A. MATERI
1. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Fungsi UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah kumpulan aturan atau ketentuan mengenai hal-hal
yang mendasar atau pokok ketatanegaraan suatu negara sehingga
kepadanya diberikan sifat KEKAL dan LUHUR. KEKAL yang artinya :
apabila ada perubahan terhadap Undang Undang Dasar maka harus
disebabkan oleh hal-hal yang penting / fundamental / mendasar bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan untuk mengubahnya diperlukan
cara yang istimewa. LUHUR yang artinya : pelaksanaan Undang
Undang Dasar tidak boleh bertentangan dengan jiwa serta isi aturan-
aturan dan ketentuan-ketentuannya. Apabila pelaksanaan Undang
Undang Dasar menyimpang dari jiwa serta isinya berarti tidak ada lagi
kepastian hukum.
Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan
disampingnya Undang Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar
yang tidak tertulis (aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis). Pengertian
Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 menurut Tap MPR No. III/MPR/2000 (tentang Sumber Hukum
dan Peraturan Perundang-undangan) yaitu Hukum dasar tertulis
negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara.
Kedudukan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai hukum dasar tertulis yang
tertinggi di dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Menurut Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) Jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun
1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
B. REFERENSI
1. UUD 1945 amandemen keempat
2. Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi,
Ghalia Indonesia, Jakarta
DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA
A. MATERI
1. Konsep Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari perkataan Yunani demokratia,arti
pokok : demos = rakyat, kratos = kekuasaan, jadi kekuasaan rakyat
atau suatu bentuk pemerintahan negara, dimana rakyat berpengaruh
di atasnya, singkatnya : pemerintahan rakyat. Pengertian umum pada
waktu sekarang ialah bahwa demokrasi itu juga diartikan sebagai
perbandingan “separuh+satu”, jadi golongan mana telah memperoleh
suara paling sedikit separuh+satu suara maka memnaglah golongan
ini atas golonganyang lain.
Menurut Hans Klesen, pada dasarnya demokrasi itu adalah
pemerintahan oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ciri demokrasi ialah
bahwa tiap-tiap keputusan selalu bersandarkan atas adsar kelebihan
suara. Disini selalu timbul perjuanganuntuk merebut suara terbanyak
pada tiap-tiap persoalan diantara golongan-golongan. Dalam negar
ademokrasi, golongan kecil yang kalah suara, jika tidak mau duduk
dalam pemerintahan, maka mereka berhak untuk mengadakan koreksi
sebagai golongan oposisi terhadap pemerintahan yaitu dari golongan
yang lebih besar. Dengan adanya kritik-kritik dari kaum oposisi
terhadap cara melaksnakan pemerintahan dan kebijakan pemerintah
itu, maka setelah diperhatikan, timbullah suatu kompromi atau
persesuaian pendapat untuk perbaikankebijakan pemerintah.
Demokrasi itu juga suatu metode atau cara untuk mengatur tata
tertib masyrakat danjug auntuk mengadakan perubahan masyarakat,
menentukan corak kebudayaan sendiri, menentukan kebebasan pers,
berkumpul, menganut agama atau kepercayaan dan keyakinan
masing-masing dsb. Dalam negara demokrasi, terdapat persmaan
kemerdekaan bagi tiap-tiap orang. Di negara diktator terdapat
persamaan tidak merdeka bagi tiap-tiap orang. Jadi kemerdekaan
atau kebebasan tiap-tiap manusia adalah jiwa dari demokrasi.
Kebebasan untuk tiap-tiap manusia diatur oleh pemerintah. Oleh
karen aitu, demokrasi rakyat hanya dapat dicapai, jika rakyat dengan
perantaraan wakil-wakilnya yang dipercaya mengatur atau ikut
mengatur ketentuan-ketentuan pemerintahnya.
