Anda di halaman 1dari 22

Chapter 8 : Designing The Instructional Message

Mata Kuliah Rancangan Pembelajaran dan Evaluasi

Dosen pengampu :
Dr. Agung Lukito, M.Si.

Disusun Oleh :
1. Gurit Wulan Jagadianti (23030785005)
2. Putri Hidayah Yonicha Sari (23030785012)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS PASCASARJANA
JURUSAN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2024
PENDAHULUAN

Setelah mempelajari terkait konten dan strategi pembelajaran, timbul beberapa


pertanyaan seperti “Apakah ada cara terbaik untuk mengenalkan konten kepada siswa?”, “Apa
cara terbaik yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran yang
digunakan?”, “Bagaimana caranya memberi petunjuk kepada siswa mengenai informasi yang
paling penting?”, “Apakah penggunakan gambar diperlukan dalam sebuah pembelajaran?”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab pada bahasan Chapter 8 kali ini, yaitu mengenai
mendesain pesan pembelajaran.
PEMBAHASAN

Seperti halnya model pemecahan masalah yang baik, desain pembelajaran dimulai
dengan identifikasi masalah seperti yang tersaji dalam gambar berikut.

1. STRATEGI PRA-PEMBELAJARAN

Setelah urutan pembelajaran ditetapkan, perancang dapat mulai fokus pada cara
menyajikan informasi. Setiap materi pembelajaran dimulai dengan suatu bentuk pengantar
yang mempersiapkan siswa untuk mempelajari tugas yang akan diberikan. Hartley dan Davies
(1976) mengidentifikasi empat metode yang berbeda dari strategi prapembelajaran untuk
memperkenalkan materi pembelajaran:

1. Pretest, merupakan seperangkat pertanyaan yang secara langsung relevan dengan


pembelajaran.

2. Seperangkat tujuan, merupakan pernyataan ulang dari tujuan yang telah dikembangkan
oleh perancang atau pernyataan tujuan yang menggambarkan sikap dan keterampilan yang
harus dikuasai oleh siswa.

3. Ikhtisar, atau dapat diartikan sebagai pengantar paragraf tertulis tradisional, mirip dengan
rangkuman, tetapi tidak seperti pretest dan tujuan, ikhtisar ditulis sebagai paragraf prosa dan
bukan merupakan daftar item.

4. Kerangka konseptual, mirip dengan ikhtisar tetapi ditulis pada tingkat abstraksi yang lebih
tinggi. Variasi dari kerangka konseptual adalah pengatur grafis, yang menggunakan grafik
untuk mengilustrasikan konten.

Masing-masing dari keempat strategi pra-pembelajaran tersebut memiliki aplikasi


khusus untuk digunakan dalam membuat pengantar yang lebih baik untuk materi yang akan
diberikan kepada siswa. Tabel berikut meringkas aplikasi dan acuan yang berasal dari Hartley
dan Davies (1976) untuk masing-masing strategi ini. Kolom "Fungsi" menjelaskan tujuan
pembelajaran dari strategi pra-pembelajaran. "Struktur Konten" menjelaskan sifat atau panjang
konten.

Strategi Fungsi Struktur Target Siswa Atribut Tugas


Konten

Mengenalkan Panjang IQ di atas rata- Siswa harus


siswa terkait pembelajaran rata, atau siswa memiliki
kepada materi relatif singkat yang sudah beberapa
yang akan dan terstruktur dewasa keakraban
dijelaskan namun longgar dengan konten
Pretes karena
pertanyaan
yang diberikan
harus dijawab
secara
bermakna

Menginformasikan Digunakan Siswa dengan Bekerja paling


kepada siswa sebagai kata kemampuan baik apabila
terkait apa saja pengantar dan menengah menggunakan
Tujuan yang menjadi terdiri dari metode
tujuan atau <2500 kata tradisional
harapan dalam seperti ceramah
pembelajaran

Mempersiapkan Sedikit atau Siswa dengan Fakta dan


siswa untuk tugas bahkan tanpa kemampuan konsep
pembelajaran struktur lebih rendah
Ikhtisar dan siswa
dengan
kemampuan
lebih tinggi

Konseptual Memiliki Siswa dengan Informasi


kerangka kerja struktur yang kemampuan di faktual
Kerangka
yang diperlukan dominan atas rata-rata,
konseptual
guna memperjelas dewasa, dan
konten bagi siswa canggih
Maksud dari terstruktur namun longgar misalnya, "Cara menjual penyedot debu", yang
mana tidak memiliki metode khusus dalam melakukannya. Sedangkan, pembahasan yang
sangat terstruktur misalnya, "Cara menyeimbangkan rekening giro" yang mana memiliki
serangkaian langkah yang terdefinisi dengan baik yang mudah diidentifikasi dan dikenali oleh
para ahli. Dalam matematika misalnya, “Cara menentukan himpunan penyelesaian dari sistem
persamaan linear dua variabel” yang memiliki beberapa metode khusus untuk
menyelesaikannya seperti metode eliminasi, metode substitusi, dan metode campuran. Ilmu
yang berbasis aturan seperti matematika, lebih memiliki struktur yang dominan jika
dibandingkan dengan pembahasan seperti literasi visual, yang lebih longgar. Kolom
"Pembelajar" menggambarkan karakteristik target audiens dalam hal kedewasaan atau
kecerdasan. Kolom terakhir, "Atribut Tugas," mengidentifikasi kondisi pembelajaran yang
paling cocok untuk strategi pra-pembelajaran ini. Berikut ini merupakan panduan untuk
mengembangkan setiap jenis strategi prapembelajaran.

A. Pretes

Pretest yang digunakan sebagai strategi pra-pembelajaran berbeda dengan pretest yang
digunakan untuk menilai pengetahuan awal siswa. Ketika digunakan sebagai strategi pra-
pembelajaran, pretest dirancang untuk meningkatkan kesadaran siswa akan konten dengan
memberikan isyarat pada poin-poin utama. Isyarat-isyarat ini akan membantu siswa
mengidentifikasi dan fokus pada ide-ide utama dalam materi pembelajaran. Pretest bekerja
paling baik ketika waktu pembelajaran relatif singkat, sehingga memungkinkan siswa untuk
tetap fokus pada pertanyaan. Jawaban untuk pertanyaan pretest biasanya tidak disediakan
karena jawaban berasal dari materi pembelajaran. Berikut merupakan salah satu contoh pretes
terkait materi ukuran kecenderungan sentral.

Pikirkanlah pertanyaan-pertanyaan berikut:

- Apakah orang memiliki jenis kebutuhan yang berbeda sebagai bagian dari
pekerjaan mereka? Bagaimana Anda menentukan apakah suatu kebutuhan itu ada?

- Kebutuhan apa yang mungkin lebih penting ketika memecahkan masalah


pembelajaran?

Adapun contoh pretes yang dapat diberikan pada pembelajaran matematika bab statistika.

Pada saat momen pembagian rapor, guru dan wali siswa dapat bertemu dan dapat langsung
berkomunikasi terkait prestasi belajar siswa. Andi ikut menemani ibunya mengambil
rapornya di sekolah. Ketika tiba gilirannya, Ibu Andi bertanya kepada gurunya Andi,
“Bagaimana hasil belajar anak saya selama ini Bu?”. Kemudian guru tersebut menjawab
“Rata-rata nilainya menurun dibandingkan semester sebelumnya”. Mendengar hal tesebut,
sang Ibu memarahi Andi karena tidak fokus belajar sehingga nilainya menurun. Andi
merasa agak sedikit bingung dan menjawab “Tapi di semester ini aku dapat nilai 90 di lima
mata pelajaran Bu. Kok bisa ya nilai rata-rataku malah turun? Padahal semester sebelumnya
yang dapat 90 cuma di dua mata pelajaran saja.”

