
c. Terapi definitif: ablasi radio frekuensi (konvensional atau 3-dimensi)

Lihat apakah ada prosedur tatalaksana henti jantung (CPR/defibrilasi) atau ada
tatalaksana sesuai PPK dan CP dari PERKI.
Contoh
Pasien hanya mendapatkan tatalaksana Furosemide, Aspilet => tidak memenuhi
tatalaksana VES => I49.3 dihapus dari tagihan.

20. Respiratory distress syndrome of newborn (P22.0)


Kasus premature
Sesuai PMK 26 Tahun 2021, Diagnosis utama merupakan diagnosis yang ditegakkan
oleh dokter pada akhir episode perawatan yang menyebabkan pasien mendapatkan
perawatan atau pemeriksaan lebih lanjut. Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka
dipilih yang menggunakan sumber daya paling banyak dengan tetap berpedoman
pada aturan koding.
Sesuai Surat Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, No.
JP.12.14/1529/2021,
a. Jika diagnosis Other low birth weight (P17.1) dan Respiratory distress syndrome of
newborn (P22.1) telah ada pada saat pasien masuk rawat inap, maka diagnosis utama
yang ditegakkan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) pada akhir episode
rawat adalah diagnosis berdasarkan sumber daya terbesar.
b. Jika diagnosis Respiratory distress syndrome of newborn (P22.1) muncul pada saat
pasien dalam masa perawatan, maka termasuk komplikasi atau komorbid sehingga
walaupun menghabiskan sumber daya paling banyak tetap dikode sebagai diagnosis
sekunder.
Bukan kasus premature
P22.0 diganti P22.9 karena Sesuai ICD 9 CM, Koding P22.0 adalah koding respiratory
diseases karena hyaline membran disease. See P22.0
catatan
1. Lihat apakah kasus premature? Jika bukan P22.0 => P22.9 (Kasus
P22.0 hanya pada kasus hyaline membra disease/prematur)
2. Jika premature, dan ada tatalaksana dengan resource tersebesar (ventilasi,
CPAP, ventilator dll) maka P22.0 sebagai DU.

21. Foto Fundus (95.11)


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2023, Aspek Koding Nomor 5, Funduskopi
seharusnya menggunakan kode 16.21.

Pastikan prosedur sebenarnya yang dilakukan foto fundus atau funduskopi


Action:
Jika prosedur yang dilakukan funduskopi, maka 95.11 => 16.21.

22. Prosedur Slitlamp


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2018, B. Aspek Koding, No. 197, Prosedur
slit lamp terbatas khususnya mengambil resep mata menggunakan kode 95.01

Pastikan apakah pasien mendapatkan resep kacamata atau tidak


Action:
Jika Pasien mendapatkan resep kacamata, maka 95.02 => 95.01

23. Prosedur Katarak RITL


a. Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Medis No. 22, Katarak,
Dirawat Inap
Untuk kasus ECCE dengan insisi lebih besar dan kemungkinan komplikasi Besar,
atau terdapat underlying diseases seperti HT, DM, HBSag atau indikasi medis lain
yang mendapatkan tatalaksana khusus dan asuhan spesialis lain selama
perawatan, atau Kasus Pediatrik < 18 Tahun. Hal ini sesuai juga dengan Surat
Depdir JPKR No. 6431 /III.2/1521.
b. Sesuai KMK No. HK 11.17/MENKES/557/2018 PNPK Tatalaksana Katarak Pada
Dewasa, Pada operasi ECCE (Hal. 21), Ukuran lensa yang dikeluarkan pada
ECCE cukup besar, yaitu sekitar 9-12 mm, sehingga untuk menutup luka
membutuhkan 5-7 jahitan.
c. Dengan dasar ini, jika prosedur lebih besar > 12 mm dan kemungkinan komplikasi
besar baru dapat ditagihkan RITL. Untuk prosedur ICCE, SICS, Phacoemulsifikasi
insisi yang dilakukan lebih kecil dari insisi standar ECCE sehingga baru dapat
ditagihkan RITL jika memenuhi adanya underlying diseases seperti HT, DM,
HBSag atau indikasi medis lain yang mendapatkan tatalaksana khusus dan
asuhan spesialis lain selama perawatan, atau Kasus Pediatrik < 18 Tahun

