Anda di halaman 1dari 10

Jalur Rempah Pra – Kolonialisme dan Jejak – jejak Nusantara sebagai Poros Maritim Dunia

A. Pengertian Jalur Rempah

Apa yang Dimaksud dengan Jalur Rempah? –

Indonesia adalah salah satu negara yang sejak sebelum merdeka sudah dikenal dengan kekayaan sumber daya
alam, khususnya rempah-rempah. Oleh sebab itu, berbagai negara dari penjuru dunia berlomba-lomba datang
untuk memonopoli bisnis perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Kondisi inilah yang kemudian
melahirkan berbagai jalur untuk bisa mencapai Nusantara demi mendapatkan rempah-rempah. Bahkan muncul
sebutan jalur rempah Nusantara. Lantas, apa yang dimaksud dengan jalur rempah? Pengertian jalur rempah
Jalur rempah adalah jalur perdagangan dan budaya dengan rempah-rempah sebagai komoditas utamanya. Jalur
rempah merupakan istilah yang dianggap tepat karena menggambarkan identitas kenusantaraan Indonesia.
Dapat dikatakan demikian karena lokasi Indonesia menempati wilayah dan lingkungan khas, yaitu daerah
tropis yang kaya akan keanekaragaman flora dan faunanya. Adapun beberapa kekayaan rempah-rempah yang
dimiliki Indonesia adalah cengkeh, pala, kemiri, dan lada. Memasuki abad pertengahan, jalur sutra yang
menjadi jalur perdagangan lambat laun semakin sepi. Hal ini disebabkan adanya jalur baru, yakni jalur rempah.
Jalur rempah atau disebut juga spice road adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jalur perdagangan dan
budaya bagi nenek moyang bangsa Indonesia untuk menjalin hubungan antar-suku dan bangsa dengan rempah-
rempah sebagai komoditas utama. Jalur rempah ini menghubungkan dari timur Asia hingga ke arah Barat
Eropa, yang terhubung dengan Benua Amerika, Afrika, dan Australia. Menurut pengalaman Tome Pires selama
berada di Nusantara pada awal abad ke-16. Nusantara pada masa itu sangat terkenal sehingga tidak heran
apabila disebut sebagai negeri tumbuh suburnya keanekaragaman hayati dunia. Oleh sebab itu, jalur rempah
dijadikan julukan spesifik oleh para ahli dan sejarawan Indonesia untuk mendeskripsikan, merekonstruksi, dan
melacak kembali perjalanan para pedagang di masa lampau. Sebab, berkat jalur rempah ini terbentuk aktivitas
perdagangan global. Disebut sebagai jalur rempah karena untuk memberi pemahaman atau ideologi bahwa
sebenarnya yang lebih dulu membentuk jalur tersebut adalah daya tarik rempah-rempah Nusantara. Referensi:
JALUR REMPAH, IDENTITAS NUSANTARA
YANG MENGUBAH PERADABAN DUNIA

Jalur rempah (spice routes) merupakan jalur legendaris yang menghubungkan dunia timur dan barat sejak
ribuan tahun silam. Jalur perdagangan rempah ini bukan sekadar kisah perdagangan komoditi rempah, tetapi
menjadi jalur perubahan peradaban umat manusia.

Bahkan tidak ada yang secara persis mengetahui sejak kapan rempah dari dunia timur ini menyeberang ke
berbagai negara di Asia, Timur Tengah dan Eropa. Begitu sulit dan berharganya rempah pada zaman kuno
menyebabkan ada berbagai macam legenda, yang mungkin sekadar imajinasi liar dari orang masa lalu
mengenai asal muasal rempah.

Sejarawan Inggris, John Keay dalam The Spice Route: A History, mengungkapkan, para sarjana modern
mengakui kekunoan perdagangan kuno ini tidak banyak yang tahu kapan dimulainya. Ini tentu saja sudah ada
sebelum Kekaisaran Romawi, dan jika, seperti yang tampak mungkin, rempah-rempah diangkut melalui jarak
yang sangat jauh pada awal 3000 SM, rute rempah-rempah dapat dikatakan telah ada sebelumnya dalam
sejarah yang tercatat.(2006:7)

Setidaknya, jejak rempah ditemukan dalam kisah kunjungan ratu Negeri Syeba kepada Raja Salomo, “Lalu
diberikan kepada raja seratus dua puluh talenta emas, dan sangat banyak rempah-rempah dan batu permata
yang mahal-mahal; tidak pernah lagi ada rempah-rempah seperti yang diberikan ratu negeri Syeba kepada Raja
Salomo itu. Lagipula hamba-hamba Huram dan hamba-hamba Salomo, yang membawa emas dari Ofir,
membawa juga kayu cendana dan batu permata yang mahal-mahal. Raja mengerjakan kayu cendana itu
menjadi tangga-tangga untuk rumah Tuhan dan istana raja, dan juga menjadi kecapi dan gambus untuk para
penyanyi. Hal seperti itu tidak pernah kelihatan sebelumnya di Tanah Yehuda. (2 Tawarikh 9-11).

Di satu sisi, dalam masa penjelajahan Eropa, The Suma Oriental of Tomé Pires (1512-1515), yang
menyatakan, “Para pedagang Melayu mengatakan, Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana dan Banda
untuk fuli dan Maluku untuk cengkeh, dan barang dagangan ini tidak dikenal di tempat lain di dunia kecuali di
tempat-tempat ini; dan saya bertanya dengan sangat teliti apakah ada yang memiliki barang dagangan ini di
tempat lain dan semua orang mengatakan tidak ada” (1944:204).

Kepulauan Timor dalam “Suma Oriental” ini merujuk kepada Pulau Timor dan Pulau Sumba yang dikenal
sebagai Pulau Cendana (Sandalwood Island). Bukti lain dari perdagangan di Kepulauan Timor ini, ketika
gading menjadi barang mewah meski tidak ada jejak keberadaan gajah di Kepulauan Timor (NTT). Begitu juga
“mutisalah” (manik-manik) yang menjadi aksesoris di Kepulauan Timor yang merupakan warisan barter pada
masa silam.
Catatan Tome Pires “Suma Oriental” atau Dunia Timur ini merupakan rekaman perjalan pelaut Portugis. Tomé
Pires merupakan pembantu Afonso de Albuquerque (1475-1491), yakni seorang pelaut Portugis terkenal yang
membentuk koloni Portugis di Asia.

Frederik Rosengarten, Jr. dalam The Book of Spices (1969), menuliskan, antara lain, pada zaman Mesir Kuno
dan Arab Kuno (dari sekitar 2600 SM), penggunaan rempah-rempah mungkin berasal dari Zaman Piramida di
Mesir, sekitar 2600 hingga 2100 SM. Bawang merah dan bawang putih diberikan kepada 100 ribu pekerja
yang bekerja keras dalam pembangunan Piramida Cheops, sebagai ramuan obat untuk menjaga kesehatan
mereka. Sebuah monumen yang didedikasikan untuk Firaun Mesir, yang berasal dari abad ke-25 SM, mencatat
penerimaan sejumlah besar kayu hitam, emas, dan perak serta delapan puluh ribu takaran mur dari “tanah
Punt” (Afrika Timur). Belakangan, ketika menjadi bahan penting dalam proses pembalseman, cassia dan kayu
manis diimpor ke Mesir dari Cina dan Asia Tenggara. Untuk menenangkan para dewa kematian, tubuh orang-
orang penting diawetkan agar tidak membusuk dengan pembalseman, yang meliputi pembersihan bagian
dalam perut dan membilasnya dengan rempah-rempah harum, termasuk jinten, adas manis, marjoram, cassia,
dan kayu manis.

Di Kota Alexandria, Mesir, pendapatan dari iuran pelabuhan sudah sangat besar ketika Ptolemy XI mewariskan
kota itu kepada Romawi pada tahun 80 SM. Bangsa Romawi sendiri segera memulai pelayaran dari Mesir ke
India, dan di bawah kekuasaan mereka Alexandria menjadi pusat komersial terbesar di dunia. Itu juga
emporium terkemuka untuk rempah-rempah aromatik dan tajam dari India, yang semuanya menuju ke pasar
Yunani dan Kekaisaran Romawi. Perdagangan Romawi dengan India berlangsung luas selama lebih dari tiga
abad dan kemudian mulai menurun, bangkit kembali pada abad ke-5 M tetapi menurun lagi pada abad ke-6.
https://www.britannica.com/topic/spice-trade

China dan India juga memiliki pengaruh perdagangan rempah pada masa silam. Ada mitos kuno di China,
yang mencatat pemanfaatan rempah sekitar 2700 SM. Selain itu, ada bukti sejarah yang menunjukkan cassia
adalah rempah-rempah penting di Cina Selatan ketika Provinsi Kweilin, yang berarti “Hutan Cassia”, didirikan
sekitar 216 SM.

