Bab Ii
Bab Ii
id
BAB II
A. Landasan Teori
1. Relawan
harga. Ford (2007) dalam Waikayi, Fearon, Morris dan McLaughlin (2012) dalam
relawan disampaikan oleh Oppenheimer (2008) dalam Waikayi et al., (2012) yaitu ketika
kemampuan atau jasa kepada organisasi dan mau tanpa ada paksaan. Merrill (2006)
atau kontribusi aktif dari waktu, energi atau talenta; tidak pernah dilihat sebagai
Merril (2006) dalam Waikayi et al., (2012) lebih lanjut menyampaikan bahwa
kerelawanan selalu dikaitkan dengan kebiasaan baik dari kegiatan santunan atau
organisasi relawan, meskipun jika alasan individu dari kerelawanan sangat bervariasi.
Ketika banyak peneliti banyak memperhatikan subjek kerelawanan, ada perbedaan dalam
definisi dan konseptual dari aktifitas relawan yang disampaikan peneliti (Barnes dan
Sharpe, 2009) dalam Waikayi et al., (2012). Beberapa peneliti menggunakan definisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sederhana dari aktifitas kerelawanan, yaitu karena untuk kepentingan umum dan tidak
dibayar. Definisi lain memasukkan kemungkinan keinginan pribadi dan kebutuhan untuk
mengenali kebutuhan (Barnes dan Shape, 2009) dalam Waikayi et al., (2012). Cohen
(2008) dalam Waikayi et al., (2012) menjabarkan konsep dari hubungan kemasyarakatan
dan kerelawanan memberikan komponen kunci dari perilaku kepentingan umum dan
timbal balik masyarakat. Fiorillo (2011) membagi motivasi relawan dalam dua kelompok
: satu kelompok fokus kepada penghargaan intrinsik dari menolong orang lain untuk
kepentingannya sendiri; kelompok yang lain termotivasi oleh penghargaan ekstrinsik dari
kelurahan/desa yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipilih dan dipercaya warga
berdasarkan kriteria luhur kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili
Peran utama BKM adalah mengawal penerapan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam
Anggota BKM terdiri dari 9 sampai dengan 13 orang sesuai kesepakatan masyarakat
kelurahan/desa, yang semuanya adalah relawan dan bekerja sebagai dewan sehingga
keputusan BKM adalah keputusan kolektif. Pemilihan anggota BKM dilakukan tanpa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dianggap memenuhi kriteria yang telah disepakati, dikumpulkan dan dihitung. Kemudian
dipilih 9 s/d 13 nama yang mendapatkan perolehan suara terbanyak sebagai anggota
BKM. Para anggota BKM tersebut kemudian memilih siapa diantara mereka yang akan
paksaan siapapun yang mereka anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan
mungkin adanya kampanye; karena yang dipilih adalah orang yang perbuatan sehari-
harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas, bukan perkataan (janji) tentang
masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah membandingkan dan
Baron dan Kenny (1986) dalam Williams, Vandenberg, dan Edwards, (2009),
menyatakan bahwa mediasi ditentukan oleh empat kondisi sebagai berikut : (a) variabel
variabel dependen, (d) ketika variabel mediator terkendali secara statistic, variabel
independen tidak lagi berhubungan dengan variabel dependen. Namun penelitian Kenny,
Kashy, dan Bolger (1998) dalam Williams, Vandenberg, dan Edwards, (2009)
menyatakan bahwa langkah satu dan empat tidak diperlukan, dan menyatakan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
langkah kedua dan ketiga sebagai syarat yang penting dan cukup dalam menentukan
suatu mediasi.
4. Teori Peran
Kahn et al., (1964) dalam Rizzo et al., (1970) mengenalkan teori peran pada
diharapkan individu tidak sesuai, maka dia akan mengalami stres, depresi, menjadi tidak
puas dan bekerja kurang efektif dibanding jika pengharapan tidak menyebabkan konflik,
sehingga dapat dilihat bahwa konflik peran dapat mempengaruhi secara negatif pikiran
kepuasan kerja bagi yang mengalami konflik peran yang tinggi. Khan et al., (1964) Rizzo
et al., (1970) menjabarkan teori peran dan meyarankan bahwa lingkungan organisasi
mempengaruhi harapan dari peran karyawan. Pengharapan ditekan dan bertindak normal
tidak sesuai dengan tujuan , kemampuan, nilai, dan kepercayaan karyawan. Singh et al.,
(1994) dalam Iqbal et al., (2013) menjelaskan bahwa konflik peran dapat terjadi pada
setiap organisasi.
5. Konflik Peran
Konflik peran menurut Rizzo et al., (1970) adalah kontradiksi peran yang
dirasakan seseorang dalam suatu organisasi. Glissmeyer et al., (1985) dalam Iqbal et al.,
tekanan antara satu peran yang tidak sesuai dengan tekanan mengambil alih peran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
lain. Sementara Cooper et al., 2001) dalam Iqbal et al., (2013) mendefinisikan konflik
peran ganda) yang dapat mengarah kepada reaksi emosional negatif hingga ketidak
berdasarkan sumber konfliknya (Greenhaus dan Beutell, 1985), yaitu konflik pekerjaan-
keluarga (konflik bersumber dari keluarga) dan konflik peran (konflik bersumber dari
peran, konflik intesender, dan konflik intrasender. Gross et al., (1958) dalam Rizzo
et al., (1970) menggunakan konflik peran intra dan inter yang ditekankan pada
dugaan ketidak cocokan dan pada perasaan tidak cocok. Rizzo et al., (1970)
2. Intra-sender conflict. Hal itu terjadi jika salah satu pengirim peran memberikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kriteria.
6. Stres Kerja
Menurut Lazarus dan Launier (1978) stres adalah situasi yang terjadi akibat
tuntutan lingkungan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan
dan dampaknya dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Stres kerja menurut Behr &
Newman (dalam Rice, 1999) kondisi dimana pekerjaan naik turun sehingga para pekerja
melakukan aktifitas yang sama. Interaksi dan kondisi kerja tersebut akan mempengaruhi
perubahan fungsi fisik dan psikologis dari seorang pekerja. Cooper (dalam Rice, 1999)
menghadapi tekanan, dimana tingkat stres setiap individu berbeda-beda dan bereaksi
sesuai perubahan lingkungan atau keadaan. Sekarang ini, konsep dari stres meluas secara
kontroversial, dan dijelaskan melalui beberapa cara (Keinan, 1997) dalam Michael, Court
1. Stres sebagai stimulasi stres merupakan stimulasi yang sangat kuat (pada waktu
sebelumnya. Istilah stres mengacu pada interaksi antara individu dengan lingkungan
Dalam penelitian stres, Kahn dan Byosiere (1992) dalam Michael et al., (2009)
melihat pengukuran konflik peran, ambiguitas peran, dan pekerjaan berlebih sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
faktor negatif yang berpengaruh pada karyawan secara fisik maupun psikologis. Dimensi
stres dikembangkan oleh Parker dan Decotiis (1983) yang terdiri dari dua komponen,
yaitu :
1. Stres waktu -
2. Gelisah
Mengelola stres kerja merupakan sesuatu yang harus ditekuni setiap saat dan hal
tersebut tidak hanya terjadi pada karyawan yang dibayar, akan tetapi juga pada relawan.
Relawan yang baik menghargai program, sebagai contoh menjadi relawan dalam jangka
waktu yang lama sebagai bagian dari pengelolaan stres kerja, akan tetapi sangat sedikit
organisasi atau pihak eksternal yang menghargai kerja baik dari relawan. Seringkali
relawan akan berhadapan dengan politik dan birokrasi serta tidak ada yang mengucapkan
terima kasih sehingga relawan akan menjadi mudah stres. Tanpa pemahaman yang jelas
maka tidak banyak keuntungan sebagai relawan menjadi terlupa sebagaimana mereka
terikat pada politik dan kepentingan individu. Mengelola stres kerja, baik itu di
lingkungan berbayar ataupun tidak menjadi kritis dalam seluruh manajemen stres.
