Jika tatalaksana sepsis tidak memadai dan hanya kategori SIRS yang dapat
ditegakkan, maka A41.9 ➔ R56 SIRS
Contoh
Leukosit 19.000 mcl, tidak kultur, IV Cefotaksim 3x1 (bukan golongan karbapenem,
sefalosporin generasi 4, piperacilin tazobactam) selama 5 Hari (tatalaksana < 7 hari)
=> A41.9 diganti R56 (SIRS)
Contoh Kasus
(A) Nilai Cr pasien tgl 1/1/2021 = 1,2 mg dl, nilai cr tgl 3/1/2021 = 1,5 mg dl
(B) Berat Badan pasien 50 Kg, urin output pasien selama 6 jam 50 ml => urin
ouputnya (50/50)/6 => 0,167 ml/kgBB/Jam).
Contoh
Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl namun tidak ada kenaikan atau perubahan nilai
creatinin. Tidak ada hasil Urin Output < 0,5 ml/kg BB/Jam dalam 6 jam => N17.9
diganti N19
Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl kemudian 2 hari perawatan di RS menjadi 1,6 mg/dl =>
Naik 0,1 mg/dl (tidak memenuhi kriterian naik 0,3 mg/dl dalam 48 jam) => AKI (N17.9)
diganti CKD (N18.-)
Nilai creatinin awal 1,5 mg/dl kemudian 3 hari perawatan di RS menjadi 1,8 mg/dl =>
Naik 0,3 mg/dl (tidak memenuhi kriterian naik 1,5x lipat dalam range waktu 7 hari)
=> AKI (N17.9) diganti CKD (N18.-)
Dalam penegakan DS N39.0 apakah ada gejala khas minimal satu dan jumlah
leukosit urin > 10/LPB ATAU hasil kultur?
Action : Jika hanya gejala, tapi tidak ada hasil kultur urin atau jika jumlah lekosit urin
< 10LBP, hapus diagnose N39.0
4. Typhoid and paratyphoid fevers (A01.-)
BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Koding, Nomor 01:
Penegakan diagnosa Typhoid fever (A01.0, A01.1, A01.2, A01.3, A01.4) sesuai
dengan Kepmenkes RI Nomor : HK.02.02/Meknes/514/2015 : Interpretasi hasil positif
bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang dengan interval 5 – 7 hari.
Skor tes Tubex berkisar antara 0–10, di mana nilai 0 diinterpretasikan negatif dan nilai
4–10 diinterpretasikan positif. Nilai tes Tubex 3–4 dinyatakan tidak konklusif dan perlu
pemeriksaan ulang.
Tes Tubex berpotensi mengalami kekeliruan jika interpretasi dilakukan di ruangan
dengan pencahayaan buruk atau oleh staf yang belum berpengalaman. Oleh karena
itu, baik tes Widal maupun Tubex harus diinterpretasikan berdasarkan konteks kondisi
klinis pasien karena tingginya angka positif palsu maupun negatif palsu.
https://www.alomedika.com/studi-literatur-efektivitas-tes-widal-dan-tubex-untuk-
diagnosis-tifoid-di-daerah-endemik
Dalam penagihan DS A01.-, apakah hasil widal O minimal 1/320 atau tegak
tegak tubex (minimal positif ¾) atau tegak secara typhidot?
Action: Jika hasil lab tidak memenuhi, hapus diagnose A01.*
Contoh
Widal O 1/180, Tidak ada hasil Typhidot dan Tubex => A01 dihapus dari tagihan
Contoh :
Pasien dewasa ditatalaksana loading atau pemberian cepat 300cc dan lanjutan
20tts/menit (2000 liter /24 jam) => tidak memenuhi loading cairan => R57.1 dihapus
8. Hypospadias (Q54.9)
Diagnosa Q54.9 Hypospadia,,namun penagihan prosedur seringnya 64.4 Release
Chordee , padahal ada kode spesifik Repair Hypsopadia 58.45. Sesuai ICD 9 CM
prosedur hypospadia menggunakan kode 58.45
Sesuai dengan Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Urologi Anak di Indonesia
2016 dari Ikatan Urologi Indonesia kondisi hyposdia dan tatalaksananya merupakan
bagian dari kondisi dan tatalaksana hypospadianya. Trias klinis hipospadia yang
sering ditemukan pada hipospadia adalah :
(1) meatus uretra yang terletak di ventral penis,
(2) korde atau penis yang menekuk ke arah ventral,
(3) prepusium yang berlebihan di bagian dorsal penis
Apakah leukosit awal dibawah 3000 dan ada pemberian GCSF (leukogen dll)
serta leukosit diatas 4000 setelah pemberian GCSF tersebut
Action :
Jika tidak sesuai D70 dihapus.
