Anda di halaman 1dari 6

Cari Artikel:

Siapa Anne Ahira

Beranda

Referensi

Ilmu Sosial

Ilmu Sastra

Naskah Drama Pendek

Naskah Drama Pendek untuk Pembelajaran Kelas


Oleh: AnneAhira.com Content Team

Drama termasuk salah satu genre sastra dalam sastra Indonesia modern. Drama memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan genre puisi dan prosa. Kekhususan tersebut disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak berhenti sampai pada tahap menceritakan peristiwa yang dapat dibaca pembaca, akan tetapi harus diteruskan untuk dapat dipertontonkan dalam suatu pementasan. Oleh karena itu, pengertian drama cenderung terfokus pada sebuah karya yang berorientasi pada pementasan. Untuk mementaskan drama, dibutuhkan naskah drama. Naskah drama berbeda dibandingkan dengan teks sastra lain, seperti puisi atau novel. Para siswa dapat berlatih bermain peran dengan mementaskan naskah drama pendek di kelas. Naskah drama tersebut dapat dibuat sendiri atau menyadur dari cerpen. Bisa juga mendramatisasikan puisi sehingga makna puisi tersebut lebih mudah dipahami.

Berikut ada satu contoh naskah drama pendek yang dapat dimainkan oleh para siswa. Drama berjudul Percakapan ini mengisahkanpercakapan imajinatif tokoh lampu jalan, angin, cemara, dan kabut. PERCAKAPAN Pelaku : LAMPU JALAN ANGIN CEMARA KABUT Panggung adalah jalanan. LAMPU JALAN "Kau serba usil angin! Serba dingin, serba tak mau diam. Apa tidak bisa kau diam seperti aku, seperti cemara. Usah kau usik kabut yang luruh di tubuhku biarkan kabut tergenang di jalanan, mungkin kabut hendak membisiki tentang sesuatu yang gaib, yang purba" ANGIN (memotong cakap lampu jalan). "Diam (dengan heran angin memandang lampu jalan). Aku adalah angin. Yang meliuk ke sana ke mari. Kabutlah tempatku bermain, karena aku rindu, ingin sekali mempermainkannya. Jadi, biarkan jari jemariku gemas untuk memungutnya, menudingnya perlahan-lahan (kembali menghampiri kabut)." LAMPU JALAN "Cih! (menatap angin dengan tajam). Tak usahlah kau berkatakatamanis seperti itu! Menjijikan!" ANGIN "Aku tidak berkata-kata manis terhadapmu. Kau sendiri, kenapa wajahmu semakin redup dan cemara semakin meranggas. Membosankan " Angin terus saja memainkan kabut dengan sedemikian rupa. Angin mengejar-nya, merangkulnya, mencubitinya. ANGIN

"Kabut, jangan pejamkan matamu. Biarkan aku masuk menembus mata beningmu itu. Aku begitu penasaran dengan segala bentuk putihmu itu. Biarkan aku masuk" LAMPU JALAN + CEMARA "Berisik!!" LAMPU JALAN

waktunya kau kembali ke tengah lautan dan menyusuri sungai yang meliuk. Di sana kau bisa bermain sepuasnya bersama ombak dan ikanikan. Sudah! kembalikan kabut itu ke tubuhku. Dasar kau yang tak punya bentuk" CEMARA (berucap dengan sabar). "Hei, bagaimana kalau kau mempermainkan dahan-dahanku saja. Sebelum musim mengugurkan daun-daunnya kau bisa menelisik di antara celah-celahnya, bukan? Kau tidak lihat kalau kabut sudah lelah karena permainanmu!? Merapatlah denganku kabut, angin ini begitu jahat perangainya." KABUT (hanya tersenyum) LAMPU JALAN "Wahai, kabut! Kau ini serba putih, serba suci, serba tak pernah marah meski kau terpelantingkan angin ke sana kemari. Kau juga tak pernah gerah saat kau dituding matahari, atau saat pepohonan menghisap tubuhmu." ANGIN (menatap tajam, menjurus ke arah kabut). "Benarkah kau sudah lelah? Padahal malam belum akan pergi. Sekali lagi, sekali lagi saja aku ingin bermain denganmu. Sebelum kau menjadi bulir-bulir yang jatuh di daunan dan hilang terbias matahari. Sekali lagi saja (dengan nada memohon). Setelah ini akan kubawa kau ke tempat dimana rerumputan gersang menantimu. Bagaimana? Kau setuju?" KABUT (masih tetap dengan senyumnya).

LAMPU JALAN (dengan sedikit menghardik ia palingkan mukanya ke jalanan). "Terserahhh..." CEMARA (tertawa pahit). "Hehh! Kabutlah yang tetap seperti itu. Aku hanya cemara yang sedang menunggu musim untuk menggugurkan daunanku yang serba usang dan coklat, serta melabuhkan bijianku ke arahmatahari terbit, bisakah kau meronakan wajahmu itu? Agar terang malam ini." LAMPU JALAN "Bagaimana aku bisa merona bila angin terus saja menderu tak mau diam. Biarkan aku merona dengan sendirinya saja. Hei hei! Jauh-jauh dariku! Kau membuatku dingin (ia tepiskan beberapa laron yang mengganggu wajahnya). " Cemara diam, lampu jalan pun diam. Hanya angin yang tak mau diam. Hilir mudik mengejar-ngejar kabut. Panggung masih tetap redup.

Beri rating untuk artikel di atas

Tolong SHARE halaman ini


: : :

faceboo k

Twitte Linkedi r n

Googl e +1

Nama Email Komentar

Catatan : Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, jangan menggunakan terlalu banyak singkatan seperti SMS. Setiap komentar memerlukan persetujuan moderator.

Despiani
22-09-2011

Dramanya bagus banget sih, tapi andai saja drama yang ditampilkan itu tokohnya adalah orang beneran.. pasti akan lebih baik lagi. :)

rande
20-09-2011

dramanya buaguuuus buaangeett..

lisa yohan
18-09-2011

Dramanya bagus banget, aku suka

Ahmad Fahmi
16-08-2011

Naskah drama ini cukup bagus,saya yakin naskah ini akan mampu membangkitkan dan meningkatkan apresiasi terhadap drama dan sastra pada umumnya. ohya mohon izin untuk dijadikan sampel di sekolah saya. terimakasih

jily
08-08-2011

Wah... dramanya bagus banget...

Teguh Basuki
30-04-2011

Bagus. Ini sangat berguna bagi kami guru BAhasa Indonesia

[1]
Anne Ahira - Asian Brain on Facebook

Artikel Terkait

Esai Sastra: Indah dan Bermanfaat Sastra Lama: Naskah Sastra Melayu Klasik Mengenal Beberapa Novel Sastra Indonesia Romeo dan Juliet dalam Karya Shakespeare Mengenal Macam-Macam Majas Mengenal Teater dan Contoh Naskah Drama Senarai Karya Sastra Angkatan 45

Share

facebook Twitter Linkedin

Beranda | Kontak Kami | Privacy | Artikel Sitemap | Sitemap | RSS Feeds | Bisnis Online
Kantor Pusat : Jl. Bojong Sereh No.668 Bandung 40376 Jawa Barat - INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai