Paul seorang WNI direncanakan pergi ke dari Surabaya menuju Batam menggunakan pesawat air
Asia. Peda perjalannya, pesawat tersebut mengalami kecelakaan udara sehingga mengakibatkan
kecacatan pada Paul. Air Asia memberikan santunan kecelakaan pada Paul. Apakah peristiwa
tersebut merupakan peristiwa hukum perdata internasional?
Buatlah panduan atau pedoman yang dapat membantu Andi dan Yulia untuk mengetahui
prosedur dan persyaratan adopsi anak di Indonesia oleh Warga Negara Asing!
susunlah tahapan tersebut dalam bentuk poster atau gambar (anda dapat menggunakan aplikasi
seperti canva, ppt dll)
Adopsi atau sering juga disebut dengan pengangkatan anak adalah salah satu bentuk hubungan
orang tua dan anak. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 54 tahun 2007
tentang pelaksanaan pengangkatan anak dalam pasal 1 butir 2 menyatakan yang dimaksud
dengan pengangakatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari
lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, Pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkat.
Pengangkatan anak antara WNI dengan WNA hanya dilakukan melalui lembaga pengasuhan
anak. Terkait pengangkatan Anak WNI oleh WNA selain harus memenuhi persyaratan bagi
CAA di atas juga harus memenuhi persyaratan administratif bagi COTA WNA sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 45 Permensos 110/HUK/2009 (Lampiran II).
Jenis pengangkatan anak sesuai PP Nomor 54 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pada
Pasal 7 Pengangkatan anak terdiri atas pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia dan
pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:
a. sehat jasmani dan rohani
b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun
c. beragama sama dengan agama calon anak angkat
d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan
e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun
f. tidak merupakan pasangan sejenis
g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak
h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial
i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak
j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi
anak, kesejahteraan dan perlindungan anak
k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat
l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan
diberikan; dan memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing harus memenuhi syarat:
a. memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau
perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia
b. memperoleh izin tertulis dari Menteri
c. melalui lembaga pengasuhan anak.
d.Telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 tahun
Pengangkatan anak antara WNI dengan WNA hanya dilakukan melalui lembaga pengasuhan
anak. Terkait pengangkatan Anak WNI oleh WNA selain harus memenuhi persyaratan bagi
CAA di atas juga harus memenuhi persyaratan administratif bagi COTA WNA sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 45 Permensos 110/HUK/2009 (Lampiran II).
Secara garis besar, proses pelaksanaan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan terbagi
dalam 4 (empat) tahap, yakni:
a. Tahap permohonan izin pengasuhan anak;
COTA mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Kementerian Sosial sesuai
dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Setelah pemeriksaan persyaratan, Pekerja Sosial Instansi Sosial akan melakukan
kunjungan rumah untuk penilaian kelayakan.
Apabila dinilai layak, maka Kementerian Sosial c.q. Direktur Pelayanan Sosial Anak
akan mengeluarkan Surat Keputusan Izin Pengasuhan Anak Sementara kepada COTA
melalui Lembaga Pengasuhan Anak.
b. Tahap pengasuhan sementara;
Penyerahan anak dari Lembaga Pengasuhan Anak kepada COTA.
Selama pengasuhan sementara, Pekerja Sosial memberikan bimbingan dan pengawasan
kepada COTA.
c. Tahap permohonan izin pengangkatan anak;
COTA mengajukan permohonan izin pengangkatan anak kepada Kementerian Sosial
dengan melampirkan motivasi pengangkatan.
Pekerja Sosial Kementerian Sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak melakukan
kunjungan rumah untuk melihat perkembangan CAA selama diasuh oleh COTA.
Direktur Pelayanan Sosial Anak akan membahas hasil penilaian kelayakan dan meneliti
dokumen permohonan pengangkatan anak dalam Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak
(Tim PIPA).
Tim PIPA menerbitkan Surat Rekomendasi.
d. Tahap pengesahan izin pengangkatan anak di Pengadilan;
Menteri Sosial c.q. Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial menerbitkan Surat
Keputusan Menteri Sosial RI tentang Pemberian Izin Pengangkatan Anak WNI oleh
WNA untuk ditetapkan di Pengadilan Negeri (LAMPIRAN III).
