Anda di halaman 1dari 5

4.

1 Konsep Kolaborasi

Kolaborasi merupakan sebuah kata yang memiliki banyak pengertian, baik secara
etimologis, terminologis, dan maupun pengertian dari para ahli. Kata kolaborasi merupakan kata
serapan dari collaborative yang secara etimologis berasal dari kata co dan labour yang dalam
bahasa berarti bersama dan tenaga kerja. Konsep kolaborasi secara terminologi menjelaskan
tentang adanya kerjasama yang dilakukan oleh beberapa orang dalam bentuk partnership dan
saling berbagi sosial, budaya dan pengalaman antara satu dengan yang lainnya (STAGICH,
1999). Selain itu, menurut beberapa ahli seperti Dillenbourg menjelaskan kolaborasi merupakan
sebuah kondisi dimana dua orang atau lebih berkumpul untuk membicarakan sesuatu, dan lebih
spesifiknya untuk menyelesaikan masalah (Dillenbourg, 1999). Kemudian menurut Barbara Gray
kolaborasi merupakan sebuah proses untuk mencari solusi bersama dalam sebuah masalah secara
konstruktif kemudian menghasilkan sesuatu yang melampaui batasan mereka sendiri – dikutip
dalam (London, n.d).

Dari beberapa penjelasan mengenai konsep kolaborasi yang telah diberikan diatas tidak
dapat memberikan pengertian yang pasti mengenai apa itu kolaborasi. Namun dapat disimpulkan
kolaborasi merupakan sebuah kesepakatan kerjasama yang terjadi antara dua atau lebih pihak
untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan. Dalam konsep kolaborasi terdapat beberapa
aktor yang terlibat, tentu saja dengan jumlah yang ada dapat memberikan ide-ide atau masukan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut seperti yang dikatakan David D.
Chrislip and Carl E. Larson bahwa adanya kolaborasi merupakan sebuah hubungan yang
menguntungkan dimana para aktor bekerjasama untuk membagi tanggung jawab, wewenang, dan
akuntabilitas sehingga mencapai hasil bersama (Larson, 1994).

Dalam melakukan kolaborasi hal yang paling penting adalah memiliki sikap saling
percaya satu dengan yang lain. Sikap tersebut paling diutamakan sebab konsep kolaborasi pada
dasarnya adalah kerjasama untuk menyelesaikan masalah. Sehingga diperlukan adanya
kepercayaan antara berbagai pihak yang bertujuan untuk menyelaraskan pandangan mereka demi
mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan adanya berbagai aktor yang terlibat dalam
sebuah kolaborasi, secara tidak langsung konsep kolaborasi dapat mencangkup adanya
pembuatan kebijakan atau keputusan bersama. Seperti yang dijelaskan oleh Patrick Sanaghan
kolaborasi merupakan proses komunikasi dimana setiap pihak yang terlibat saling memberikan
ide dan masukan sebagai dasar dari pengambilan kebijakan bersama, dimana kebijakan yang
dibuat dapat saling diterima terutama terkait alokasi sumberdaya (Sanaghan, 2015).

Penjelasan mengenai konsep kolaborasi memiliki berbagai pengertian sesuai dengan


kolaborasi apa yang akan dilakukan oleh pihak tersebut. Dengan berbagai penjelasan mengenai
konsep dari kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi yang memiliki berbagai model yang
tidak hanya terpaku pada sebuah tindakan kerjasama antar beberapa pihak saja. Jika ditelusuri
lebih lanjut bentuk dari kolaborasi memiliki beberapa perbedaan seperti dalam sifat dan
tujuannya sehingga tidak ada gambaran yang pasti terhadap konsep kolaborasi itu sendiri.
4.3 Perkuatan Kelembagaan lokal

Kelembagaan lokal pada sebuah kawasan atau daerah memiliki peranan penting bagi
kehidupan bermasyarakat dikawasan tersebut. Kelembagaan lokal pada dasarnya adalah sebuah
kelompok yang terorganisir secara efektif untuk mengatasi permasalahan yang ada di daerah
tersebut baik yang secara general maupun secara kompleks (Gittell,et al, 2009). Hal tersebut
disebabkan masyarakat lebih akan terbuka oleh orang yang telah mereka kenal sehingga
kelompok lokal sangat berperan penting dalam penyelesaian masalah yang ada dalam struktur
masyarakat di daerah tersebut. Selain mengatasi permasalahan yang ada, kelompok lokal juga
berperan dalam peningkatan pelayanan dan pengembangan infrastruktur yang ada. Dalam buku
yang sama Gittel juga menyebutkan bahwa kelembagaan lokal bekerja sama dengan warga
setempat untuk meningkatkan infrastruktur terutama pembangunan berkelanjutan yang dapat
meningkatkan lapangan kerja, pengambilan keputusan, pengembangan kepemimpinan, dan
pembangunan aset milik masyarakat.