Menjadi relawan dalam PNPM tidak hanya sekedar melakukan aturan dan
program yang diterapkan oleh PNPM, akan tetapi menghadapi masyarakat heterogen dan
rekan relawan lain dengan berbagai macam kepentingan, pengelolaan sumber daya waktu
dan kemampuan yang dimiliki relawan, serta keterikatan terhadap moral untuk membantu
sesama seringkali menjadikan beban pikiran bagi relawan yang pada akhirnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7. Komitmen affective
dengan organisasi, yaitu keinginan untuk mendedikasikan waktu dan usaha yang
nirlaba. Farmer dan Fedor (2001) dalam Hyejin, Ross dan Reio (2013) melihat bahwa
kontribusi relawan meningkat berdasarkan empat kondisi: ketika permintaan dari peran
relawan konsisten dengan tingkat kontribusinya; ketika interaksi sosial dengan relawan
lain meningkat; ketika peran investasi terikat kuat dengan organisasi; dan ketika motivasi
pemikiran bahwa alasan mengapa orang menjadi relawan dalam organisasi bisa
mengidentifikasi, dan berpartisipasi dalam organisasi (Meyer dan Smith, 2000). Secara
ringkas, komitmen affective adalah tingkat dimana anggota organisasi ingin terlibat
yang dirasa dari investasi mereka, dan biaya ketidakberlanjutan sebagai anggota
diidentifikasi oleh Meyer dan Allen (1997) dalam Hyejin et al., (2013) adalah hal yang
lumrah pada pembiayaan ekonomi, bukan masalah bagi relawan ( Cuskelly dan Boag,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2001). Demikian juga Dawley, Stephens dan Stephens (2005) mendukung gagasan bahwa
Meskipun pengorbanan pribadi relawan adalah faktor penting dalam konteks relawan, hal
tersebut dianggap Melyer dan Allen (1997) dalam Hyejin et al., (2013)secara khusus
terfokus pada sesuatu yang bersifat tradisional dan gaji karyawan. (Dawley et al., 2005).
Sehingga komitmen continuance dalam konteks relawan nirlaba dianggap sebagai poin
untuk tinggal dalam organisasi (Meyer dan Smith, 2000). Seseorang mungkin merasa
bahwa mereka harus tetap tinggal dalam organisasi karena mereka berpikir bahwa hal
tersebut secara moral adalah benar untuk terus berpartisipasi dalam organisasi yang sama
hubungannya dengan variabel yang lain. Penelitian Meyer et al. (2002) dalam Hyejin et
al., (2013) dengan meta analisis mengidentifikasi hubungan antara tiga bentuk komitmen
korelasi, dan konsekuensi. Mereka menemukan bahwa meskipun komitmen affective dan
tidak memiliki sesuatu yang khusus sebagai anteseden. Sebagai tambahan, penelitian
relawan sebelumnya secara konsisten menemukan koefisien reliabel yang rendah pada
Tiga model komponen komitmen organisasi ditunjukkan Meyer dan Allen (1997)
dalam Hyejin et al., (2013) yang menangkap budaya multidimensi dari komitmen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
untuk menyederhanakan komitmen affective. Penelitian Meyer dan Allen (1997) dalam
affective kuat akan termotivasi untuk mendapatkan kinerja yang lebih tinggi dan
membuat kontribusi yang lebih berarti dibanding karyawan dengan komitmen normative
seseorang pada organisasi dan tujuannya, menghasilkan persetujuan antara nilai individu
dan organisasi (Dordevic, 2004). Penelitian empiris Preston dan Brown (2004)
menghasilkan hubungan antara komitmen dan kinerja dari anggota dewan nirlaba yang
juga diilustrasikan bahwa komitmen affective memiliki hubungan yang kuat dengan
kinerja dewan. Penelitian ini juga hanya memasukkan komitmen affective sebagai
variabel komitmen yang paling penting dalam menguji hubungan antara motivasi
8. Kepuasan Kerja
merasakan pekerjaannya dan menegaskan emosi positif yang dihasilkan dari penilaian
menjabarkan bahwa kepuasan kerja merupakan perluasan dari yang disukai atau tidak
disukai seseorang dari pekerjaannya. Terdapat banyak aspek kepuasan kerja karyawan,
diantaranya adalah interaksi sosial, teman kerja, harga diri, karir, pekerjaan itu sendiri,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dalam aktifitas relawan tidak terpenuhi (Farrel, Johnston dan Twynam, 1998).