Pengadilan Negeri menerbitkan penetapan pengadilan.
e. Tahap pelaporan dan pendokumentasian;
COTA melapor ke Kementerian Sosial.
Kementerian Sosial mencatat dan mendokumentasikan pengangkatan anak.
Terkait pengangkatan anak WNI oleh WNA dimana Anak Angkat dibawa ke luar negeri oleh
Orang Tua Angkat maka Orang Tua Angkat harus melapor kepada Perwakilan RI setempat
setibanya di negara tersebut. Selain itu Orang Tua Angkat juga harus bersedia dikunjungi oleh
Perwakilan RI setempat guna melihat perkembangan anak sampai anak berusiai 18 (delapan
belas) tahun.
Diskusi 4
1. Apa yang dimaksud dengan teori renvoi? Jelaskan dengan menggunakan contoh kasus!
2. Jelaskan teori klasifikasi dan bagaimana penggunaannya dalam penentuan hukum
internasional!
Yth. Tutor dan Mhs.Hukum,
Teori renvoi atau yang dikenal juga sebagai doktrin penunjukan kembali merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum
yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum
perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex
causae yang ditunjuk tadi. Renvoi timbul, apabila hukum asing yang ditunjuk oleh lex fori,
menunjuk kembali kearah lex fori itu, atau kepada sistim hukum asing lain.
• Untuk menetapkan sistem hukum yang akan diberlakukan sebagai Lex Causae
• Jika pengadilan beranggapan bahwa perkara akan lebih baik diselesaikan berdasarkan
kaidah-kaidah hukum internasional lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae
ditunjuk.
• Untuk menghindari hukum yang seharusnya berlaku lex causae yang sudah ditetapkan
berdasarkan prosedur HPI yang normal.
• Hal ini dimungkinkan karena adanya pelbagai sistem hukum di dunia yang masing-
masing memiliki sistem dan kaidah-kaidah HPI-nya sendiri.
Penjelasan dan penerapan Teori Renvoi dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut:
Apabila seorang WN Inggris yang berdomisili di Indonesia, untuk menentukan sudah dewasa
atau belum, atau akan menikah atau akan melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan
personilnya, maka menurut HPI Indonesia (berdasarkan Pasal 16 AB hukum nasional mengikuti
personilnya) yang harus digunakan adalah hukum Inggris, sendangkan menurut Hukum Inggris,
berdasarkan kaedah-kaedah HPI nya, untuk status personil yang dipakai adalah hukum dimana
domisilinya yang dalam hal ini di Indonesia, maka yang berlaku adalah hukum Indonesia.
Teori Kualifikasi adalah Tindakan kualifikasi dimaksudkan untuk menentukan kaidah HPI mana
dari lex fori yang paling erat kaitannya dengan kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan.
Penentuan ini harus dilakukan dengan mendasarkan diri pada hasil kualifikasi yang dilakukan
dengan memerhatikan sistem hukum asing yang bersangkutan.
Inti Teori Kualifikasi ialah “Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan
yang mengadili perkara (lex fori) karena sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern lex
fori tersebut’’
Penjelasan dan penerapan Teori Kualifikasi dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut:
Perkara Ogden Vs Ogden (1908) : Suami (domisili di Perancis) menikahi istrinya (berdomisili di
Inggris) di Inggris, Perkawinan ini dibatalkan di Perancis, karena di Perancis suami masih
dianggap belum dewasa dan tidak mendapat izin orang tuanya. Menurut HPI Inggris syarat-
syarat formil suatu perkawinan diatur oleh lex loci celebrationis dan syarat-syarat materiil oleh
lexdomicilie, Dalam hukum Inggris: izin orang tua dianggap unsur formil (formality) yang diatur
oleh hukum tempat dilangsungkannya perkawinan (lex loci celebrationis), sedangkan menurut
hukum Perancis: izin orang tua dianggap sebagai unsur materiil yang harus diatur menurut
hukum pribadi personil yang bersangkutan, Jika izin dikualifikasikan menurut lex fori (hukum
Inggris), maka perkawinan dianggap sah, tetapi jika dikualifikasi menurut hukum Perancis, maka
perkawinan itu batal. Menurut Pengadilan Tinggi (Court of Appeal) harus dilakukan kualifikasi
menurut lex fori, sehingga perkawinan seperti itu dianggap sah.