Pikirkanlah pertanyaan-pertanyaan berikut:


- Mengapa rata-rata nilai Andi malah justru turun? Pikirkanlah mengapa hal itu dapat
terjadi.

- Mengapa sang guru memaparkan nilai rata-rata Andi? Mengapa ia tidak


menjelaskan saja bahwa di semester itu Andi mendapatkan nilai 90 di lima mata
pelajaran, meningkat jumlahnya dibanding semester sebelumnya. Pikirkan hal apa
yang menjadi dasar pemikiran guru tersebut.

Setiap pertanyaan bersifat terbuka. Perancang tidak mengharapkan siswa untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut (jika mereka bisa, mereka mungkin tidak perlu menyelesaikan
materi tersebut). Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan tersebut harus mengarahkan siswa ke
dalam inti pembelajaran yang dapat diidentifikasi menggunakan pertanyaan-pertanyaan
tersebut.

Pedoman pretest

1. Pretest pra-pembelajaran harus relatif singkat agar tidak menunda dimulainya pembelajaran.

2. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifat terbuka dan dijawab secara mental untuk
merangsang siswa memikirkan jawabannya saat mereka membaca konten.

3. Jika ada beberapa tujuan untuk materi tersebut, butir soal pretes dapat membahas sebagian
dari tujuan tersebut, bukan setiap tujuan.

B. Tujuan

Penggunaan tujuan pembelajaran telah menjadi subjek penelitian selama bertahun-


tahun (Jegede, 1995; Jiang & Elen, 2011a; Klauer, 1984; Klein & Cavalier, 1999; McNeil &
Alibali, 2000; Zumbach & Reimann, 2002). Davies (1976) telah menyarankan bahwa tujuan
bahkan mungkin tidak diperlukan dengan materi yang dirancang dengan baik seperti
pengajaran dengan bantuan komputer dan produk desain pembelajaran lainnya. Masalah
lainnya adalah apakah siswa benar-benar tahu bagaimana menggunakan tujuan untuk belajar.
Analisis Klauer (1984) menemukan bahwa arahan dan pertanyaan pembelajaran lebih efektif
daripada tujuan yang spesifik (misalnya, gaya Mager). Salah satu penjelasan yang mungkin
adalah bahwa siswa lebih mampu menafsirkan dan memahami implikasi petunjuk belajar dan
pertanyaan karena disajikan dalam kalimat yang lebih sederhana. Demikian pula, Jiang dan
Elen (2011a) tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa siswa benar-benar
menggunakan tujuan yang dinyatakan di awal pembelajaran, tetapi dalam studi lanjutan (Jiang
& Elen, 2011b) para penulis mencatat pentingnya memberikan ekspektasi khusus untuk tujuan
pembelajaran, serta aktivitas kognitif yang diperlukan (misal: mengingat, menjelaskan, dan
lain-lain).

Dalam penelitian lain, Martin, Klein, dan Sullivan (2007) membandingkan


pembelajaran dengan dan tanpa tujuan serta dengan dan tanpa latihan. Mereka menemukan
bahwa latihan saja lebih efektif daripada pembelajaran yang hanya memiliki tujuan. Meskipun
tren umum terus menggunakan tujuan sebagai strategi pra- pembelajaran, hasil penelitian
menunjukkan bahwa tujuan tidak seefektif yang diperkirakan sebelumnya. Namun, penelitian
dan praktik sangat mendukung penggunaan tujuan oleh perancang pembelajaran dan guru
ketika merancang pembelajaran. Dan, jika para siswa melihat dari waktu ke waktu bahwa butir-
butir tes secara langsung terkait dengan tujuan, pengaruh orientasi dari tujuan tersebut akan
meningkat.

Berikut ini adalah contoh penggunaan tujuan sebagai strategi pra-pembelajaran untuk
sebuah materi alat bantu kerja:

Pada akhir materi ini, Anda akan diminta

• Menjelaskan perbedaan antara alat bantu kerja dan materi pembelajaran

• Menentukan kapan bantuan kerja mungkin lebih tepat daripada pelatihan

• Merancang alat bantu kerja

Adapun berikut ini adalah contoh penggunaan tujuan sebagai strategi pra-pembelajaran
untuk sebuah materi statistika :

Pada akhir materi ini, Anda akan diminta

• Mengolah data tanggal yang tersaji

• Menentukan ukuran pemusatan data tunggal

• Menalar permasalahan terkait ukuran pemusatan data tunggal

Pedoman tujuan

1. Gunakan pernyataan yang secara jelas menunjukkan keterampilan yang perlu dikuasai siswa
daripada menyertakan kondisi dan kriteria (lihat Klauer, 1984).

2. Jika ada beberapa tujuan untuk materi tersebut, buatlah pernyataan yang lebih umum agar
daftarnya tidak lebih dari tujuh item. Terlalu banyak tujuan akan membebani memori kerja,
yang mengakibatkan kebingungan dan bukannya penguasaan materi.

3. Tulislah tujuan dengan gaya yang dapat dipahami oleh siswa (misalnya, "Pada akhir materi
ini, Anda akan... " dibandingkan dengan "Pada akhir presentasi pembelajaran, siswa akan
dapat... ").

4. Tujuan pembelajaran kurang efektif dengan materi-materi pembelajaran yang lebih panjang
dari 2.500 kata (Klauer, 1984). Para peneliti berteori bahwa terlalu sulit bagi siswa untuk
mengingat tujuan dan isi pelajaran yang panjang. Akibatnya, efektivitas tujuan sebagai strategi
pra-pembelajaran menurun.

C. Ikhtisar (Tinjauan secara luas)

Ikhtisar dan kerangka konseptual sering kali disebut secara sinonim; namun, keduanya
sangat berbeda. Ikhtisar ditulis pada tingkat abstraksi yang sama dengan materi pengajaran dan
hanya berfungsi untuk memperkenalkan siswa pada tema-tema utama. Ikhtisar paling sering
diidentifikasi sebagai pengantar karena ditulis dalam bentuk prosa.

Berikut ini adalah contoh ikhtisar untuk sebuah materi tentang alat bantu kerja. “Alat
bantu kerja adalah panduan langkah demi langkah untuk melakukan tugas di tempat kerja. Alat
bantu kerja sering digunakan untuk tugas yang kompleks atau tugas yang jarang dilakukan.
Contoh tugas adalah petunjuk pada telepon umum untuk melakukan berbagai jenis panggilan
jarak jauh. Meskipun sebagian besar individu yang melakukan panggilan tersebut telah
menerima pembelajaran tentang tugas tersebut, namun tugas ini sangat jarang dilakukan
sehingga alat bantu kerja digunakan untuk meminta pengguna dalam melakukan langkah-
langkahnya.”

Adapunu contoh ikhtisar untuk materi statistika yaitu “Statistika adalah metode ilmiah
mengenai cara untuk mengumpulkan, mengelola, menganalisa penyajian data,
menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Hakikat dari statistika adalah menguji
parameter-parameter populasi dengan bantuan perhitungan statistik-statistik sampel. Meskipun
memiliki kata yang hampir sama antara statistika dan statistik, kedua hal tersebut memiliki
makna yang berbeda. Statistika merupakan sebuah cabang ilmu matematika, sedangkan
statistik adalah hasil pengolahan data pada sampel.”

Bagian "Memulai" pada setiap bab dalam suatu buku merupakan ikhtisar untuk bab
tersebut.