Review dari literatur menyebutkan bahwa terdapat penelitian secara luas pada
kepuasan kerja karyawan berbayar, namun kepuasan relawan belum banyak mendapat
perhatian dari peneliti (Wu, H., Suh, E., and Zhao, J., 2011). Gidron (1983) dalam Wu et
al., (2011) menjabarkan bahwa salah satu alasan yang diketahui mengenai kepuasan kerja
dari relawan adalah bahwa pekerjaan relawan lebih dikenal sebagai tindakan untuk
keseluruhan kepuasan relawan dikaitkan pada dua fakta dari konten pekerjaan (pekerjaan
itu sendiri dan penghargaan) dan dua fakta dari konteks pekerjaan (kenyamanan dan
B. Pengembangan Hipotesis
Beberapa aspek dunia kerja dihubungkan dengan stres. Aspek dari dunia kerja itu
sendiri dapat menjadikan sangat stres, yang disebut sebagai kerja berlebih / overload
(DeFrank dan Ivancevich, 1998; Sparks dan Cooper, 1999; Taylor et al., 1997) dalam
Fairbrother dan Warn, (1997) dan peran berdasarkan faktor seperti kurangnya
kemampuan, ambiguitas peran, dan konflik peran (Burke, 1988; Nelson dan Burke, 2000)
dalam Fairbrother dan Warn, (1997). Dalam penelitian Iqbal et al., (2013) menyebutkan
bahwa konflik peran memberikan pengaruh positif terhadap stres kerja dan pengaruh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
berpikir, kurangnya perhatian kepada organisasi dan rekan, dan berkurangnya tanggung
jawab (Greenberg dan Baron, 1995; Matteson dan Ivancevich, 1982) dalam Michael et
kepuasan kerja akibat dari meningkatnya stres Sebagai contoh, stres dihubungkan dengan
hasil kedudukan yang penting dari kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan perilaku
penarikan kerja karyawan (Naumman, 1993; Sullivan dan Bhagat, 1992; Tett dan Meyer,
1993; Williams dan Hazer, 1986) dalam Michael et al., (2009). Tingkat kerja yang tinggi
dihubungkan dengan kepuasan kerja yang rendah (Landsbergis, 1988; Terry et al., 1993)
dalam Michael et al., (2009) dan job stressors memprediksi ketidak puasan kerja dan
Dalam penelitian Michael et al., (2009) ditemukan bahwa stres berada dibelakang
menjadi menurun. Disebutkan juga bahwa stres tidak berpengaruh kepada komitmen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
continuance. Hal tersebut didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Khatibi et al.,
(2009) menyebutkan signifikansi dari hubungan negatif antara stres kerja dan komitmen
organisasi. Ketika stres kerja meningkat, maka komitmen organisasi menjadi turun, dan
banyak dilakukan, beberapa diantaranya penelitian (Kahn, 1964; Rizzo et al., 1970;
Keller et al., 1975) yang menyebutkan bahwa peran stressors, utamanya konflik peran
dan ambiguitas memberi pengaruh negatif terhadap menurunnya kepuasan kerja. Dalam
penelitian Yousef (2002) disebutkan bahwa konflik kerja dan ambiguitas peran memiliki
Theodorakis dan Goulimaris (2004) menjabarkan bahwa konflik peran dan ambiguitas
menyebabkan turunnya kepuasan dibanding pekerjaan itu sendiri dan supervisi sebagai
Siapapun dapat beralasan bahwa seseorang yang merasakan konflik peran tinggi
sebagai sumber stres maka dia akan sedikit berkomitmen kepada organisasi. Seperti
argumen yang disebutkan dalam beberapa literatur. Sebagai contoh, Oliver dan Brief
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(1978) dalam Yousef (2002) melaporkan hubungan negatif antara konflik peran dan
ambiguitas peran terhadap komitmen organisasi. Penelitian Zahra (1985) dalam Yousef
(2002) yang menjabarkan bahwa konflik peran secara negatif berpegaruh terhadap
komitmen organisasi dalam penggunaan satu sampel dan dua sampel, sedangkan
ambiguitas peran secara negatif berhubungan dengan komitmen organisasi dalam dua
sampel. King dan Sethi (1997) dalam Yousef (2002) mengemukakan bahwa hubungan
negatif antara peran stressors (konflik peran dan ambiguitas peran) dengan komitmen
afektif, dan hubungan positif antara peran stressors dengan komitmen continuance.
Sedangkan penelitian Judeh (2011) menyebutkan peran konflik peran dan ambiguias
peran sebagai mediasi hubungan antara sosialisasi dengan komtimen organisaional. Dari
perhatian yang sangat besar. Literatur organisasi secara empiris mendukung hubungan
positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Lok dan Crawford, 2001).