B. REFERENSI
1. Kaelan MS, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta
2. CST Kansil dan Christine ST Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta
3. Sunarso dkk, Pendidikan Kewarganegaraan-PKN untuk Perguruan
Tinggi, UNY Press, Yogyakarta
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
A. MATERI
1. Pengertian Warganegara dan Penduduk
Syarat-syarat utama berdirinya suatu negara merdeka adalah :
harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap, ada pemerintahan
yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Keempat syarat
tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan
rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara, warganegara
mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya
warganegara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan
dilindungi oleh negara.
Dalam hubungan Internasional di setiap wilayah negara selalu
ada warga negara dan orang asing yang semuanya disebut
penduduk. Setiap warganegara adalah penduduk suatu negara,
sedangkan setiap penduduk belum tentu warganegara, karena
mungkin seorang asing. Penduduk suatu negara mencakup
warganegara dan orang asing, yang memiliki hubungan berbeda
dengan negara. Setiap warganegara mempunyai hubungan yang tak
terputus meskipun ia bertempat tinggal di luar negeri. Sedangkan
seorang asing hanya mempunyai hubungan selama ia bertempat
tinggal di wilayah negara tersebut.
2. Asas-asas Kewarganegaraan
a. Asas ius-sanguinis dan asa ius soli
Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri
syrat-syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat-syarat
menjadi warganegara dalam ilmu tata negara, dikenal adanya dua
asas Kewarganegaraan, yauti asas ius sanguinis dan asas ius soli.
Asas ius sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah,
artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh
orangtuanya. Seseorang adalah warganegara B karena orangtuanya
adalah warganegara B. Sedangkan asas ius soli adalah asas daerah
kelahiran, artinya bahwa status kewarganegaraan seseorang
ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara tersebut.
b. Bipatride dan Apatride
Dalam hubungan antar negara, seseorang dapat pindah tempat
dan berdomisili di negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang
bertempat tinggal di negeri lain melahirkan anak,maka status
kewarganegaraan anak ini tergantung pada asas yang berlaku di
negara orangtuanya, dan di negara tempat dimana anak tersebut
dilahirkan. Perbedaan asas yang dianut oleh negara lain, misalnya
negara A menganut asas ius sanguinis sedangkan negara B
menganut asas ius soli, hal ini dapat menimbulkan status bipatride
atau apatride pada anak dari orangtua yang berimigrasi diantara
kedua negara tersebut.
Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut
peraturan dr dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warga
negara kedua negara tsb. Ilustrasi peristiwa :
1) Negara A menganut asas ius-sanguinis. Mario warga
negara A. Michele warga negara A.
2) Mario dan Michele menikah, lalu berdomisili di negara B.
Negara B menganut asas ius-soli.
3) Lahirlah Riska anak dr Mario dan Michele di negara B
4) Menurut negara A, Riska adalah warga negaranya krn
mengikuti warga negara orangtuanya.
5) Menurut negara B, Riska adalah warga negaranya krn
mengikuti tempat kelahirannya.
6) Dengan demikian Riska mempunyai status Bipatride (dwi
kewarganegaran).
Apatride (tanpa kewarganegaraan timbul apabila menurut aturan
kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari
negar amanapun. Ilustrasi peristiwa :
1) Negara C menganut asas ius-soli.
2) Ricky warganegara C. Rachel warganegara C.
3) Ricky dan Rachel menikah, lalu berdomisili di negara D.
Negara D menganut asas ius-sanguinis.
4) Lahirlah Reza, anak dr Ricky dan Rachel di negara D
5) Menurut negara D, Reza tdk diakui sebagai warga
negaranya karena orang tuanya bukan warga negara D.
6) Menurut negara C, Reza tidak diakui sebagai warga
negaranya karena tidak lahir di negara C
7) Dengan demikian Reza mempunyai status Apatride
(tanpa kewarganegaran).
B. REFERENSI
1. Kaelan MS, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta
2. CST Kansil dan Christine ST Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta
3. Sunarso dkk, Pendidikan Kewarganegaraan-PKN untuk Perguruan
Tinggi, UNY Press, Yogyakarta