Begitu juga ada dugaan, kalau pala dan cengkeh Maluku telah masuk ke China sejak masa kuno. Dugaan itu
muncul seiring adanya anekdot menunjukkan bahwa abdi dalem Cina pada abad ke-3 SM membawa cengkeh
di mulut mereka sehingga napas mereka terasa manis saat berbicara dengan kaisar.

Kalau dirunut jauh ke belakang, ada banyak kisah mengenai peran rempah bagi kehidupan manusia, mulai dari
abad kuno, pertengahan sampai dengan zaman modern.
Ilmuwan pada masa silam, juga sudah mencatat keberadaan rempah, misalnya, penulis Yunani, Herodotus
(abad ke-5 SM), yang merupakan penulis narasi sejarah besar pertama dari dunia kuno, yang disebut The
Histories. Dalam Buku 3 The Histories, Herodotus menulis kisah asal muasal rempah sesuai kisah pedagang
Arab. Dia menggambarkan, betapa untuk rumit dan berbahayanya untuk memperoleh rempah, karena harus
mempertaruhkan nyawa. Menurutnya, kayu manis itu disekelilingi pantai dan di danau itu sendiri ada sejumlah
hewan bersayap, sangat mirip kelelawar, yang memekik mengerikan, dan sangat gagah berani. Makhluk-
makhluk ini harus dijauhkan dari mata mereka selama mereka mengumpulkan cassia.

Selain itu, rempah memainkan peran penting dalam ilmu kedokteran Yunani kuno. Hippocrates (460–377BC),
yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran, menulis banyak risalah atau tanaman obat, termasuk kunyit, kayu
manis, thyme, ketumbar, mint, dan marjoram. Dari 400 obat sederhana, atau obat herbal, yang digunakan
Hippocrates, setidaknya setengahnya digunakan saat ini. Filsuf dan ilmuwan Yunani terkenal Theophrastus
(372–287 SM), sering disebut Bapak Botani.

Dia menulis dua buku, “On Odors” dan “An Inquiry into Plants”, yang merangkum pengetahuannya tentang
rempah-rempah pada masanya. Ia merujuk, tanaman rempah yang paling harum berasal dari daerah panas di
Asia yang melimpah.(Frederik Rosengarten, Jr. dalam The Book of Spices, tahun 1969).

Penggalian arkeologis telah menemukan cengkeh yang terbakar di lantai dapur, tertanggal 1700 SM, di situs
Mesopotamia Teqra, di Suriah modern. Epik India Ramayana menyebutkan cengkeh. Bangsa Romawi
memiliki cengkeh pada abad ke-1 M, seperti yang ditulis Pliny the Elder. Bahkan, pada masa Alkitab, rempah-
rempah sudah dibicarakan. Kemudian, di Kepulauan Banda di Maluku, Pala memiliki nama Sansekerta, yang
merupakan bahasa kuno India, menunjukkan berapa lama penggunaan rempah-rempah ini di wilayah ini.
Sejarawan percaya bahwa pala diperkenalkan ke Eropa pada abad ke-6 SM.(Glen O. Brechbill, The Spice
Notes of Fragrance, 2012).

Namun, yang tidak kalah penting dan upaya dunia mencari rempah adalah penemuan adanya angin muson (40
Masehi). Sebab, tanpa mengetahui adanya arah angin pada musim tertentu dalam setahun, maka akan sulit bagi
pelaut mengelillingi dunia dengan mengandalkan angin ketika itu.

Glen Brechbill menuliskan, pedagang Indonesia berkeliling Cina, India, Timur Tengah, dan pantai timur
Afrika. Pedagang Arab memfasilitasi rute melalui Timur Tengah dan India. Hal ini mengakibatkan kota
pelabuhan Mesir Alexandria menjadi pusat perdagangan utama rempah-rempah. Penemuan terpenting sebelum
perdagangan rempah Eropa adalah angin muson (40 M). Berlayar dari petani rempah Timur ke konsumen
Eropa Barat secara bertahap menggantikan jalur rempah yang terkurung daratan yang pernah difasilitasi oleh
karavan Arab Timur Tengah.
Sejarah panjang rempah ini, menyebabkan ilmuwan berusaha menemukan arkeologi yang berkaitan dengan
rempah. Salah satunya, cengkih karena merupakan barang berharga yang sama dengan emas saat ini.