Panduan ikhtisar

1. Ada empat pendekatan umum untuk merancang ikhtisar.

- Pendekatan pertama dan yang paling umum adalah memberikan ringkasan konten.
Kebanyakan "pengantar" yang berfungsi sebagai tinjauan umum menyajikan ringkasan.

- Pendekatan kedua adalah dengan memberikan suatu masalah yang akan dibantu oleh materi
ini untuk dipecahkan oleh siswa (misalnya, menemukan ketidaksesuaian dalam rekening bank
Anda). Menyajikan masalah dapat meningkatkan motivasi dan meningkatkan ketertarikan
siswa terhadap materi karena mereka dapat melihat aplikasi langsung.

- Pendekatan ketiga adalah dengan menjelaskan bagaimana materi tersebut akan membantu
siswa. Sebagai contoh, sebagai bagian dari tinjauan umum, kita dapat menyatakan "materi ini
akan membantu Anda mengembangkan alat bantu kerja" untuk menunjukkan bagaimana siswa
dapat menggunakan materi tersebut dalam pekerjaan mereka.

- Pendekatan keempat, yang disarankan oleh McCrudden, Schraw, dan Hartley (2006),
menggunakan petunjuk sebelum membaca untuk menunjukkan kepada siswa bagaimana materi
pembelajaran relevan dengan tujuan mereka. Sebagai contoh, tinjauan umum akan mencakup
pembelajaran yang sesuai dengan pembelajar, seperti mengadopsi perspektif atau membaca
untuk tujuan tertentu. Pembelajar kemudian harus mengevaluasi relevansi setiap segmen teks
berdasarkan pembelajaran prabaca. Menurut sebuah penelitian oleh Roelle, Lehmkuhl, Beyer,
dan Berthold (2015), pembelajaran spesifik yang memfokuskan perhatian siswa pada konten
lebih efektif daripada pembelajaran umum.
2. Ikhtisar harus relatif pendek (yaitu kurang dari satu halaman). Ikhtisar yang lebih panjang
akan membebani ingatan jangka pendek pelajar, yang dapat mengganggu tugas pembelajaran
yang sebenarnya.

D. Kerangka konseptual

Terbagi menjadi dua bentuk yakni dalam bentuk teks dan grafik. Kerangka konseptual
dalam bentuk teks ditulis pada tingkat abstraksi yang lebih tinggi dan menyediakan kerangka
konseptual untuk meningkatkan kebermaknaan konten. Kerangka kerja konseptual ini
dianggap dapat memudahkan pelajar untuk memahami materi baru (lihat Mayer, 1984, untuk
tinjauan studi). Ada dua bentuk kerangka konseptual dalam bentuk teks. Jika pembelajar sudah
terbiasa dengan konten, maka kerangka komparatif, yang membandingkan konten baru dengan
apa yang telah diketahui oleh pembelajar, digunakan. Jika pembelajar tidak terbiasa dengan
konten, maka pengatur ekspositori, yang menggabungkan informasi relevan yang telah
diketahui oleh pembelajar, digunakan. Kerangka komparatif berikut ini berasal dari sebuah
studi oleh Glover, Bullock, dan Dietzer (1990). Perhatikan bagaimana para penulis
membandingkan ide pengujian model dengan pengembangan sebuah mobil dengan
menggunakan sebuah model mobil.

Banyak kemajuan ilmiah yang merupakan hasil dari pengujian model yang
menggambarkan fenomena alam. Model ilmiah dalam beberapa hal mirip dengan
model yang kita kenal. Sebagai contoh, sebuah model mobil mewakili mobil yang
sesungguhnya, namun lebih mudah untuk dimanipulasi dan dipelajari dibandingkan
dengan mobil yang sesungguhnya. Pertimbangkan bagaimana sebuah mobil dengan
mudah dapat dimasukkan ke dalam terowongan angin kecil untuk menguji cara-cara
yang digunakan oleh bentuk mobil untuk meluncur di udara. Dengan menguji model
mobil, para insinyur dapat dengan cepat dan murah menguji berbagai kemungkinan
bentuk mobil baru sebelum memilih satu. Pada beberapa halaman berikutnya, Anda
akan membaca lebih lanjut tentang bagaimana astronomi menggunakan model.

Kerangka konseptual dalam bentuk gambar juga disebut sebagai peta konsep dan peta
pengetahuan. Diagram-diagram ini menyajikan ide-ide yang menghubungkan ide-ide terkait
dengan garis-garis penghubung untuk mengekspresikan hubungan antar ide. Sebuah meta-
analisis baru-baru ini menemukan dukungan positif terhadap penggunaan pembelajaran dengan
peta konsep dan peta pengetahuan (Schroeder, Nesbit, Anguiano, & Adesope, 2017). Penelitian
yang lebih baru tentang kerangka konseptual telah meneliti penggunaan permainan edukatif
untuk mengajarkan konsep matematika sebagai pengatur maju (Denham, 2018), serta
membandingkan peta konsep animasi dan statis (Adesope & Nesbit, 2013; Schroeder et al.,
2017).

Panduan kerangka konseptual

1. Nyatakan secara umum ide-ide yang dapat dipahami dan diingat oleh siswa.

2. Gagasan yang disajikan harus inklusif dari konten yang dibahas.

3. Jika siswa tidak terbiasa dengan isi pelajaran, gunakan pengatur ekspositori. Kerangka
ekspositori mencakup informasi relevan yang telah dimiliki oleh siswa dan membandingkan
informasi yang telah diketahui dengan informasi baru dalam pembelajaran.

4. Jika siswa sudah cukup familiar dengan materi, gunakan kerangka komparatif untuk
membandingkan ide baru dengan ide-ide yang sudah diketahui.

5. Pengatur grafis yang dibuat oleh instruktur lebih efektif untuk siswa dengan kemampuan
verbal yang rendah (Nesbit & Adesope, 2006).

Pemilihan strategi prapembelajaran harus didasarkan pada faktor-faktor dalam tabel


yang telah diberikan sebelumnya. Proses ini merupakan salah satu cara untuk menemukan
kesesuaian yang terbaik di antara fungsi, struktur konten, target siswa, dan atribut tugas.

2. DESAIN PESAN UNTUK TEKS

Sebuah materi pembelajaran baik itu dalam buku teks, manual tercetak, pembelajaran
berbasis komputer, pembelajaran multimedia, atau rekaman video merupakan sebuah artefak
dari proses desain yang akan bertahan lama (Simon, 1981). Artefak ini mewakili antarmuka
atau interaksi antara pelajar dan materi pembelajaran. Dalam istilah Simon, artefak ini akan
memenuhi tujuannya jika sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Dengan demikian, tugas kita
sebagai desainer adalah menciptakan antarmuka yang sesuai antara materi pembelajaran dan
pelajar. Salah satu bagian dari proses ini adalah mendesain pesan agar dapat dikomunikasikan
secara efektif. Pada bagian ini, kita akan membahas bagaimana kita dapat mendesain pesan
dengan memanipulasi teks (misalnya, struktur tulisan) dan tipografi.