Contoh:
Leukosit awal 2000 setelah pemberian GCSF menjadi 2300 => tidak memenuhi
12. Malnutrisi DM
Sesuai ICD 10 Tahun 2010, Kondisi Malnutrisi dengan DM menggunakan kode
gabungan E12.- Malnutrition-related diabetes mellitus.
Action :
DM dengan Malnutrisi menggunakan kode E12.-
18. DS Hemiplegia
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun 2019, B. Aspek Medis, No.21 penagihan
hemiplegia harus ada tatalaksana hemiplegia
Lihat apakah ada prosedur tatalaksana henti jantung (CPR/defibrilasi) atau ada
tatalaksana sesuai PPK dan CP dari PERKI.
Contoh
Pasien hanya mendapatkan tatalaksana Furosemide, Aspilet => tidak memenuhi
tatalaksana VES => I49.3 dihapus dari tagihan.
Contoh:
Pasien EF 55% tidak ada kadar peptida dan bukti disfungsi diastolik => heart
failure hapus.
26. DS = I50.- heart failure
Sesuai BA Kesepakatan INACBG Tahun, Aspek Medis No. 64, Penegakan diagnosa
Heart Failure harus disertai dengan pemeriksaan echocardiography.
Sesuai KMK No. HK.01.07/MENKES/4801/2021 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung, Hal. 20. Fraksi ejeksi ventrikel
kiri normal adalah ≥50%. Hal. 21, Tabel 9. Abnormalitas ekokardiografi yang sering
dijumpai pada gagal jantung, Nilai Ejection Fraction Abnormal itu < 40%.
Hal. 20, Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal
(HFpEF/Heart Failure with Preserved Ejection Fraction), Ekokardiografi mempunyai
peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
a. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung;
b. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal;
c. Terdapat bukti disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan atau peningkatan kadar peptida
natriuretic.
Heart failure = Hasil Echo Ejection Fraction < 50%. Jika CHF ditagihkan namun
EF > 50% pastikan ada data disfungsi diastolik ventrikel kiri (dari echo), dan
atau peningkatan kadar peptida natriuretic (dari hasil Lab
Rekomendasi pemeriksaan ekokardiografi fungsi diastolik ventrikel kiri yang
dipublikasi oleh EAE dan EACVI tahun 2016.
https://ijconline.id/index.php/ijc/article/view/557/414
Contoh:
Pasien EF 55% tidak ada kadar peptida dan bukti disfungsi diastolik => heart
failure hapus.
27. I21- Acute myocardial infarction (NSTEMI)
Sesuai Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2018, Hal. 16. Keluhan Angina Tipikal yang dapat
disetai dengan perubahan EKG spesifik dengan atau tanpa peningkatan biomarka
jantung mendasari diagnosis pektoris tidak stabil (APTS) dan infark miokard non-
elevasi ST (NSTEMI). Jika biomarka jantung meningkat, diagnosis mengarah ke
NSTEMI, jika tidak meningkat diagnosis mengarah ke APTS (I20.9)
Contoh
- Pasien EKG ST Depresi tanpa ada data biomarka jantung => I21.- ganti
menjadi I20.9
- Pasien EKG ST Elevasi tanpa biomarka jantung => I21 sudah benar
Contoh : Pasien AFGAR Score 5/7/8 => berarti ACnya menit 1 = 5, menit =7
dan menit 8 =8,, => Karena menit ke 5 =7 sehingga P21.1 dhapus.
Contoh : Bayi lahir dari SC dengan leukosit 15 ribu => P33.9 tidak ditagihkan.
Contoh:
Pasien dengan DS DHF hematokrit awal 33% lanjutan 34% (meningkat < 20%)
dan tidak ada tanda2 efusi pleura, asistes, hipoalbumin dan hipoproteinemia
=> A91 diganti A90.
Contoh:
Bayi lahir SC, sehat dan tidak ada kondisi lainnya, dengan bilirubin 6 jam awal
5 dan bilirubin 48 jam kemudian menjadi 12 => Cek tabel => Bilirubin 6 jam
untuk foterapi pada bayi risiko rendah itu 6 dan 48 jam itu 15 => tidak
memenuhi standar fototerapi => P59.9 dihapus