Anda di halaman 1dari 145

ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

BAB 1
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS
(SNI 1964:2008)

1.1 Teori Dasar

Analisa saringan adalah penentuan persentase berat butir agregat yang lolos dari satu
set saringan kemudian angka-angka persentase digambarkan pada grafik pembagian butir.
Sifat-sifat suatu macam agregat tertentu banyak tergantung kepada ukuran butirnya. Oleh
karena itu, pengukuran besarnya butiran agregat merupakan suatu percobaan yang sangat
penting dilakukan dalam bidang ilmu bahan. Besarnya butiran menjadi dasar untuk
pemberian atau klasifikasi nama kepada macam-macam agregat tertentu. Analisa saringan
dilakukan dengan cara mengayak dengan menggetarkan contoh agregat kasar melalui
analisa satu set ayakan, dimana lubang- lubang atau diameter dari ayakan tersebut
berurutan dan makin kecil. Analisa saringan ini dilakukan pada agregat halus yang
diayak dengan saringan berdiameter #9,52 mm, #4,75 mm, #2,36 mm, #1,18 mm,
#0,600 mm, #0,300 mm, #0,150 mm, #0,075 mm, pan.

Dalam analisis saringan, sejumlah saringan yang memiliki ukuran lubang


berbeda-beda disusun dengan ukuran yang terbesar di atas yang kecil. Contoh
agregat halus yang akan diuji dikeringkan dalam oven,. Agregat halus yang
tertahan pada masing-masing saringan ditimbang dan selanjutnya dihitung
persentase dari agregat halus yang tertahan pada saringan tersebut. Bila Wi
adalah berat agregat halus yang tertahan pada saringan ke-i (dari atas susunan
saringan).

Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan presentasi agregat halus


dalam campuran. Adapun modulus kehalusan yang disyaratkan untuk agregat
halus yaitu 2.1 – 3.7. Gradasi gabungan dari agregat halus untuk beton kelas II
,mutu K-125 dan mutu lebih tinggi harus ditentukan dengan cara analisis
saringan dengan menggunakan saringan standard ISO 63-31,5-16.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau
mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-F).
Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu
beton semen hidraulik atau adukan. Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat
merupakan butir‐butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang
berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat beruppa ukuran
besar mauppun kecil atau fragmen‐fragmen.

Mulanya kata agregat ini menyeruak terutama dalam bidang konstruksi di


lingkungan penutur bahasa inggris mengacu pada bahan-bahan mineral tidak
bergerak, misalnya pasir, debu, batu, kerikil, pecahan batu yang bercampur
semen, kapur, atau bahan aspal. Ketika kita menghimpun benda atau sesuatu
yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan, kita seakan menyusun sebuah
gundukan atau tumpukan, di mana ujung tumpukan berasosiasi dengan
pencapaian. Proses pengumpulan inilah yang disebut agregat. Agregat
merupakan komponen utama dari struktur perkerasan perkerasan jalan, yaitu
90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 –85% agregat
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan
ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan
material lain.

Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan
ukuran secara alamiah (misalnya kerikil). Agregat alami dapat diklasifikasikan
kedalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi, yaitu agregat beku, agregat
sedimen, dan agregat metamorf, yang kemudian dibagi lagi menjadi kelompok-
kelompok yang lebih kecil, yaitu:
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

1. Pasir galian

Pasir galian ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara
menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan
bebas dari kandungan garam.
2. Pasir sungai

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir
halus dan bulat-bulat akibat proses gesekan. Pada sungai yang dekat dengan
hutan kadang-kadang banyak mengandung humus.
3. Pasir pantai

Pasir pantai ialah pasir yang diambil dari pantai. Pasir pantai berasal dari
sungai yang mengendap di muara sungai (di pantai) atau hasil gerusan air di
dasar laut yang terbawa arus air laut dan mengendap di pantai. Pasir pantai
biasanya berbutir halus. Bila merupakan pasir dari dasar laut maka pasirnya
banyak mengandung garam. Oleh karena itu maka sebaiknya pasir pantai
diperiksa dulu sebelum di pakai. Jika mengandung garam maka sebaiknya
dicuci dulu dengan air tawar sebelum tawar sebelum dipakai.
Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral
lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan. Agregat adalah material granular,
misalnya pasir, kerikil, batu pecah. Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat
merupakan butir‐butir batu pecah, kerikil, pasir dan W adalah berat agregat
halus total, maka presentase berat yang tertahan adalah :
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

Berat tertahan
%tertahan= x100% (1.1)
Berat total

Atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk
mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil. Agregat halus adalah agregat
yang semua butirannya menembus ayakan dengan lubang 4,8mm. Agregat halus
terdiri dari pasir alam, pasir buatan/pecah, atau kombinasi dari keduanya. Ciri-ciri
agregat halus adalah sebagai berikut :
a. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh
garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah
10% berat. Sedangkan jika dipakai magnesium sulfat.
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat
kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus di cuci.

Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-2002 adalah


sebagai berikut:
1. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.
2. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh
garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah
10% berat. Sedangkan jika dipakai magnesium sulfat.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat
kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus di cuci.

4. Modulus halus butir (fineness modulus) ialah suatu indeks yang sering
dipakai untuk menjadi ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat.
Modulus halus butir (MHB) ini didefinisikan sebagai jumlah persen
kumulatif dari butir-buitr agregat yang tertinggal di atas suatu set ayakan dan
kemudian dibagi seratus.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

∑ % Tertahan
Modulus halus butir = (1.2)
100

Berbagai standar menyarankan dan menetapkan batas-batas susunan yang baik


untuk agregat beton, guna dapat mencapai mutu beton yang baik dan ekonomis.
Gradasi agregat dan k maksimum besar butiran erat hubungannya dengan
besarnya luas permukaan agregat, banyaknya air pengaduk yang diperlukan dan
kadar semen dalam beton. Gradasi yang baik akan memberikan tingkat yang
optimal untuk mendapatkan density dan kekuatan beton yang maksimum.
Penyaringan merupakan metode yang biasanya secara langsung untuk
menentukan ukuran partikel dengan didasarkan pada batas-batas bawah ukuran
lubang saringan yang digunakan. Batas terbawah dalam saringan adalah ukuran
terkecil untuk partikel pasir. Ukuran saringan yang umum digunakan untuk
menentukan ukuran partikel tanah.
Menurut SNI 03 – 2834 – 2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal. Gradasi pasir dibedakan menjadi 4 zona yaitu :
1. Daerah gradasi zona 1 : gradasi pasir kasar

2. Daerah gradasi zona 2 : gradasi pasir sedang

3. Daerah gradasi zona 3 : gradasi pasir halus

4. Daerah gradasi zona 4 : gradasi pasir sangat halus


ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

1.2 Maksud

Maksud dari percobaan Analisa Saringan Agregat Halus adalah sebagai


acuan dan pegangan dalam pemeriksaan untuk menentukan pembagian
butir (gradasi) agregat halus dengan menggunakan saringan.

1.3 Tujuan Pengujian

Tujuan dari percobaan Analisa Saringan Agregat Halus adalah untuk


memperoleh distribusi besaran atau jumlah presentase butiran agregat
halus. Sehingga distribusi yang diperoleh dapat ditampilkan dalam tabel
atau grafik.

1.4 Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam percobaan Analisa Saringan Agregat


Halusadalah Abu Batu.

1.5 Peralatan Pengujian

2 Satu set saringan dengan besaran saringan no : 3/4; 1/2; 3/8; 4; 8; 16;
30; 50; 100; 200.
3 Mesin Pengguncang (Sieve Shaker).

4 Timbanga elektrik.

5 Drying oven dengan suhu ±105o C.

6 Kuatring (alat pemisah benda uji).

7 Dessicator.

8 Cawan.

9 Pan.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

10 Kuas.

11 Sendok
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

1.6 Cara Kerja

1. Mengambil benda uji abu batu, kemudian menuangkannya ke dalam


kuatring (alat pemindah benda uji) untuk memperoleh 2 sampel yang
seragam, kemudian mengambil salah satu bagian dari benda uji
tersebut.
2. Memindahkan benda uji kedalam cawan yang telah disiapkan,
kemudian memasukkan benda uji kedalam Drying Oven selama
±24jam dengan suhu
±105o C.
3. Mengeluarkan benda uji dan memasukannya kedalam desikator atau
memindahkannya hingga dingin atau sampai beratnya tetap.
4. Menimbang benda uji abu batu setelah dingin.
5. Kemudian menyusun saringan berdasarkan urutan nomor 3/8; 4; 8;
16; 30; 50; 100; 200; dan pan.
6. Memasukkan benda uji kedalam saringan yang telah tersusun,
kemudian mengayak benda uji yang telah dimasukkan dalam
saringan dengan Electrical Sieve Shaker (mesin pengguncang
elektrik) selama 15 menit.
7. Menimbang berat benda uji abu batu yang tertahan pada masing
masing saringan.
8. Mencatat hasil timbangan dan melakukan perhitungan % tertahan
dan modulus halus butir.

1.7 Diagram Alir

Buat 2 sempel yang beragam J


Siapkan benda uji
Abu batu

PRAKTIKUM PERKERASAN
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

Masukan bendauji kedalam cawan,lalu


oven selama 24 jam dengan suhu ±105o
C.

Keluarkan dari oven lalu masukan ke dalam


desikator,timbang benda uji setelah dingin

Masukan benda uji ke dalam saringan dengan urutan


3/
4 ; 1/2 ; 3/8; 4; 8; 16; 30; 50; 200; dan pan.Lalu mulai
ayak dengan alat Electrical Sieve Shaker (mesin
pengguncang elektrik) selama 15 menit.

Menimbang benda uji sesuai yang


tertahan pada saringan

Catat hasil timbangan dan


hitung berdasarkan %

1.8 Data Pengamatan dan Perhitungan


1.8.1 Data Pengamatan
Tabel 1.1 (Terlampir)
1.8.2 Perhitungan
1. Abu Batu
a) Perhitungan Komulatif Berat Tertahan
Sieve No :
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

3/ = 0 gram
4

1/ = 0 gram
2

3/ = 0 gram
8

4 = 0 gram
8 = 500,5 gram = 500,5 gram
16 = 606 gram = 1106,5 gram
30 = 537,5 gram = 1644 gram
50 = 427 gram = 2071 gram
100 = 256,5 gram = 2327,5 gram
200 = 200,5 gram = 2528 gram
Pan = 462 gram = 2990 gram

b) Perhitungan Komulatif % Tertahan


∑𝐊𝐨𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
Komulatif % Tertahan = ( ) x 100 (1.3)
∑B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐒𝐚𝐦𝐩𝐥𝐞

𝟎
3/4 = ( ) x 100 % = 0%
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟎
1/2 = ( ) x 100 % = 0%
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟎
3/8 = ( ) x 100 % = 0%
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟎
4 = ( ) x 100 % = 0%
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟓𝟎𝟎,𝟓
8 = ( ) x 100 % = 16,73 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟏𝟏𝟎𝟔,𝟓
16 = ( ) x 100 % = 37,00 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟏𝟔𝟒𝟒
30 = ( ) x 100 % = 54,98 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟐𝟎𝟕𝟏
50 = ( ) x 100 % = 69,26 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟐𝟑𝟐𝟕,𝟓
100 = ( ) x 100 % = 77,84 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

𝟐𝟓𝟐𝟖
200 = ( ) x 100 % = 84,54 %
𝟐𝟗𝟗𝟎
𝟐𝟗𝟗𝟎
Pan = ( ) x 100 % = 100 %
𝟐𝟗𝟗𝟎

c) Perhitungan Komulatif % Lolos


Komulatif % Lolos = 100 % - % Berat Tertahan (1.4)

3/4 = 100 % - 0 % =0%

1/2 = 100 % - 0 % =0%


3/8 = 100 % - 0 % =0%
4 = 100 % - 0 % =0%

8 = 100 % - 16,73 % = 83,27%

16 = 100 % - 37,00 % = 63,00 %

30 = 100 % - 54,98 % = 45,02 %

50 = 100 % - 69,26 % = 30,74%

100 = 100 % - 77,84 % = 22,16 %

200 = 100 % - 84,54 % = 15,46 %


Pan = 100 % - 100 % =0%

d) Perhitungan FM (Finnes Modulus)


∑ % B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
FM (Finnes Modulus) = (1.5)
𝟏𝟎𝟎

𝟎+𝟎+𝟎+𝟎+𝟏𝟔,𝟕𝟑+𝟑𝟕,𝟎𝟎+𝟓𝟒,𝟗𝟖+𝟔𝟗,𝟐𝟔+𝟕𝟕,𝟖𝟒+𝟖𝟒,𝟓𝟒
FM =
𝟏𝟎𝟎

= 3,40

1.9 Kesimpulan dan Saran


1.9.1 Kesimpulan
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I

Berdasarkan hasil percobaan Analisa Saringan Agregat Halus didapat


(FinnesModulus) Abu Batu = 3,40
Benda Uji FM SNI Keterangan

Abu Batu 3,40 1,50 - 3,8 Tidak Sesuai SNI

1.9.2 Saran
a. Praktikan harus teliti pada saat menimbang setiap saringan yang
digunakan.
b. Menjaga agar ketika membuka saringan benda uji tidak bertebaran
kemana – mana.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS BAB I
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK

LAMPIRAN
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS
(SNI ASTM C136:2012)
No. Lampiran : 1.1 Tanggal :
Jenis material : Agregat Halus
Dikerjakan oleh : Kelompok E
(Pasir)
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa :
Berat Contoh : -

Tabel 1.1 Data Pengamatan


No. Berat Komulatif
Saringan Tertahan ∑ Tertahan % Tertahan % Komulatif
3/ 0 0 0 0
4

1/ 0 0 0 0
2

3/ 0 0 0 0
8

4 0 0 0 0
8 500,5 500,5 16,73 83,27
16 606 1106,5 37,00 63,00
30 537,5 1644 54,98 45,02
50 427 2071 69,26 30,74
100 256,5 2327,5 77,84 22,16
200 200,5 2528 84,54 15,46
Pan 462 2990 100 0
Total 2990

Mengetahui
Asisten Lab. Teknik Sipil

NIM.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

BAB 2
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR

2.1 Teori Dasar

Salah satu bahan yang sering dipakai untuk membuat aspal adalah Agregat.
Agregat halus yang akan diuji dikeringkan dalam oven,. Agregat halus yang
tertahan pada masing-masing saringan ditimbang dan selanjutnya dihitung
persentase dari agregat halus yang tertahan pada saringan tersebut. Klasifikasi
Agregat adalah sebagai berikut:
1. Agregat Kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan
No. 4 (4,75 mm)

2. Agregat Halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No. 4 (4,75 mm)

3. Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang


minimum 55% lolos saringan No. 200 (0,075 mm), non plastis, tidak
mengandung bahan organik, tidak menggumpal, kadar air maksimal
1%. (I Wayan).

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul


beban lalu- lintas. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain
(Sukirman, 1999):
1. Gradasi
Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal yang
penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi mempengaruhi
rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan
dalam proses pelaksanaan.

Garadsi agregat dapat dibedakan atas:


a. Gradasi Seragam (uniform graded) atau terbuka
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung


agregat halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar
agregat. Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan laisan
perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan
berat volume kecil.
b. Gradasi rapat (dense graded) atau bergradasi baik (well graded)
Adalah campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang
berimbang. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis
perkerasan denganstabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.
c. Gradasi buruk (poorlygraded) atau gradasi senjang
Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit
sekali. Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk
lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah. Agregat dengan gradasi
senjang menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak
diantara kedua jenis di atas.

2. Ukuran Maksimum Agregat


Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi
dari kecil sampai besar. Terdapat dua cara untuk menyatakan partikel
agregat yaitu:
a. Ukuran maksimum agregat
Ukuran saringan terkecil dimana agregat lolos saringan tersebut
sebanyak 100%.
b. Ukuran nominal maksimum
Ukuran saringan terbesar dimana agregat tertahan tidak lebih dari 10%.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

3. Kadar Lempung
Lempung memengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena:
a. Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan
antara aspaldan agregat berkurang.
b. Lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal
bertambah.
Dengan kadar aspal sama menghasilkan tebal lapis perkerasan yang
lebih tipis yang dapat mengakibatkan lapisan teroksidasi sehingga
lapisan cepat rapuh dangetas.
c. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan
aspal.

4. Daya tahan agregat


Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya
penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat yang
digunakan harus mempunyai daya tahan terhadap pemecahan (degradasi)
yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, ataupun
oleh beban lalu lintas.