Setelah menganalisis buku-buku pelajaran sains, Chambliss dan Calfee (1989)


menyimpulkan bahwa ada tiga elemen desain yang sangat penting untuk pembelajaran
menggunakan media cetak yang baik. Pertama, seperangkat elemen pembeda seperti kata-kata
atau tipografi yang menandakan struktur teks kepada pelajar. Sebagai contoh, dalam buku ini,
kata-kata di awal setiap bab menandakan struktur teks melalui ikhtisar dan serangkaian
pertanyaan. Judul-judul tersebut menandakan struktur dari bab tersebut. Anda juga dapat
menggunakan huruf miring untuk menandakan kata atau frasa kunci. Kedua adalah koherensi
struktur teks, yang membantu pengorganisasian dan pengingatan informasi. Kita dapat
memengaruhi struktur ini dengan menggunakan redundansi (kemubadziran) dan kata-kata serta
frasa yang sudah dikenal. Ketiga, harus ada kesesuaian antara konten dan latar belakang
pembelajar jika pembelajar ingin memahami teks. Penelitian lain juga mendukung gagasan
bahwa kita dapat mempengaruhi proses kognitif pembelajar dengan cara kita merancang pesan
(Bishop, 2014; Britton & Gülgöz, 1991; Chambliss, Torney-Purta, & Richardson, 2016;
Jonassen, 1982; Mannes, 1994; Schraw, Wade, & Kardash, 1993). Demikian pula, Wiley dan
Voss (1999) menyarankan bahwa jumlah informasi yang diperoleh siswa dari pembelajaran
tergantung pada "perhatian" dari teks. Mari kita lihat bagaimana kita dapat memanipulasi atau
menyusun teks untuk mengkomunikasikan skema atau struktur topik kepada siswa.

A. Memberikan Sinyal Skema Teks (Menandakan Skema Teks)

Ketika siswa diberikan sinyal yang mengidentifikasi struktur teks, mereka dapat
menggunakan informasi ini untuk membentuk model ekspektasi yang akan membantu
pemahaman mereka (Mannes, 1994; Richter, Scheiter, & Eitel, 2016). Sinyal dapat bersifat
global atau lokal (Lemarié, Lorch, Eyrolle, & Virbel, 2008). Sinyal global bekerja bersama dan
merupakan bagian dari keseluruhan desain, seperti judul pada setiap halaman buku teks yang,
biasanya, menyatakan nama bab atau nama bagian dan nomor halaman. Judul dan nomor
halaman muncul di setiap halaman; dengan demikian, mereka bersifat global. Demikian pula,
beberapa buku komputer dan buku teknis menggunakan ikon untuk peringatan, perhatian, atau
tips yang mungkin tidak muncul di setiap halaman tetapi digunakan di seluruh materi. Ikon-
ikon ini bekerja bersama untuk menandakan struktur teks dan berbagi sifat umum sebagai
sinyal global. Sinyal global dapat dianggap sebagai suatu sistem; sinyal global bersifat
konsisten dan digunakan di seluruh materi, baik dalam bentuk cetak, halaman web, atau materi
pembelajaran berbasis komputer. Sebuah judul individual, seperti "Memberi Sinyal pada
Skema Teks", bersifat lokal dan memberikan sinyal pada teks yang mengikutinya. Ketika siswa
menemukan informasi baru, informasi ini ditempatkan di dalam model yang sudah ada.

Strategi prapembelajaran yang dijelaskan pada bagian pertama bab ini merupakan salah
satu cara untuk menandakan struktur teks secara keseluruhan, melalui judul dan tata letak
tipografi. Pendekatan lainnya adalah dengan mengingatkan pelajar akan informasi spesifik
dalam paragraf atau bagian materi. Sebagai contoh, bagaimana Anda dapat memberi tahu
pembaca bahwa terdapat berbagai macam cara menyelesaikan limit fungsi aljabar? Armbruster
(1986) mengidentifikasi lima struktur teks umum yang dapat digunakan oleh perancang untuk
memberi tanda pada teks yang penting bagi pelajar:

- Daftar item atau ide, yang tidak memiliki urutan yang signifikan. Contoh daftar dalam
materi pembelajaran materi limit fungsi aljabar dapat mencakup limit fungsi untuk x
mendekati suatu nilai, limit fungsi untuk x mendekati tak hingga, dan limit fungsi untuk
x mendekati tak hingga.

- Perbandingan atau kontras ide atau objek. Dalam menyelesaikan limit fungsi aljabar
untuk x mendekati suatu nilai, terdapat beberapa cara untuk menyelesaikannya seperti
menggunakan metode substitusi, menggunakan perkalian bentuk sekawan, atau
menggunakan Dalil L’Hospital. Kita dapat membandingkan metode atau cara mana
yang cocok digunakan pada tiap masing-masing soal dengan tipe soal yang berbeda-
beda.

- Urutan temporal yang dihubungkan oleh waktu atau urutan tertentu. Langkah-
langkah untuk menggunakan cara L’Hospital untuk menyelesaikan soal terkait limit
fungsi aljabar dengan fungsi yang berbentuk fungsi rasional, dapat dimulai dengan
mencari turunan dari bagian pembilang terhadap x, kemudian mencari turunan dari
bagian penyebut terhadap x, kemudian mensubstitusikan nilai pendekatan x yang
diberikan.

- Struktur sebab-akibat atau penjelasan. Struktur ini menggambarkan hubungan


antara dua gagasan atau peristiwa. Artinya, satu gagasan atau peristiwa dijelaskan
sebagai akibat dari gagasan atau peristiwa kedua. Sebagai contoh, menggunakan cara
L’Hospital untuk menyelesaikan soal terkait limit fungsi aljabar dengan fungsi yang
berbentuk fungsi rasional, dapat dimulai dengan mencari turunan dari bagian pembilang
terhadap x, kemudian mencari turunan dari bagian penyebut terhadap x, kemudian
mensubstitusikan nilai pendekatan x yang diberikan. Jika setelah disubstitusi diperoleh
hasilnya merupakan 0/0, maka langkah-langkah penurunan perlu dilakukan lagi hingga
tidak lagi menghasilkan 0/0. Hal ini disebabkan 0/0 merupakan salah bentuk tak tentu
yang tak terdefinisi nilainya.

- Struktur definisi dan contoh. Struktur ini digunakan untuk mengajarkan konsep
dengan mendefinisikan konsep dan kemudian memberikan contohnya. Contoh konsep
dalam buku teks matematika adalah limit. Dapat digunakan untuk menyajikan definisi
limit fungsi dan memberikan contoh dan bukan contoh dari limit.

Setelah perancang mengidentifikasi struktur topik yang berbeda dalam pembelajaran,


tugasnya adalah memberikan sinyal kepada pembelajar mengenai struktur tersebut. Sinyal-
sinyal ini tidak menambahkan konten baru ke dalam teks, melainkan memberikan penekanan
pada struktur atau pesan yang ingin disampaikan oleh perancang (Kauffman & Kiewra, 2010;
Lorch, Lemarié, & Grant, 2011a; Meyer, 1985). Ada dua metode untuk menandakan struktur
ini. Pertama adalah melalui pernyataan eksplisit yang mengingatkan pelajar akan strukturnya.
Sebagai contoh, kita telah memberi tanda pada daftar dua item ini pertama dengan
menyebutkan bahwa ada dua metode dan kemudian dengan memulai kalimat dengan pertama
dan kedua. Kedua adalah melalui konvensi tipografi yang menandakan struktur melalui
perubahan. Contoh sinyal tipografi adalah penggunaan huruf tebal atau miring dan spasi
(misalnya, indentasi atau bagian yang menjorok di awal paragraf dan spasi vertikal). Contoh
lainnya adalah penggunaan matriks (Kauffman & Kiewra, 2010) yang menyajikan informasi
penting dalam sebuah tabel. Matriks membantu mengatur informasi faktual dengan cara yang
efektif. Contoh lainnya adalah tabel kategorisasi. Sebuah meta-analisis baru-baru ini oleh
Schneider, Beege, Nebel, dan Rey (2018) menemukan bahwa sinyal yang menyoroti
pengorganisasian informasi yang relevan dalam materi pembelajaran yang berisi informasi
verbal dan visual memiliki efek positif yang signifikan terhadap pembelajaran dan
motivasi/pengaruh, dengan pengurangan beban kognitif yang signifikan.