Adanya kelembagaan lokal tidak lepas dari struktur sosial yang ada dalam masyarakat
tersebut. Struktur sosial menurut Nan Lin di definisikan dalam susunan masyarakat yang
meliputi adanya seperangkat unit sosial yang berbeda, adanya struktur hierarkis dalam suatu
otoritas, memiliki akses kedalam sumber daya, dan adanya pembuat kebijakan (LIN, 2004).
Seperti yang disampaikan oleh Nan Lin bahwa kelembagaan lokal tidak jauh dari wadah yang
dibutuhkan oleh masyarakat untuk menaungi kepentingan kepentingan yang ada dalam
masyarakat. Sekaligus membantu masyarakat untuk menyalurkan apa yang diinginkan. Selain
pada struktur sosial, kelembagaan lokal juga membantu dari aspek pemerintahan. Terutama pada
saat perubahan paradigma dari government menjadi governance hal tersebut juga mempengaruhi
terhadap adanya kelembagaan lokal. Seperti pada pemikiran Rhodes mengenai konsep good
governance bahwa pemerintah tidak hanya meliputi aparatur saja, namun sektor swasta dan
kepentingan masyarakat juga ikut ambil bagian didalamnya (R.A.W. Rhodes, 1997). Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kelembagaan lokal juga membantu untuk
membangun pemerintahan yang baik sesuai dengan pemikiran Rhodes.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan pentingnya sebuah kelembagaan lokal dalam
masyarakat. Dalam memperkuat atau meningkatkan kapabilitas dari sebuah kelembagaan lokal,
yang pertama dimulai dari individu yang tergabung dalam kelompok tersebut. Menurut Crispin
dalam membangun kapasitas dari anggota dapat dengan melakukan program program yang dapat
meningkatkan kualitas dari individu tersebut, seperti mengadakan program evaluasi, membangun
kerjasama dengan akademisi, dan memberikan program pelatihan yang terarah sesuai tujuan
(Goytia, et al, 2013). Selain meningkatkan kemampuan dari para anggotanya, organisasi tersebut
juga dapat dilibatkan dalam sebuah proyek kerja sama. Selain itu, dalam buku Promoting
Community Organizing Marylin dkk menuliskan juga bahwa dalam memperkuat kelembagaan
lokal dari segi manusia nya dapat dengan membangun hubungan erat atar anggota. Membangun
hubungan yang dimaksud adalah pembangunan organisasi tersebut juga memiliki tujuan untuk
membangun hubungan yang lebih menekankan pada perluasan jaringan(Gittel, et al, 2009).
Dalam jurnal yang sama sebelumnya Crispin juga menuliskan bahwa melibatkan masyarakat
dalam sebuah proyek juga dikategorika sebagai penguatan kelembagaan lokal. Hal tersebut
dikarenakan dengan adanya keterlibatan organisasi tersebut dalam proyek, mereka dapat
mengeksplorasi dan memiliki pengetahuan terkait sumber daya yang ada dan dapat menjalin
hubungan baik dengan Mitra masyarakat memiliki keahlian dan jaringan yang sangat
berharga(Goytia, et al, 2013).

Bibliography
Marilyn Gittell, Charles Price, and Barbara Ferman. (2009). COMMUNITY COLLABORATIONS
: Promoting Community Organizing. Los Angeles: The Howard Samuels Center.

Crispin N. Goytia, Lea Todaro-Rivera, Barbara Brenner, Peggy Shepard, Veronica Piedras,
Carol Horowitz. (2013). Community Capacity Building: A Collaborative Approach to
Designing a Training and Education Model. Progress in Community Health
Partnerships: Research, Education, and Action, 291-299 .

Dillenbourg, P. (1999). What do you mean by collaborative learning? Collaborative learning:


Cognitive and Computational Approaches., 1-19.

Larson, D. D. (1994). Collaborative Leadership: How Citizens and Civic . San Francisco:
Jossey-Bass.

LIN, N. (2004). NAN LIN : A Theory of Social Structure and Action. Cambridge: Cambridge
University Press.
London, S. (n.d). COLLABORATION AND COMMUNITY. Civic Change, 2.

Patrick Sanaghan & Jillian Lohndorf. (2015). COLLABORATIVE LEADERSHIP: THE NEW
LEADERSHIP STANCE. Philadelphia: ACADEMIC IMPRESSIONS.

R.A.W. Rhodes. (1997). Understanding Governance: Policy Networks,Governance, reflextivity


and Accountability . Buckingham: Open University Press.

STAGICH, T. M. (1999). A Collaborative Model for Organizational Transformation.


International Journal of Value-Based Management, 259.

Anda mungkin juga menyukai