1. Prosedur yang dilakukan apakah ECCE/ICCE/SICS/Phaco? Jika ECCE


apakah insisi > 12 mm?
2. Apakah ada tatalaksana spesialis lain selama rawatan (liat billing dan bukti
pelayanan) jika ada komorbid?
3. Bukan kasus anak
Contoh kasus :
Pasien SICS dengan insisi 13 mm ditagihkan RITL

24. Prosedur penanganan AV-Shunt


Sesuai ICD 9 CM, Prosedur revisi AV-Shunt karena AV-Shuntnya bermasalah dan
melakukan end to end anastomosis sudah terwakili semua dalam kode 39.42. See
39.42
Conversion of renal dialysis:
end-to-end anastomosis to end-to-side
end-to-side anastomosis to end-to-end
vessel-to-vessel cannula to arteriovenous shunt
Komplikasi dari AV-Shunt antara lain emboli atau trombus, infeksi, pseudoaneurisma,
hipertensi vena atau lainnya. Dan jika terjadi maka AV-Shunt tersebut harus
revisi/diangkat dan dilakukan end to end anastomosis pembuluh darah.
Hal ini juga dikuatkan dengan BA Kesepakatan INACBG Tahun 2023 Edisi 1, Aspek
Koding, No. 21

Pastikan prosedur pembuluh darah yang dilakukan


Action:
Sesuai ICD 9 CM, jika yang dilakukan repair AV-Shunt karena bermasalah
(pseudoaneurisma/emboli/infeksi) maka prosedurnya 39.42.
Jika prosedur pemasangan AV-Shunt (39.27).
Jika pemasangan double lumen kateter HD (38.95)

Contoh : Pasien mengalami psesudoaneurisma pada lokasi AV-Shunt renal dyalisis


ditagihkan dengan prosedur repair aneurisma => Seharusnya keseluruhan prosedur
AV-Shunt (apapun penyebab masalah AV-Shuntnya) cukup menggunakan satu
kode 39.42.
25. DS = I11.0 Hypertensive heart disease with (congestive) heart failure
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Medis No. 64, Penegakan
diagnosa Heart Failure harus disertai dengan pemeriksaan echocardiography.
Sesuai KMK No. HK.01.07/MENKES/4801/2021 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung, Hal. 20. Fraksi ejeksi ventrikel
kiri normal adalah ≥50%. Hal. 21, Tabel 9. Abnormalitas ekokardiografi yang sering
dijumpai pada gagal jantung, Nilai Ejection Fraction Abnormal itu < 40%.
Hal. 20, Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal
(HFpEF/Heart Failure with Preserved Ejection Fraction), Ekokardiografi mempunyai
peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
a) Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung;
b) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal;
c) Terdapat bukti disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan atau peningkatan kadar
peptida natriuretic.
Sesuai Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung dari Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardivaskular Indonesia 2020, Hal. 36, Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung.
Pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/heart failure with preserved
ejection fraction), Kriteria EF yang digunakan (fraksi ejeksi 45 - 50%).
Contoh
Lihat echocardiografi:
1. Hypertensive heart disease = Hasil Echo Left Ventrikel Hypertropy,
pastikan liat nilai IVSd, normalnya 0.6-1.1 cm
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/pertanyaan-tentang-hasil-
echocardiography
Atau menggunakan Recommendations on the use of echocardiography in adult
hypertension: a report from the EACVI and the ASE (2015)
https://www.techmed.sk/en/echo/normal-values

HHD menggunakan kriteria concentric hypertrophy


Eccentric Hypertrophy merupakan kondisi fisiologis pada orang yang olahrganya
bagus/atlet.
2. Heart failure = Hasil Echo Ejection Fraction < 50%. Jika CHF ditagihkan
namun EF > 50% pastikan ada data disfungsi diastolik ventrikel kiri (dari
echo), dan atau peningkatan kadar peptida natriuretic (dari hasil Lab
Rekomendasi pemeriksaan ekokardiografi fungsi diastolik ventrikel kiri yang
dipublikasi oleh EAE dan EACVI tahun 2016.
https://ijconline.id/index.php/ijc/article/view/557/414

Kriteria ini terutama gunakan jika


terjadi anomali, dimana RS banyak
menagihakan CHF dengan EF
normal namun tidak mau
melampirkan adar peptida
natriureticnya.