5. Bentuk dan tekstur permukaan


Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapis perkerasan
yang dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat berbentuk
bulat, lonjong, pipih dan kubus. Agregat berbentuk kubus paling baik
digunakan sebagai material perkerasan jalan. Agregat berbentuk kubus
mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga mempunyai daya
saling mengunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan
lebih tahan terhadap deformasi.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

6. Daya lekat terhadap aspal

Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan


atas dua bagian yaitu:
a. Sifat mekanis yang tergantung dari:
- Pori-pori dan absorbsi
- Bentuk dan tekstur permukaan
- Ukuran butir
b. Sifat kimiawi dari agregat.

7. Berat Jenis Agregat


Dalam kaitan perencanaan campuran aspal, berat jenis adalah suatu rasio
tanpa dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air
yang volumenya sama dengan benda tersebut. Sebagai standar
dipergunakan air pada suhu 4ºC karena pada suhu tersebut air memiliki
kepadatan yang stabil. Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti
gambar dibawah ini (Krebs and Walker, 1971).

Rumus untuk analisa saringan agregat kasar :

B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
%tertahan = x 100 % (2.1)
B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥

∑ % 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
Modulus halus butir = (2.2)
𝟏𝟎𝟎

2.2 Maksud

Maksud dari percobaan ini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam
pemeriksaan untuk menentukan butir gradasi kasar dengan menggunakan
saringan.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

2.3 Tujuan Pengujian

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperoleh distribusi besaran


atau jumlah persentase butiran agregat halus. Distribusi yang diperoleh dapat
ditunjukan dalam table atau grafik.

2.4 Benda Uji

Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah split 1-2 dan sreening

2.5 Alat – Alat yang Digunakan

1. Satu set saringan no. 3/4; 1/2; 3/8; 4; 8; 16; 30; 50; 100; 200 atau ukuran
ayakan #19,1mm, #12,7mm, #9,52mm, #4,75mm, #2,36mm, #1,18mm,
#0,600mm, #0,300mm, #0,150mm, #0,075mm dan pan.
2. Mesin pengguncang (sieve shaker)
3. Timbangan elektrik.
4. Oven.
5. Kuatring (alat pemisah benda uji).
6. Desikator.
7. Cawan.
8. Pan.
9. Kuas.
10. Sendok.

2.6 Cara Pengujian

1 Ambil benda uji agregat kasar Split 1-2 (Lolos saringan no. ¾
tertahan no.3/8) dan Screening (lolos saringan no. 3/8 tertahan no.4)
masing-masing sebanyak 1000 gram.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

2 Memindahkan benda uji kedalam cawan yang telah disiapkan,


kemudian masukan kedalam oven selama ± 24 jam denga suhu 110
± 5 ̊.
3 Setelah dioven selama ± 24 jam dengan suhu 110 ± 5 ̊ keluarkan
benda uji dan masukan kedalam desikator atau diamkan hingga
dingin (suhu ruang) sampai beratnya tetap.
4 Setelah dingin (suhu ruang), kemudian timbang benda uji tersebut.
5 Menyiapkan saringan no. 3/4, 1/2, 3/8, 4, 8, 16, 30, 50, 100, 200 dan pan
serta timbang masing – masing beratnya.
6 Susun saringan berdasarkan urutan no. 3/4, 1/2, 3/8, 4, 8, 16, 30, 50, 100,
200 dan pan.
7 Masukan benda uji kedalam saringan yang telah tersusun, kemudian
mengayaknya dengan mesin pengguncang (sieve shaker) selama 15
menit.
8 Menimbang berat benda uji yang tertahan pada masing – masing
saringan.
9 Mencatat hasil timbangan dan melakukan perhitungan % tertahan dan
modulus halus butir dengan rumus sebagai berikut:

B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
%tertahan = x 100 % (2.3)
B𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥

∑ % 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
Modulus halus butir = (2.4)
𝟏𝟎𝟎

2.7 Diagram Alir

MULAI

Mengambil benda uji berupa Split 1-2 = lolos saringan no. ¾


tertahan no. 3/8).
split 1-2 dan Screening.
Screening = lolos saringan no.
a ing-ma ing sebanyak
1250 gram.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASA R BAB II

Masukkan benda uji kedalam


oven dengan suhu 110 ± 5°
selama 24 jam.

Mengeluarkan benda uji dan


diamkan hingga benda uji dingin
(suhu ruang). Lalu menimbang
sebanyak 1000 gram.

Menyiapkan saringan no. 3 , 1 , 3 , 4, Menyusun saringan berdasarkan


428
8, 16, 30, 50, 100, 200 dan pan. Dan urutan no. 3 , 1 , 3 , 4, 8, 16, 30, 50,
4 2 8
menimbang masing-masing beratnya. 100, 200 dan pan.

Memasukkan benda uji (1000gr)


kedalam saringan yang telah disusun,
lalu mengayak selama 15 menit
dengan mesin sieve shaker.

Menimbang berat benda uji yang


tertahan pada msing masing
saringan

Mencatat hasil timbangan sesuai


dengan blanko yang tersedia.

SELESAI

2.8 Data Pengamatan dan Data Perhitungan

2.8.1 Data Pengamatan

Tabel 2.1 Data Pengamatan Analisa Saringan Agregat Kasar (Terlampir)


ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

Tabel 2.2 Data Pengamatan Analisa Saringan Agregat Kasar (Terlampir)

2.8.2 Data Perhitungan

2.8.2.1 Split 1-2 = 1000 gram

1) Perhitungan komulatif berat tertahan

Saringan no:
3/ = 0 gram
4

1/ = 1042,5 gram = 1042,5 gram


2

3/ = 802,0 gram = 1844,5 gram


8

4 = 607,5 gram = 2452 gram


8 = 420,0 gram = 2872 gram
16 = 417,0 gram = 3289 gram
30 = 415 gram = 3704 gram
50 = 404 gram = 4108 gram
100 = 243 gram = 4351 gram
200 = 197 gram = 4548 gram
Pan = 455,5 gram = 5003,5 gram

2) Perhitungan komulatif % tertahan

Saringan no:
𝟎
3/4 = ( ) x 100 % = 0%
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟏𝟎𝟒𝟐,𝟓
1/2 = ( ) x 100 % = 20,83 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟏𝟖𝟒𝟒,𝟓
3/8 = ( ) x 100 % = 36,86 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟐𝟒𝟓𝟐
4 = ( ) x 100 % = 49,00 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

𝟐𝟖𝟕𝟐
8 = ( ) x 100 % = 57,39 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟑𝟐𝟖𝟗
16 = ( ) x 100 % = 65,73 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟑𝟕𝟎𝟒
30 = ( ) x 100 % = 74,02 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟒𝟏𝟎𝟖
50 = ( ) x 100 % = 82,10 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟒𝟑𝟓𝟏
100 = ( ) x 100 % = 86,95 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟒𝟓𝟒𝟖
200 = ( ) x 100 % = 90,89 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓
Pan = ( ) x 100 % = 100 %
𝟓𝟎𝟎𝟑,𝟓

3) Perhitungan komulatif % lolos


Saringan no:

3/4 = 100 % - 0 % =0%

1/2 = 100 % - 20,83 % = 79,17 %


3/8 = 100 % - 36,86 % = 63,14 %
4 = 100 % - 49,00 % = 51,00 %

8 = 100 % - 57,39 % = 42,61%

16 = 100 % - 65,73 % = 34,27 %

30 = 100 % - 74,02 % = 25,98 %

50 = 100 % - 82,10 % = 17,9%

100 = 100 % - 86,95 % = 13,05 %

200 = 100 % - 90,89 % = 9,11 %


Pan = 100 % - 100 % =0%
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

4) Perhitungan FM (Finnes Modulus)


∑ % Berat tertahan
FM (Finnes Modulus) =
100

0+20,83+36,86+49,00+57,39+65,73+74,02+82,10+86,95+90,89
FM =
100

=5,63

2.8.2.2 Screening = 1000 gram

1) Perhitungan komulatif berat tertahan

Saringan no.
3/ = 0 gram
4

1/ = 0 gram
2

3/ = 0 gram
8

4 = 744,5 gram = 744,5 gram


8 = 1039,5 gram = 1784 gram
16 = 427,5 gram = 2211,5 gram
30 = 432,5 gram = 2644 gram
50 = 418,5 gram = 3062,5 gram
100 = 261 gram = 3323,5 gram
200 = 215,5 gram = 3539 gram
Pan = 461 gram = 4000 gram

2) Perhitungan komulatif % tertahan

Saringan no.
𝟎
3/4 = ( ) x 100 % = 0%
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟎
1/2 = ( ) x 100 % = 0%
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟎
3/8 = ( ) x 100 % = 0%
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟕𝟒𝟒,𝟓
4 = ( ) x 100 % = 18,61 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟏𝟕𝟖𝟒
8 = ( ) x 100 % = 44,6 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

𝟐𝟐𝟏𝟏,𝟓
16 = ( ) x 100 % = 55,28 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟐𝟔𝟒𝟒
30 = ( ) x 100 % = 66,1 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟑𝟎𝟔𝟐,𝟓
50 = ( ) x 100 % = 76,56 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟑𝟑𝟐𝟑,𝟓
100 = ( ) x 100 % = 83,08 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟑𝟓𝟑𝟗
200 = ( ) x 100 % = 88,47 %
𝟒𝟎𝟎𝟎
𝟒𝟎𝟎𝟎
Pan = ( ) x 100 % = 100 %
𝟒𝟎𝟎𝟎

3) Perhitungan komulatif % lolos

Saringan no.
3/4 = 100 % - 0 % =0%

1/2 = 100 % - 0 % =0%


3/8 = 100 % - 0 % =0%
4 = 100 % - 18,61 % = 81,39 %

8 = 100 % - 44,6 % = 55,4 %

16 = 100 % - 55,28 % = 44,72 %

30 = 100 % - 66,1 % = 33,9 %

50 = 100 % - 76,56 % = 23,44 %

100 = 100 % - 83,08 % = 16,92 %

200 = 100 % - 88,47 % = 11,53 %


Pan = 100 % - 100 % =0%

4) Perhitungan FM (Finnes Modulus)


∑ % Berat tertahan
FM (Finnes Modulus) =
100
0+0+0+18,61+44,6+55,28+66,1+76,56+83,08+88,47
FM =
100
= 4,327
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II

2.9 Grafik

Grafik 2.1 Analisa Saringan pada Split 1 – 2 (Terlampir).

Grafik 2.2 Analisa Saringan pada Screening (Terlampir).

2.10 Kesimpulan dan Saran


2.10.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan Analisa Saringan Agregat Kasar didapat:
Tabel 2.1 Hasil Percobaan Analisa Saringan Agregat Kasar
Benda Uji FM SNI Keterangan
Split 1 – 2 5,63 6,0 – 8,0 Tidak Sesuai
SNI ASTM
C136 - 2012
Screening 4,327 5,0 – 6,0 Tidak Sesuai
SNI ASTM
C136 - 2012

Dari hasil pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar didapat hasil Modulus Halus
Butir Split 1 – 2 = 5,63 dan Screening = 4,327 dengan berat benda uji 1000 gram, hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan SNI ASTM C136 – 2012 dengan nilai Split 1 – 2 = 6,0
– 8,0 dan Screening = 5,0 – 6,0.
2.10.2 Saran
Saran untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan keseriusan praktikan dalam mengerjakannya, terutama dalam
menyaring benda uji.
b. Pengecekan alat – alat yang akan digunakan, serta ketelitian dalam menimbang
alat – alat.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR BAB II
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK
LAMPIRAN
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS
(SNI ASTM C136:2012)
No. Lampiran : 2.2 Tanggal :
Jenis material : Screening Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa :
Berat Contoh : 1000 gram

Tabel 1.1 Data Pengamatan


No. Berat Komulatif
Saringan Tertahan ∑ Tertahan % Tertahan % Komulatif
3/ 0 0 0 0
4

1/ 0 0 0 0
2

3/ 0 0 0 0
8

4 744,5 744,5 18,61 81,39


8 1039,5 1784 44,60 55,40
16 427,5 2211,5 55,28 44,72
30 432,5 2644 66,10 33,90
50 418,5 3062,5 76,56 23,44
100 261 3323,5 83,08 16,92
200 215,5 3539 88,47 11,53
Pan 461 4000 100 0
Total 4000

Mengetahui
Asisten Lab. Teknik Sipil

NIM.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK
LAMPIRAN
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR
(SNI ASTM C136:2012)
No. Lampiran : 2.1 Tanggal :
Jenis material : Split 1-2 Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa :
Berat Contoh : 1000

Tabel 1.1 Data Pengamatan


No. Berat Komulatif
Saringan Tertahan ∑ Tertahan % Tertahan % Komulatif
3/ 0 0 0 0
4

1/ 1042,5 1042,5 20,83 79,17


2

3/ 802,0 1844,5 36,86 63,14


8

4 607,5 2452 49,00 51,00


8 420,0 2872 57,39 42,61
16 417,0 3289 65,73 34,27
30 415 3704 74,02 25,98
50 404 4108 82,10 17,90
100 243 4351 86,95 13,05
200 197 4548 90,89 9,11
Pan 455,5 5003,5 100 0
Total 5003,5

Mengetahui
Asisten Lab. Teknik Sipil

NIM.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

BAB III
BERAT JENIS AGREGAT HALUS

A. Teori Dasar
Berat jenis SSD disebut juga dengan berat jenis jenuh kering
permukaan (Saturated and Surface-Dry, SSD) yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25° C. Pada keadaan ini
permukaan agregat kering (tidak ada air), tetapi butiran-butiran agregat jenuh
dengan air. Dengan demikian butiran-butiran agregat pada keadaan jenuh
kering muka (JKM) atau SSD tidak menyerap air dan tidak menambah jumlah
air bila dipakai dalam campuran aduk beton.
Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada
suhu 25o C. berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25o C. Berat jenis semu
ialah perbanding anantara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu 25o C. penyerapan
ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry terhadap berat agregat
kering dinyatkan dalam persen.
Maksud dari percobaan ini adalah sebagai pegangan dalam pengujian
untuk menentukan berat jenis semu agregat tersebut dan angka penyerapan.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperoleh besaran berat jenis curah,
berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu dan besar angka
penyerapan.
Karena adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika
pembentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh
perubahan cuaca, maka terbentuklah pori-pori (lubang) dengan ukuran yang
mikrokopis, pori-pori tersebut tersebar di seluruh butiran, beberapa jenis
agregat yang sering digunakan mempunyai volume pori tertutup sekitar dari 0
– 20 % volume butirnya.

24
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Pada pori-pori mungkin terjadi reservoir air bebas didalam agregat.


persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika direndam
dalam air disebut serapan air. Agregat yang jenuh air (pori-porinya terisi
penuh oleh air) namun permukaannya kering sehingga tidak mengganggu air
bebas dipermukaanya disebut jenuh kering muka.
Air dalam agregat ada dua macam, yaitu air yang meresap dan air yang
ada dipermukaan butiran. Air yang meresap berada dalam pori antar butir dan
mungkin tidak tampak permukaan, dan ini dipengaruhi oleh besar pori butiran
agregatnya. Pada agregat normal kemampuan menyerap air ini sekitar 1 – 2 %
dan dihitung sebagaimana menghitung kadar air jenuh kering kemampuan
menyerap ini disebut serapan air atau daya serap suatu agregat.
Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh
agregat pada kondisi Jenuh Permukaan Kering (JPK) atau Saturated Surface
Dry (SSD), kondisi ini merupakan :
1. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam
beton, sehingga agregat tidak akan menambah ataupun mengurangi air
pastanya.
2. Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD dari pada
kondisi kering tungku.
Keadaan SSD yaitu suatu kondisi agregat dimana permukaan
partikelnya dalam keadaan jenuh dimana tidak ada air di permukaan agregat,
tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air. Pada kondisi ini, air dalam
agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton.
Standar ini merupakan revisi SNI 03-1970-1990, metode pengujian
berat jenis dan penyerapan air agregat halus. Standar ini merupakan AASTHO
T 84-00 (2004), Standard methode of test for specific gravity and absorbtion
of fine aggregate. Lingkup standar menetapkan cara uji berat jenis kering dan
berat jenis semu (apparent) serta penyerapan air agregat halus. Agregat halus
adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil dari 4,75 mm (No. 4).
Dalam standar dibahas penggunaan bahan, pelaksanaan dan peralatan yang
berbahaya, dan tidak memasukkan masalah keselamatan yang berkaitan
dengan penggunaannya.