B. Sinyal Eksplisit

Mungkin metode yang paling umum untuk memberi isyarat eksplisit adalah melalui
penggunaan apa yang disebut Meyer (1985) sebagai "kata-kata penunjuk". Kata-kata ini,
seperti "Ada dua metode... ", mengingatkan pelajar tentang apa yang diharapkan dalam kalimat,
paragraf, atau bab berikutnya. Dengan menggabungkan kata-kata penunjuk dari Meyer dengan
struktur isi dari Armbruster (1986), kita dapat membuat sebuah tabel yang berisi isyarat-isyarat
eksplisit yang digunakan sebagai bagian dari proses perancangan pesan (yaitu, Tabel 8.3).

Tabel memberikan panduan umum untuk memanipulasi informasi tekstual Anda untuk
memberi sinyal poin-poin penting bagi pelajar. Penting bagi Anda untuk menggunakan isyarat
dengan bijak dan tidak membebani siswa. Menggunakan terlalu banyak isyarat pada sebuah
halaman, baik dalam teks cetak maupun elektronik, dapat mengakibatkan terlalu banyak
gangguan, sehingga siswa tidak dapat mengidentifikasi apa yang penting. Metode kedua untuk
memberi isyarat pada struktur teks adalah melalui penggunaan tipografi.

C. Sinyal Tipografi

Dengan meningkatnya ketersediaan dan kemudahan penggunaan desktop publishing,


perancang pembelajaran sekarang memiliki kontrol yang lebih besar atas penggunaan sinyal
tipografi saat membuat materi pembelajaran. Kita dapat menggunakan tipografi untuk
menandakan struktur teks dengan mengidentifikasikan perubahan topik, dan kita dapat
menandakan kata, frasa, dan ide penting dengan membuat mereka terlihat berbeda dari teks di
sekitarnya. Mari kita lihat bagaimana kita dapat menggunakan judul, tata letak, dan variasi
tipografi untuk memberi isyarat kepada pelajar.

- Judul. Penulis menggunakan judul untuk menandai pergantian topik dan untuk
memberikan gambaran kepada siswa tentang bagaimana materi-materi tersebut
disusun. Penggunaan judul untuk menandai perubahan topik sangat menonjol bahkan
dalam dokumen elektronik. Tag yang digunakan untuk membuat halaman web
menyediakan enam tingkat judul yang berbeda untuk sebuah dokumen web.

Judul adalah kata kunci atau frasa pendek yang mengidentifikasi isi bagian
informasi teks. Judul dapat menekankan organisasi topik yang berurutan atau organisasi
hirarkis (Lorch et al., 2011a). Judul yang mengkomunikasikan organisasi hirarkis akan
mirip dengan garis besar di mana tingkat pertama judul akan mencakup angka Romawi
I, II, III, dan seterusnya, dan tingkat kedua akan mencakup huruf kapital A, B, C, dan
seterusnya. Sebaliknya, judul yang disusun secara berurutan mengkomunikasikan
informasi tentang aliran ide yang teratur, bukan topik. Judul yang berurutan
memfasilitasi lebih cepat pencarian, sedangkan judul hirarkis membantu siswa
membangun pemahaman yang lebih baik tentang teks. Pilihan gaya judul tergantung
pada hasil yang diharapkan dari pembelajaran dan penggunaan materi saat ini dan di
masa depan. Sebagai contoh, jika tujuan utama dari teks tersebut bersifat pembelajaran
(yaitu, pembelajar akan menguasai konten dan jarang perlu merujuk kembali ke materi
setelah pembelajaran), maka struktur judul yang hirarkis akan lebih baik. Namun, jika
kursus Anda difokuskan pada tugas seperti mengajarkan Excel dan siswa mungkin
diharapkan untuk menggunakan materi cetak sebagai referensi, maka judul berurutan
akan lebih tepat.

Kami telah menemukan bahwa sebagian besar materi pembelajaran


membutuhkan dua atau tiga tingkat judul. Tingkat judul sesuai dengan tingkat yang
berbeda dalam garis besar yang mungkin Anda gunakan untuk menulis makalah.
Sebagai contoh, judul tingkat pertama akan sesuai dengan poin-poin yang terdaftar
sebagai angka Romawi I, II, III, dan seterusnya. Judul tingkat kedua akan sesuai dengan
titik A, B, dan C di bawah masing-masing judul angka Romawi. Judul tingkat ketiga
akan sesuai dengan titik-titik di bawah titik 1, 2, dan 3 di bawah judul A, B, dan C.
Setiap tingkat judul memiliki desain tipografi yang berbeda. Sebagai contoh, pada draf
awal naskah buku ini, judul tingkat pertama menggunakan huruf tebal 18 poin dan
berada di tengah-tengah baris dengan setiap kata menggunakan huruf besar. Judul
tingkat kedua rata kiri (yaitu rata dengan margin kiri) dan menggunakan huruf tebal 14
poin dengan setiap kata menggunakan huruf besar. Terakhir, judul tingkat ketiga
menjorok ke dalam dengan hanya kata pertama yang menggunakan huruf besar dan
dicetak dengan huruf tebal. Gaya ini mirip dengan yang ditentukan oleh Publication
Manual of the American Psychological Association (APA, 2010) untuk menulis artikel
dan cocok untuk manuskrip atau dokumen yang diterbitkan di desktop.

Untuk merancang judul untuk materi pembelajaran, kami sarankan agar Anda
memulai dengan tujuan materi. Sering kali, tujuan dapat berfungsi sebagai judul tingkat
pertama. Namun, kami tidak menyarankan untuk menggunakan pernyataan tujuan
sebagai judul; sebaliknya, kami menyarankan kata kunci atau frasa singkat yang
menggambarkan fokus tujuan. Judul tingkat kedua akan menandakan ide-ide utama
atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Untuk konten yang
kompleks, Anda mungkin ingin menambahkan judul tingkat ketiga yang
mengidentifikasi ide, tugas, atau konsep tertentu dalam materi tersebut. Selanjutnya,
Anda perlu memilih gaya tipografi yang menandakan judul tersebut. Jika Anda melihat
beberapa buku, majalah, dan materi pembelajaran, Anda akan menemukan berbagai
gaya yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai tingkatan. Gaya Anda harus
mudah dikenali oleh pelajar. Sebagai contoh, menggunakan judul rata kiri dan hanya
sedikit perubahan dalam ukuran huruf (misalnya, 14-, 12-, dan 11-point) mungkin
merupakan desain tipografi yang unik, tetapi mungkin membingungkan bagi pelajar.
Desain yang ditentukan dalam manual publikasi APA adalah titik awal yang baik,
dengan variasi kecil yang digunakan untuk membuat dokumen Anda unik. Pendekatan
unik yang tidak menandakan tingkat perubahan judul untuk pelajar cenderung
menghasilkan komunikasi yang tidak efektif dari struktur informasi.