Peneliti situs Arkelogi di Sri Lanka, Eleanor Kingwell-Banham dalam sebuah artikel di The Conversation
“World’s Oldest Clove? Here’s What Our Find in Sri Lanka Says About The Early Spice Trade” menepis klaim
arkeologis dari Situs Mesopotamia Teqra. Dia menuliskan, “Hanya segelintir cengkeh yang sebelumnya telah
ditemukan dari situs arkeologi, termasuk ini dari Prancis, misalnya – bukti arkeologis lainnya untuk cengkeh,
seperti serbuk sari dari lubang pembuangan di Belanda, hanya berasal dari tahun 1500 M dan seterusnya – dan
tidak ada contoh dari Selatan Asia.

Penemuan cengkih sebelumnya telah dilaporkan dari Suriah – tetapi sejak itu sebagian besar telah
didiskreditkan sebagai kesalahan identifikasi. Cengkih dari Mantai ditemukan dalam konteks yang berasal dari
tahun 900-1100 M, menjadikan ini bukan hanya cengkih tertua di Asia – tetapi kami pikir cengkeh tertua di
dunia”. https://theconversation.com/worlds-oldest-clove-heres-what-our-find-in-sri-lanka-says-about-the-early-
spice-trade-109686

Jadi, ketika ilmuwan dunia berusaha mencari jejak cengkih di berbagai belahan dunia, sesungguhnya ilmuwan
Indonesia memiliki tugas yang lebih berat untuk menemukan jejak arkeologis pohon pala, pohon cengkih dan
pohon cendana. Sebab, sudah pasti bunga cengkih dan bijih pala tertua di dunia ada di Maluku.

Keharuman Rempah pada masa silam, juga menyebar hingga ke Eropa. Venesia memainkan peran penting
dalam perdagangan rempah.

Rempah-rempah semuanya diimpor dari perkebunan di Asia dan Afrika, yang membuatnya mahal. Dari abad
ke-8 hingga abad ke-15, Venesia memonopoli perdagangan rempah dengan Timur Tengah, dan bersama dengan
itu negara-negara kota tetangga Italia. Perdagangan membuat kawasan itu kaya. Diperkirakan sekitar 1.000 ton
lada dan 1.000 ton rempah-rempah umum lainnya diimpor ke Eropa Barat setiap tahun selama akhir Abad
Pertengahan. Nilai barang-barang ini setara dengan pasokan gandum tahunan untuk 1,5 juta orang. (The Spice
Notes of Fragrance, Glen O. Brechbill, 2012: 15)

Orang Venesia telah mencapai China untuk mencari rempah. Petualang dan pedagang Venesia, Marco Polo
dikenal sebagai orang yang menjelajah Asia (1271-1295). Marco Polo bukan orang Eropa pertama yang
menjejakkan kaki di Dunia Timur, karena juah sebelumnya, orang Venesia sudah mengenal jalur ke China.
Namun, Marco Polo merupakan orang Eropa pertama yang berhasil memperkenalkan Dunia Timur melalui
catatan pengalamannya ketika berpertualang di berbagai belahan Dunia Timur.

Ketika Marco Polo pulang ke Venesia, sedang berkecamuk perang Venesia dan Genoa (Italia) yang dikenal
sebagai perang Chioggia (1378-1381). Kemenenangan Venesia menjadikan Venesia sebagai pemegang
monopoli perdagangan ke Timur Tengah dan menguasai perdagangan di Levant (sekarang meliputi Lebanon,
Suriah, Yordania, Israel, Palestina, termasuk Siprus, Sinai, dan Irak).

Di akhir abad ke-15, para penjelajah Eropa berlomba-lomba berusaha mencari cara untuk menemukan sumber
rempah, Maluku. Mungkin terinspirasi Marco Polo yang berasal dari Venesia, Christopher Colombus tahun
1492, yang berasal dari Genoa melakukan ekspedisi di bawah bendera Spanyol. Christopher Columbus
berlayar di bawah Bendera Spanyol. Dia berusaha mencari jalur laut barat untuk mencari sumber rempah.
Ekspedisinya disponsori Ratu Isabella I dan Raja Ferdinand II. Ekspedisi Columbus yang melibatkan tiga
kapal ini gagal menemukan sumber rempah di Hindia Timur, tetapi mendarat di Amerika.

Begitu juga penjelajah Italia, John Cabot tahun 1497 yang berlayar di bawah Henry VII dari Inggris gagal
menemukan sumber rempah, tetapi menjelajahi pesisir Amerika Utara.