Contoh:

Pasien EF 55% tidak ada kadar peptida dan bukti disfungsi diastolik => heart
failure hapus.
26. DS = I50.- heart failure
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun, Aspek Medis No. 64, Penegakan diagnosa
Heart Failure harus disertai dengan pemeriksaan echocardiography.
Sesuai KMK No. HK.01.07/MENKES/4801/2021 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung, Hal. 20. Fraksi ejeksi ventrikel
kiri normal adalah ≥50%. Hal. 21, Tabel 9. Abnormalitas ekokardiografi yang sering
dijumpai pada gagal jantung, Nilai Ejection Fraction Abnormal itu < 40%.
Hal. 20, Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal
(HFpEF/Heart Failure with Preserved Ejection Fraction), Ekokardiografi mempunyai
peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
a. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung;
b. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal;
c. Terdapat bukti disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan atau peningkatan kadar peptida
natriuretic.
Heart failure = Hasil Echo Ejection Fraction < 50%. Jika CHF ditagihkan namun
EF > 50% pastikan ada data disfungsi diastolik ventrikel kiri (dari echo), dan
atau peningkatan kadar peptida natriuretic (dari hasil Lab
Rekomendasi pemeriksaan ekokardiografi fungsi diastolik ventrikel kiri yang
dipublikasi oleh EAE dan EACVI tahun 2016.
https://ijconline.id/index.php/ijc/article/view/557/414

Kriteria ini terutama gunakan jika


terjadi anomali, dimana RS banyak
menagihakan CHF dengan EF
normal namun tidak mau
melampirkan adar peptida
natriureticnya.

Contoh:
Pasien EF 55% tidak ada kadar peptida dan bukti disfungsi diastolik => heart
failure hapus.
27. I21- Acute myocardial infarction (NSTEMI)
Sesuai Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2018, Hal. 16. Keluhan Angina Tipikal yang dapat
disetai dengan perubahan EKG spesifik dengan atau tanpa peningkatan biomarka
jantung mendasari diagnosis pektoris tidak stabil (APTS) dan infark miokard non-
elevasi ST (NSTEMI). Jika biomarka jantung meningkat, diagnosis mengarah ke
NSTEMI, jika tidak meningkat diagnosis mengarah ke APTS (I20.9)

Lihat apakah ada hasil biomarka jantung penegakan NSTEMI

Contoh
- Pasien EKG ST Depresi tanpa ada data biomarka jantung => I21.- ganti
menjadi I20.9
- Pasien EKG ST Elevasi tanpa biomarka jantung => I21 sudah benar

28. P21.1 Mild and moderate birth asphyxia


Sesuai PMK No. 53 Tahun 2016, Hal. 4, Penanganan asfiksia Bayi Baru Lahir
bagian dari pelayanan neonatal esensial pada 0-6 jam bayi baru lahir.
Nilai yang digunakan adalah Afgar Score menit ke 5. Jika nilai tertera AS = 2,6,9
(berarti Nilai Afgar Score = Menit 1 (2), Menit 5 (6), Menit 10 (9), yang digunakan menit
ke 5).
Sesuai Keputusan Menkes RI No. HK01.07/MENKES/214/209 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Asfiksia. Hal. 9, Epidemiologi asfiksia.
WHO melaporkan insidens asfiksia bervariasi antara 2 - 27 per 1000 kelahiran. Asfiksia
dilaporkan terjadi pada 1-4 per 1000 kelahiran hidup di negara maju dan 4 - 9 per 1000
kelahiran hidup di negara berkembang.
Sesuai BA 2019, Aspek Medis No. 31, Asfiksia Ringan/Sedang
a. Bayi bernafas spontan setelah resusitasi maksimal dengan 2 siklus ventilasi
tekanan positif, atau
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed dengan PH 7.0 sampai kurang dari 7,35 atau
c. Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah lahir
Karena sesuai PMK 53 Tahun 2016, penanganan asfiksia merupakan pelayanan
neonatal esensial, sehingga KC harus memastikan bahwa memang asfiksia
ditagihkan menggunakan Apgar Score menit ke 5-6 bukan menit ke 0-1.
Lihat nilai apgar score (AS) menit ke 5, apakah nilainya memang dibawah 5-6?

Contoh : Pasien AFGAR Score 5/7/8 => berarti ACnya menit 1 = 5, menit =7
dan menit 8 =8,, => Karena menit ke 5 =7 sehingga P21.1 dhapus.

29. P39.9 Infection specific to the perinatal period, unspecified


Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, Aspek Koding, No. 131 harus terbukti
infeksi tidak hanya pemberian antibiotik.
Pada bayi baru lahir, nilai normal leukositnya adalah 9.000-30.000 per mikroliter darah
=> Cek Nilai Leukosit bayi jika dasar penagihan P39.9 dengan data pendukung
leukositosis

Lihat dasar penegakan infeksi neonatus pasien?Apakah nilai leukositnya diatas


30ribu?