Jika seorang desainer grafis mendesain materi Anda, Anda mungkin ingin
bertemu dengan orang tersebut sebelum Anda mulai mengembangkan materi Anda dan
meminta masukannya tentang desain. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin tidak
memiliki otoritas pengambilan keputusan pada desain tipografi dokumen akhir. Sebagai
contoh, seorang penulis buku teks jarang sekali memiliki masukan dalam desain
tipografi buku yang sebenarnya. Tetapi seorang desainer pembelajaran yang bekerja di
industri mungkin memiliki kendali penuh. Demikian pula, banyak desainer grafis dan
editor yang meminta penulis (termasuk desainer pembelajaran) untuk menggunakan
templat gaya yang memberikan gaya tertentu pada teks dan grafik dalam dokumen.
Desainer grafis kemudian dapat mengambil salinan disk naskah dan dengan mudah
membuat tata letak pada komputer pribadi dengan menetapkan gaya tipografi yang
berbeda (misalnya, huruf tebal, huruf miring, ukuran huruf, dan spasi) ke dokumen.
Proses ini bisa sangat merampingkan proses produksi dan mengurangi biaya bahan.

- Tata Letak. Seorang desainer juga dapat menggunakan tata letak halaman untuk
menandakan struktur informasi. Sebagai contoh, Anda dapat membagi halaman ke
dalam spasi vertikal dan spasi horizontal, yang oleh para desainer grafis disebut sebagai
"ruang kosong." Dengan menambah jumlah garis atau titik di antara judul dan paragraf
sebelumnya dan berikutnya, Anda dapat menekankan judul. Demikian pula, Anda dapat
membuat indentasi daftar item dari margin kiri untuk menandakan bahwa item-item
tersebut dikelompokkan bersama.

- Variasi tipografi. Cara lain untuk menandakan struktur informasi adalah dengan
memvariasikan jenis huruf, menambahkan huruf tebal, huruf, atau perubahan ukuran
huruf untuk menciptakan variasi dalam pola halaman. Karena penasaran, mata manusia
tertarik pada perbedaan ini. Oleh karena itu, variasi jenis huruf digunakan untuk
menandai kata-kata penting dan informasi baru (Hartley, 1994; Lorch, Lemarié, &
Grant, 2011b; Schneider, Beege, dkk., 2018). Ada tiga faktor yang perlu
dipertimbangkan ketika menggunakan variasi tipografi. Pertama, menggunakan terlalu
banyak variasi pada sebuah halaman dapat membingungkan pembaca, sehingga sulit
untuk menentukan apa yang penting. Kedua, penggunaan satu variasi harus konsisten
di seluruh materi Anda. Sebagai contoh, Anda tidak boleh menggunakan huruf tebal
untuk mengidentifikasi istilah baru di satu bagian dokumen dan kemudian beralih ke
huruf miring untuk fungsi yang sama di bagian lain. Tentukan bagaimana Anda akan
menggunakan variasi, jika ada, sebelum mulai menulis, dan kemudian konsistenlah.
Ketiga, pencampuran berbagai jenis huruf atau font pada sebuah halaman
membutuhkan pemahaman tentang keserasian dan kontras dalam tipografi. Desainer
yang kurang berpengalaman dalam tipografi harus menghindari pencampuran jenis
huruf dan sebaiknya mengandalkan penggunaan huruf tebal, huruf miring, dan variasi
ukuran dari satu jenis huruf untuk menandakan struktur teks.

3. GAMBAR DAN GRAFIK DALAM PEMBELAJARAN


Banyak penelitian (misalnya, Anglin, Vaez, & Cunningham, 2004) dan beberapa buku
(misalnyT, Willows & Houghton, 1987) dikhususkan untuk mempelajari dan menggunakan
gambar dalam pengajaran serta kemampuannya untuk meningkatkan motivasi (Ainsworth,
1999; Peeck, 1993; Schneider, Dyrna, Meier, Beege, & Rey, 2018). Pada bagian ini, kami akan
menjelaskan keefektifan gambar dalam materi pembelajaran, fungsi yang dapat diberikan oleh
gambar, dan beberapa pertimbangan desain umum dalam menggunakan gambar untuk
pembelajaran.

A. Efektivitas

Terdapat konsensus umum bahwa ilustrasi kondusif untuk mempelajari informasi teks
terkait. Gambar membantu pembaca mempelajari informasi teks yang diilustrasikan (Levie &
Lentz, 1982; Mayer, Hegarty, Mayer, & Campbell, 2005; Schnotz, 2014). Gambar-gambar
yang disertakan dalam teks tidak membantu atau menghambat pembelajaran informasi tekstual
yang tidak diduplikasi dalam ilustrasi. Gambar sangat membantu ketika digunakan untuk
menunjukkan hubungan spasial yang dijelaskan dalam teks (Peeck, 1987). Sebagai contoh,
dalam materi terkait geometri, gambar bangun yang dimaksud akan bermanfaat bagi pembaca.
Representasi bergambar juga bermanfaat ketika digunakan untuk mengilustrasikan materi
abstrak dan gagasan utama dalam teks. Namun, ada kalanya beberapa gambar, seperti diagram,
tidak selalu bermanfaat. Contohnya pada materi statistika, ketika siswa disajikan sekumpulan
data tanggal secara tertulis dan kemudian diberikan diagram batang yang merepresentasikan
data tersebut, siswa yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi akan mampu menganalisa
data hanya dengan melihat diagram tersebut saja, Sementara siswa dengan kemampuan yang
lebih rendah, tidak dapat melihat perbedaan antara data yang tertulis dan data yang tergambar
pada diagram. Bagi siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi, diagram dianggap membantu
transisi ke representasi mental dari masalah (Booth & Koedinger, 2012; Schüler, 2017).
Demikian pula, Moreno, Ozogul, dan Reisslein (2011) menyarankan bahwa diagram yang tidak
tepat dapat membahayakan pemecahan masalah. Mereka menyatakan bahwa diagram yang
kaya persepsi, seperti pada contoh Berikut.

Penelitian ekstensif tentang efektivitas berbagai jenis ilustrasi merupakan subjek dari
sebagian besar karya Dwyer (misalnya, 1970, 1972). Serangkaian penelitiannya berfokus pada
penggunaan fotograf, gambar realistis, dan gambar garis sederhana dalam pembelajaran. Ia
menyimpulkan bahwa, jika pelajar memiliki waktu yang terbatas untuk melihat ilustrasi, seperti
dalam presentasi yang dilakukan secara eksternal seperti rekaman video atau ceramah, maka
gambar garis sederhana cenderung lebih efektif. Jika lingkungan pembelajaran bersifat
mandiri, maka pelajar lebih cenderung memanfaatkan detail dalam gambar yang lebih realistis
seperti foto. Namun, selalu ada kemungkinan bahwa siswa dapat berfokus pada bagian yang
tidak tepat dari sebuah ilustrasi yang terlalu detail.
Namun, hanya dengan menempatkan ilustrasi dalam pembelajaran, tidak menjamin
bahwa siswa akan memeriksa ilustrasi tersebut dan mendapatkan manfaatnya. Mengarahkan
perhatian pembelajar pada ilustrasi melalui perintah seperti "Coba perhatikan perbedaannya. .
. " tidak selalu efektif (Peeck, 1987). Namun, para peneliti lebih berhasil ketika siswa
berinteraksi dengan atau mempelajari ilustrasi tersebut (Dean & Kulhavy, 1981; Johnson,
Butcher, Ozogul, & Reisslein, 2013; Winn & Holliday, 1982). Sebagai contoh, perancang
mungkin meminta siswa untuk memberi label pada bagian diagram atau gambar, menjawab
pertanyaan tentang gambar, atau menelusuri dan mempelajari gambar.
Demikian pula, perancang dapat meminta siswa untuk mengidentifikasi informasi yang
relevan dalam teks dan gambar dengan menggarisbawahi atau menyoroti informasi tersebut
(Schlag & Ploetzner, 2011; Skuballa, Dammert, & Renkl, 2018). Keseimbangan diperlukan
antara gambar dan aktivitas, karena terlalu banyak mendorong siswa juga dapat merusak
pembelajaran dari gambar (Winn & Holliday, 1982). Demikian pula, Mayer dkk. (2005)
menemukan bahwa gambar statis lebih efektif daripada animasi ketika mengajarkan
pengoperasian suatu sistem; mereka menyarankan bahwa siswa mungkin memerlukan bantuan
dalam mempelajari cara memproses animasi agar efektif. Menurut Mayer dkk., gambar-gambar
statis mengurangi pemrosesan yang tidak perlu, yang menghasilkan sumber daya memori
tambahan (yaitu, beban yang wajar) untuk mengembangkan skema yang sesuai.