25
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau
mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-
F). Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu
beton semen hidraulik atau adukan. Adapun macam-macam agregat:
1. Agregat halus yaitu pasir alam sebagai hasil disintegrasi 'alami' batuan
atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai
ukuran butir terbesar 5,0 mm
2. Agregat kasar yaitu kerikil sebagai hasil disintegrasi 'alami' dari batuan
atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm
3. Agregat ringan yaitu agregat yang dalam keadaan kering dan gembur
mempunyai berat isi sebesar 1 100 kg/m3
Menurut standar SK SNI S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan
Bagian A), agregrat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut (kecuali agregat khusus, misalnya agregrat ringan
dan sebagainya). Persyaratan untuk agregrat halus adalah :
a) Butir-butirnya keras dan tidak berpori. Indeks kekerasan ≤ 2,2 % (diuji
dengan goresan batang tembaga).
b) Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan
hujan). Jika diuji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur
maksimum 12 %, jika dengan garam Magnesium Sulfat maksimum 18 %.
c) Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat saringan 0,06 mm)
lebih dari 5 %.
d) Tidak mengandung zat organik terlalu banyak, yang dibutuhkan dengan
percobaan warna dengan larutan NaOH, yaitu warna cairan diatas endapan
agregat halus tidak boleh lebih gelap dari pada warna standar/
pembanding.
e) Modulus halus butir antara 1,5 – 3,80 dengan variasi butir sesuai standar
gradasi.
f) Khusus untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat halus tidak
reaktif terhadap alkali.

26
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

g) Agregrat halus dari pantai, boleh dipakai tetapi dengan petunjuk dari
lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.
Bahan yang digunaka dalam praktikum perkerasan jalan adalah agregat
halus abu batu. Abu batu merupakan hasil Samping dari mesin pemecah batu
dalam proses pemecahan batu menjadi batu pecah dapat dijadikan bahan
pengganti agregat halus. Namun abu batu mempunyai banyak kelemahan
seperti penyerapan air yang lebih besar dari pasir alam. Jenis jenis agregat,
adalah batuan atau agregat yang biasa digunakan dalam konstruksi jalan
umumnya diklasifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu, agregat alam,
agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.
1. Agregat alam (natural aggregates)
Agregat alam adalah agregat yang digunakan dalam bentuk
alamiahnya dengan sedikit atau tanpa pemrosesan sama sekali. Agregat ini
terbentuk dari proses erosi alamiah atau proses pemisahan akibat angin,
air, pergeseran es, dan reaksi kimia.Dua jenis agregat alam yang
digunakan untuk konstruksi jalan adalah pasir dan kerikil. Kerikil biasanya
didefinisikan sebagai agregat yang berukuran lebih besar dari 6,35 mm.
Pasir didefinisikan sebagai partikel yang lebih kecil dari 6,25 mm, tapi
lebih besar dari 0,075 mm. Sedangkan partikel yang lebih kecil dari 0,075
mm disebut sebagai mineral pengisi (filler).
2. Agregat yang diproses
Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring
sebelum digunakan. pemecahan batuan/ agregat dilakukan untuk merubah
tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar, merubah bentuk partikel
dari bulat ke angular, dan untuk meningkatkan distribusi serta rentang
ukuran partikel.Penyaringan terhadap agregat yang telah dipecahkan akan
menghasilkan partikel agregat dengan rentang gradasi tertentu.
3. Agregat buatan
Agregat ini didapat dari proses kimia atau fisika dari beberapa material
sehingga menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai
agregat. Jenis agregat ini merupakan hasil sampingan dari proses industri
dan dari proses material yang sengaja diproses agar dapat digunakan

27
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

sebagai agregat atau sebagai mineral pengisi (filler). Pembuatan agregat


secara langsung adalah sesuatu yang relatif baru. Agregat ini dibuat
dengan membakar tanah liat atau material lainnya dan produk akhir yang
dihasilkan biasanya agak ringan dan tidak memiliki daya tahan terhadap
keausan yang tinggi.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dari percobaan ini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam
pemeriksaan untuk menentukan berat jenis semu agregat halus dan angka
penyerapannya.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperoleh besaran berat jenis
curah, berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu dan besaran
angka penyerapan.

C. Benda Uji
Benda uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah abu batu (Iolos saringan
no.4)

D. Alat-alat yang Digunakan


1. Timbangan elektrik.
2. Picnometer kapasitas 500 ml.
3. Oven.
4. Saringan no.4.
5. Dessicator.
6. Cawan.
7. Kain Lap.
8. Sendok.
9. Vacum pump

E. Cara Pengujian
1. Mengambil benda uji abu batu yang lolos saringan no 4 (4,75mm).

28
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

2. Memasukan kedalam pan, kemudian menambahkan air hingga benda uji


terendam seluruhnya. Dicuci agar kadar lumpur hilang.
3. Mendiamkan atau merendam selama ± 24 jam.
4. Setelah ± 24jam, membuang air yang merendam benda uji dan ditebarkan
benda uji secara tipis-tipis diatas kain lap yang telah disiapkan. Kemudian
mengangin – anginkan hingga permukaan benda uji terlihat kering. Setiap
15menit harus diaduk agar cepat kering.
5. Memasukan benda uji kedalam kerucut abraham sebanyak 3 lapis, dan
menumbuk untuk lapis pertama sebanyak 9 kali, untuk lapis kedua dan
ketiga 8 kali tumbukan.
6. Mengangkat kerucut abraham dengan hati – hati, jika benda uji tersebut
runtuh sebagian maka benda uji tersebut sudah dalam keadaan kering
permukaan (SSD).
7. Memasukkan benda uji, kedalam picnometer dengan bantuan corong agar
benda uji tersebut masuk seluruhnya.
8. Mengeluarkan benda uji dari dalam picnometer, lalu bersihkan.
9. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, kemudian memasukan kedalam
dessicator hingga dingin atau beratnya tetap.
10. Menimbang benda uji setelah benda uji dingin atau beratnya tetap.
11. Mengambil sample benda uji, masing-masing sebanyak 300 gram.
12. Menambahkan air suling 2/3 bagian dari isi picnometer.
13. Memasangkan picnometer tersebut dengan Vacum Pump sampai
gelembung udara yang berada dalam picnometer hilang.
14. Menambahkan air kembali hingga batas leher picnometer. Kemudian
menimbangnya
15. Memasukkan benda uji kedalam oven selama ± 24 jam.
16. Mengisi kembali picnometer dengan air suling hingga batas leher,
kemudian menimbangnya kembali.

F. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Pengamatan
Tabel 4.1 (Terlampir)

29
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

2. Perhitungan
1) Berat Jenis Bulk
BK 500
=
B + SSD - Bt
=
1511 + 429 – 1766,5
= 2,88 gram/ml

2) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD)


SSD 429
=
B + SSD - Bt
=
1511 + 429 – 1776,5
= 2,47 gram/ml

3) Berat Jenis Semu (Apparent)


BK 500
=
B + BK - Bt
=
1511 + 500 – 1776,5
= 2,04 gram/ml

4) Penyerapan (Absorption)
429 – 500
= SSD - BK x 100% = x 100% = -14,2 %
BK 500

G. Gambar Alat dan Gambar Kerja


1. Gambar Alat
Tabel 4.2 (Terlampir)
2. Gambar Kerja
Tabel 4.3 (Terlampir)

H. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan ini didapat data :

Berat Jenis Berat (gram)

Bulk 2,88
Berat Jenis permukaan Jenuh (SSD) 2,47
Semu (Apparent) 2,04
Penyerapan (Absorption) (%) -14,2%

2. Saran
Sebaiknya ketika mencatat data setelah ditimbang tunggu lebih dulu agar
angka pada timbangan berhenti terlebih dahulu.

30
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

LAMPIRAN
BERAT JENIS AGREGAT HALUS

Tabel 4.2 Gambar Alat


No. Gambar Alat Keterangan

1.
Timbangan Elektrik

2. Picnometer

3.

Drying Oven Cap


(110 ± 5)˚ C

4.
Saringan no.4

5.
Dessicator

24
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

6.

Cawan

7.

Kain Lap

8.

Sendok

25
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

LAMPIRAN
BERAT JENIS ASPAL PADAT

Tabel 4.3 Gambar Kerja


No Gambar Kerja Langkah Kerja

Menyiapkan picnometer
1
kemudian membersihkannya.

Menimbang picnometer + tutup


2 dengan menggunakan timbangan
elektrik.

Memasukkan air ke dalam


picnometer sampai penuh
3
kemudian menutup rapat
tutupnya.

24
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Membuang air yang


merendam benda uji
setelah ±24 jam dan
menebarkan benda uji
secara tipis tipis di atas
4
karung goni atau kain lap
yang telah disiapkan,
mengangin-anginkan
benda uji hingga benda
uji terlihat kering.

Memasukan benda uji ke


dalam kerucut Abraham
sebanyak 3 lapis dan
menumbuk setiap lapisan
5 sebanyak 8 kali untuk
mengetahui benda uji
sudah dalam keadaan
kering permukaan
(SSD).

Mengangkat kerucut
Abraham dengan hati-
hati. Jika benda uji
6 runtuh sebagian, maka
benda uji tersebut sudah
dalam keadaan kering
permukaan (SSD).

24
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Mengambil sampel
7
benda uji 300 gram.

Memasukan benda uji ke


8 dalam oven selama ±24
jam.

±24 jam

Mengeluarkan benda uji


setelah ±24 jam dari
oven kemudian
9
memasukannya ke dalam
desicator hingga dingin
atau beratnya tetap.

26
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Menimbang benda
uji setelah benda uji
10
dingin atau beratnya
tetap.

Memasukan benda
uji ke dalam
picnometer dengan
11
bantuan corong agar
benda uji dapat
masuk seluruhnya.

Menambahkan air
suling sebanyak 2/3
12
bagian dari isi
picnometer.

28
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Menaruh picnometer tadi


diatas kompor listrik,
dan memanaskannya
13 hingga gelembung-
gelembung udara keluar
dari picnometer tersebut.

Menambahkan air
kembali hingga batas
leher picnometer.
14 Kemudian
menimbangnya.

Mengeluarkan benda uji


dari dalam picnometer,
15 membersihkannya.lalu
masukan dalam oven.

30
BERAT JENIS AGREGAT HALUS BAB III

Mengisi kembali
picnometer dengan air
suling hingga batas
16 leher, kemudian
menimbangnya kembali.

24
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK

LAMPIRAN

BERAT JENIS AGREGAT HALUS

No. Lampiran : 4.1 Tanggal : 16 Juni 2021


Jenis material : Abu Batu Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Sugiharto
Berat Contoh : 500Gram

Tabel 4.1 Data Pengamatan


KETERANGAN NILAI

Berat Benda Uji Permukaan Jenuh (SSD) 429 gr


Berat Benda Uji Oven (Bk) 500gr
Berat Picnometer Diisi Air (25°C) (B) 1511gr
Berat Picnometer + Benda Uji (SSD) + Air
1776,5gr
(25°C) (Bt)

Berat Jenis Bulk 𝐵𝑘


2,88 gr/ml
𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh 𝑆𝑆𝐷


2,47 gr/ml
𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡

Berat Jenis Semu (Apparent) 𝐵𝑘


2,04 /ml
𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡

Penyerapan (Absorbsi) 𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑘 × 100% -14,5%


𝐵𝑘

Mengetahui,
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK

Kepala Laboratorium Asisten Lab. Teknik Sipil

Baehaki, S.T,,M.Eng Abdul Syukur Sugiharto


NIP. 198705082015041001 NIM. 3336170105
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

BAB IV
BERAT JENIS AGREGAT KASAR

A. Teori Dasar
Berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25° C. Jenuh kering muka (saturated
and surface-dry, SSD). Pada keadaan ini permukaan agregat kering (tidak ada
air), tetapi butiran – butiran agregat jenuh dengan air. Berat jenis relatif jenuh
dan permukaan kering dapat didefinisikan sebagai perbandingan dari berat
bahan yang tidak kedap air diudara dalam keadaan jenuh air dan permukaan
kering kepada berat air dengan volume yang sama di udara.
Berat jenis semu adalah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering
pada suhu 25°. Berat jenis volume agregat dalam keadaan kering oven adalah
perbandingan berat agregat setelah proses pengeringan terhadap volume
agregat dalam air. Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang
diisi oleh agregat. Yang dimaksud dengan :
1. Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
jenuh pada suhu 250 C
2. Berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 250 C
3. Berat jenis semu ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
kering pada suhu 250C
4. Penyerapoan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry
terhadap berat agregat kering dinyatakan dalam persen.
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu
bahan tambah. Polymer adalah jenis bahan tambah yang sering di gunakan
saat ini, sehingga aspal modifikasi sering disebut juga aspal polymer. Antara

32
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer yang biasanya
digunakan untuk tujuan ini, yaitu:
1. Aspal Polymer Elastomer dan karet adalah jenis – jenis polyer
elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene), SBR (Styrene
Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan karet adalah
jenis polymer elastoner yang biasanya digunakan sebagai bahan
pencampur aspal keras. Penambahan polymer jenis ini dimaksudkan
untuk memperbaiki sifat rheologi aspal, antara lain penetrasi,
kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal
yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan memiliki tingkat
elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan
aspal keras. Presentase penambahan bahan tambah (additive) pada
pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian
labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas
tertentumemang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan
campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan
pengaruh yang negatif.
2. Aspal Polymer Plastomer, seperti halnya dengan aspal polymer
elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada aspal keras juga
dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras
dan sifat sifik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah
banyak digunakan antara lain adalah EVA ( Ethylene Vinyle Acetate),
Polypropilene, dan Polyethilene. Presentase penambahan polymer ini
kedalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian
labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas
tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal
dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan
memberikan pengaruh yang negatif.
Maksud dari percobaan Berat Jenis Agregat Kasar adalah sebagai
pemeriksaan atau pun pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat
jenis semu agregat tersebut dan angka penyerapannya Tujuan dari percobaan
Berat Jenis Agregat Kasar adalah untuk memperoleh besaran/jumlah berat

33
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu dan
besaran angka penyerapannya.
Prosedur pengujian meliputi tahapan sebagai berikut: cuci benda uji,
keringkan dalam oven, kemudian dinginkan. Timbang dengan ketelitian 0,5
gram (Bk), rendam benda uji dalam air selama 24 jam. Selanjutnya keluarkan
benda uji dari air lalu ditimbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj),
letakkan benda uji di dalam keranjang dan goncangkan batunya lalu tentukan
beratnya di dalam air (Ba). Kemudian hitung berat jenis curah, berat jenis
kering-permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan dengan
menggunakan rumus-rumus berikut:

𝐵𝑘
Berat Jenis Bulk = ……..………(5.1)
𝐵𝑗−𝐵𝑎

𝐵𝑗
Berat jenis kering - permukaan jenuh = ………(5.2)
𝐵 − 𝐵𝑎

𝐵𝑘
Berat jenis semu = 𝐵𝑘−𝐵𝑎 ………………(5.3)

100 (𝐵𝑗−𝐵𝑘)
Penyerapan (Absorsi) =
𝐵𝑘
……..………(5.4)

dengan:
Bk = berat benda uji kering oven
B = berat benda uji kering oven permukaan jenuh
Bj = berat benda uji kering oven permukaan jenuh di dalam air

Hasil pengujian ini dapat digunakan dalam pekerjaan penyelidikan


quarry agregat perencanaan campuran, pengendalian mutu beton,
perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan. Karena
adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika
pemebentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh
perubahan cuaca, maka terbentuklah pori-pori (lubang). Pori-pori tersebut

34
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

tersebar di seluruh butiran. Beberapa jenis agregat yang sering digunakan


mempunyai volume pori tertutup sekitar 0 – 20 % dari volume butirnya.
Pada pori-pori mungkin terjadi reservoir air bebas didalam agregat.
Persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika direndam
dalam air disebut serapan air. Agregat yang jenuh air (pori-porinya terisi
penuh oleh air) namun permukaannya kering sehingga tidak mengganggu air
bebas dipermukaanya disebut Jenuh kering muka. Air dalam agregat ada dua
macam, yaitu air yang meresap dan air yang ada dipermukaan butiran. Air
yang meresap berada dalam pori antar butir dan mungkin tidak tampak
permukaan, dan ini dipengaruhi oleh besar pori butiran agregatnya. Pada
agregat normal kemampuan menyerap air ini sekitar 1-2% dan dihitung
sebagaimana menghitung kadar air jenuh kering kemampuan menyerap ini
disebut serapan air atau daya serap suatu agregat.
Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat
pada kondisi Jenuh Permukaan Kering (JPK) atau Saturated Surface Dry
(SSD), kondisi ini merupakan :
a. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam
beton, sehingga agregat tidak akan menambah ataupun mengurangi air
pasta nya.
b. Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada
kondisi kering tungku.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dari percobaan ini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam
pemeriksaan untuk menentukan berat jenis semu agregat kasar dan angka
penyerapan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperoleh besaran berat jenis
curah, berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu dan
besaran angka penyerapan.