faktor yang berpengaruh dalam menjelaskan perilaku (Galindo-Khun dan Guzley, 2001;
Omoto dan Snyder, 1995). Secara ringkas, Galindo-Khun dan Guzley, (2001)
berhubungan dengan kepuasan relawan dan sering memprediksikan maksud untuk tinggal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang kuat terhadap pergantian relawan (Cuskelly dan Boag, 2001), maka dapat
diimplikasikan bahwa tingkat kepuasan kerja akan konsisten pada tingkat komitmen
organisasi dari waktu ke waktu. Penelitian Meyer dan Allen (1997) dalam Hyejin et al.,
(2013) menekankan bahwa karyawan yang menunjukkan komitmen affective kuat akan
termotivasi untuk mendapatkan kinerja yang lebih tinggi dan membuat kontribusi yang
lebih berarti dibanding karyawan dengan komitmen normative dan continuance. Karena
7. Mediasi Stres Kerja pada Pengaruh Konflik Peran dengan Kepuasan Kerja
Dalam penelitian Loure et al., (2009) Iqbal et al., (2013) menyimpulkan bahwa
stres yang dirasa memediasai hubungan antara gangguan pekerjaan rumah dengan
kepuasan kerja. Hubungan konflik peran dengan stres kerja yang dimediasi ketidak
amanan kerja adalah signifikan (Safaria et al., 2011) dalam Iqbal et al., (2013). Yousef
(2000) meneliti bahwa peran stressors tidak berpengaruh kepada kepuasan kerja secara
bersama-sama, tapi dapat berpengaruh pada kepuasan kerja secara terpisah. Penelitian
Wu dan Norman (2006) dalam Judeh (2011) menyebutkan hubungan negatif dari peran
stressors dan kepuasan kerja. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa konflik peran
memiliki pengaruh negatif yang kuat terhadap kepuasan kerja (Feldman, 1976; Bhagat et
al., 1985; Netemeyer et al., 1990) dalam Iqbal (2013). Berdasarkan uraian di atas, maka
dihipotesiskan :
kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian Iqbal et al., (2013) menyebutkan bahwa stres kerja memediasi
pengaruh konflik peran terhadap kepuasan kerja. Sedangkan penelitian Elangovan (2001)
menemukan bahwa hubungan kausal yang kuat antara stres dan kepuasan kerja (semakin
tinggi stres mengakibatkan rendahnya kepuasan) dan antara kepuasan dan komitmen
balik antara komitmen dengan keinginan untuk keluar (komitmen yang rendah
Komitmen afektif
Organisasi
Penelitian yang dilakukan Yousef (2002) menyebutkan peran kepuasan kerja sebagai
mediator dari pengaruh konflik peran dan ambiguitas terhadap komitmen organisasi,
bahwa peran stressors yaitu konflik peran dan ambiguitas peran secara langsung dan
negatif mempengaruhi kepuasan kerja. Ditemukan juga bahwa kepuasan kerja memediasi
komitmen afektif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai analisa mediasi kepuasan kerja dan stres kerja
pada pengaruh konflik peran terhadap komitmen organisasi. Penelitian ini merupakan
penyesuaian terhadap teori dinamika peran dari Kahn et al. (1964) dalam Rizzo et al., (1970)
akan mengalami stres, depresi, menjadi tidak puas dan bekerja kurang efektif dibanding jika
pengharapan tidak menyebabkan konflik, sehingga dapat dilihat bahwa konflik peran dapat
komitmen organisasi, akan tetapi kekurangan hubungan sebab akibat spesifik dengan
2003). Sebagai contoh, ketidak jelasan hubungan antara identitas organisasi dan komitmen
organisasi sebagai prediktor (Dorsch et al., 2002) dalam Taylor, Doherty dan McGraw
(2008) apakah langsung atau dimediasi oleh variabel yang lain. Mediator dipertimbangkan
sebagai variabel intervening melalui variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel
dependen (Baron dan Kenny, 1986). Berbagai penelitian (Turnley dan Feldman, 2000;
Yousef, 2002) menemukan bahwa kepuasan kerja memainkan peran mediasi dalam
hubungan antara jumlah pekerjaan terkait variabel sikap. Nazilah et al., (2012) juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat model spesifik pola hubungan kerangka teoritis
berikut :
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
STRES
KERJA
KOMITME
N
AFEKTIF
KONFLIK KEPUASAN
PERAN KERJA
Keterangan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Variabel Terikat : Komitmen Organisasi (KO), Kepuasan Kerja (KK), Stres Kerja (SK)
HIPOTESIS PENELITIAN :
H7 - Stres kerja memediasi hubungan antara konflik Peran terhadap Kepuasan kerja
H8 - Kepuasan kerja memediasi hubungan antara stres kerja terhadap Komitmen afektif
H9 - Kepuasan kerja memediasi hubungan antara konflik peran dengan komitmen afektif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user