Kontrol jalur perdagangan dan daerah penghasil rempah-rempah adalah alasan utama navigator Portugis Vasco
da Gama berlayar ke India pada tahun 1499. Spanyol dan Portugal tidak senang membayar harga tinggi yang
diminta Venesia untuk rempah-rempah.

Kecakapan militer Afonso de Albuquerque (1453 – 1515) memungkinkan Portugis untuk mengambil kendali
rute laut ke India. Pada 1506, ia mengambil pulau Socotrain di mulut Laut Merah dan, pada 1507, Ormuz di
Teluk Persia. Sejak menjadi raja muda Hindia, ia menguasai Goa di India pada tahun 1510, dan Malaka di
semenanjung Melayu pada tahun 1511. Portugis sekarang dapat berdagang langsung dengan Siam, Cina, dan
Maluku. Jalur Sutra melengkapi rute laut Portugis, dan membawa harta karun dari Timur ke Eropa melalui
Lisbon, termasuk banyak rempah-rempah. (The Spice Notes of Fragrance, Glen O. Brechbill, 2012: 16)

Pencarian jalur laut ke sumber rempah ini melibatkan Portugis dan Spanyol, yang menghasilkan perjanjian
Tordesillas pada 7 Juni 1494 yang membagi dunia di luar Eropa antara Spanyol dan Portugal. Kemudian
dilanjutkan dengan Zaragoza pada 22 April 1529. Perjanjian ini menyebabkan, Spanyol melayari ke arah barat
dan Portugis ke arah timur.

Ekspedisi Portugis di bawah Pedro lvares Cabral merupakan ekspedisi Portugis pertama yang membawa
rempah dari India ke Eropa melalui Tanjung Harapan pada tahun 1501. Hal ini menandai dominasi Portugal di
jalur laut perdagangan ini.

Pada September 1519, Penjelajah Portugis Ferdinand Magellan di bawah Raja Charles V Spanyol melakukan
ekspedisi dengan 5 kapal untuk mencari Maluku mengikuti jalur barat. Pada tahun 1520 ia berlayar melalui
selat Patagonia yang kemudian dinamai Selat Magellan. Magellan terbunuh di Pulau Mactan, Filipina pada
April 1521.

Orang-orang yang selamat dari ekspedisi akhirnya berhasil mencapai Kepulauan Rempah-rempah, tetapi hanya
satu kapal, Victoria yang dikomandoi Sebastian del Cano yang pulang Spanyol pada 1522. Kapal ini membawa
pulang 26 ton cengkeh, puluhan karung pala, fuli, dan kayu manis, dan setumpuk kayu cendana harum yang
dibawa kembali ke Spanyol. Semua ini lebih dari cukup untuk menutupi semua biaya ekspedisi. (Frederik
Rosengarten Jr. The Book Of Spices, 1969: 26)

Penjelajah Inggris, Francis Drake, pada 1577-1580 melakukan ekspedisi mengelilingi dunia untuk melewati
Amerika Selatan melalui Selat Magellan. Ekspedisi ini mendapat sokongan Ratu Elizabeth I. Francis Drake
menggunakan Kapal “Pelican” yang kemudian diganti menjadi “Golden Hind”. Pada tahun 1580, Francis
Drake bersama Golden Hint kembali ke Pelabuhan Plymouth, dengan membawa kekayaan berupa enam ton
cengkeh dari Kepulauan Rempah. Jumlah itu sangat fantastis pada masa itu, karena harga cengkih sangat
bernilai pada masa itu.
Negara Eropa lain yang mencari sumber rempah adalah Belanda. Penjelajah Belanda Cornelis de Houtman
memimpin ekspedisi ke sumber rempah di Hindia Timur (Indonesia). Namun, sebelum ke Hindia Timur,
Cornelis de Houtman terlebih ke Portugal untuk memperoleh informasi mengenai perdagangan rempah.
Setelah kembali ke Belanda, Cornelis de Houtman memimpin ekspedisi ke Hindia Timur pada tahun 1595,
dengan empat kapal, Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan Duyfken.

Ekspedisi ini berhasil mencapai Banten dan membawa pulang muatan cengkeh, fuli, pala, dan hitam merica
(lada). Namun, dalam ekspedisi kedua ke Hindia Timur, Cornelis de Houtman terbunuh di Aceh.