35
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

C. Benda Uji
Benda uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah Agregat Kasar yaitu
Split 1 - 2 dan Screening.

D. Alat-alat yang Digunakan


1. Timbangan Elektrik
2. Oven
3. Saringan No.4
4. Dessicator.
5. Cawan.
6. Kain Lap
7. Keranjang Kawat
8. Bak Perendam

E. Cara Pengujian
1. Mengambil benda uji yang tertahan saringan no 4 (4,75 mm).
2. Memasukkan benda uji kedalam cawan yang telah disiapkan, lalu mencuci
benda uji sehingga lumpur dan benda-benda yang melekat pada agregat
menghilang,
3. Menambahkan air hingga benda uji terendam seluruhnya.
4. Mendiamkan benda uji yang terendam air selama ±24 jam.
5. Membuang air yang merendam benda uji setelah ±24 jam, kemudian
menebarkan benda uji secara merata diatas kain lap yang telah disiapkan,
lalu mengangin-anginkan hingga permukaan benda uji terlihat kering
permukaan.
6. Menimbang benda uji kering permukaan jenuh.
7. Meletakkan benda uji kedalam keranjang yang terendam dalam air,
kemudian menggoncangkan benda uji agar udara yang terperangkap dapat
keluar, kemudian tentukan berat benda uji dalam air.
8. Mengangkat benda uji, kemudian memasukkan benda uji ke dalam oven
dan mendiamkannya hingga dingin agar beratnya tetap.
9. Lakukan perhitungan pada benda uji setelah benda uji dingin.

36
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

F. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Pengamatan
Tabel 5.1 (Terlampir)
Tabel 5.2 (Terlampir)
2. Perhitungan
a. Split 1 - 2
Berat benda uji kering oven (Bk) = 882 gram
Berat benda uji kering permukaan jenuh (Bj) = 920 gram
Berat benda uji di dalam air (Ba) = 542,5 gram
1) Berat Jenis Bulk
BK
=
BJ − Ba
882
=
920 - 542,5
= 2,33 gram/ml
2) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD)
Bj
=
BJ − Ba
920
=
920 - 542,5
= 2,43 gram/ml
3) Berat Jenis Semu (Apparent)
Bk
=
Bk − Ba
882
=
882 - 542,5

= 2,59 gram/ml

4) Persen Penyerapan (Absorption)


Bj - BK
= x 100%
BK
920 – 882
= x 100%
882
= 4,3%

37
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

b. Screening
Berat benda uji kering oven (Bk) = 752 gram
Berat benda uji kering permukaan jenuh (Bj) = 774 gram
Berat benda uji di dalam air (Ba) = 467,5 gram
1) Berat Jenis Bulk
Bk
=
Bj − Ba
752
=
774 - 467,5
= 2,45 gram/ml
2) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD)
Bj
=
Bj − Ba
774
=
774- 467,5
= 2,52 gram/ml
3) Berat Jenis Semu (Apparent)
Bk
=
Bk − Ba
752
=
752 - 467,5
= 2,64 gram/ml
4) Persen Penyerapan (Absorption)
Bj - BK
= x 100%
BK
774 – 752
= x 100%
752
= 2,92%

G. Gambar Alat dan Gambar Kerja


1. Gambar Alat
Tabel 5.3 (Terlampir)
2. Gambar Kerja
Tabel 5.4 (Terlampir)

38
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

H. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa agregat yang diuji
termasuk kedalam agregat karena dalam SNI 03-1969-1990 umumnya
berkisar antara 2,50-2,75 gram/ml.

Split 1 – 2 Screening
Berat Jenis Bulk 2,33 gram/ml 2,45 gram/ml
Berat Jenis SSD 2,43 gram/ml 2,52 gram/ml
Berat Jenis Semu 2,59 gram/ml 2,64 gram/ml
Penyerapan 4,3 % 2,92 %

2. Saran
Sebaiknya ketika mencatat hasil bacaan pada timbangan elektrik tidak
terburu-buru, tunggu hingga hasil bacaan pada timbangan berhenti agar
data yang didapat sesuai.

39
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

LAMPIRAN
BERAT JENIS AGREGAT KASAR

Tabel 5.3 Gambar Alat


No Gambar Alat Keterangan

Timbangan Elektrik

2
Saringan no. 4

3
Dessicator

4
Cawan

32
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

Kain Lap

6 Sendok

7 Timbangan SSD

Drying Oven Cap


8
(110 ± 5)˚ C

33
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

LAMPIRAN
BERAT JENIS AGREGAT KASAR

Tabel 5.4 Gambar Kerja

No. Gambar Kerja Keterangan

Mengambil benda uji


1. abu batu yang tertahan
saringan no.4 (4,75 mm).

Memasukan benda uji ke


dalam cawan, mencuci
benda uji untuk
2.
menghilangkan kadar
lumpur atau benda-benda
lain.

Menambahkan air
3. hingga benda uji
terendam seluruhnya.

32
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

Mendiamkan benda uji


4. terendam air selama ±24
jam.
±24 Jam

Membuang air yang


merendam benda uji
setelah ±24 jam dan
menebarkan benda uji
secara tipis tipis di atas
5.
karung goni atau kain lap
yang telah disiapkan,
mengangin-anginkan
benda uji hingga benda
uji terlihat kering.

Menimbang benda uji


6. kering permukaan
(SSD).

33
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

Menimbang keranjang
diudara setelah itu
meletakan benda uji ke
dalam keranjang yang
terendam dalam air
7. menggoncangkan benda
uji agar udara yang
terperangkap dapat
keluar setelah itu
menentukan beratnya
dalam air.

Mengangkat benda uji


lalu memasukan benda
uji ke dalam oven lalu
8. ±24 jam dikeluarkan dan
mendiamkannya hingga
dingin agar beratnya
tetap di dalam desikator.

Menimbang benda uji


9.
setelah benda uji dingin.

32
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

LAMPIRAN
BERAT JENIS AGREGAT KASAR

No. Lampiran : 5.1 Tanggal : 16 Juni 2021


Jenis material : Split 1-2 Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Sugiharto
Berat Contoh : -

Tabel 5.1 Data Pengamatan

KETERANGAN I
Berat Benda Uji Kering Oven (Bk) 882 gr
Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh (Bj) 920 gr

Berat Benda Uji di dalam air (Ba) 542,5 gr


Berat Jenis Bulk 𝐵𝑘
𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡 2,33 gr/ml

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh 𝑆𝑆𝐷


𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡 2,43 gr/ml

Berat Jenis Semu (Apparent) 𝐵𝑘


𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡 2,59 gr/ml

Penyerapan (Absorbsi) 𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑘 × 100%


𝐵𝑘 4,3 %

Mengetahui

Kepala Laboratorium Asisten Lab. Teknik Sipil

Baehaki, S.T.,M.Eng Abdul Syukur Sugihrto


NIP. 198705082015041001 NIM. 3336170105
LAMPIRAN
BERAT JENIS AGREGAT KASAR

32
BERAT JENIS AGREGAT KASAR BAB IV

No. Lampiran : 5.2 Tanggal : 16 Juni 2021


Jenis material : Screening Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 2 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Sugiharto
Berat Contoh : -

Tabel 5.2 Data Pengamatan

KETERANGAN I
Berat Benda Uji Kering Oven (Bk) 752 gr
Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh (Bj) 774 gr

Berat Benda Uji di dalam air (Ba) 467,5gr


Berat Jenis Bulk 𝐵𝑘
𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡 2,45gr/ml

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh 𝑆𝑆𝐷


𝐵+𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑡 2,52 gr/ml

Berat Jenis Semu (Apparent) 𝐵𝑘


𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡 2,64 gr/ml

Penyerapan (Absorbsi) 𝑆𝑆𝐷−𝐵𝑘 × 100%


𝐵𝑘 2,92 % gr/ml

Mengetahui

Kepala Laboratorium Asisten Lab. Teknik Sipil

Baehaki, S.T.,M.Eng Abdul Syukur Sugiharto


NIP. 19870508201541001 NIM. 3336170105

33
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

BAB V
BERAT JENIS ASPAL PADAT

A. Teori Dasar
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal padat dan
beratair suling dengan isi yang sama pada suhu 25 C atau15,6 C. Aspal
merupakan campuran yang digunakan sebagai bahan perekat antar agregat
yang digunakan dalam praktikum perkerasan jalan. Ketika pengujian dapat
terlihat pemakaian kadar aspal dengan persentase yang berbeda yang nantinya
akan berpengaruh terhadap stabilitas perkerasan tersebut. Ketika kadar aspal
yang digunakan terlalu banyak maka akan terjadi stabilitas yang lemah dan
ketika aspal yang digunakan sesuai untuk campuran perkerasan maka stabilitas
yang terjadi pun akan baik.
Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya sangat
menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal yang merupakan bahan
jalan. Salah satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu aspal
adalah penetrasi aspal yang merupakan sifat rheologi aspal yaitu kekerasan
aspal (RSNI 06-2456-1991).
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen
keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi
ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu kedalam bitumen pada suhu
tertentu ( Buku panduan praktikum bahan lapis keras, Laboratorium Teknik
Transportasi Universitas Gajah Mada).
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian
mutu aspal atau tar (material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair atau
semi padat, dengan unsur utama bitumen) untuk keperluan pembangunan,
peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat
dipengaruhi oleh faktor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan
permukaan jarum, temperatur dan waktu. Oleh karena itu perlu disusun
dengan rinci ukuran, persyaratan dan batasan peralatan, waktu dan beban yang
digunakan dalam penentuan penetrasi aspal (RSNI 06-2456-1991).
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

Aspal keras/panas ( Asphalt cement, AC ), adalah aspal yang digunakan


dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan
penyimpanan (termperatur ruang). Di Indonesia, aspal semen biasanya
dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu:
AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50.
AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70.
AC pen 85/100, yaitu aspal dengan penertrasi antara 85-100.
AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.
AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.
Aspal sebagai bahan pengikat merupakan senyawa hidrokarbon
berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur–unsur
asphathenes, resins dan oli. Aspal pada lapis perkerasan jalan berfungsi
sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang
kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing–masing agregat.
(Kerbsand Walker,1971).
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua,
pada temperature ruang berbentuk padat sampai agak padat atau yang
diperoleh dari hasil pemurnian minyak bumi, atau yang merupakan
kombinasi dari bitumen-bitumen tersebut, satu dan yang lainnya atau dengan
minyak bumi atau turunan- turunan dari padanya (Standard ASTMD-8).
Bitumen adalah suatu campuran hydrocarbon dari alam atau yang
terjadi karena proses pemanasan bumi, atau kombinasi keduanya, seringkali
disertai turunan-turunan non metal yang mungkin bersifat gas, cair, setengah
padat atau padat dan larut semua dalam sulfida. Hidrokarbon adalah bahan
dasar utama dari aspal yang umum disebut bitumen. Aspal adalah material
yang pada temperatur ruang bersifat thermoplastic. Jadi aspal akan mencair
jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika
temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran
perkerasan berkisar antara4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10–15%
berdasarkan volume campuran.

41
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

Fungsi aspal dalam campuran aspal beton, pertama sebagai bahan


pelapis dan perekat agregat, kedua sebagai lapis resap pengikat (primecoat)
adalah lapis tipis aspal cair yang diletakkan diatas lapis pondasi sebelum lapis
berikutnya. Ketiga lapis pengikat (tackcoat) adalah lapis aspal cair yang
diletakkan diatas jalan yang telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar
berfungsi sebagai pengikat diantara keduanya, dan sebagai pengisi ruang yang
kosong antara agregat kasar, halus dan filler.
Secara umum aspal dibagi menjadi dua kelompok yaitu aspal alam dan
aspal buatan.
a. Aspal Alam
Aspal ini langsung terdapat di alam, memperolehnya tanpa proses
pemasakan. Di Indonesia terdapat dipulau Buton diistilahkan sebagai
Asbuton (Aspal Batu Buton). Aspal ini merupakan campuran antara
bitumen dan mineral dari ukuran debu sampai ukuran pasir yang sebagian
besar merupakan mineral kapur. Sifat mekanis Asbuton menunjukkan
pada temperatur <30 °C rapuh dipukul pecah dan pada tempertur30°C-
60°C menjadi plastis apabila dipukul akan menjadi lempeng (pipih)
selanjutnya pada temperatur 100°C-150°C akan menjadi cair (Departemen
P.U.,1980).
b. Aspal Buatan
Aspal buatan dihasilkan dari hasil terakhir penyaringan minyak
tanah kasar (crudeoil), sehingga merupakan bagian terberat dari minyak
tanah kasar dan terkental. Oleh karena itu untuk memperoleh aspal dengan
mutu baik dipilih bahan baku minyak bumi dengan kadar paraffin rendah.
Berat jenis aspal berguna untuk mencari berat jenis campuran aspal
dan agregat, dan dalam test Marshall berguna untuk menentukan VITM,
VFWA dan mempengaruhi stabilitas sesuai SNI 03-6893-2002 dan RSNI
M 01-2003. Menurut spesifikasi Bina Marga aspal dengan penetrasi antara
60 - 70 mempunyai berat jenis aspal sebesar > 1

……………………….(6.1)

42
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

Tar adalah material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair


atau semi padat, dengan unsur utama bitumen sebagai hasil konsedat
dalam destilasi destruktif dari batubara, minyak bumi, atau material
organik lainnya. Pitch didefinisikan sebagai material perekat
(cementitious) padat , berwarna hitam atau coklat tua, yang berbentuk cair
jika dipanaskan. Pitch diperoleh sebagai residu dari destilasi fraksional tar.
Tar dan pitch tidak diperoleh di alam, tetapi merupakan produk
kimiawi.Dari ketiga material pengikat di atas, aspal merupakan material
yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu
seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal.Menurut Departemen
Permukiman dan Prasaran Wilayah – Direktorat Jendral Prasarana
Wilayah, (2004) berat jenis aspal yang baik adalah minimal 1.
Aspal merupakan bahan perekat termoplastis, yaitu pada suhu
ruang bersifat keras atau padat tetapi akan menjadi plastis atau encer
apabila temperaturnya dinaikkan, dan akan menjadi keras kembali apabila
suhunya diturunkan.Berdasarkan sumbernya, aspal dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu aspal alam dan aspal buatan (aspal minyak).Aspal alam
yaitu aspal yang didapat secara langsung dari alam, dan dapat dipakai
langsung atau diolah terlebih dahulu, sedangkan aspal minyak adalah aspal
hasil sampingan yang merupakan residu dari pengilangan minyak bumi.
1. Aspal alam
Aspal alam sumbernya ada yang berasal dari gunung seperti
aspal di Pulau Buton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di
Trinidad.Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa
aspal danau (Trinidad Lake Asphalt).Indonesia memiliki sumber aspal
alam di Pulau Buton, yang berupa aspal gunung, terkenal dengan nama
Asbuton. Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan
mineral lainnya dalam bentuk batuan. Karena asbuton merupakan
material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang
dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Produk
asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

43
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

a) Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti


asbuton kasar,asbuton halus,asbuton mikro, dan butonite mastic
asphalt.
b) Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni
melalui proses ekstrasi atau proses kimiawi.
2. Aspal minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi
minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis
asphalticbase crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base
crude oil yang banyak mengandung paraffin, atau mixed base crude oil
yang mengandung campuran antara paraffin dan aspal. Untuk
perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic
base crude oil.
Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat
pada suhu ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal
juga dengan nama aspal keras (asphalt cement). Aspal keras bentuknya
padat atau keras maka dalam pemakainnya harus dipanaskan terlebih
dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat. Standar
pengujian untuk berat jenis aspal menurut SK SNI m 30 – 1990 – f,
berkisar antara 1,015 – 1,035
Berat jenis bitumen keras dan ter adalah perbandingan berat
jenis bitumen atau ter terhadap berat jenis air dengan isi yang sama
pada suhu tertentu yaitu dilakukan dengan cara menggantikan berat air
dengna berat bitumen dalam udara yang sama. Berat jenis dari bitumen
sangat tergasntung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen itu
sendiri.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dari percobaan ini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam
pelaksanaan pengujian berat jenis aspal.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan berat jenis aspal
dengan Picnometer, sehingga berat jenis aspal padat dapat diketahui besarnya.