B. Sinyal Grafis

Berbeda dengan sinyal tipografi, sinyal grafis ditambahkan ke gambar atau foto untuk
menyoroti informasi penting. Ada enam bentuk sinyal grafis yang telah diidentifikasi
(Schneider, Dyrna, dkk., 2018). Yang pertama adalah isyarat yang berbentuk panah atau
penunjukan oleh agen pedagogis.
Misalnya, panah pada gambar digunakan untuk menandakan arah rotasi.

Kedua adalah label yang digunakan untuk mengidentifikasi komponen ilustrasi atau animasi.
Sinyal grafis ketiga adalah kedipan, yaitu menyalakan dan mematikan cahaya. Berkedip mudah
diimplementasikan dalam animasi atau halaman web, tetapi hanya dapat dilakukan secara
simbolis dalam gambar statis.

Keempat, penyorotan di mana area tertentu pada gambar disorot dan semua area lainnya dibuat
abu-abu. Penelitian awal menemukan bahwa penyorotan atau penyinaran sama efektifnya
dengan memperbesar area tersebut (Clark, 1983). Kelima adalah pengatur grafis yang mirip
dengan pengatur grafis tingkat lanjut. Kategori keenam adalah campuran dari dua atau lebih
sinyal.

C. Fungsi Gambar

Kita dapat memeriksa hampir semua buku teks dengan gambar dan melihat berbagai
gaya (misalnya, sederhana hingga kompleks, hitam-putih atau berwarna, gambar garis atau
gambar berwarna). Pada pemeriksaan yang lebih cermat terhadap gambar dan prosa, seseorang
dapat mengidentifikasi gambar-gambar yang memiliki fungsi yang berbeda. Levin (1981) telah
mengidentifikasi lima fungsi pembelajaran yang berbeda yang dapat dilakukan oleh gambar
dalam teks. Dia juga menyarankan bahwa fungsi-fungsi ini tidak sama dalam pengaruhnya
terhadap pembelajaran. Berikut ini adalah ringkasan dari kategorinya, dengan contoh-contoh
bagaimana Anda dapat menggunakan masing-masing fungsi tersebut dalam merancang materi
pembelajaran.

- Gambar dekorasi. Pada awal bab sering kali tidak memiliki tujuan selain untuk
memberikan informasi dan menandakan bahwa bab baru akan dimulai. Dari sudut
pandang penerbit, penyertaan gambar-gambar ini meningkatkan penjualan dengan
membuat teks menjadi menarik. Seorang perancang pembelajaran mungkin melihat
gambar-gambar tersebut sebagai motivasi bagi siswa. Desainer grafis juga
menggunakan gambar-gambar dekoratif dalam teks untuk "memecah" halaman
sehingga menarik bagi pembaca. Gagasan umumnya adalah bahwa satu halaman penuh
teks akan mengancam pembaca. Gambar dekoratif tidak memiliki hubungan langsung
dengan informasi teks. Namun, perlu diingatkan mengenai penggunaan gambar
dekoratif karena beberapa penelitian menemukan bahwa gambar dekoratif dapat
mengganggu pembelajaran (Danielson, Schwartz, & Lippmann, 2015; Rey, 2012),
sementara penelitian lain menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruhnya terhadap
pembelajaran (mis., Lenzner, Schnotz, & Müller, 2013).

- Representasi. Ketika sebuah gambar digunakan untuk mewakili orang, alat, benda,
atau peristiwa dalam teks atau media lainnya, gambar tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai representasi. Gambar semacam itu mengilustrasikan sebagian besar informasi
tekstual yang penting. Sebagai contoh, seorang perancang mungkin menggunakan dua
gambar dalam materi garis singgung persekutuan untuk dapat menunjukkan perbedaan
antara garis singgung persekutuan dalam dan garis singgung persekutuan luar dua
lingkaran.

Gambar representasional memberikan referensi konkret untuk informasi verbal, yang


membuat informasi tersebut lebih mudah dipahami dan lebih bermakna bagi siswa.
Gambar-gambar ini sering digunakan dalam buku-buku anak-anak untuk
mengilustrasikan puisi, dongeng, dan cerita. Gambar-gambar ini juga digunakan dalam
materi pelatihan teknis untuk mengilustrasikan ide-ide baru.

- Organisasi. Jika Anda pernah membaca buku petunjuk mobil atau mencoba
menggunakan petunjuk Smart TV, Anda mungkin pernah melihat serangkaian gambar
yang menjalankan fungsi organisasi. Desainer dapat menggunakan gambar, seperti
gambar petunjuk langkah demi langkah, untuk memberikan bingkai kerja bagi teks
(Gambar 8.6). Gambar-gambar dalam petunjuk manual atau petunjuk bantuan online
tentang cara mengatur pesan suara atau ponsel menyediakan peta atau jalur untuk
menyelesaikan proses. Dalam banyak kasus, gambar-gambar tersebut memberikan
lebih banyak informasi daripada beberapa kata yang terkait dengan setiap gambar.
Gambar yang menjalankan fungsi organisasi tidak terbatas pada tugas-tugas prosedural.
Gambar sering digunakan untuk menggambarkan berbagai atribut atau fitur dari suatu
objek (misalnya, mobil baru) atau konsep (misalnya, angin puting beliung).

- Interpretasi. Gambar-gambar yang membantu siswa memahami informasi yang sulit


atau abstrak diklasifikasikan sebagai fungsi interpretasi (Gambar 8.7). Gambar yang
dipilih secara hati-hati dapat menambah pemahaman terhadap suatu bacaan dengan
memberikan interpretasi visual terhadap isi bacaan. Sebagai contoh, sebuah buku
matematika yang menggunakan gambar untuk menjelaskan korelasi data bivariat.

Menurut Levin, Anglin, dan Carney (1987), perbedaan antara fungsi representasi,
organisasi, dan interpretasi didasarkan pada mekanisme yang mendasari (yaitu,
bagaimana gambar tersebut digunakan). Gambar representasional menambahkan
representasi konkret pada informasi yang sudah dikenal. Gambar organisasi menambah
koherensi pada materi yang mudah diproses. Sebaliknya, gambar interpretatif
memberikan pemahaman tambahan pada materi yang sulit atau abstrak.

- Gambar Transformasi. Gambar-gambar transformasi berguna dalam bagian-bagian


yang membutuhkan penghafalan fakta dengan menyediakan jangkar visual bagi siswa
untuk mengingat fakta tersebut.

Gambar transformasi sering kali menggabungkan gambar-gambar konkret untuk


membantu siswa mengingat ide abstrak.

- Penempatan gambar. Salah satu pertanyaan logis yang bisa diajukan adalah, "Di mana
saya harus menempatkan gambar yang sesuai dengan teks?" Eitel dan Scheiter (2015)
meneliti 42 studi untuk menjawab pertanyaan ini. Meskipun hasilnya beragam, analisis
mereka terhadap penelitian tersebut mengungkapkan dua pedoman untuk penempatan
gambar. Pedoman pertama menunjukkan bahwa penempatan didasarkan pada jenis
penilaian. Apakah penilaian berfokus pada informasi dalam gambar atau dalam teks?
Media yang menjadi fokus (yaitu gambar atau teks) dalam penilaian harus ditempatkan
di urutan kedua. Artinya, jika fokus penilaian adalah pada informasi dalam gambar,
maka gambar harus ditempatkan setelah teks. Pedoman kedua berkaitan dengan
kompleksitas gambar dan teks. Item (yaitu, gambar atau teks) yang paling tidak
kompleks harus disajikan terlebih dahulu berdasarkan gagasan bahwa informasi yang
tidak terlalu rumit yang disajikan terlebih dahulu akan menghasilkan pemahaman yang
lebih baik. Meskipun masih ada penelitian tambahan yang harus dilakukan tentang
topik ini, penelitian ini memberikan beberapa panduan dasar. Perancang perlu
menyertakan arahan atau petunjuk bagi siswa untuk memproses gambar.

4. MENGGUNAKAN GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN

Keputusan untuk menggunakan gambar dalam pembelajaran dipengaruhi oleh tiga


faktor. Yang pertama dan yang paling berpengaruh adalah apakah gambar-gambar tersebut
dapat meningkatkan pembelajaran. Kedua adalah ketersediaan gambar atau ilustrasi tertentu.
Ketiga adalah biaya untuk mereproduksi materi dengan gambar yang ditambahkan. Setelah
membahas faktor pertama pada bagian sebelumnya, sekarang kita akan membahas dua faktor
terakhir.
- Ketersediaan. Dengan munculnya penerbitan desktop, dokumen elektronik (misalnya,
PDF dan e-book), pembelajaran berbasis komputer, dan produksi multimedia,
muncullah teknologi dan proses baru untuk menggabungkan gambar dan ilustrasi dalam
materi pembelajaran. Untuk tujuan kami, kami akan mengklasifikasikan gambar ke
dalam tiga kategori: seni asli, seni klip, dan foto.
Karya seni orisinal biasanya digambar oleh perancang pembelajaran, seniman,
atau seniman grafis. Karya tersebut dapat berupa gambar garis pena dan tinta sederhana,
cat air, atau gambar komputer. Seni orisinal membutuhkan seseorang dengan
kemampuan artistik untuk merender gambar. Program menggambar dan menyusun
gambar dengan komputer membuatnya relatif mudah bagi seseorang dengan
kemampuan artistik yang terbatas untuk menghasilkan sebuah ilustrasi. Ilustrasi yang
lebih kompleks membutuhkan lebih banyak keahlian. Dengan demikian, penggunaan
karya seni orisinil secara substansial dapat meningkatkan biaya materi Anda. Clip art
tersedia secara luas di CD-ROM dan Internet, di mana seorang desainer dapat
menemukan berbagai macam foto dan seni garis (misalnya, gambar garis).
Beberapa bahan tersedia dengan sedikit atau tanpa biaya royalti, dan royalti
yang dibayarkan sering kali lebih kecil daripada biaya pembuatan gambar asli. Satu
masalah dengan clip art adalah bahwa clip art bersifat umum dan mungkin tidak sesuai
dengan kebutuhan desainer tanpa beberapa perubahan. Selain itu, seni tersebut mungkin
sudah ketinggalan zaman- menggambarkan, misalnya, komputer yang sudah berumur
beberapa tahun atau berbeda dengan yang digunakan dalam organisasi desainer. Namun
demikian, bagi mereka yang memiliki kemampuan artistik yang terbatas dan akses yang
terbatas ke seniman grafis, clip art memberikan alternatif yang layak.
Desainer memiliki pilihan untuk menyewa seorang fotografer untuk mengambil
foto- foto tertentu, mengejar stok foto, atau memilih foto-foto dari CD-ROM. Sekali
lagi, foto-foto CD-ROM sering kali bersifat umum dan mungkin tidak sesuai dengan
kebutuhan spesifik. Kamera digital telah mempermudah seorang perancang untuk
mengambil foto dan memasukkannya ke dalam materi pembelajaran, baik yang
didistribusikan di atas kertas atau secara elektronik melalui CD-ROM atau Internet.
Kualitas foto tergantung pada keterampilan individu yang mengambil gambar.

- Biaya reproduksi. Biaya reproduksi materi pembelajaran merupakan faktor terakhir


yang mempengaruhi penggunaan gambar dalam materi pembelajaran. Biaya untuk
mereproduksi gambar jarang menjadi faktor ketika materi didistribusikan secara
elektronik, seperti pada pembelajaran berbasis komputer, dokumen elektronik,
penerbitan web, atau pada CD-ROM. Namun demikian, biaya sering kali menjadi
faktor ketika menyiapkan materi cetak yang menggunakan warna dan/atau foto.
Reproduksi gambar foto yang akurat pada bahan kertas, biasanya memerlukan
penggunaan proses pencetakan (misalnya, cetak offset) dan bukan fotokopi. Sebelum
cetakan foto dapat direproduksi, cetakan foto harus dikonversi ke gambar yang disaring,
yang menambah biaya tambahan. Setiap foto harus disaring secara individual dan
dipersiapkan untuk dicetak. Foto digital tidak memerlukan proses ini ketika membuat
salinan elektronik dan dapat menghasilkan fotokopi yang dapat diterima. Gambar garis
hitam-putih tidak menambah biaya tambahan untuk penggandaan materi. Gambar-
gambar ini dapat dipindai ke dalam komputer dan disertakan dengan teks atau hanya
ditempelkan secara elektronik jika berupa clip art atau gambar komputer. Dokumen
yang hanya terdiri dari teks dan gambar garis dapat direproduksi dengan memfotokopi
atau mencetak offset. Penambahan warna baik untuk teks atau gambar akan menambah
biaya untuk metode reproduksi apa pun.
DAFTAR PUSTAKA

Morrison, Designing Effective Instruction (8th ed.) (hal. 28-49). Englewood Cliffs, NJ:
Publikasi Teknologi Pendidikan.

Bradshaw, J. (1972). Konsep kebutuhan sosial. New Society, 19 (4), 640-643.

Biro Statistik Tenaga Kerja (2015). Proyek ekonomi dan ketenagakerjaan. Washington, DC:
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat. Diambil dari
https://www.bls.gov/news.release/ecopro.toc.htm

Burton, J. K., & Merrill, P. F. (1991). Penilaian kebutuhan: Tujuan, kebutuhan, dan prioritas.
Dalam L.

J. Briggs, K. L. Gustafson, & M. H. Tillman (Eds.), Desain pembelajaran: Prinsip-prinsip dan


aplikasi (2nd ed.) (hal. 17-43). Englewood Cliffs, NJ: Publikasi Teknologi Pendidikan.

Cekada, T. (2010). Penilaian kebutuhan pelatihan. Keselamatan Profesional, 55(3), 28-33.

Green, HE, & Courtney, A. (2015). Di balik gambar yang dipindai: Penilaian kebutuhan
pengguna ilmiah terhadap koleksi digital. Perpustakaan Perguruan Tinggi & Riset, 76
(5), 690-707.

Greer, D., & Hamon, Y. (2011). Pengembangan perangkat lunak yang lincah. Software Practice
and Experience, 41, 943-944. Kalman, H. K. (1987, Maret). Apakah ini masalah
pelatihan? Makalah yang dipresentasikan di National Society of Washington, DC

Kalman, H. K. (2016). Evaluasi integrasi dan penilaian kebutuhan: Studi kasus program
ergonomi. Performance Improvement Quarterly, 29 (1), 51-69.

Anda mungkin juga menyukai