Contoh : Bayi lahir dari SC dengan leukosit 15 ribu => P33.9 tidak ditagihkan.

30. DS = Dengue Hemoragik Fever (DHF) A91


Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/ MENKES/ 514/2015 Hal 80-
83, Penegakan Penegakan Diagnosis Demam Berdarah Dengue selain penegakan
diagnosis Demam Dengue ditambah kondisi berikut
a. Hepatomegali
b. Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu:
1) Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
2) Ditemukan adanya efusi pleura, asites
3) Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
Adanya demam seperti di atas disertai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis, ditambah
bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
Demam Berdarah Dengue.
Lihat apakah terjadi:
1. Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
2. Apakah ada tanda-tanda kebocoran plasma (efusi pleura, asites
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia)

Contoh:
Pasien dengan DS DHF hematokrit awal 33% lanjutan 34% (meningkat < 20%)
dan tidak ada tanda2 efusi pleura, asistes, hipoalbumin dan hipoproteinemia
=> A91 diganti A90.

31. P59.9 Neonatal jaundice, unspecified


a. Sesuai Perpes No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 47. (1)
Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri di rujukan tingkat lanjutan "tindakan
medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai dengan indikasi medis.
b. Sesuai American Pregnancy Association (APA), indikasi rawat inap
1) Bayi kurang dari 24 jam: bilirubin lebih dari 10 miligram (mg).
2) Usia bayi 24-48 jam: kadar bilirubin di atas 15 mg.
3) Bayi 49-72 jam: bilirubin lebih dari 18 mg.
4) Usia bayi lebih dari 72 jam: kadar bilirubin lebih dari 20 mg
c. Sesuai KepMenKesRI No HK.01.07/MENKES/240/2019 tentang PNPK
Tatalaksana Hiperlibirubinemia, Hal. 9, Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai
kadar bilirubin serum total ≥5 mg/dL (86 μmol/L). Hiperbilirubinemia adalah
keadaan transien yang sering ditemukan baik pada bayi cukup bulan (50-70%)
maupun bayi prematur (80-90%). Sebagian besar hiperbilirubinemia adalah
fisiologis dan tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi karena potensi toksik dari
bilirubin maka semua neonatus harus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya hiperbilirubinemia berat.
Hal 33, Panduan untuk fototerapi pada bayi dengan usia gestasi ≥ 35 minggu ,
Pada Bayi Cukup Bulan dan sehat (tidak ada penyakit lainnya), patokan Fototerapi
0 jam = 7, 12 jam =9, 24 Jam = 11 dan seterusnya.
Lihat dasar perawatan jaundicenya sesuai dengan standar:
a. Cek nilai bilirubin dan lama waktu pemeriksaannya setelah lahir (misalnya
lahir Jam 01.00wib, diperiksa bilirubin jam 06:00,,berarti nilai biluribin 6 jam
kelahiran adalah?)
b. Sesuaikan dengan standar.
c. Apabila tidak ada penyakit lainnya, klaim tidak ditagihkan terpisah.

Contoh:
Bayi lahir SC, sehat dan tidak ada kondisi lainnya, dengan bilirubin 6 jam awal
5 dan bilirubin 48 jam kemudian menjadi 12 => Cek tabel => Bilirubin 6 jam
untuk foterapi pada bayi risiko rendah itu 6 dan 48 jam itu 15 => tidak
memenuhi standar fototerapi => P59.9 dihapus

32. P70.4 Other neonatal hypoglycaemia


Diklaim sebagai pelayanan esensial yang include tagihan ibunya. Sesuai Perpes No.
82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 47. (1) Pelayanan kesehatan yang
dijamin terdiri di rujukan tingkat lanjutan "tindakan medis spesialistik, baik bedah
maupun nonbedah sesuai dengan indikasi medis.
Sesuai PPK IDAI, nilai hipoglikemia yang menjadi patokan sesuai WHO < 47

Lihat Nilai gula Darah apakah dibawah 47


Jika tidak ada kondisi penyakit lainnya, klaim bayi tidak ditagihkan terpisah.
Contoh:
Bayi lahir dengan kadar GD 46 dan tidak diberikan transfusi glukosa => P70.4
dihapus.

Anda mungkin juga menyukai