Kedatangan Belanda ke Hindia Timur ini menjadi babak baru penguasaan perdagangan rempah. Perebutan
sumber ini menyebabkan, peperangan, kolonialisme dan perbudakan. Salah satu perang yang mungkin dicatat
antara Inggris dan Belanda. Pertempuran ini berakhir setelah diteken perjanjian Breda yang diteken 31 Juli
1667 antara Inggris, Republik Belanda, Prancis, dan Denmark, yang mengakhiri Perang Inggris-Belanda kedua
(1665–1667), dimana Prancis dan Denmark telah mendukung Belanda.

Perjanjian Breda ini menyebabkan, Pulau Run sebagai penghasil Pala di Maluku ditukar dengan Pulau
Manhattan di Amerika. Pulau Manhattan ini merupakan satu dari lima kota yang membentuk kota New York
saat ini. Perjanjian ini memaksa Inggris menerima Manhattan/New Netherland (New York, New Jersey) dan
beberapa pos terdepan di Afrika dari Belanda, dan merebut kembali Antigua, Montserrat, dan St. Kitts di
Hindia Barat dari Prancis. Belanda mempertahankan Suriname dan, di Hindia Timur, Pulau Run di Hindia
Timur. Prancis mempertahankan Guyana Prancis dan memulihkan Acadia dari Inggris.
(https://www.britannica.com/event/Treaty-of-Breda)

Ibu Engelina Pattiasina bersama Prof. MJ. Saptenno dan sejumlah akademisi dan berbagai komponen
masyarakat menyampaikan “Deklarasi Maluku” yang antara lain menyuarakan agar pemerintah dan semua
pihak memberikan perhatian terhadap Jalur Rempah (spice routes) tahun 2016 lalu. (foto: ist)

Dalam konteks Indonesia modern, Jalur Rempah semestinya memiliki tempat tersendiri dalam sejarah
Indonesia. Sebab, tanpa pencarian rempah sangat meragukan Indonesia yang kita kenal saat ini. Keberadaan
rempah melahirkan kolonialisme, silih berganti bangsa Eropa datang ke Nusantara. Terakhir, Belanda
menguasai nusantara yang dikenal sebagai Hindia Belanda. Wilayah Hindia Belanda ini di kemudian hari
diproklamirkan sebagai Indonesia. Sejatinya, Belanda yang menyatukan administrasi Indonesia. Sekali lagi,
kehadiran Belanda tidak lepas dari keberadaan rempah.

Jalur Rempah telah membawa perubahan dunia. Semua negara Eropa berkembang maju tidak lepas dari
pengaruh perdagangan rempah di masa lalu. Namun, ada ironi, karena penghasil rempah justru jauh tertinggal
di belakang dan hanya menjadi korban kolonialisme.

Pernyataan dari sejarawan yang menyatakan, “Rempah-rempah tidak hanya membuat pedagang kaya di
seluruh dunia — rempah-rempah itu mendirikan kerajaan yang luas, mengungkapkan seluruh benua kepada
orang Eropa, dan memberikan keseimbangan kekuatan dunia. Jika zaman modern memiliki awal yang pasti, itu
dipicu oleh perdagangan rempah-rempah”.

Jack Turner dalam Spice, The History of A Temptation (2005), misalnya menguraikan cukup baik sejarah
rempah pada masa silam. Rempah bukan sekadar penyedap masakan, seperti yang dikenal saat ini, tetapi
menjadi simbol kekuasaan dan kemakmuran. Dia juga memaparkan perjalanan panjang rempah nusantara pada
zaman kuno, dimana rempah menjadi barang mewah pada masanya.

Rempah telah mengubah dunia dan bahkan diyakini sebagai globalisasi pertama di muka bumi. Dampak
perdagangan dan pencarian sangat luas, mulai dari pertukaran kebudayaan, nilai kehidupan, agama, makanan
sampai dengan penyebaran penyakit.

Untuk itu, Indonesia perlu memprakarsai dan mendorong agar Jalur Rempah yang merupakan bagian dari
identitas Indonesia menjadi warisan dunia. Sebab, Jalur Rempah ini merupakan penghubung kehidupan di
dunia barat dan di dunia timur dari dulu, kini dan masa datang.

Bagi Indonesia, jalur rempah bukan saja sebagai warisan dunia tetapi juga merupakan identitas Indonesia.
Pencarian rempah di nusantara merupakan pemicu lahirnya kolonialisme, yang disatukan dalam wilayah
adminstrasi Hindia Belanda. Di kemudian hari Hindia Belanda ini diproklamirkan sebagai Indonesia. Jadi,
ketika melupakan jalur rempah tidak bedanya kita melupakan sejarah sendiri.

Anda mungkin juga menyukai