Sumber:
Basuki,Zulfa Djoko, dkk.2022.Hukum Perdata Internasional.Tangerang Selatan.Universitas
Terbuka
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/
f5c880712d01b2b23abeac92928e02f5.pdf
Diskusi 5
1. Lady Rock merupakan seorang WNA asal Amerika Serikat yang menikah dengan
Anton seorang WNI. Dalam pernikahan Lady dan Anton tidak ada perjanjian
pemisahan harta. 2 tahun setelah mereka menikah, Anton diberikan uang oleh Lady
untuk membeli sebidang sebidang tanah dan bangunan diatasnya di Gili Trawangan
untuk dijadikan café dan resort. Untuk kepentingan tersebut, kemudian dibuat
perjanjian pemisahan harta. Café dan dan resort tersebut kemudian diatasnamakan
Anton.
2. Bisnis café dan restaurant tersebut semula hanya berbentuk perusahaan perseorangan.
Karena berkembang pesat, Lady ingin membuat pengembangan perusahaan berupa
Perseroan Terbatas. Lady kemudian meminjam nama karyawan kepercayaannya,
Rudi, untuk keperluan pendirian PT.
S. Gautama menyatakan pilihan hukum (PH) adalah para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk
melakukan pilihan, mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak
mereka. Namun mereka hanya bisa/bebas untuk memilih tetapi mereka tidak bebas untuk
menentukan sendiri perundang-undangannya.
Pilihan Forum Adalah pemilihan forum atau Lembaga, dapat berupa instansi peradilan atau
instansi lain yang telah disepakati oleh para pihak sebagai forum yang akan memeriksa dan
mengadili sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari terkait hubungan hukum yang terjadi
diantara mereka. Secara garis besar dalam pilihan forum terdapat dua bentuk penyelesaian
sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan
dan penyelesaian sengketa di dalam pengadilan.
Untuk pilihan Hukum Steven Choi seorang WN Inggris : jika melihat status personal Steven
Choi berdasarkan asas domisili, maka pilihan hukum yang digunakan ialah hukum Bejing-China
sendangkan Berdasarkan asas kewarganegaraan pilihan hukum yang digunakan ialah hukum
Inggris dikarenakan Steven Choi berkewarganegaran inggris.
Untuk pilihan hukum Erik WN Malaysia: jika melihat status personal Erik ialah berdasrakan asas
domisili hukum yang digunakan ialah hukum Hukum Malaysia dan berdasarkan asas
kewarganegaraan ialah hukum Malaysia.
Untuk pilihan forum jika diselesaikan dengan cara penyelesaian sengketa dalam pengadilan
maka pilihan forum yang dapat digunakan Steven Choi ialah pengadilan Bejing-China dengan
memperhatikan asas domisilinya atau juga pengadilan London-Inggris dengan memperhatikan
status personalnya sebagai warga negara inggris, pilihan forum tersebut juga dengan
pertimbangan konvensi-konvensi internasional yang berkaitan dengan pilihan forum.
Untuk pilihan forum jika diselesaikan dengan cara penyelesaian sengketa dalam pengadilan
maka pilihan forum yang dapat digunakan Erik ialah pengadilan Kuala Lumpur-Malaysia.
Pengadilan Beijing: Hakim di Pengadilan Beijing akan memiliki kompetensi untuk memutuskan
gugatan yang diajukan di sana, terutama jika hukum Tiongkok atau hukum internasional yang
berlaku dalam kasus ini.
Pengadilan London: Hakim di Pengadilan London akan memiliki kompetensi untuk memutuskan
gugatan yang diajukan di sana, terutama jika hukum Inggris dan Wales berlaku dan mengakui
yurisdiksi pada warga negara Inggris.
Sumber:
Diskusi 7.
Seorang Warga Negara Arab Saudi memiliki istri 3 (org). Ketiga istrinya tersebut dinikahi di
Arab Saudi dan berkewarganegaran Arab Saudi. Karena ia seorang pengusaha kaya yang
memiliki investasi cukup besar di Inggris, maka ia memutuskan untuk pindah kewarganegaraan
menjadi Warga Negara Inggris. Di Inggris tidak mengakui poligami. Apakah ia harus
menceraikan dua oang istrinya untuk dapat menjadi WN inggris?