44
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

C. Benda Uji
Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah aspal padat yang dicairkan
dengan pemanasan pada suhu 115oC diatas titik lembek aspal.

D. Alat-alat yang Digunakan


1. Picnometer
2. Timbangan Elektrik
3. Water Bath
4. Kompor
5. Kain Lap
6. Teko
7. Termometer
8. Sarung tangan
9. Tabung Gas

E. Cara Pengujian
1. Menyiapkan Picnometer lalu membersihkan Picnometer sehingga tidak
ada debu yang menempel didalamnya.
2. Menimbang Picnometer dan tutupnya dengan menggunakan timbangan
elektrik.
3. Memasukkan air kedalam Picnometer hingga penuh kemudian menutup
rapat tutupnya.
4. Memasukkan Picnometer yang telah berisi air kedalam Water Bath
selama ±30 menit dengan suhu ±25oC.
5. Merendam, dan mengeringkan sisi luar Picnometer dengan kain lap,
kemudian menimbang Picnometer yang berisi air dan penutup
Picnometer dengan timbangan elektrik.
6. Membuang air dalam Picnometer lalu mengeringkannya.
7. Memasukkan aspal cair kedalam Picnometer hingga 3/4 tinggi
Picnometer dan mendiamkannya selama ±40 menit.
8. Menimbang Picnometer dengan aspal didalamnya serta tutup
Picnometer.

45
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

9. Mengisi air kedalam Picnometer yang berisi aspal kemudian


menutupnya.
10. Menimbang Picnometer yang ditutup yang dimana didalam Picnometer
tersebut berisikan aspal dan air.
11. Membersihkan Picnometer yang berisikan aspal dengan cara
memanaskannya dengan kompor sehingga aspal meleleh, dan
membersihkan sisa aspal pada dinding dalam Picnometer dengan
menggunakan pertamax.
12. Hitung berat jenis benda uji.

F. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Pengamatan
Tabel 6.1 (Terlampir)
2. Perhitungan
BJ Semu (apparent) = 𝑾𝟑−𝑾𝟏 ……………………….(6.2)
(𝑾𝟐−𝑾𝟏) – (𝑾𝟒-𝑾𝟑)

Dimana :
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Air (25 ̊ C)
W3 = Berat Picnometer + Bahan Uji
W4 = Berat Picnometer + Bahan Uji + Air (25 ̊ C)
Dari hasil percobaan I didapat data sebagai berikut :
W1 = 34,7 gram/ml
W2 = 130,4 gram/ml
W3 = 59,85 gram/ml
W4 = 130,04 gram/ml
Maka, didapat nilai Berat Jenis semu (Apparent) :
𝑊3−𝑊1
Berat Jenis Semu (Apparent) =
(𝑊2−𝑊1) – (𝑊4-𝑊3)
(59,85 - 34,7)
=
(130,4 - 34,7) - (130,04 - 59,85)

= 0,985 gram/ml

46
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

G. Gambar Alat dan Gambar Kerja


1. Gambar Alat
Tabel 6.2 (Terlampir)
2. Gambar Kerja
Tabel 6.3 (Terlampir)

H. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan, nilai berat jenis aspal padat pada
percobaan adalah :

Berat Jenis Aspal SNI 2441:2011 Keterangan


0,985 gr Minimal 1 gr Tidak Sesuai SNI

2. Saran
a. Berhati-hati dalam mencairkan aspal di atas kompor, menggunakan
masker saat mencairkan aspal.
b. Mengatur suhu aspal, jangan sampai suhu lebih dari yang ditentukan.
c. Lebih teliti dan berhati-hati dalam penuangan komposisi aspal panas
dalam Picnometer.
d. Mencatat data pada form yang tersedia.

47
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

LAMPIRAN
BERAT JENIS ASPAL PADAT

Tabel 6.2 Gambar Alat


No Gambar Alat Keterangan

1 Picnometer

2 Timbangan Elektrik

3 Water Bath
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

4 Kain Lap

5 Kompor Listrik

6 Teko

41
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

LAMPIRAN
BERAT JENIS ASPAL PADAT

Tabel 6.3 Gambar Kerja


No Gambar Kerja Langkah Kerja

Menyiapkan picnometer
1
kemudian membersihkannya.

Menimbang picnometer + tutup


2 dengan menggunakan timbangan
elektrik.

Memasukkan air ke dalam


picnometer sampai penuh
3
kemudian menutup rapat
tutupnya.
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

Memasukkan picnometer yang


telah berisi air ke dalam water
4
bath selama ±30 menit dengan
suhu ±25oC

Setelah merendam,
mengeringkan sisi picnometer
5 dengan lap, kemudian
menimbangnya (picnometer +
air + tutup).

Membuang air dalam


6 picnometer kemudian
mengeringkannya.

Setelah kering, masukkan aspal


cair ke dalam picnometer sampai
7 ¾ tinggi picnometer dan
mendiamkannya selama ±40
menit.
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

8 Menimbang picnometer + aspal


+ tutup

Mengisi air ke dalam picnometer


yang berisi aspal sampai penuh lalu
9
menutupnya.

Menimbang picnometer + aspal


10
+ air + tutup.

Membersihkan dan
11 mengeluarkan aspal dari dalam
picnometer dengan cara
memanasinya hingga leleh dan
aspal yang tersisa pada dinding
dalam picnometer di bersihkan
dengan cara mengelap
menggunakan bensin.
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

LAMPIRAN

BERAT JENIS ASPAL PADAT

No. Lampiran : 6.1 Tanggal : 16 Juni 2021


Jenis material : Aspal Padat Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Sugiharto
Berat Contoh : 500 Gram

Tabel 6.1 Data Pengamatan


KETERANGAN I
Berat Picnometer (W1) 34,7
Berat Picnometer + Air (25°C) (W2) 130,4
Berat Picnometer + Benda Uji (W3) 59,85
Berat Picnometer +Benda Uji + Air (25°C) (W4) 130,04

BJ Semu (Apparent) = (𝑊3−𝑊1


0,985
(𝑊2−𝑊1)−(𝑊4−𝑊3)

Mengetahui

Kepala Laboratorium Asisten Lab. Teknik Sipil

Baehaki, S.T., M.Eng Abdul Syukur Sugiharto


NIP. 19875082015041001 NIM. 3336170105
BERAT JENIS ASPAL PADAT BAB V

41
KEKENTALAN ASPAL BAB VI

BAB 6
KEKENTALAN ASPAL

6.1 Teori Dasar

Viscositas atau kekentalan aspal secara universal adalah waktu yang diperlukan

untuk mengalirkan bahan sebanyak 60 ml dalam detik pada slum tertentu melalui

lubang universal (Universal Office) yang telah distandarkan dan dinyatakan dalam

S.U.S (Saybolt Universal Second). Viscositas dapat pula disebut sebagai

kekentalan saybolt furol yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan suatu

bahan sebanyak 60 ml dalam detik pada suhu tertentu melalui lubang Furol (Furol

Office) yang telah distandarkan dan dinyatakan dalam S.F.S.

Tingkat material bitumen dan suhu yang digunakan tergantung pada

kekentalannya. Kekentalan aspal sangat bervariasi terhadap suhu dan tingkatakan

padat, encer sampai cair. Hubungan antara kekuatan dan suhu adalah sangat

penting dalam perencanaan dan penggunaan material bitumen kekuatan akan

berkurang.

Kekuatan absolute atau dinamik dinyatakan dalam satuan pada detik atau poise (1

poise = 0,1 Pa detik) viskositas kinematika dinyatakan dalam satuan cm2/detik

dan stoket atau centitokes (1 stokes = 100 centistokes. 1 cm2/detik) karena

kekentalan kinematik sama dengan kekentalan absolute dibagi dengan berat jenis

(kira-kira 1 cm2/detik untuk bitumen).


KEKENTALAN ASPAL BAB VI

Kekentalan didefenisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan

secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain

dalam kondisi tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan

yang akan ditentukan kekentalannya.

Metode pengujian viskositas mengacu pada SNI 06 – 6721 – 2002. Menggunakan

Metode Saybolt Furol. Angka viskositas Furol adalah suatu angka dalam detik,

yang diperlukan bagi 60 cm3 bahan aspal untuk melalui suatu lubang pipa sempit

yang ukurannya tertentu, dan pada suhu tertentu. Makin tinggi angka viskositas

Furol pada suatu suhu tertentu, makin pekat bahannya. Hasil dari pengukuran ini

digunakan untuk menghitung viskositas saat pencampuran dan pemadatan

campuran beraspal panas, mencakup pengujian kekentalan Saybolt Furol aspal

secara empiris pada temperatur antara 120°C - 200°C.

Pemeriksaan viskositas aspal bertujuan untuk memeriksa kekentalan aspal dan

dilakukan pada temperatur 600oC dan 1350oC. 600oC adalah temperatur maksimal

perkerasan selama masa pelayanan, sedangkan 1350oC adalah temperature

dimana proses pencampuran atau penyemprotan aspal umumnya dilakukan.

Pemeriksaan viskositas dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu dengan

menggunakan Brookfield Thermosel dan Saybolt Furol. Brookfield Thermosel

digunakan untuk mengukur viskositas dengan cara torsi pada spindle yang

berputar pada temperatur tertentu digunakan untuk mengukur ketahanan relative

terhadap perputaran dalam tabung benda uji. Nilai viskositas aspal dalam

milipascal sekon (MPa.s) diperoleh dengan mengalikan hasil pembacaan torsi

dengan suatu faktor, kemudian dikonversi ke dalam satuan stokesatau poise.


KEKENTALAN ASPAL BAB VI

Sedangkan kekentalan atau Viskositas absolute pada alat Saybolt Furol dinyatakan

oleh waktu menetes (dalam detik) yang diperlukan oleh 60 ml benda uji untuk

melalui suatu lubang yang telah dikalibrasi, diukur dibawah kondisi tertentu.

Waktu ini kemudian dikoreksi dengan suatu koefisien kalibrasi tertentu dan

selanjutnya dilaporkan sebagai nilai viskositas dari benda uji tersebut pada

temperatur tertentu.

Sifat kekentalan material aspal merupakan salah satu faktor penting dalam

pelaksanaan perencanaan campuran maupun dalam pelaksanaan dilapangan.

Disini hubungan antara kekentalan dan suhu memegang peranan penting. Sebelum

dilakukan perencanaan campuran, biasanya kekentalan material aspal harus

ditentukan dulu karena bila tidak akan mempengaruhi sifat campuran aspal itu

selanjutnya. Misalnya pada suhu pencampuran tertentu, apabila viskositasnya

terlalu tinggi, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan campuran. Sebaliknya

pada suhu tersebut, apabila viskositasnya terlalu rendah, maka aspal tersebut

menjadi kurang berperan sebagai bahan perekat pada campuran dan ini akan

mengurangi stabilitas campuran.

Pengaruh viskositas terhadap karakteristik marshall inilah yang akan menjadi

topik penelitian. Percobaan ini dimulai dengan pemeriksaan fisik terhadap

material dan aspal yang akan digunakan termasuk dengan pemeriksaan viskositas

aspal dengan alat Saybolt Furol. Berdasarkan gradasi agregat yang didapat, dibuat

komposisi agregat terbaik dan kadar aspal terbaik untuk campuran ideal.

Selanjutnya dibuat masing-masing 3 benda uji berdasarkan campuran ideal


KEKENTALAN ASPAL BAB VI

dengan variasi viskositas aspal dan diuji marshall untuk mendapatkan kadar aspal

terbaik.

6.2 Maksud dan Tujuan

Untuk menentukan kekentalan aspal.

6.3 Benda Uji

Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah aspal cair.

6.4 Alat-Alat Yang Digunakan

a. Viskometer Saybolt viscosimeter dan penangas

b. Termometer

c. Saringan no. 20

d. Labu penampung

e. Stopwatch.

f. Cawan dan pengaduk.

g. Aspal.

6.5 Cara Pengujian

a. Mengisikan oli maksimal 9 liter pada tempat penampungan oli sampai batas
atas tabung furol terendam atau sampai paling sedikit 6 mm diatas tanda batas
tabung viskometer;
b. Menetapkan dan pertahankan penangas oli (oil bath) pada temperatur
pengujian.
1. Temperatur pengujian yang ditetapkan untuk mengukur viskositas
KEKENTALAN ASPAL BAB VI

o o o o o o
saybolt furol adalah 120 C, 130 C, 140 C, 150 C, 160 C, 180 C bila

o
dianggap kurang dapat diteruskan sampai dengan 240 C/

2. Memasukkan steker kedalam stop kontak yang bertegangan 220 v.

3. Menekan saklar power pada posisi ON.

4. Menekan tombol continuous pada posisi ON.

5. Jika proses pemanasan tidak sesuai dengan kecepatan pemanasan


yang diinginkan, tekan tombol quick pada saat ON dan bila
pemanasan yang diinginkan sudah tercapai tombol ini ditekan pada
posisi OFF.
c. Memasukan penyumbat gabus yang dilengkapi tali, sehingga mudah
dilepas kedalam lubang tabung viskometer pada bagian dasar tabung
viskometer. Penyumbatan harus kuat supaya udara tidak keluar.
d. Menempatkan cincin pemindah pada batas atas tabung viskometer.
e. Melakukan pemanasan 0,5 kg benda uji menggunakan kompor listrik dalam
wadah logam 500 mL. Pemanasan awal mencapai temperatur 10°C sampai
dengan temperatur 15°C diatas temperatur uji yang ditentukan.
1. Selesaikan pemanasan awal pada 2 jam atau kurang dan segera
lanjutkan dengan pengukuran viskositas. Pemanasan ulang benda uji
tidak diizinkan;
2. Pengadukan pada benda uji ketika awal pemanasan diperbolehkan.
KEKENTALAN ASPAL BAB VI

f. Memanaskan saringan no.20 pada temperatur pengujian, dan tuangkan


benda uji panas melalui saringan langsung ke dalam tabung viskometer
hingga tepat diatas tanda batas pelimpahan.
g. Memasang tutup tabung viskometer dengan cincin pemindah, dan
masukkan termometer yang dilengkapi penyangga termometer kedalam
lubang ditengah penyangga.
h. Mengaduk benda uji didalam tabung viskometer secara terus menerus
dengan gerakan melingkar pada kecepatan putaran 30 rpm sampai dengan
50 rpm pada bidang horizontal untuk mencegah masuknya udara dalam
benda uji. Lakukan dengan hati-hati agar tidak membentur dinding
tabung.
i. Bila temperatur benda uji tetap konstan pada rentang temperatur 0,3°C
selama 1 menit, pengujian dapat dilanjutkan. Angkat termometer dan
pindahkan penutup tabung viskometer secepatnya, pindahkan cicin
pemindah, periksa untuk memastikan bahwa kelebihanbenda uji dibawah
tanda batas pelimpahan, dan pasang kembali penutup tabung viskometer.
j. Memastikan bahwa labu penampung pada posisi yang tepat, lalu cabut gabus
penyumbat dengan menyentakkan tali gabus pada waktu bersamaan hidupkan
pengukur waktu.
k. Waktu antara pengisian tabung viskometer sampai dengan menarik gabus
penyumbat tidak boleh lebih dari 15 menit.
l. Menghentikan pengukur waktu segera setelah benda uji mencapai tanda
batas pada labu penampung, catat waktu pengaliran dalam detik dengan
pembulatan 0,1 detik atau 0,2 detik.
KEKENTALAN ASPAL BAB VI

m. Menghitung waktu dalam saybolt furol detik yang telah dikoreksi dari

masing-masing temperatur pengujian viskositas pada temperatur tertentu.

n. Mengkonversikan waktu dalam saybolt furol detik ke dalam sentistoke

viskositas kinematik (sesuai lampiran).

o. Menentukan grafik temperatur terhadap viskosits dalam sentistoke.

p. Menentukan temperatur pencampuran beraspal pada 170 cSt + 20 cSt dan

temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280 cSt + 20.

q. Percobaan dapat diulangi untuk temperatur yang berbeda.

6.6 Diagram Alir

Mengisikan oli maksimal 9 liter pada tempat penampungan oli sampai


batas atas tabung furol terendam

Menetapkan dan pertahankan penangas oli (oil bath) pada temperatur


pengujian.

Memasukan penyumbat gabus yang dilengkapi tali

Menempatkan cincin pemindah pada batas atas tabung viskometer

Memanaskan benda uji setelah itu megaduk benda uji

Memanaskan saringan, tuangkan benda uji panas melalui saringan


langsung ke dalam tabung viskometer

Mengaduk benda uji didalam tabung viskometer secara


terus - menerus
KEKENTALAN ASPAL BAB VI

Memastikan bahwa labu penampung pada posisi yang


tepat,lalu cabut gabus penyumbat isi

Menghentikan pengukur waktu segera setelah benda uji


mencapai tanda batas pada labu penampung

Menghitung waktu dalam saybolt furol detik

Mengkonversikan waktu dalam saybolt furol detik ke dalam


sentistoke, Menentukan grafik temperatur terhadap viskosits dalam
sentistoke

6.7 Data Pengamatan dan Perhitungan

6.7.1 Data Pengamatan


Tabel 7.1 Data Pengamatan kekentalan aspal (Terlampir)

6.7.2 Perhitungan
Mencari nilai centistones (cm2)

a). Suhu 200°

t = 45 detik

CST = waktu x angka kalibrasi

= 45 x 2,18 = 98,1 CST

b). Suhu 160°

t = 118 detik

CST = waktu x angka kalibrasi

= 118 x 2,18 = 257,24 CST


KEKENTALAN ASPAL BAB VI

c). Suhu 240°

t = 78 detik

CST = waktu x angka kalibrasi

= 78 x 2,18 = 170,04 CST

d). Suhu 140°

t = 148 detik

CST = waktu x angka kalibrasi

= 148 x 2,18 = 322,64 CST

e). Suhu 180°

t = 55 detik

CST = waktu x angka kalibrasi

= 55 x 2,18 = 119,9 CST

6.8 Kesimpulan dan Saran

6.8.1 Kesimpulan

Dari pengujian kekentalan (viskositas) aspal keras yang telah dilakukan, dapat kita

simpulkan bahwa pada suhu rendah (dingin) aspal akan beku, namun jika suhu

naik atau tinggi aspal akan mengental atau bahkan sampai menjadi cair,

kekentalan dapat kita ketahui dengan semakin sedikitnya waktu yang dibutuhkan,

untuk mengeluarkan aspal dari lubang. Pada Alat viskositas saybolt tersebut

dengan kenaikan suhu yang ditentukan, berarti semakin tinggi suhu aspal tersebut

juga akan semakin cair. Berdasarkan pengujian yang telah dilaksanakan

didapatkan kesimpulan dengan nilai viskositas 322,64 CST pada suhu 140oC
KEKENTALAN ASPAL
BAB VI

termasuk kedalam aspal cair kelas MC 250; 98,1 CST dan 119,9 CST

pada suhu 200oC dan 180oC termasuk kedalam aspal cair kelas MC 70.

Tabel 7.1 Hasil pengujian kekentalan aspal

Benda
No SNI 03-6721-2002 Hasil Pengujian Keterangan
Uji

MC 30 - 60 CST -

MC 70 - 140 CST 98,1 & 119,9 CST


Aspal
1 MC 250 - 500 CST 257,24 CST & 322,64 CST Sesuai SNI
Cair
MC 800 - 1600 CST -

MC 3000 - 6000 CST -

6.8.2 Saran

a. Berhati – hati dalam pengambilan benda uji berupa aspal cair yang panas.

b. Lebih berhati-hati dalam menggunakan alat Saybolt viscosimeter

agar tidakterjadi kerusakan pada alat.

c. Perhatikan prosedur percobaan dengan teliti.


LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH –
HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK

LAMPIRAN
KEKENTALAN ASPAL
No. Lampiran : 6.1 Tanggal :
Jenis material : Aspal Cair Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Sugiharto
Berat Contoh : -

Tabel 2.1 Data Pengamatan


Suhu Waktu (detik) CST
Pengamatan 1 (Suhu 140oC) 148 detik 322,64
Pengamatan 2 (Suhu 160oC) 118 detik 257,24
Pengamatan 3 (Suhu 180oC) 55 detik 119,9
Pengamatan 4 (Suhu 200oC) 45 detik 98,1
Pengamatan 5 (Suhu 240oC) 78 detik 170,04
Rata - rata 483,96

Mengetahui
Asisten Lab. Teknik Sipil

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

BAB 7
KEHILANGAN BERAT ASPAL

A. Teori Dasar
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kehilangan minyak pada aspal
akibat pemanasan berulang. Pengujian ini pun adalah untuk mengukur
perubahan kinerja aspal akibat kehilangan berat. Untuk mengevaluasi hanya
pada beberapa karakteristik aspal, seperti kehilangan berat dan penetrasi,
daktailitas dan titik lembek setelah kehilangan berat, dimana cara tersebut
dinamakan Thin Film Over Test ( TFOT). Bitumen merupakan suatu bahan
perekat berwarna coklat hingga hitam atau gelap, yang dapat didapatkan dari
alam maupun dari proses buatan. Kandungan utama dari bitumen adalah
senyawa hidrokarbon seperti aspal, tar.
Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya
sangat menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal yang merupakan
bahan jalan. Salah satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu
aspal adalah penetrasi aspal yang merupakan sifat rheologi aspal yaitu kekerasan
aspal. Semua aspal-aspal adalah termoplastik, yang mana akan menjadi lebih
keras lebih merekat dengan berkurangnya temperatur dan akan menjadi lebih
lembut, lebih sedikit yang merekat sebagai bila temperatur mereka meningkat.
karakteristik ini dikenal sebagai kepekaan temperatur. Aspal pada temperatur-
temperatur yang berbeda. Saat temperatur meningkat, aspal menjadi lebih sedikit
yang merekat (lebih banyak cair). Mengetahui kepekaan temperatur aspal itu
yang sedang digunakan di suatu campuran seman aspal sangat penting, karena
itu menandai temperatur yang tepat untuk mencampur aspal dengan bahan
lainnya
Pada suatu aspal cahaya diketahui memiliki efek yang merusak.
Kerusakan yang timbul sering berasal dari sinar matahari , yang akan merusak
aspal, dengan di bantu oleh Faktor air dan cairan pelarut lainnya. Kerusakan
molekul dengan cara ini disebut faktor oksidasi, untungnya sinar yang merusak
ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapisan molekul lapisan atas aspal.
Oleh karena itu, foto oksidasi dianggap kecil pengaruhnya apabila dilihat dari
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

table aspal keseluruhan. Namun proses di atas tidak dapat di abaikan dalam
konstribusinya terhadap proses pengrusakan akibat cuaca pada pad alapisan
permukaan tipis aspal.
Karakteristik campuran aspal khususnya mengenai durabilitas sangat
tergantung pada karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal. Untuk
mengevaluasi durabitas material aspal tersedia prosedur yang disebut Thin film
Oven Test (TFOT) dengan melakukan pembatasan evaluasinya hanya pada
karakteristik aspal, seperti kehilangan berat.
Pada pengujian ini kita menggnakan metoda TFOT , dimana suatu
sampel tipis di panaskan dalam oven selama periode tertentu, dan karakteristik
sampel sesudah dipanaskan kemudian diperiksa untuk meneliti indikasi adanya
proses pengerasan dari material aspal.
Pengujian TOFT bertujuan mengetahui kehilangan minyak pada aspal
akibat pemanasan berulang, pengujian ini mengukur perubahan kenerja aspal
akibat kehilangan berat. Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada
aspal karena kerusakan yang ditimbulkan sering berasal dari matahari dan
dibantu oleh aspek air dan cairan pelarut lainnya.
Kerusakan molekul aspal ini dinamakan oksidasi. Ini dianggap kecil
pengaruhnya apabila dari tebak aspal keseluruhannya, namun proses diatas
akibat cuaca pada lapisan permukaan agregat. Karakteristik campuran
khususnya durabilitas aspal sangat tergantung pada karakteristik lapis tipis
aspal. Pada Pengujian ini, suatu sampel tipis dipanaskan. Kemudian diperiksa
untuk meneliti adanya proses pengerasan atau proses pelapukan atau proses
pelapukan material aspal.
Pengujian kehilangan berat ini, umumnya tidak terpisah dengan evaluasi
karakteristik sebelum dan sesudah kehilangan berat yang dilihat adalah nilai
penetrasi titik lembek dan daktalitas. Untuk itu sangat dianjurkan saat
penyiapan sampel dibuat 2 buah sampel. Untuk mendapatkan material aspal
yang akan dipakai untuk campuran, diharapkan pengujian TFOT dan penurunan
berat ini tidak terlalu besar, selisih dari nilai penetrasi sebelum dan sesudah
menunjukkan bahwa aspal tersebut peka terhadap cuaca dan suhu.Untuk

49
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

menentukan nilai kehilangan berat akibat pemanasan dapat menggunakan


rumus penurunan berat.
Yang dimaksud dengan kehilangan berat adalah selisih berat sebelum
dan sesudah pemanasan pada tebal tertentu dan pada suhu tertentu.
Pemeriksaan penurunan berat aspal bertujuan untuk mengetahui kehilangan
minyak pada aspal akibat pemanasan berulang dan untuk mengukur perubahan
kinerja aspal akibat kehilangan berat.
Untuk mengevaluasi hanya pada beberapa karakteristik aspal, seperti
kehilangan berat dan penetrasi, daktilitas dan titik lembek setelah kehilangan
berat, dimana cara tersebut dinamakan Thin Film Over Test (TFOT). Besarnya
nilai penurunan berat, selisih nilai penetrasi sebelum dan sesudah pemanasan
menunjukan bahwa aspal tersebut peka terhadap cuaca dan suhu. Pengujian
kehilangan berat ini, umumnya tidak terpisah dengan evaluasi karakteristik
aspal setelah kehilangan berat. Dalam evaluasi ini dilakukan perbandingan
karakteristik sebelum dan sesudah kehilangan berat.
Karakteristik yang dilihat adalah nilai penetrasi, titik lembek dan
daktilitas. Untuk itu sangat dianjurkan dalam penyiapan sampel dilakukan
dibuat dua jenis sampel, yaitu kehilangan berat dan satu kelompok lainnya yang
diuji TFOT sebagai yang telah kehilangan berat. Berdasarkan SNI 06-2440-
1991 maksimal 0,8% maka aspal tersebut sudah memenuhi ketentuan. Kualitas
aspal dapat diketahui dari penurunan berat aspal apabila dilakukan dengan tebal
dan berat tertentu dalam waktu + 24 jam. Aspal yang kualitasnya baik menutur
standar ASTM D-6-80 adalah aspal yang mengalami penurunan berat kurang
dari 0,4%. Kehilangan berat aspal dapat diuji dengan memanaskan contoh aspal
yang telah diketahui berat asalnya dalam oven khusus yang dilengkapi piringan
yang dapat berputar pada suhu (163 ± 1)º C selama lima jam. Setelah itu aspal
ditimbang dan diuji penetrasinya, sehingga didapat kehilangan beratnya, dan
penurunan penitrasi setelah kehilangan berat.

50
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

B. Maksud dan Tujuan


Maksud pada praktikum ini adalah untuk menentukan kehilangan berat aspal.
Tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui kehilangan berat aspal.

C. Benda Uji
Benda uji yang dipakai pada percobaan ini adalah aspal cair.

D. Alat-alat yang Digunakan


1. Thermometer.
2. Oven yang dilengkapi dengan :
a. Pengatur suhu sampai 10oC – 300oC.
b. Plat logam yang tergantung vertikal dalam oven dan dapat berputar
dengan kecepatan 5 s/d 6 putaran/ menit.
3. Tin Box (dengan diameter ±55 mm dan tinggi ±35 mm).
4. Timbangan dengan ketelitan 0,01 gram.

E. Cara Pengujian
1. Mengaduk contoh aspal serta memanaskan untuk mendapatkan campuran
yang merata tidak lebih dari 30 menit.
2. Menuangkan contoh aspal ±50 gr ke dalam thin box (A).
3. Menyiapkan benda uji ganda, benda uji yang akan diperiksa harus bebas air.
4. Menghidupkan oven, menjalankan motor pemutar plat yang berada dalam
oven. Lalu memasang thermometer pada tempatnya, hingga terletak pada
jarak 1,9 cm dari pinggir plat. Setelah oven mencapai suhu 163oC,
meletakan benda uji di atas pelat yang berputar.
5. Mendinginkan benda uji pada suhu ruang, lalu menimbang benda uji
tersebut (B).

6. Menghitung kehilangan berat dengan rumus sebagai berikut


𝑨−𝑩 …………………………..(8.1)
𝑿 𝟏𝟎𝟎%
𝑨

51
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

F. Diagram Alir Pengujian

Memanaskan aspal dan mengaduk agar


dapat campuran merata

Menuangkan aspal ke dalam tin box.

Menyiapkan benda uji ganda, benda


uji bebas dari air

Memasukan benda uji kedalam oven dengan


pemutar plat yang bersuhu 163˚C selama ±5 jam.

Mendinginkan benda uji pada suhu ruang

Menimbang dan menghitung kehilangan


berat aspal

52
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

G. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Perhitungan
a. Benda Uji I
Diketahui :
Berat cawan = 36 gr
Berat cawan aspal sebelum dioven (A) = 86 gr
Berat cawan + tutup + aspal sesudah dioven (B ) = 70,53 gr
Ditanya : Kehilangan berat aspal ?
Penyelesaian
berat aspal sebelum dioven = A – (berat cawan)
= 86 – 36
= 50 gr
Berat endapan =A–B
= 86 – 70,53
= 15,47 gr
𝐴−𝐵
Kehilangan berat = 𝑥 100%
𝐴
86−70,53
= 𝑥 100%
86

= 17,988 %

H. Gambar Alat dan Gambar Kerja

1. Gambar Alat

Tabel 7.2 (Terlampir)

2. Gambar Kerja

Tabel 7.3 (Terlampir)

53
KEHILANGAN BERAT ASPAL BAB VII

I. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan dari percobaan ini didapat data berat endapan dalam aspal
sebanyak 15,47 gr dan kehilangan berat aspal sebanyak 17,988%.
Berdasarkan SNI 06-2440-1991 maksimal 0,8% maka aspal tersebut tidak
memenuhi ketentuan.

2. Saran
Sebaiknya ketika mencatat hasil bacaan pada timbangan tidak terburu-buru,
tunggu hingga hasil bacaan pada timbangan berhenti agar data yang didapat
sesuai.

54
A. LAMPIRAN
B. KEHILANGAN BERAT ASPAL

No. Lampiran : 7.1 Tanggal : 15 Juni 2021


Jenis material :Aspal Cair Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Kehilangan Diperiksa : Abdul
Berat Aspal
Berat Contoh : 50 Gram

1. Data Pengamatan
Tabel 7.1 (Terlampir)

Pembacaan Waktu Pembacaan Suhu


Mulai jam : 10 : 30 WIB
Contoh Dipanaskan 25 0C
Selesai jam : 10 : 35 WIB
Mendinginkan Mulai jam : 10 : 35 WIB
Contoh Selesai jam : 10 : 55 WIB 25 0C

Pemeriksaan pada Mulai jam : 11 : 00 WIB


suhu 163 oC Selesai jam : 16 : 00 WIB 163 0C

KETERANGAN NILAI
Berat cawan + aspal keras 86
Berat cawan kosong 36
Berat aspal keras 50
Berat sebelum pemanasan 50
Berat sesudah pemanasan 34,53
Berat endapan 15,47
Kehilangan berat aspal 17,988 %
PENETRASI ASPAL BAB VIII

BAB 8
PENETRASI ASPAL

A. Teori Dasar
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda,
yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin
mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu.
Kepekaan terhadap tempaeratur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal
untuk menjadi retak atau mengeras. Parameter kepekaan aspal terhadap
temperatur adalah indeks penetrasi (PI)
Nilai PI antara -1 dan +1 adalah nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal
yang digunakan untuk material perkerasan jalan. Aspal yang digunakan
sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada
didalam butir agregat itu sendiri
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal
haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat
dilaksanakannya mempunyai tingkat kekentalan tertentu
Aspal yang digunakan dalam perkerasan jalan, terdiri dari beberapa jenisyaitu:
a. Aspal Alam : Aspal gunung (Rock Asphalt), Aspal Danau (Lake Asphalt)
b. Aspal Buatan : Aspal minyak, Ter (jarang dipakai sebagai bahan perkerasan,
karena cepat mengeras)
Penentuan penetrasi adalah suatu cara untuk mengetahui konsistensi
aspal. Konsistensi aspal merupakan derajat kekentalan aspal yang sangat
dipengaruhi oleh suhu. Untuk aspal keras atau lembek penentuan konsistensi
dilakukan dengan penetrometer.
PENETRASI ASPAL BAB VIII

Konsistensi dinyatakan dengan angka penetrasi, yaitu masuknya jarum


penetrasi dengan beban tertentu ke dalam benda uji aspal pada suhu 25°C
selama 5 detik. Penetrasi dinyatakan dengan angka dalam satuan
1mm.Penentuan konsistensi dengan cara ini efektif terhadap aspal dengan
angka penetrasi berkisar 50 – 200.
Penetrasi merupakan suatu pengujian yang sangat penting.itu
dikarenakan penetrasi dapat menunjukan mutu suatu aspal. Penetrasi adalah
masuknya jarum penetrasi kedalam permukaan aspal dalam waktu 5 detik
dengan beban 100 gram pada suhu 25˚C (SNI 06 – 2456 – 1991). Pengujian ini
ditujukan untuk menentukan kekerasan dan kelembekan suatu aspal. Semakin
besar angka penetrasi makin lembek aspal tersebut dan sebaliknya semakin
kecil angka penetrasi maka aspal tersebut semakin keras.
Menurut ASTM D-8-31, aspal adalah bahan berwarna hitam/coklat tua,
bersifat perekat, terutama terdiri dari bitumen yang didapat dari alam atau dari
proses pembuatan minyak bumi. Sedangkan bitumen adalah bahan berwarna
hitam, dapat bersifat padat atau keras (asphaltine) dapat juga bersifat lembek
(malthine).
Pengertian umum aspal adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada
temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, yang terbuat dari
komposisi karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen.
a. Komposisi aspal
Komposisi aspal secara kimiawi ditentukan oleh komposisi molekulnya
yang berbeda-beda sesuai dengan sumber minyak bumi. Proses
pembentukannya akan mempengaruhi kecepatan pengikatan terhadap
material lainnya.
b. Bahan dasar utama aspal
Bahan dasar utama aspal yaitu hidrokarbon atau biasa disebut bitumen
yang terjadi dari gabungan beberapa mineral berbentuk padat atau semi
padat. Aspal yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah
satu hasil proses destilasi minyak bumi dan disamping itu mulai banyak
pula dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau buton. Aspal minyak
yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan proses hasil residu

55
PENETRASI ASPAL BAB VIII

dari destilasi minyak bumi seperti bensin (gasoline), minyak tanah


(kerosene), solar (minyak diesel). Hidrokarbon sebagai pembentuk aspal
dapat larut dan berubah kadarnya bila dilarutkan dalam Carbondisulfida
(CS2) yang memberikan sifat adhesi pada aspal.
Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan malthenes :
1. Aspalthenes
Aspalthenes Merupakan material berwarna hitam dan coklat tua yang
tidak larut dalam Heptana. Merupakan senyawa Heterosiklis yang
mengandung senyawa oksigen , nitrogen, dan belerang.
2. Maltenes
Maltenes larut dalam heptane, yang merupakan cairan kental yang terdiri
dari resins dan oils. Resins yaitu cairan berwarna kuning atau coklat tua
yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah
hilang atauberkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oils
berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resins.
Proporsi dari aspalthenes, resins, oils berbeda-beda tergantung dari
banyaknya faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya
dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.
Penetrasi aspal adalah ukuran kekerasan aspal yang diperoleh dengan
pengujian masuknya jarum ke dalam aspal dengan beban, temperatur dan
waktu tertentu sesuai SNI 06 – 2456 – 1991.
Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu
dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk
pelaksanaan pekerjaan. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar
perbedaan umur aspal untuk menjadi retak atau mengeras.
Cara uji penetrasi aspal mencakup penentuan nilai penetrasi dari bahan-
bahan bitumen semi-solid dan solid. Jarum-jarum penetrasi, cawan dan kondisi
pengujian dijelaskan pada cara uji ini untuk menentukan nilai penetrasi sampai
dengan 500.
Metode ini dimaksudkan untuk menentukan konsistensi kekerasan aspal
keras (AC), dilakukan dengan mengukur jarak tembus jarum standard tegak
lurus ke dalam contoh aspal dibawah kondisi temperatur waktu dan

56
PENETRASI ASPAL BAB VIII

pembebanan tertentu. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam


pekerjaan pengendalian mutu aspal keras atau ter dan untuk keperluan
pembangunan atau pemeliharaan jalan.

B. Maksud dan tujuan


Untuk menentukan penetrasi aspal yang terjadi

C. Benda uji
Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah aspal keras

D. Alat alat yang Digunakan


1. Alat penetrasi.
2. Jarum penetrasi.
3. Beban dan 100gram.
4. Tin box.
5. Glass peredam.
6. Stopwach.
7. Thermometer.

E. Cara Pengujian
1. Panaskan aspal keras kurang lebih cukup untuk mengisi 2 buah tinbox
secara perlahan-lahan sampai mencair dan bisa dituangkan dengan waktu
pemanasan lebih kecil dari 30 menit.
2. Mengaduk selama pemanasan secara perlahan-lahan agar udara tidak masuk
kedalam contoh.
3. Menutup tinbox agar benda uji tidak kena debu lalu mendiamkan selama 1-
1,5 jam untuk tinbox kecil dan 1,5-2 jam untuk tinbox besar pada ruang AC
atau kulkas dengan temperatur (15ᴼC - 30ᴼC).
4. Memasang jarum pada pluyer head.
5. Meletakan pemberat 50 gram diatas jarum untuk memperoleh beban 100
gram berikut pada pluyer head.
6. Memindahkan tempat air beserta benda uji kebawah alat penetrasi.

57
PENETRASI ASPAL BAB VIII

7. Menurunkan secara perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh


permukaan benda uji, kemudian mengatur angka 0 (nol) pada penetrometer
sehingga jarum penunjuk berimpit angka 0 (nol)
8. Melepaskan pemegang jarum dan serentak menjalankan stop watch selama
jangka waktu 5 detik
9. Membaca arloji penetrometer dan membaca angka penetrasi yang berimpit
angka nol (0) dan membulatkan hingga 0,1 mm terdekat.

F. Diagram Alir Pengujian

Memanaskan aspal keras kurang lebih


cukup untuk mengisi 2 buah tin box

tuangkan dengan pemanasan lebih kecil


dari 30 menit

Selama memanaskan mengaduk perlahan-


lahan agar udara tidak masuk ke dalam
contoh.

Menutup tin box agar benda uji tidak terkena


debu

diamkan selama 1-1,5 jam untuk tin box kecil


dan 1,5-2 jam untuk tin box besar pada ruang
AC dengan temperature (15 -30 )
58
PENETRASI ASPAL BAB VIII

G. Data pengamatan dan perhitungan


1. Data pengamatan
Tabel 8.1 (Terlampir)
Pembacaan Waktu Pembacaan Suhu
Mulai jam : 12 : 38 WIB 26 0C
Contoh Dipanaskan
Selesai jam : 12 : 45 WIB 69 0C
Mendinginkan pada Mulai jam : 12 : 45 WIB 25 0C
suhu ruang Selesai jam : 13 : 50 WIB 250C
Contoh direndam Mulai jam : 13 : 50 WIB
250C
o
pada suhu 25 C Selesai jam : 14 : 10 WIB 250C
Pemeriksaan penetrasi Mulai jam : 14 : 10 WIB
250C
pada suhu 25 oC Selesai jam : 15 : 25 WIB
250C

Penetrasi Pada Suhu 25 oC


I
Beban 100 gr selama 5 detik
Pengamatan 1 91
Pengamatan 2 93
Pengamatan 3 94
Pengamatan 4 95
Pengamatan 5 96
Rata – Rata 93,8
2. Perhitungan
a) Untuk pembeban 100 gram
Pengamatan 1 = 91 mm
Pengamatan 2 = 93 mm
Pengamatan 3 = 94 mm
Pengamatan 4 = 95 mm
Pengamatan 5 = 96 mm
Sehingga rata-rata penetrasi adalah
P1 + P2 + P3 + P4 + P5
=
5

59
PENETRASI ASPAL BAB VIII

91 + 93 + 94 + 95 + 96
=
5
= 93,8 mm
H. Gambar alat dan Gambar kerja
1. Gambar alat
Tabel 8.2 (Terlampir)
2. Gambar kerja
Tabel 8.3 (Terlampir)
I. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Pada percobaan penetrasi aspal, didapatkan nilai penetrasi sebagai berikut,
a. Rata-rata hasil dari beban 100 gram = 93,8 mm

Penetrasi yang diatas masuk kestandar penetrasi aspal yang dipakai dijalan.
Hasil ini masuk dalam persyaratan umum penetrasi aspal yaitu digambarkan
seperti tabel dibawah ini. Berdasarkan pengujian :
a. Untuk berat 100 gram termasuk penetrasi 80 (penetrasi rendah
digunakan untuk jalan dengan volume lalu lintas tinggi, dan daerah
dengan cuaca iklim panas).
Tabel 8.4 persyaratan umum penetrasi aspal
Jenis aspal Penetrasi 40 Penetrasi 60 Penetrasi 80
Persyaratan MIN MAX MIN MAX MIN MAX
umum 40 59 60 79 80 99

2. Saran
a. Pada saat penetrasi jarum untuk mengenai benda uji, hendaklah benda
uji diposisikan terlebih dahulu, agar ketika jarum dijatuhkan bisa
mengenai benda uji, usahakan jarak selalu konstan antara benda uji dan
jarum penetrasi.
b. Pada arloji penetrometer hendaknya ketika setelah jarum penetrasi
dijatuhkan, tidak ditekan, namun hanya didorong saja agar benda uji
pun hanya terdorong oleh jarum saja karena jika kita menekan arloji
penenometer kemudian tekanan diteruskan pada jarum penetrasi, angka

60
PENETRASI ASPAL BAB VIII

yang tertera pada jarum penetrometer bukanlah angka murni dari


penetrasi tetapi penetrasi ditambah tekanan kita yang mendorong pada
arloji penetrometer.

61
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK

No. Lampiran : 8.1 Tanggal : 15 Juni 2021


Jenis material : Aspal Keras Dikerjakan oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : 1 Dihitung oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur S
Berat Contoh : 100gram

Tabel 8.1 Data Pengamatan

Pembacaan Waktu Pembacaan Suhu


Mulai jam : 12 : 38 WIB 26 0C
Contoh Dipanaskan
Selesai jam : 12 : 45 WIB 69 0C
Mendinginkan pada Mulai jam : 12 : 45 WIB 25 0C
suhu ruang Selesai jam : 13 : 50 WIB 250C
Contoh direndam Mulai jam : 13 : 50 WIB
250C
pada suhu 25 oC Selesai jam : 14 : 10 WIB 250C
Pemeriksaan penetrasi Mulai jam : 14 : 10 WIB
250C
o
pada suhu 25 C Selesai jam : 15 : 25 WIB
250C

Penetrasi Pada Suhu 25 oC


I
Beban 100 gr selama 5 detik
Pengamatan 1 91
Pengamatan 2 93
Pengamatan 3 94
Pengamatan 4 95
Pengamatan 5 96
Rata – Rata 93,8
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

BAB 9

ANALISA PENGUJIAN MARSHALL

9.1 Teori Umum

Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce

Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa

modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar

metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan ( flow), serta analisis

kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan

alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2

KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai

stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow.

Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5

inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06 -2489-1991, atau

AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76 dan SNI 06-2489:2011 Secara garis

besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat jenis bulk

dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat volumetrik

benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara

lain:

a. Jumlah benda uji yang disiapkan.

b. Persiapan agregat yang akan digunakan.

c. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.

d. Persiapan campuran aspal beton

e. Pemadatan benda uji.

63
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

f. Persiapan untuk pengujian Marshall.

Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (AsphaltConcrete - Wearing

Course) / Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satudari tiga macam

campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base. Ketiga jenis

Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspalyang telah

disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan.

Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan pendekatan AC-WC

(Asphalt Concrete- Wearing Course)/ Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah

salah satu dari tiga macam campuran lapis aspal betonya itu AC-WC, AC-BC dan

AC-Base. Ketiga jenis laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran

beraspal dan dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan

pendekatan kepadatan mutlak.

Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan

dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston

lainnya. Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut

mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan

campuran bergradasi senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC

lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran. Gradasi agregat gabungan

untuk campuran AC-WC yang mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan

dalam persen berat agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada di luar

daerah larangan (restriction zone) dengan membandingkan dengan AC-BC yang

mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25 mm atau 1” dan AC-Base 37,5

75
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

mm atau 1½”. Sedangkan AC-WC mempunyai ukuran butir agregat maksimum 19

mm atau ¾”. Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima

beban sampai terjadi alir (flow) yang dinyatakan dalam kilogram sedangkan alir

(flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat

suatu beban, dinyatakan dalam mm. Rancangan campuran berdasarkan metode

Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM

ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau

AASHTO T-245-90. Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk

menerima beban sampai terjadi alir (flow) yang dinyatakan dalam kilogram

sedangkan alir (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal

yang terjadi akibat suatu beban, dinyatakan dalam millimeter.

9.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan suatu campuran aspal yang

memenuhi ketentuan–ketentuan yang telah ditetapkan didalam perencanaan.

9.3 Benda Uji


Benda uji yang digunakan dalam percobaan ini ialah :
a. Aspal.

b. Split 1-2.

c. Screening.

d. Abu Batu.

76
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

9.4 Peralatan
a. Lengkap Tiga buah cetakan benda uji yang berdiameter 10,16 cm dan tinggi

7,62 cm lengkap dengan pelat atas dan leher sambung;

b. Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan :

1. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbukan rata yang berbentuk

silider, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm.

2. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)

berukuran 20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran

30,48 x 30,4 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton dikeempat

bagian sudutnya;

c. Alat pengeluar benda uji:

Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam cetakan

benda ujidipakai sebuah alat ekstruder berdiameter 10 cm;

d. Alat marshall lengkap dengan :

1. Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung ;

2. Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,

dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm berserta

perlengkapannya;

3. Arloji pengukur alir (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta

perlengkapannya;

e. Alat pengeluar benda uji :

Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam

cetakanbenda uji dipakai sebuah alat ekstruder berdiameter 10 cm;

f. Alat marshal lengkap dengan :

77
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

1. Kepala penekan (breaking hoad) berbentuk lengkung ;

2. Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,

dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm berserta

perlengkapannya;

3. Arloji pengukur alir (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta

perlengkapannya;

g. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi sampai

200⁰C (± 3⁰C )

h. Bak perendam dilengkapi dengan pengatur suhu mulai 20 – 60⁰C (± 1⁰C )

i. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg

dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan ketelitian

1 gram;

j. Mistar atau Jangka Sorong dengan ketelitian 0,1 mm.

k. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250⁰ C dan 100⁰C

dengan ketelitian 1% dari kapasitas

l. Perlengkapan lain :

1. Panci-panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal;

2. Sendok pengaduk dan spatula;

3. Kompor atau pemanas (hot plate); Tiga buah cetakan benda uji yang

berdiameter 10,6 cm dan tinggi 7,62 cm lengkap dengan pelat alas dan

leher sambung.

4. Sarung tangan dari asbes; sarung tangan dari karet dan pelindung

pernapasan (masker).

78
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

5. Bahan penunjang uji :

79
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

a) Kantong plastik

b) Gas Elpiji 3 Kg.

9.5 Cara Pengujian

a. Persiapan benda uji

1. Mengeringkan agregat pada suhu 105-110⁰ C minimum selama 4 jam

setelah itu mengeluarkan benda uji dari alat pengering (oven) dan tunggu

sampai beratnya tetap;

2. Memisahkan agregat kedalam fraksi-fraksi yang dikehendaki dengan cara

penyaringan;

3. Memanaskan aspal sampai mencapai tingkat kekentalan (viscositas) yang

disyaratkan baik untuk pekerjaan pencampuran maupun pemadatan seperti

Tabel 9.1

Tabel 9.1 Tingkat Kekentalan (Viscositas) Aspal untuk Aspal Padat dan
Aspal Cair
PENCAMPURAN PEMADATAN

ALAT Aspal Aspal Aspal Aspal


Satuan Satuan
Padat Cair Padat Cair

Kinematik
170±20 170±20 C.ST 280±30 280±30 C.ST
Viscosimeter

Say Bolt Furol DET DET


85±10 85±10 140±15 140±1
Viscosimeter S.F S.F

4. Pencampuran dilakukan sebagai berikut :

a) Untuk setiap benda uji memerlukan agregat sebanyak ± 1200 gram

80
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

sehingga menghasilkan benda uji kira-kira 63,5 mm ± 1,27 mm;

81
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

b) Memanaskan panci/wajan pencampur beserta agregat kira-kira 28oC

diatas suhu pencampuran untuk aspal padat, bila menggunakan aspal

cair, pemanasan sampai 14°C diatas suhu pencampur;

c) Menuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan seperti

Tabel 12.1 sebanyak yang dibutuhkan kedalam agregat yang sudah

dipanaskan tersebut, kemudian mengaduknya dengan cepat pada suhu

yang sesuai sampai agregat terselimuti aspal secara merata;

5. Pemadatan dilakukan sebagai berikut :

1) Membersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka

penumbuk dengan seksama dan memanaskannya sampai suhu antara

93,3–148,9°C;

2) Meletakkan cetakan diatas landasan pemadat, serta menahannya

dengan pemegang cetakan;

3) Meletakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah

digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan;

4) Memasukkan seluruh campuran kedalam cetakan dan menusuk-tusuk

campuran keras-keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15

kali keliling pinggirnya dan 10 kali bagian tengahnya;

5) Melakukan pemadatan dengan penumbuk sebanyak :

a) 75 kali tumbukan untuk lalu lintas berat

b) 50 tumbukan untuk lalu lintas sedang

c) 35 tumbukan untuk lalu lintas ringan

82
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

6. Melepas pelat alat berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian

membalikkan cetakan yang berisi benda uji dan memasang kembali plat

alas berikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi;

7. Menumbuk kembali permukaan benda uji yang sudah dibalikan dengan

jumlah tumbukan yang sama;

8. Setelah pemadatan, melepaskan keping alas dan memasangkan ke alat

pengeluar benda uji pada permukaan ujung ini;

9. Kemudian mengeluarkan benda uji dengan hati – hati dan meletakkan

benda uji di atas permukaan yang rata dan membiarkan selama kira-kira ±

24 jam pada suhu ruangan.

b. Persiapan Pengujian

Persiapan pengujian meliputi :

1. Membersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel;

2. Memberikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji;

3. Mengukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm;

4. Menimbang benda uji;

5. Merendam benda uji di dalam air selama ±24 jam pada suhu ruangan;

6. Setelah merendam ±24 jam, kemudian menimbang benda uji dalam air

untuk mendapatkan isi;

7. Menimbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh;

8. Membersihkan batang penumbuk (guide rod) dan permukaan dalam dari

kepala penekan, sehingga kepala penekan yang ada dapat meluncur bebas

(bila dikehendaki kepala penekan direndam Bersama-sama benda uji pada

83
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

suhu 21,1-37,8°C untuk mengurangi lengketnta benda uji terhadap

permukaan dalam kepala penekan).

c. Cara Pengujian

Cara menguji dilakukan dengan langkah seperti berikut :

Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendam

atau oven sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30

detik.

1. Merendam benda uji dalam bak perendam ( water bath) selama 30-40

menit dengan suhu tetap 60oC±1oC untuk benda uji yang menggunakan

aspal padat masukkan benda uji ke dalam oven selama minimum 2 jam

dengan seuhu tetap 25°C (±1oC).

2. Mengeluarkan benda uji dari bak perendam dan meletakkan benda uji

kedalam segmen bawah kepala penekan;

3. Memasang segmen atas diatas benda uji dan meletakkan keseluruhannya

dalam benda uji;

4. Memasang arloji pengukur alir (Flow) pada kedudukannya atas salah satu

batang penuntun dan mengatur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol

sementara selubung tangkai (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas

kepala penekan;

5. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya

dinaikkan sehingga menyentuh alas cincin penguji.

6. Mengatur jarum arloji pada kedudukan angka nol;

7. Memberikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar

84
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

50 mm/menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan

85
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

menurun seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan mencatat

pembebanan maksimum (stability) yang dicapai, untuk benda uji yang

tebalnya tidak sebesar 63,5 mm koreksi bebannya dengan factor perkalian

yang bersangkutan.

8. Mencatat nilai akhir (flow) yang ditunjukan oleh jarum arloji pengukur alir

pada saat pembebanan maksimum tercapai.

9.6 Diagram Alir

86
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

9.7 Data Pengamatan dan Perhitungan

9.7.1 Data Pengamatan

Tabel 9.5 Data Kesimpulan Analisa Pengujian Marshall

Tabel 9.6 Data Pengamatan Rencana Campuran AC/WC (Terlampir)

Tabel 9.7 Data Pengamatan Komposisi Gradasi (Terlampir)

9.7.2 Data Perhitungan

Tabel 9.2 Kumulatif % lolos saringan screening

Dengan memplotkan hasil persen lolos dari tiap fraksi (split 1-2, Screening, dan

Abu Batu) kedalam grafik:

a. Garis berat I, antara grafik persen lolos split 1-2 dengan grafik persen lolos

screening.

b. Garis berat II, antara grafik persen lolos screening dengan grafik persen lolos

abu batu.

87
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

Tabel 9.3 Berat benda uji

a. Sampel 1 (aspal 4,5)

1. Perhitungan Split 1-2 (14 %)

Cek Split 1-2 (14 %) = 14 % x Persen Lolos Saringan

¾ = 14 % x 100 % = 14 %

½ = 14 % x 38,3262 % = 5,36567 %

3/
8 = 14 % x 0 % =0 %

4 = 14 % x 0 % =0 %

8 = 14 % x 0 % =0 %

16 = 14 % x 0 % =0 %

30 = 14 % x 0 % =0 %

50 = 14 % x 0 % =0 %

100 = 14 % x 0 % =0 %

200 = 14 % x 0 % =0 %

2. Perhitungan Screening (29%)

Cek Screening( 29%) = 29 % x Persen Lolos Saringan

¾ = 29% x 100 % = 29 %

½ = 29% x 100 % = 29 %
3/
8 = 29% x 100 % = 29 %

88
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

4 = 29% x 0 % =0 %

8 = 29% x 0 % =0 %

16 = 29% x 0 % =0 %

30 = 29% x 0 % =0 %

50 = 29% x 0 % =0 %

100 = 29% x 0 % =0 %

200 = 29% x 0 % =0 %

3. Perhitungan Abu Batu (57%)

Cek Abu Batu (57%) = 57% x Persen Lolos Saringan

¾ = 57% x 100 % = 57 %

½ = 57% x 100 % = 57 %

3/
8 = 57% x 100 % = 57 %

4 = 57% x 100 % = 57 %

8 = 57% x 73,5537 % = 41,9256 %

16 = 57% x 52,3967% = 29,866 %

30 = 57% x 42,8099% = 24,4017 %

50 = 57% x 21,3223% = 12,1537 %

100 = 57% x 12,8926% = 7,34876 %

200 = 57% x 6,28099% = 3,580 %

4. Perhitungan Agregat Gabungan

Cek Agregat Gabungan = 14% Split (1-2) + 29% Screening+ 57% Abu

Batu

¾ = 14 + 29 + 57 = 100 %

89
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

½ = 5,36567 + 29 + 57 = 91,36567 %

90
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

3/8 = 0 + 29 + 57 = 86 %

4 = 0 + 0 + 57 = 57 %

8 = 0 + 0 + 41,9256 = 41,9256 %

16 = 0 + 0 + 29,866 = 29,866 %

30 = 0 + 0 + 24,4017 = 24,4017 %

50 = 0 + 0 + 12,1537 = 12,1537 %

100 = 0 + 0 + 7,34876 = 7,34876 %

200 = 0 + 0 + 3,580 = 3,580 %

Tabel 9.4 Bandingkan hasil total dengan spesifikasi yang ada :

Kemudian menentukan kadar aspal mula-mula :

PB = 0,035 CA + 0,045 FA + 0,18 FF + 1

Dimana : PB = Kadar aspal mula-mula .

CA = Agregat kasar tertahan saringan nomor 8.

FA = Agregat halus lolos saringan nomor 8 dan

Tertahan saringan nomor 200.

FF = Agregat halus yang lolos saringan nomor 200.

Perhitungan kadar aspal mula-mula

CA = 100 – Total nomor 8

= 100 – 41,9256

= 58,0744

FA = Total nomor 8 – Total nomor 200

= 58,0744 – 3,580

91
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

= 54,4944

FF = Total nomor 200

= 3,580

K =1

PB = 0,035 (58,0744) + 0,045 (54,4944) + 0,18 (3,580) + 1

= 6,129252

Diambil 3 buah benda uji dengan persentase aspal yang berbeda yaitu :

5 ; 5,5 ; dan 6. Perhitungan campuran Aspal, Split 1-2, Screening dan Abu

Batu dengan berat total = 1200 gr

a) Aspal 5 %

Presentase masing – masing bahan menjadi = 100% - 5% = 95%

Aspal = 5 % x 1200 gram = 60 gram

Kebutuhan Agregat = 1200 – 60 gram = 1140 gram

Maka kebutuhan untuk masing-masing agregat :

1) Split 1–2 = 14 % x 1140 gram = 159,6 gram

2) Screening = 29 % x 1140 gram = 330,6 gram

3) Abu Batu = 57 % x 1140 gram = 649,8 gram

b) Aspal 5,5 %

Persentase masing-masing bahan menjadi = 100 % - 5,5 % = 94,5 %

Aspal = 5,5 % x 1200 gram = 66 gram

Kebutuhan Agregat = 1200 – 66 gram = 1134 gram

Maka kebutuhan untuk masing-masing agregat :

1) Split 1–2 = 14 % x 1134 gram = 158,76 gram

92
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

2) Screening = 29 % x 1134 gram = 328,86 gram

93
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

3) Abu Batu = 57 % x 1134 gram = 646,38 gram

c) Aspal 6 %

Aspal = 6 % x 1200 gram = 72 gram

Kebutuhan Agregat = 1200 – 72 gram = 1128 gram

Maka kebutuhan untuk masing-masing agregat :

1) Split 1–2 = 14 % x 1128 gram = 157,92 gram

2) Screening = 29 % x 1128 gram = 327,12 gram

3) Abu Batu = 57 % x 1128 gram = 642,96 gram

a. Perhitungan Isi Benda Uji

Isi Benda Uji = Berat Benda Uji SSD – Berat Benda Uji Dalam Air

A→ 1140 – 531 = 609 gram

B→ 1134 – 603 = 531 gram

C→ 1128 – 395 = 733 gram

Perhitungan Analisis Marshall campuran

BJ Aspal = 1

Angka Korelasi didapat dari isi benda uji :

A → Isi Benda Uji = 609 cm3 → Angka Korelasi = 1

B → Isi Benda Uji = 531 cm3 → Angka Korelasi = 1

C → Isi Benda Uji = 733 cm3 → Angka Korelasi = 1

b. Perhitungan Bj Bulk Agregat Gabungan

Diketahui :

Bj Bulk Split 1-2 = 2,17 Split 1-2 = 14 %

Bj Bulk Screening = 2,19 Screening = 29 %

94
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

Bj Bulk Abu Batu = 1,082 Abu Batu = 57 %

Bulk Agregat Gabungan = (% Split 1-2 x Bj Bulk Split 1-2) +(%Screening x

Bj.Bulk Screening) + (% Abu Batu x Bj Bulk Abu Batu)

= (14% x 2,17) + (29% x 2,19) + (57% x 1,082)

= 1,55564

c. Perhitungan BJ campuran Maksimum (Teoritis)

Teoritis =

Untuk Kode Briket A (Aspal = 5 %)

% Agregat = 100 % - 5 % = 95 %

% Aspal = 5 %

Bj Agregat = 1,55564

Bj Aspal = 1

Bj Campuran Maksimum = = 1,513

Untuk Kode Briket B (Aspal = 5,5 %)

% Agregat = 100 % - 5,5 % = 94,5 %

% Aspal = 5,5 %

Bj Agregat = 1,55564

Bj Aspal =1

Bj Campuran Maksimum = = 1,509

Untuk Kode Briket C (Aspal = 6 %)

% Agregat = 100 % - 6 % = 94 %

95
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

% Aspal = 6 %

Bj Agregat = 1,55564

Bj Aspal = 1

Bj Campuran Maksimum = = 1,505

d. Perhitungan Berat Isi

Berat Isi =

A → 1176 / 609 = 1,931 gram/ml

B → 1178 / 531 = 2,218 gram/ml

C → 764 / 733 = 1,042 gram/ml

e. Perhitungan VIM (Rongga Campuran)

VIM = 100 x ( )

A =( ) −

B =( ) −

C = ( )

f. Perhitungan VMA (Rongga Dalam Agregat)

VMA = 100 – ( (100 - % Aspal) x )

A = − (( − ) )−

B = − (( − ) ) −

96
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

C = − (( − ) )

g. Perhitungan Stabilitas setelah dikoreksi

Menghitung Stabilitas = Kalibrasi x Angka Korelasi x dial

(Kalibrasi didapat dari pembacaan dial terhadap penunjuk standar yaitu 26,284

kg/m3)

A = 26

B = 26

C = 26

h. Perhitungan VFA (Rongga Dalam Aspal)

VFA

( ( ))
A = −

( ( ))
B = −

()
C =

i. Perhitungan hasil bagi Marshall

MQ =

A =

B =

C =

97
ANALISISA PENGUJIAN MARSHALL BAB IX

9.8 Kesimpulan dan Saran

9.8.1 Kesimpulan
Dari Pengujian yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 9.5 Kesimpulan Analisa Pengujian Marshall

Sample
Pengujian Standar Keterangan
A B C
VIM -20,71466% -31,96573% 44,43378% 3-5 % Tidak sesuai (A, B, C)
VMA -17,92253% -34,73619% 37,03685% ≥ 14 % Tidak sesuai (A , B)
VFA -34,6259% -22,5619% 10,85937% ≥ 65 % Tidak sesuai (A, B, C)
Stabilitas 1751,588 kg 1540,954 kg 1363,578 kg ≥ 800 kg Sesuai (A, B, C)
Flow 3,29 mm 3,10 mm 2,09 mm 2 - 4 mm Sesuai(A, B, C)
Marshall
1248,63 kg/mm 1165,81 kg/mm 1530,14 kg/mm ≥ 250 kg/mm Sesuai (A, B, C)
Ountient

9.8.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah :

a. Memahami prosedur pelaksaan praktikum dengan baik dan teliti.

b. Lebih diperhatikan ketika melakukan pembacaan arloji.

c. Hati-hati dalam pemasangan arloji pada alat Marshall karena jika salah

meletakan arloji maka pembacaan akan salah.

d. Meletakkan benda uji di tempat yang aman sebelum digunakan atau pada saat

praktikum berlangsung.

e. Teliti dalam menimbang benda uji yang akan digunakan,

f. Hati – hati dalam menuangkan benda uji aspal panas.

g. Melakukan pemeriksaan peralatan baik sebelum maupun sesudah praktikum.

98
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.1 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram
Tabel 9.8 Rencana Campuran AC/WC

A B C
% gram % gram % gram
Aspal 5 60 5,5 66 6 72
Split 1-2 14 159,6 14 158,76 14 157,92

Screening 29 330,6 29 328,86 29 327,12

Abu batu 57 649,8 57 646,38 57 642,96

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.2 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Tabel 9.9 Data Pengamatan Komposisi Gradasi

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.3 Tanggal : 16 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur. S
Berat Contoh : 1200 gram
Tabel 9.8 Data Pengamatan Analisa Data Pengujian Marshall

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.4 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.1 Grafik Kadar Aspal Terhadap Stabilitas

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.5 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.2 Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Flow

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto


NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.6 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.3 Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap VIM

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto

NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.7 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.4 Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap VMA

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto

NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 9.8 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.5 Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap VFA

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto

NIM.3336170105
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254)395502; Fax (0254)395440, 376712
Website: www.ft-untirta.ac.id

LAMPIRAN
ANALISA PENGUJIAN MARSHALL
No.Lampiran : 10.9 Tanggal : 17 Juni 2021
Jenis Material : Aspal Dikerjakan Oleh : Kelompok E
Nomor Contoh : Dihitung Oleh : Kelompok E
Pekerjaan : Uji Material Diperiksa : Abdul Syukur
Berat Contoh : 1200 gram

Gambar 9.6 Grafik Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Marshall Quontient

Mengetahui :
Asisten Laboratorium

Abdul Syukur Sugiharto

NIM.3336170105

Anda mungkin juga menyukai