Jika dilihat status personal Pria warga negara arab tersebut berdasarkan asas kewarganegaran
maka hukum yang berlaku bagi pernikahannya dengan ketiga istrinya adalah hukum negara
Arab, Begitu juga dengan ketiga istrinya jika melihat dari asas kewarganegaraan yang berlaku
ialah hukum Arab sehingga pernikahan tersebut sah secara hukum. Namun dalam konteks Pria
warga negara Arab tersebut berkeinginan untuk berpindah kewarganegaran menjadi warga
negara inggris yang menganut sistem pernikahan Monogami ( yang mana pria hanya boleh
mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya dalam waktu tertentuk). Oleh karena itu, pria
warga negara Arab tersebut untuk dapat memenuhi persyaratan yang berlaku di hukum inggris,
pria warga negara arab tersebut dapat memilih istri tertua yang didaftarkan secara hukum inggris
untuk dapat diakuinya sebagai istri yang Sah. Untuk kedua istrinya yang lain tidak perlu
diceraikan dikarenakan secara hukum inggris pernikahan tersebut tidak sah, namun dikarenakan
status personal kedua istrinya jika dilihat kembali berdasarkan asas kewarganegaran Arab maka
pernikahan tersebut tetap sah meskipun kewarganegaran sang suami telah berpindah menjadi
warga negara inggris.
Sumber:
Diskusi 8
Valerie adalah warga negara Kanada yang meninggal dunia dan memiliki harta warisan 1 juta
USD. Valerie memiliki anak laki-lakiyang berdomisili di Indonesia yang merupakan hasil
perkawinannya dengan pria Indonesia. Pernikahan Valerie dengan pria Indonesia ini tidak
diketahui oleh keluarga Valerie di Kanada. Perkara pembagian warisan tersebut akan diajukan
oleh keponakan Valerie yang semula adalah ahli waris di pengadilan tingkat 1 di Ottawa, Kanada
Pertanyaan:
Berdasarkan hukum manakah pengaturan pembagian waris tersebut dilakukan? Hukum Kanada
atau Indonesia?
Sebelum kita menentukan hukum yang berlaku dalam pengaturan pembagian waris dari
kekayaan Valerie, kita harus melihat dari status personal masing-masing pihak dan legalitas
hukum yang berlaku.
Jika dilihat dalam kasus diskusi ke-8 tersebut status personal Valerie yang merupakan warga
negara kanada, maka berdasarkan assas kewarganegaran hukum yang berlaku baginya ialah
Hukum Kanada, namun jika dilihat status personalnya berdasarkan asas domisili Valerie maka
hukum yang dapat diterapkan ialah hukum Indonesia ( mengingat tidak dinyatakan dalam kasus
domisili Valerie dapat diasumsikan Valerie tinggal di Indonesia setalah menikah dan memiliki
bisnis di Indonesia). Selanjutnya status pernikahan Valerie dengan pria berkewarganegaran
Indonesia merupakan pernihakan yang sah secara hukum Indonesia asalakan dipenuhinya syarat
pernikahan sesuai ketentuan hukum Indonesia, meskipun pihak keluarga Valerie tidak
mengetahui tentang pernikahan dan hasil dari pernikahannya.
Anak laki-laki Valerie secara status personal berdasarkan asas kewarganegaran dan asas domisili
maka hukum yang berlaku ialah hukum Indonesia. Untuk suami Valerie secara status personal
berdasarkan asas kewarganegaran dan asas domisili maka hukum yang berlaku ialah hukum
Indonesia.
Status personal keponakan Valerie berdasarkan asas kewarganegaraan dan asas domisili maka
hukum yang berlaku ialah hukum Kanada, hal ini didasari dikarenakan keponakan Valerie
tinggal di kanada dan berkewarganegaraan kanada.
Jika melihat satus personal masing-masing pihak diatas maka menurut hemat saya proses
pembagian harta waris yang lebih efektif dan tepat dengan hukum Indonesia. Meskipun pihak
keluarga dapat mengajukan pembagian waris secara hukum kanada berdasarkan domilisi dan
kewarganegaraan pihak keluarga.
Sumber: